AGUSTUS 2014
TRAUMA NASAL
DISUSUN OLEH
Muthmainna S
C11110011
A. PENDAHULUAN
Trauma merupakan penyebab kematian dan kecacatan terbanyak di
Amerika pada usia < 40 tahun, lebih dari 150.000 kecelakaan menyebabkan
kematian setiap tahunnya, dan lebih dari 500.000 trauma menyebabkan
kecacatan permanen. Dengan meningginya kecelakaan lalu lintas atau traffic
accident, ditambah dengan sifat khusus dari hidung yang merupakan bagian
tubuh yang paling menonjol serta tak ada bagian tubuh yang lain
melindunginya, maka dalam setiap kecelakaan lalu lintas dengan trauma
capitis, kemungkinan besar disertai dengan trauma nasi. Atau dapat dikatakan
trauma nasi sering bersamaan dengan trauma muka (maxillofacial
trauma).1,2,4
Tulang hidung merupakan salah satu bagian tubuh yang memiliki
insiden fraktur tersering ketiga setelah klavikula dan pergelangan tangan..
Cedera di dalam hidung biasanya terjadi ketika benda asing masuk ke dalam
hidung atau ketika seseorang memakai obat-obatan melalui hidung. Cedera di
luar hidung biasanya berhubungan dengan aktifitas olahraga, kekerasan,
penyiksaan atau kecelakaan. 1,2
Tulang hidung adalah tulang wajah yang paling sering patah karena
tulang tersebut adalah tulang dengan posisi paling depan pada wajah.
Meskipun tidak mengancam jiwa, patah tulang hidung dapat menyebabkan
kelainan bentuk baik secara estetik dan fungsional. Patah tulang hidung juga
dapat merusak selaput yang melapisi jalan nafas melalui hidung,
menyebabkan terbentuknya jaringan parut sehingga menyumbat jalan nafas
dan merusak indera penciuman seseorang. 1
Penanganan dan pengobatan Trauma Hidung dapat berbeda
tergantung pada kondisi pasien dan penyakit yang dideritanya. Pilihan
pengobatan adalah pembedahan hidung. Pencegahan trauma hidung berupa
menghindari faktor risiko yang memungkinkan terjadinya trauma hidung. 1,5
B. ANATOMI HIDUNG
Sefalik indeks adalah ukuran rasio (dalam persen), dari panjang
maksimum tulang tengkorak dengan lebar maksimum tulang tengkorak.
lndeks ini dapat menggambarkan bentuk kepala apakah lonjong, bulat atau di
antaranya. Indeks ini dibagi dalam 3 kelompok yaitu dolicocephalic atau
lonjong (di bawah 75), mesocephalic atau sedang (75-80) dan bracycephalic
atau bulat (di atasDalam melakukan pengukuran titik titik anatomis pada
kepala dan wajah diberikan nama serta simbol yang terdiri dari satu sampai
tiga huruf, jarak titik antropometris ini menjadi ukuran antropometris, yang
digunakan dengan simbol pada kedua titik / ujung
antara bibir integumental dan sekat hidung, Trogion (t) adalah titik pada
bagian depan pinggir atas tragus, Glabela (g) adalah titik paling depan pada
dahi terletak diantara tonjolan supra orbital pada bidang Median- Sagital.
Opistocranion (op) adalah titik di bidang sentral pada tulang kepala belakang
(occipital) paling jauh dari glabela. Nasospinal (ns) adalah titik pemotongan
antara bidang Median- Sagital dengan tajuk dari hidung (spina nasalis
anterior) atau pada garis, yang menghubungkan pinggir bawah rongga
hidung (apertura piriformis). Eurion (eu) adalah titik paling distal pada sisi
neurocranium. Zygion (zy) adalah titik paling lateral pada lengkung pipi
(arcus zygomaticus), Gnation (gn) adalah titik paling bawah pada rahang
bawah (mandibula) yang di potong oleh bidang Median- Sagital. Nasion (n)
adalah titik tempat bidang Median- Sagital memotong jahitan antara sutura
fronto- nasalis. Opistion (o) adalah titik di tempat bidang Median- Sagital
memotong foramen occipitale magnum sebelah belakang. Gonion (go) adalah
titik paling bawah, posterior dan lateral pada sudut yang terbentuk oleh
cabang (ramus) dan bidang rahang bawah (corpus mandibula).
Indeks wajah dapat dihitung dengan rumus= panjang wajah (n-gn) x
100 dibagi dengan lebar wajah (zy- zy). Untuk panjang wajah di ukur dari
titik nasion sampai titik gnathion (n-gn), temukan titik nasion (dengan jari
telunjuk atau jari tengah) dan dengan jarum kaliper geser dipegang pada titik
nasion, dengan tangan kanan jarum mobil digeser dari bawah keatas sampai
ujungnya kena pada gnathion Lebar wajah diukur dari jarak antara kedua
zygion (zy- zy), kaliper ditarik dari arah kuping ke depan pada lengkung pipi,
sementara di perhatikan skala, di baca ukuran maksimal.
Hidung merupakan bagian penting pembentuk wajah, fungsinya
sebagai jalan napas, alat pengatur kondisi udara (air condition), penyaring &
pembersih udara2, indera penghidu, resonansi suara, membantu proses
berbicara, dan refleksi nasal. Hidung juga merupakan tempat bermuaranya
sinus paranasalis dan saluran air mata. 3
bagian
dari
os
etmoid,
konka
inferior,
lamina
Nares posterior atau koana adalah pertemuan antara kavum nasi dengan
nasofaring, berbentuk oval dan terdapat di sebelah kanan dan kiri
septum. Tiap nares posterior bagian bawahnya dibentuk oleh lamina
horisontalis palatum, bagian dalam oleh os vomer, bagian atas oleh
prosesus
vaginalis
os
sfenoid
dan
pterigoideus.2
Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari arteri
ethmoidalis anterior dan posterior sebagai cabang dari arteri oftalmika
dari a.karotis interna. Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan
dari arteri maxilaris interna. Bagian depan hidung mendapat pendarahan
dari cabang-cabang arteri fasialis. Pada bagian depan septum terdapat
anastomosis dari cabang-cabang a.sfenopalatina, a.etmoid anterior,
a.labialis superior, dan a.palatina mayor yang disebut pleksus Kiesselbach
(Littles area). Pleksus Kiesselbach letaknya superfisial dan mudah cidera
oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis (pendarahan
hidung) terutama pada anak.2
Vena
hidung
memiliki
nama
yang
sama
dan
berjalan
persarafan
sensoris
juga
memberikan
persarafan
dari
n.
turun dari lamina kribrosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan
kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa
olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung. 2
Efek persarafan parasimpatis pada cavum nasi yaitu sekresi mukus dan
vasodilatasi. Dalam rongga hidung, terdapat serabut saraf pembau yang
dilengkapi sel-sel pembau. Setiap sel pembau memiliki rambut-rambut halus
(silia olfaktoria) di ujungnya dan selaput lender meliputinya untuk
melembabkan rongga hidung.
C. FISIOLOGI HIDUNG
Berdasarkan teori struktural, teori evolusioner dan teori fungsional,
fungsi fisiologi hidung dan sinus paranasalis adalah:3,4
1. Fungsi respirasi untuk mengatur kondisi udara (air conditioning),
penyaring udara, humidifikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan
dan mekanisme imunologik lokal. Pada inspirasi, udara masuk melalui
nares anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun
ke bawah ke arah nasofaring, sehingga aliran udara ini berbentuk
lengkungan atau arkus. Udara yang dihirup akan mengalami humidifikasi
oleh palut lendir. Pada musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air,
10
11
D. DEFINISI
Trauma Hidung didefinisikan sebagai cedera pada hidung atau
struktur terkait yang dapat mengakibatkan pendarahan, sebuah cacat fisik,
penurunan kemampuan untuk bernapas normal karena obstruksi, atau terjadi
gangguan penciuman. cedera mungkin baik internal maupun eksternal. 1,5
E. EPIDEMIOLOGI
Pada penelitian yang dilakukan di Brazil menyatakan bahwa
berdasarkan umur, kelompok usia 11-40 tahun sering mengalami trauma
nasal. Berdasarkan jenis kelamin, baik pria maupun wanita tidak ada
perbedaan statistik pada trauma hidung, namun insiden pada usia remaja lakilaki dua kali lebih sering mengalami trauma hidung dibandingkan pada
perempuan.6
F. KLASIFIKASI
Trauma hidung dapat mengenai hidung, jaringan subcutis, mukosa
yang meliputi cavum nasi, kerangka tulang dan tulang rawan yang
membentuk hidung itu sendiri. Trauma pada hidung terdiri atas: 1
1. Trauma soft tissue: trauma kulit, jaringan subcutis dan mukosa yang
meliputi cavum nasi, dapat berupa contusio jaringan atau tanpa
hematoma, laserasi, echymosis, abrasi, vulnus, corpus allienum yang
tertinggal di tempat trauma atau hilangnya bagian-bagian hidung tersebut.
2. Trauma tulang: trauma pada tulang dapat berupa 1) Fraktur (kominutif
yang banyak mengenai pada orang tua, fraktur terbuka/tertutup), 2)
Dislokasi (banyak terjadi pada anak), dapat mengenai semua sendi rangka
hidung / septum, 3) Kombinasi fraktur-dislokasi. 1
12
Trauma frontal
Menurut Colton and Beekhuis terdapat 4 tipe fraktur hidung berdasarkan arah
trauma:
1. Tipe I
13
3. Tipe III : Fraktur bilateral dan depresi atau dislokasi os nasal karena
trauma langsung dari arah frontal. Fraktur lamina perpendikularis dan
kartilago dapat terjadi karena depresi yang hebat.
4. Tipe IV : Kompresi dan fraktur septum disebabkan trauma arah kaudal
kranial 15
Gambar 9. Fraktur Nasal (A)Unilateral, (B) Bilateral, (C) Open Book, (D) Comminuted, (E)
Posterior inferior impaction, (F) Medial canthal ligament
14
G. PATOMEKANISME
Hidung merupakan bagian penting pembentuk wajah dan merupakan
struktur yang prominen dari wajah. Oleh karena struktur tersebut, hidung
mudah terkena trauma. Trauma hidung dapat disebabkan oleh kecelakaan lalu
lintas, kecerobohan dalam melakukan pekerjaan rumah tangga dan
perkelahian serta kecelakaan olah raga, trauma pada hidung juga bisa berupa
trauma akibat inhalasi. Trauma hidung dapat merupakan trauma sendiri atau
pun bagian trauma wajah lainnya dan dapat mengenai kulit, jaringan subkutis,
kerangka tulang, septum atau os maksila. 1,2,5,8
Trauma hidung bisa terjadi secara internal maupun eksternal. Trauma
internal pada hidung biasanya terjadi ketika sebuah benda asing (termasuk
jari) dimasukkan didalam hidung atau ketika seseorang mengonsumsi obatobatan penyalahgunaan (inhalants atau kokain) melalui hidung. Trauma
eksternal hidung biasanya disebabkan kekerasan atau trauma tumpul yang
dapat berhubungan dengan olahraga, tindakan pidana (pemukulan), kekerasan
yang dilakukan orangtua terhadap anak, kecelakaan mobil atau sepeda. Jenis
trauma ini dapat mengakibatkan fraktur hidung. 4,5
Kerusakan yang dapat terjadi pada trauma hidung bervariasi
tergantung dari beberapa faktor yaitu: 1,5
1. Usia
usia pasien yang sangat berpengaruh pada fleksibilitas jaringan dalam
meredam energi dari pukulan.
2. Besar kekuatan trauma/ besarnya gaya yang mengenai
Tenaga sebesar 25 75 pons per meter persegi cukup untuk membuat
fraktur nasal.
3. Arah pukulan dimana akan menentukan bagian nasal yang rusak.
Trauma dari arah lateral berbeda dengan trauma dari arah frontal
15
a. Trauma lateral
Trauma dari arah lateral paling sering terjadi dan bervariasi beratnya
mulai dari fraktur sederhana ipsilateral (simple-fracture) sampai
kerusakan lengkap (complete-fracture) dari tulang nasal disertai trauma
jaringan lunak intranasal dan ekstranasal.
b. Trauma frontal
Trauma dari arah depan energi rendah biasanya memecahkan septum
lebih dahulu sebelum menyebabkan trauma piramid nasal. Pada trauma
dengan energi yang lebih besar menyebabkan pemisahan nyata dari
tulang nasal yang merupakan bagian dari fraktur nasoorbital ethmoid
kompleks5
16
Pada trauma ini sejumlah energi yang besar diabsorbsi oleh kerangka
nasal dan wajah, menyebabkan putusnya fragmen tulang, rusaknya
jaringan lunak regio nasal dan rusaknya kerangka orbital
wajah.
H. DIAGNOSIS
A. Anamnesis1,5,7
Jumlah terjadinya cedera secara detail akan memudahkan untuk
mengetahui tipe dan tingkat keparahan yang terjadi. Pada kasus
kecelakaan kendaraan , informasi yang bisa kita dapatkan yaitu kecepatan
mengendara, benturan secara langsung. Pada anak-anak yang duduk di
bangku depan akan berisiko pada trauma di kepala dan di servikal. Selain
itu yang harus dievaluasi adalah adanya perubahan fungsi pada
pernapasan, dan apakah ada perdarahan dengan rasa manis atau asin (
untuk megetahui kebocoran cairan serebrospinal). Anosmia persisten atau
hiposmia akan terjadi setidaknya 5% pada individu yang menderita
trauma kepala dengan atau tanpa trauma hidung.
Anamnesis mengenai riwayat pasien termasuk riwayat trauma
pada hidung, deformitas sebelumnya pada hidung, riwayat operasi,
dispneu, alergi, dan adanya riwayat sinusitis. Orang yang melakukan
rinoplasty sebelumnya akan lebih mudah mengalami fraktur hidung.
Diagnosis fraktur tulang hidung biasanya berdasarkan adanya riwayat
trauma hidung dan gejala klinis. Epistaksis mungkin dapat terjadi ataupun
tidak sama sekali, bisa disertai rhinorrhea, obstruksi jalan napas, atau
deformitas.
17
B. Pemeriksaan fisis1,5,7
Pemeriksaan intranasal dilakukan dalam rangka mencari sebuah
defek berupa hematoma yang dapat mengakibatkan konsekuensi yang
serius seperti matinya jaraingan kartilago yang mengalami defek.
Pemeriksaan fisik pada hidung dilakukan untuk menentukan ada tidaknya
nyeri, mobilitas, kestabilan, dan krepitasi.
C. Pemeriksaan penunjang (Radiography) 1,5,7
Biasanya pemakaian sinar X belum diperlukan, namun pada
keadaan fraktur yang lebih hebat misal yang melibatkan beberapa tulang
sebuah computed tomography (CT scan) mungkin diperlukan. Seorang
dokter harus mencari klinis cedera terkait seperti ekimosis periorbital,
mata berair, atau diplopia (penglihatan ganda) yang menunjukkan adanya
cedera orbital. Selain itu, fraktur gigi-geligi dan kebocoran cairan
serebrospinal
mengindikasikan
harus
dicari.
adanya
sebuah
Kebocoran
cedera
cairan
yang
lebih
serebrospinal
parah
dan
I. PENATALAKSANAAN
Pilihan penatalaksanaan bisa dengan reduksi tertutup atau reduksi
terbuka pada fraktur piramida eksternal atau septum. Kesempatan terbaik
untuk keberhasilan terapi adalah pada saat 3 jam pertama setelah cedera.1
Indikasi untuk reduksi tertutup adalah fraktur unilateral atau bilateral
dari tulang hidung dan fraktur nasal septal kompleks dengan septum.
Sedangkan pada reduksi terbuka umumnya baik untuk fraktur luas dengan
diskolasi tulang hidung dan septum, deviasi piramida hidung, fraktur disertai
dislokasi pada septum bagian caudal, fraktur septum terbuka, dan deformitas
persisten setelah reduksi tertutup. Indikasi lain untuk reduksi terbuka
termasuk hematoma septum, pengurangan tulang yang tidak memadai karena
deformitas septum, cacat gabungan septum dan kartilago alar, fraktur
18
19
20
21
22
J. PROGNOSIS
Fraktur tulang hidung tanpa malposisi memiliki prognosis yang sangat
baik, biasanya penyembuhan tanpa cacat kosmetik atau fungsional. Pada
fraktur dengan malposisi, bahkan setelah dilakukan reduksi tertutup, sering
meninggalkan kelainan kosmetik dan deviasi septum, dan mengharuskan
dilakukannya rinoplasti dan/atau septoplasti. Prognosis untuk trauma
jaringan lunak hidung tergantung pada penyebab dan sejauh mana luka yang
terjadi. Seperti cedera robek yang disebabkan oleh gigitan memakan waktu
lebih lama untuk sembuh daripada luka yang sederhana, dan mungkin
memerlukan bedah plastik di kemudian hari untuk mengembalikan
penampilan hidung. Kerusakan jaringan lapisan hidung yang disebabkan
oleh paparan iritasi asap atau tembakau dalam lingkungan biasanya
reversibel setelah pasien dijauhkan atau menghindar dari kontak dengan zat
yang merusak.1,5,8
K. KOMPLIKASI
Komplikasi cepat1
Komplikasi cepat sementara termasuk edema, ekimosis, dan hematom. Hal
tersebut bisa kembali baik secara spontan tetapi hematom pada septum
merupakan hal yang cukup serius untuk segera melakukan drainase. Hal
tersrbut bisa menyebabkan infeksi dan menyebabkan hilangnya kartilago
septum dan juga deformitas pada septum. Hematoma septum bisa di
diagnosis ketika terdapat pembengkakan yang persisten da nada rasa nyeri.
Epistaksis biasanya akan berhenti secara spontan, tetapi jika kembali hal
ini bisa dikontrol dengan tampon hidung, pengikatan pembuluh darah
untuk mencapai hemostasis. Sedalam-dalamnya perdarahan pada anterior
disebabkan karena laserasi pada arteri ethmoidal anterior, yang merupakan
cabang dari arteri carotis interna. Perdarahan pada bagian posterior
biasanya berasal dari arteri ethmoidalis posterior yang merupakan cabang
lateral dari arteri spenopalatina.
23
CSS hal yang jarang terjadi dan berhubungan dengan fraktur pada
cibriform plate atay pada dinding posterior dari sinus frontal. Mendeteksi
-transferrin pada drainase hidung adalah metode yang cukup dipercaya
untuk mendiagnosis kebocoran cairan serebrospinal.
Komplikasi lambat1
Komplikasi lambat ataupun komplikasi tertunda termasuk diantaranya
obstruksi jalan napas, fibrosis atau scar yang kontraktur, deformitas hidung
sekunder,
sinekia,
saddle-nose
deformity,
dan
perforasi
septum.
24
L. KESIMPULAN
Trauma Hidung merupakan cedera pada hidung atau struktur terkait
yang dapat mengakibatkan pendarahan, sebuah cacat fisik, penurunan
kemampuan untuk bernapas normal karena obstruksi, atau terjadi gangguan
penciuman. cedera mungkin baik internal maupun eksternal. Penanganan dan
pengobatan Trauma hidung dapat berbeda tipenya tergantung pada kondisi
pasien dan penyakit yang dideritanya. Pilihan pengobatan adalah pembedahan
hidung. Pencegahan trauma hidung berupa menghindari faktor risiko yang
memungkinkan terjadinya trauma hidung.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Bailey BJ, et al. Nasal Trauma : Head & Neck Surgery-Otolaryngology Vol 1.
2006.
2. Probst R, Grevers G, et al. Nose,Paranasal Sinus, and Face : Basic
Otolaryngology. A Step By Step Learning Guide. Thieme. 2006. P1-27
3. Munir M, Widiarni D, Trimatani. Trauma Muka. Dalam : Telinga Hidung
Tenggorok Kepala & Leher (edisi 7). Jakarta : FKUI; 2012. p100
4. Chegar BE, Tatum SA, NASAL FRACTURES. Cummings: Otolaryngology:
Head & Neck Surgery, 4th ed.Elsiever. 2007
5. Lalwani, AK. Nasal Trauma : Current Diagnosis & Treatment in
Otolaryngology-Head & Neck Surgery. Access Medicine;2007. p1-12
6. Gaia,RB, Machado MR,et al. Epidemiological Study of Nasal trauma in a
Otorhinology Clinic, in The South Zone of The City of Sao Paulo.
Brazil:Faculdade de Medicina de santo Amaro;2008. p1-6
7. Higuera S, Lee E, Cole P, et al. Nasal Trauma and the Deviated Nose.
Availaible in www.PRSJournal.com. 2006. p1-12
8.
9.
septal
deviation
following
nasal
trauma.
p1-5.
Available
in
www.bmj.com. 2005
10. Vuyk,H.D, Ziljker,T. Nasal Septal Perforations. Otolaringology Vol 4. p1-12
11. Cashman, Farrell, M. Shandilya. Nasal Birth Trauma: A Review of
Appropriate Treatment. International Journal of Otolaryngology Volume
2010. 2010. p1-5
12. Musleh A, Abdelazeem HM, Ethmoid mucocele and post traumatic nasal
deformity. American Journal of Reseacrh Communication. Saudi Arabia.
2013. p1-10.
26
27