: Cinthya Marbella
: 123020221
: 4 (empat)
:H
: 31 Maret 2015
: Ratu Julia Harni
I PENDAHULUAN
Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Percobaan, (2)
Tujuan Percobaan, dan (3) Prinsip Percobaan.
1.1. Latar Belakang
Kedelai (Glycine maxi L.) merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah
dibudidayakan
oleh
manusia
sejak
dengan
makin
berkembangnya perdagangan antar negara yang terjadi pada awal abad ke-19,
menyebabkan tanaman kedalai juga ikut tersebar ke berbagai negara tujuan
perdagangan tersebut, yaitu Jepang, Korea, Indonesia, India, Australia, dan
Amerika. Kedelai mulai dikenal di Indonesia sejak abad ke-16. Awal mula
penyebaran dan pembudidayaan kedelai yaitu di pulau Jawa, kemudian
berkembang ke Bali, Nusa Tenggara, dan pulau-pulau lainnya. (Anonim,2012)
Tanaman kedelai salah satu komoditas tanaman pangan yang sangat di
butuhkan oleh penduduk Indonesia dan dipandang penting karena merupakan
sumber protein, nabati, lemak, vitamin dan mineral yang murah dan mudah
tumbuh diberbadai wilayah Indonesia serta kedelai merupakan salah satu jenis
tanaman palawija yang cukup penting setelah kacang tanah dan jagung. Sebagai
bahan makanan kedelai mempunyai kandungan gizi yang tinggi terutama protein
(40%), lemak (20%), karbohidrat (35%) dan air (8%) (Suprapto, 1997).
Di Indonesia, kedelai banyak diolah untuk berbagai macam bahan pangan,
seperti: tauge, susu kedelai, tahu, kembang tahu, kecap, oncom, tauco, tempe, es
krim, minyak makan, dan tepung kedelai. Selain itu, juga banyak dimanfaatkan
sebagai bahan pakan ternak. (Anonim,2012)
Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya
kesejahteraan masyarakat, maka permintaan akan komoditas kedelai terus
meningkat dari tahun ke tahun dan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap
kebutuhan akan gizi. Akan tetapi, kapasitas produksi dalam negri belakangan ini
cenderung menurun. Setiap tahunnya pemerintah melakukan impor kedelai yang
belakangan ini sudah mencapai 600 ribu ton per tahun (Arsyad dan Syam, 1998).
Menurut Hilman, et al. (2004), proyeksi permintaan kedelai tahun 2018
sebesar 6,11 juta ton, sedangkan produksi kedelai tahun 2003 sekitar 672.000 ton,
padahal produksi tahun 1992 pernah mencapai 1,87 juta ton. Karenanya, tanpa
upaya dan kebijakan khusus, hingga tahun 2018 kebutuhan kedelai nasional tetap
akan bergantung pada impor. Rendahnya produksi tersebut dapat disebabkan oleh
banyak faktor pembatas yang menyebabkan produksi yang dihasilkan belum
mampu memenuhi kebutuhan di Indonesia. (Anonim,2012)
Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroba penyebab
fermentasi pada substrat organik yang sesuai. Terjadinya fermentasi ini dapat
menyebabkan perubahan sifat bahan pangan, sebagai akibat dari pemecahan
kandungan-kandungan bahan pangan tersebut. (Ulfika,2012)
Jika cara-cara pengawetan pangan yang lain misalnya pemanasan,
pendinginan, pengeringan, iradiasi dan lain-lainnya ditujukan untuk mengurangi
jumlah mikroba, maka proses fermentasi adalah sebaliknya, yaitu memperbanyak
jumlah mikroba dan menggiatkan metabolismenya di dalam makanan. Tetapi
jenis mikroba yang digunakan sangat terbatas yaitu disesuaikan dengan hasil akhir
yang dikehendaki. (Ulfika,2012)
Beberapa contoh makanan hasil fermentasi adalah tempe, tauco, dan kecap
yang dibuat dari kedelai, oncom dari bungkil kacang tanah, ikan peda, terasi,
sayur asin, keju dan yoghurt dari susu, anggur minum, brem dan lain-lainnya.
(Ulfika,2012)
Pada proses pembuatan tempe, fermentasi berlangsung secara aerobic dan
non alkoholik. Mikroorganisme yang berperan adalah kapang (jamur), yaitu
Rhizopus oryzae, Rhizopus oligosporus, dan Rhizopus arrhizus. (Ulfika,2012)
1.2.Tujuan Percobaan
Untuk penanekaragaman/diversifikasi produk olahan kedelai, menambah
nilai ekonomis, meningkatkan daya cerna kedelai, dan mengetahui pembuatan
tempe serta menambah nilai gizi kedelai.
1.3.
Prinsip Percobaan
Berdasarkan penambahan jamur/kapang Rhizopus oligosporus yang
Kedelai
Pengukusan
Pengupasan
Perebusan
Fermentasi
Kacang Kedelai
Tempe
Air bersih
Air
Air kotor
Pencucian I
Perendaman (t: 24jam)
Air
Penirisan
Penimbangan
Kulit
Trimming
Air
Penirisan
Pengukusan (T: 80oC,
t: 15menit)
Uap air
Tempering
Ragi
Pencampuran
Fermentasi (T: 30oC,
24jam)
t:
Tempe
8.
Hasil Pengamatan
Analisa
Nama Produk
Basis
Bahan Utama
Bahan Tambahan
Berat Produk
%Produk
Organoleptik
a. Warna
b. Rasa
c. Aroma
d. Kenampakan
e. Tekstur
Tempe
200 gram
Kacang kedelai
95,24%
Ragi
0,95%
Tapioka
3,81%
123,1 g
61,55%
Gambar
Produk
3.2. Pembahasan
Putih
Khas tempe
Khas tempe
Kurang menarik
Padat
190,48 g
1,9 g
7,62 g
juga
mengandung
superoksida
desmutase
yang
dapat
Mengeceknya dengan meremas ragi. Bila masih menghasilkan butiran halus alias
tidak menggumpal, berarti masih bagus (Yogi, 2012).
Sparing agent yaitu bahan yang berfungsi sebagai tameng sebelum
mikroorganis memenyerang lemak dan protein yang lebih rentan rusak.
Proses pembuatan tempe melibatkan tiga faktor pendukung, yaitu bahan
baku yang dipakai (kedelai), mikroorganisme (kapang tempe), dan keadaan
lingkungan tumbuh (suhu, pH, dan kelembaban). Dalam proses fermentasi tempe
kedelai, substrat yang digunakan adalah biji kedelai yang telah direbus dan
mikroorganisme
yang
digunakan
berupa
kapang
antara
lain
Rhizopus
tempe dalam medium tepung (terigu, beras, atau tapioka; banyak dijual di
pasaran), ataupun kultur R. oligosporus murni (umum digunakan oleh pembuat
tempe di luar Indonesia). Inokulasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (1)
penebaran inokulum pada permukaan kacang kedelai yang sudah dingin dan
dikeringkan, lalu dicampur merata sebelum pembungkusan; atau (2) inokulum
dapat dicampurkan langsung pada saat perendaman, dibiarkan beberapa lama, lalu
dikeringkan.
Fermentasi. Biji-biji kedelai yang sudah dibungkus dibiarkan untuk
mengalami proses fermentasi. Pada proses ini kapang tumbuh pada permukaan
dan menembus biji-biji kedelai, menyatukannya menjadi tempe. Fermentasi dapat
dilakukan pada suhu 20 C37 C selama 1836 jam. Waktu fermentasi yang
lebih singkat biasanya untuk tempe yang menggunakan banyak inokulum dan
suhu yang lebih tinggi, sementara proses tradisional menggunakan laru dari daun
biasanya membutuhkan waktu fermentasi.
Fermentasi merupakan suatu proses metabolisme yang menghasilkan
produk-produk pecahan baru dan substrat organik karena adanya aktivitas atau
kegiatan mikroba. Fermentasi kedelai menjadi tempe oleh R. oligosporus terjadi
pada kondisi anaerob. Hasil fermentasi tergantung pada fungsi bahan pangan atau
substrat mikroba dan kondisi sekelilingnya yang mempengaruhi pertumbuhannya.
Dengan adanya fermentasi dapat menyebabkan beberapa perubahan sifat kedelai
tersebut. Senyawa yang dipecah dalam proses fermentasi adalah karbohidrat
(Winarno, 1995).
Bab ini akan membahas mengenai : (1) Kesimpulan dan (2) Saran.
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan pembuatan tempe diketahui dari basis 200
gram didapat berat produk 123,1 gram dan persentase produk 61,55% dengan
warna putih, rasa khas tempe, aroma khas tempe, kenampakan kurang menarik,
dan tekstur padat.
4.2. Saran
Praktikan lebih teliti dalam menimbang bahan. Praktikan harus benarbenar bersih dalam melakukan setiap percobaan agar kehigienisan produk tetap
terjaga. Praktikan lebih tertib di dalam laboratorium.
DAFTAR PUSTAKA
Ferlina, F. (2009). Tempe. http://www.adln.lib.unair.ac.id/go.php.
Diakses:
04 April 2015.
Kasmidjo, R.B. (1990). TEMPE: Mikrobiologi dan Kimia Pengolahan serta
Pemanfaatannya. PAU Pangan dan Gizi UGM: Yogyakarta.
Setiadi. (2002). Kepekaan Terhadap Pengolahan Pangan. Pusat Dinamika
Pembangunan UNPAD: Bandung.
Winarno, F.G. (1995). Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia Pustaka
Utama: Jakarta.
Wirakartakusumah, A., et. al. (1992). Peralatan dan Unit Proses Industri
Pangan. IPB Press: Bogor.
Yogi. (2012). Cara Membuat Tempe. http://gamapenta.blogspot.com.
LAMPIRAN
1. Tempe
Ragi0,95%
Tapioka3,81%
95,24
x 200 gram=190,48 gram
100
0,95
x 200 gram=1,9 gram
100
3,81
x 200 gram=7,62 gram
100
produk=
berat produk
100
berat basis
produk=
123,1 gram
100
200 gram
produk=61,55
Kedelai
Air bersih
Air hangat :
Kedelai (1:3)
Pencucian I
Air kotor
Perendaman t = 24 jam
Pengupasan kulit ari
Air bersih
Pencucian II
Kulit ari
Air kotor
Penimbangan
Tapioka
Perebusan t = 30 menit
Penyangraian t = 10 detik
Penirisan
Pencampuran I
Ragi
Pencampuran II
Pengemasan
Penimbangan
Pemberian lubang kecil
Air
2. Basis
250 g
80,59%
X
x 100%
X = 310,21 gram
Gula
2,88 =
Mentega : margarin
Xg
6.53 %
310.21
= 20.27 gram
1
x 20,27 gram
Mentega
2,5
Xg
310,21 x 100%
= 8,93 gram
x 100%
= 8.11 gram
1,5
x 20,27 gram
2,5
Margarin =
Minyak
=12,16 gram
Xg
10 =
310,21 x 100%
= 31.02 gram
3. Fungsi blanching adalah untuk mengnonaktifkan enzim dan mikroorganisme,
untuk melunakan jaringan, untuk memperbaiki warna dan tekstur, untuk
menghilangkan gas yang tertinggal pada buah atau sayuran, menghilangkan
kontaminan.
Macam-macam blanching :
Blanching dengan uap panas
Blanching dengan air panas
4. Ragi
Xg
750 g
1
x 142,13 gram
1%
2
Margarin =
x 100%
= 71,065 gram
386 g
750 g
X = 7,5 gram
Tepung =
Sukrosa
= 51,47%
7,5 g
Garam = 750 g x 100%
Xg
6%
750 g
x 100%
X = 45 gram
Mentega : Margarin
= 1%
Air susu =
117,3 g
750 g
x 100%
x 100%
18,95 =
Xg
750 g x 100%
= 15,64 %
= 142,13 gram
Bread improver =
43,65 g
750 g
100%
Mentega
1
x 142,13 gram
2
= 5,82%
5. Fungsi:
Bread improver : untuk bahan penghalus serat roti, pengembang roti
Soda kue : untuk memberikan kesan kering, garing, dan renyah, serta
terdenaturasi
Asam asetat glacial : untuk mempercepat proses pemisahan protein
dan minyak dalam santan.
Satuan
Persyaratan
Normal
Keadaan :
Bau
Rasa
Normal
Warna
Normal
Air
%, b/b
Maks 65
Abu
%,b/b
Maks 1,5
Protein (Nx6,25)
%,b/b
Min 20
Lemak
%,b/b
Min 10
Serat kasar
%,b/b
Maks. 2,5
Timbal (Pb)
mg/kg
Maks 2,0
Raksa (Hg)
mg/kg
Maks 0,03
mg/kg
Maks 1,0
APM/g
Maks 10
/ 25g
negatif
Cemaran logam
Tembaga (Cu)
Seng (Zn)
Timah (Sn)
Cemaran arsen
Cemaran mikroba :
E.Coli
Salmonella