A. DEFINISI
Diare atau penyakit diare (Diarrheal disease) berasal dari bahasa Yunani yaitu
diarroi yang berarti mengalir terus, merupakan keadaan abnormal dari pengeluaran
tinja yang terlalu frekuen (Yatsuyanagi, 2002).
Diare adalah peningkatan dalam frekuensi buang air besar (kotoran), serta pada
kandungan air dan volume kotoran itu. Para Odha sering mengalami diare. Diare
dapat menjadi masalah berat. Diare yang ringan dapat pulih dalam beberapa hari.
Namun, diare yang berat dapat menyebabkan dehidrasi (kekurangan cairan) atau
masalah gizi yang berat (Yayasan Spiritia, 2011)
Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau lebih
cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Sementara untuk
bayi dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam,
sedangkan rata-rata pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam
(Juffrie, 2010).
Diare adalah buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali dalam satu hari
dan biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih. Orang yang mengalami diare
akan kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh. Hal ini
membuat tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik dan dapat membahayakan jiwa,
khususnya pada anak dan orang tua (USAID, 2009)
Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi
lebih dari biasanya (>3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair),
dengan/tanpa darah dan/atau lendir (Suraatmaja, 2007). Diare disebabkan oleh
transportasi air dan elektrolit yang abnormal dalam usus. Di seluruh dunia terdapat
kurang lebih 500 juta anak yang menderita diare setiap tahunnya, dan 20% dari
seluruh kematian pada anak yang hidup di negara berkembang berhubungan
dengan diare serta dehidrasi. Gangguan diare dapat melibatkan lambung dan usus
(gastroenteritis), usus halus (enteritis), kolon (colitis) atau kolon dan usus
(enterokolitis). Diare biasanya diklasifikasikan sebagai diare akut dan kronis (Wong,
2009).
Terdapat beberapa pendapat tentang definisi penyakit diare. Menurut Hippocrates
definisi diare yaitu sebagai suatu keadaan abnormal dari frekuensi dan kepadatan
tinja, Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, diare atau penyakit diare adalah bila
tinja mengandung air lebih banyak dari normal. Menurut Direktur Jenderal PPM dam
PLP, diare adalah penyakit dengan buang air besar lembek/ cair bahkan dapat
berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya 3 kali atau
lebih dalam sehari) (Sinthamurniwaty, 2006).
Menurut Simadibrata (2006) diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja
berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak
dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam.
Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu penyakit
yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai
mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu 3
kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja
yang berdarah. Penyakit ini paling sering dijumpai pada anak balita, terutama pada 3
tahun pertama kehidupan, dimana seorang anak bisa mengalami 1-3 episode diare
berat (Simatupang, 2004).
Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, diare diartikan sebagai buang air besar yang
tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari
biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari
4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak, frekuensinya lebih
dari 3 kali (Simatupang, 2004)
Diare adalah suatu keadaan meningkatnya berat dari fases (>200 mg/hari) yang
dapat dihubungkan dengan meningkatnya cairan, frekuensi BAB, tidak enak pada
perinal, dan rasa terdesak untuk BAB dengan atau tanpa inkontinensia fekal.1-4
Diare terbagi menjadi diare Akut dan Kronik.Diare akut berdurasi 2 minggu atau
kurang, sedangkan diare kronis lamanya lebih dari 2 minggu. Selanjutnya
pembahasan dikhususkan mengenai diare kronis (Hooward, 1995 cit Sutadi 2003)
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah
cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200
g atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar
encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai
lendir dan darah (Guerrant, 2001; Ciesla, 2003)
Menurut Boyle (2000), diare adalah keluarnya tinja air dan elektrolit yang hebat. Pada
bayi, volume tinja lebih dari 15 g/kg/24 jam disebut diare. Pada umur 3 tahun, yang
volume tinjanya sudah sama dengan orang dewasa, volume >200 g/kg/24 jam
disebut diare. Frekuensi dan konsistensi bukan merupakan indikator untuk volume
tinja.
B. KLASIFIKASI
1. Menurut Simadibrata (2006), diare dapat diklasifikasikan berdasarkan :
a. Lama waktu diare
1) Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan menurut
World
Gastroenterology Organization
Global
Guidelines
(2005) diare
akut
didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair atau lembek dengan jumlah lebih
banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari. Diare akut biasanya sembuh
sendiri, lamanya sakit kurang dari 14 hari, dan akan mereda tanpa terapi yang
spesifik jika dehidrasi tidak terjadi (Wong, 2009).
2) Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari.
b. Mekanisme patofisiologik
1) Osmolalitas intraluminal yang meninggi, disebut diare sekretorik.
2) Sekresi cairan dan elektrolit meninggi.
3) Malabsorbsi asam empedu.
4) Defek sisitem pertukaran anion atau transport elektrolit aktif di enterosit.
5) Motilitas dan waktu transport usus abnormal.
6) Gangguan permeabilitas usus.
7) Inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik.
8) Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi.
c. Penyakit infektif atau non-infektif.
d. Penyakit organik atau fungsional
2. Menurut WHO (2005) diare dapat diklasifikasikan kepada:
a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.
b. Disentri, yaitu diare yang disertai dengan darah.
c. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari.
d. Diare yang disertai dengan malnutrisi berat (Simatupang, 2004).
3. Menurut Ahlquist dan Camilleri (2005), diare dibagi menjadi
a. Akut apabila kurang dari 2 minggu, persisten jika berlangsung selama 2-4 minggu.
Lebih dari 90% penyebab diare akut adalah agen penyebab infeksi dan akan disertai
dengan muntah, demam dan nyeri pada abdomen. 10% lagi disebabkan oleh
pengobatan, intoksikasi, iskemia dan kondisi lain.
b. Kronik jika berlangsung lebih dari 4 minggu. Berbeda dengan diare akut, penyebab
diare yang kronik lazim disebabkan oleh penyebab non infeksi seperti allergi dan
lain-lain.
4. Menurut Kliegman, Marcdante dan Jenson (2006), dinyatakan bahwa berdasarkan
banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh, diare dapat dibagi menjadi :
a. Diare tanpa dehidrasi
Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena frekuensi diare
masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda dehidrasi.
b. Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)
Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang-kadang
muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan menurun,
aktifitas sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal atau takikardia yang
minimum dan pemeriksaan fisik dalam batas normal.
c. Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)
Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang kurang atau
langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun besar menjadi
cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak
kering, air mata berkurang dan masa pengisian kapiler memanjang ( 2 detik)
dengan kulit yang dingin yang dingin dan pucat.
d. Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%)
Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh dan
biasanya pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan pulsasi yang
melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak ada penghasilan urin,
mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat cekung, tidak ada produksi air mata,
tidak mampu minum dan keadaannya mulai apatis, kesadarannya menurun dan juga
masa pengisian kapiler sangat memanjang ( 3 detik) dengan kulit yang dingin dan
pucat.
C. ETIOLOGI
1. Penyebab diare Yaitu: (Tantivanich, 2002; Sirivichayakul, 2002; Pitisuttithum, 2002)
a. Virus :
Merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70 80%). Beberapa jenis
virus penyebab diare akut :
Rotavirus serotype 1,2,8,dan 9: pada manusia. Serotype 3 dan 4 didapati pada
hewan dan manusia. Dan serotype 5,6, dan 7 didapati hanya pada hewan.
Norwalk virus : terdapat pada semua usia, umumnya akibat food borne atau water
borne transmisi, dan dapat juga terjadi penularan person to person.
Astrovirus, didapati pada anak dan dewasa
Adenovirus (type 40, 41)
Small bowel structured virus
Cytomegalovirus
b. Bakteri :
Enterotoxigenic E.coli (ETEC). Mempunyai 2 faktor virulensi yang penting yaitu faktor
kolonisasi yang menyebabkan bakteri ini melekat pada enterosit pada usus halus
dan enterotoksin (heat labile (HL) dan heat stabile (ST) yang menyebabkan sekresi
cairan dan elektrolit yang menghasilkan watery diarrhea. ETEC tidak menyebabkan
kerusakan brush border atau menginvasi mukosa.
Salmonella (non thypoid). Salmonella dapat menginvasi sel epitel usus. Enterotoksin
yang dihasilkan menyebabkan diare. Bila terjadi kerusakan mukosa yang
menimbulkan ulkus, akan terjadi bloody diarrhea
c. Protozoa :
Giardia lamblia. Parasit ini menginfeksi usus halus. Mekanisme patogensis masih
belum jelas, tapi dipercayai mempengaruhi absorbsi dan metabolisme asam
empedu. Transmisi melalui fecal-oral route. Interaksi host-parasite dipengaruhi oleh
umur, status nutrisi,endemisitas, dan status imun. Didaerah dengan endemisitas
yang tinggi, giardiasis dapat berupa asimtomatis, kronik, diare persisten dengan atau
tanpa malabsorbsi. Di daerah dengan endemisitas rendah, dapat terjadi wabah
dalam 5 8 hari setelah terpapar dengan manifestasi diare akut yang disertai mual,
nyeri epigastrik dan anoreksia. Kadang-kadang dijumpai malabsorbsi dengan faty
stools,nyeri perut dan gembung.
Entamoeba histolytica. Prevalensi
Disentri
amoeba
ini
bervariasi,namun
Trichuris trichuria. Cacing dewasa hidup di kolon, caecum, dan appendix. Infeksi
berat dapat menimbulkan bloody diarrhea dan nyeri abdomen.
2. Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6 besar, tetapi
yang sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah diare yang disebabkan
infeksi dan keracunan. Untuk mengenal penyebab diare yang dikelompokan sebagai
berikut: (Lebenthal, 1989; Daldiyono, 1990; Dep Kes RI, 1999; Yatsuyanagi, 2002)
a. Infeksi :
1) Bakteri (Shigella, Salmonella, E.Coli, Golongan vibrio, Bacillus Cereus, Clostridium
perfringens, Staphilococ Usaurfus,Camfylobacter, Aeromonas)
2) Virus (Rotavirus, Norwalk + Norwalk like agent, Adenovirus)
3) Parasit
a) Protozoa (Entamuba Histolytica, Giardia Lambia, Balantidium Coli, Crypto
b)
c)
b.
c.
d.
1)
2)
a)
b)
e.
f.
Sparidium)
Cacing perut (Ascaris, Trichuris, Strongyloides, Blastissistis Huminis)
Bacilus Cereus, Clostridium Perfringens
Malabsorpsi: karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak atau protein.
Alergi: alergi makanan
Keracunan :
Keracunan bahan-bahan kimia
Keracunan oleh racun yang dikandung dan diproduksi :
Jazad renik, Algae
Ikan, Buah-buahan, Sayur-sayuran
Imunodefisiensi / imunosupresi (kekebalan menurun) : Aids dll
Sebab-sebab lain: Faktor lingkungan dan perilaku, Psikologi: rasa takut dan cemas
Diare
D. EPIDEMIOLOGI
1. Penyebaran kuman yang menyebabkan diare
Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui
makanan/minuna yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja
penderita. Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan
meningkatkan risiko terjadinya diare perilaku tersebut antara lain :
a. Tidak memberikan ASI ( Air Susi Ibu ) secara penuh 4-6 bulan pada pertama
kehidupan pada bayi yang tidak diberi ASI risiko untuk menmderita diare lebih besar
dari pada bayi yang diberi AsI penuh dan kemungjinan menderita dehidrasi berat
juga lebih besar.
b. Menggunakan botol susu , penggunakan botol ini memudahkan pencernakan oleh
Kuman , karena botol susah dibersihkan
c. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan disimpan beberapa
jam pada suhu kamar makanan akan tercemar dan kuman akan berkembang biak,
d.
Menggunakan air minum yang tercemar . Air mungkin sudah tercemar dari
sumbernya atau pada saat disimpan di rumah, Perncemaran dirumah dapat terjadi
kalau tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan tercemar menyentuh
ini
mungkin
hanya
berlangsung
sementara, misalnya sesudah infeksi virus ( seperti campak ) natau mungkin yang
berlangsung lama seperti pada penderita AIDS ( Automune Deficiensy Syndrome )
pada anak imunosupresi berat, diare dapat terjadi karena kuman yang tidak parogen
dan mungkin juga berlangsung lama,
e. Segera Proposional , diare lebih banyak terjadi pada golongan Balita ( 55 % )
3. Faktor lingkungan dan perilaku :
Penyakit diare merupakan salah satu penyakiy yang berbasis lingkungan dua faktor
yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja kedua faktor ini akan
berinteraksi bersamadengan perilaku manusia Apabila factor lingkungan tidak sehat
karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang
tidak sehat pula. Yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan
kejadian penyakit diare.
(Lebenthal, 1989; Daldiyono, 1990; Dep Kes RI, 1999; Yatsuyanagi, 2002)
E. PATOFISIOLOGI
Fungsi utama dari saluran cerna adalah menyiapkan makanan untuk keperluan
hidup sel, pembatasan sekresi empedu dari hepar dan pengeluaran sisa-sisa
makanan yang tidak dicerna. Fungsi tadi memerlukan berbagai proses fisiologi
pencernaan yang majemuk, aktivitas pencernaan itu dapat berupa: (Sommers,1994;
Noerasid, 1999 cit Sinthamurniwaty 2006)
1. Proses masuknya makanan dari mulut kedalam usus.
2. Proses pengunyahan (mastication) : menghaluskan makanan secara mengunyah
dan mencampur.dengan enzim-enzim di rongga mulut
3. Proses penelanan makanan (diglution) : gerakan makanan dari mulut ke gaster
4. Pencernaan (digestion) : penghancuran makanan secara mekanik, percampuran dan
hidrolisa bahan makanan dengan enzim-enzim
5. Penyerapan makanan (absorption): perjalanan molekul makanan melalui selaput
lendir usus ke dalam. sirkulasi darah dan limfe.
6. Peristaltik: gerakan dinding usus secara ritmik berupa gelombang kontraksi sehingga
makanan bergerak dari lambung ke distal.
7. Berak (defecation) : pembuangan sisa makanan yang berupa tinja.
Dalam keadaan normal dimana saluran pencernaan berfungsi efektif akan
menghasilkan ampas tinja sebanyak 50-100 gr sehari dan mengandung air
sebanyak 60-80%. Dalam saluran gastrointestinal cairan mengikuti secara pasif
gerakan bidireksional transmukosal atau longitudinal intraluminal bersama elektrolit
dan zat zat padat lainnya yang memiliki sifat aktif osmotik. Cairan yang berada
dalam saluran gastrointestinal terdiri dari cairan yang masuk secara per oral, saliva,
sekresi lambung, empedu, sekresi pankreas serta sekresi usus halus. Cairan
tersebut diserap usus halus, dan selanjutnya usus besar menyerap kembali cairan
intestinal, sehingga tersisa kurang lebih 50-100 gr sebagai tinja.
Motilitas usus halus mempunyai fungsi untuk:
1. Menggerakan secara teratur bolus makanan dari lambung ke sekum
2. Mencampur khim dengan enzim pankreas dan empedu
3. Mencegah bakteri untuk berkembang biak.
Faktor-faktor fisiologi yang menyebabkan diare sangat erat hubungannya satu
dengan
lainnya.
Misalnya
bertambahnya
cairan
pada
intraluminal
akan
Berdasarkan gangguan fungsi fisiologis saluran cerna dan macam penyebab dari
diare, maka patofisiologi diare dapat dibagi dalam 3 macam kelainan pokok yang
berupa :
1. Kelainan gerakan transmukosal air dan elektrolit (karena toksin)
Gangguan reabsorpsi pada sebagian kecil usus halus sudah dapat menyebabkan
diare, misalnya pada kejadian infeksi. Faktor lain yang juga cukup penting dalam
diare adalah empedu. Ada 4 macam garam empedu yang terdapat di dalam cairan
empedu yang keluar dari kandung empedu. Dehidroksilasi asam dioksikholik akan
menyebabkan sekresi cairan di jejunum dan kolon, serta akan menghambat absorpsi
cairan di dalam kolon. Ini terjadi karena adanya sentuhan asam dioksikholik secara
langsung pada permukaan mukosa usus. Diduga bakteri mikroflora usus turut
memegang peranan dalam pembentukan asam dioksi kholik tersebut. Hormonhormon saluran cerna diduga juga dapat mempengaruhi absorpsi air pada mukosa.
usus manusia, antara lain adalah: gastrin, sekretin, kholesistokinin dan glukogen.
Suatu perubahan PH cairan usus juga. dapat menyebabkan terjadinya diare, seperti
terjadi pada Sindroma Zollinger Ellison atau pada Jejunitis.
2. Kelainan cepat laju bolus makanan didalam lumen usus (invasive diarrhea)
Suatu proses absorpsi dapat berlangsung sempurna dan normal bila bolus makanan
tercampur baik dengan enzim-enzim saluran cerna dan. berada dalam keadaan
yang cukup tercerna. Juga. waktu sentuhan yang adekuat antara khim dan
permukaan mukosa usus halus diperlukan untuk absorpsi yang normal. Permukaan
mukosa usus halus kemampuannya berfungsi sangat kompensatif, ini terbukti pada
penderita yang masih dapat hidup setelah reseksi usus, walaupun waktu lintas
menjadi sangat singkat. Motilitas usus merupakan faktor yang berperanan penting
dalam ketahanan local mukosa usus. Hipomotilitas dan stasis dapat menyebabkan
mikro organisme berkembang biak secara berlebihan (tumbuh lampau atau
overgrowth) yang kemudian dapat merusak mukosa usus, menimbulkan gangguan
digesti dan absorpsi, yang kemudian menimbulkan diare. Hipermotilitas dapat terjadi
karena rangsangan hormon prostaglandin, gastrin, pankreosimin; dalam hal ini dapat
memberikan efek langsung sebagai diare. Selain itu hipermotilitas juga dapat terjadi
karena pengaruh enterotoksin staphilococcus maupun kholera atau karena ulkus
mikro yang invasif o1eh Shigella atau Salmonella.Selain uraian di atas haruslah
diingat bahwa hubungan antara aktivitas otot polos usus,gerakan isi lumen usus dan
absorpsi mukosa usus merupakan suatu mekanisme yang sangat kompleks.
3. Kelainan tekanan osmotik dalam lumen usus (virus).
Dalam beberapa keadaan tertentu setiap pembebanan usus yang melebihi kapasitas
dari pencernaan dan absorpsinya akan menimbulkan diare. Adanya malabsorpsi dari
hidrat arang, lemak dan zat putih telur akan menimbulkan kenaikan daya tekanan
osmotik intra luminal, sehingga akan dapat menimbulkan gangguan absorpsi air.
Malabsorpsi hidrat arang pada umumnya sebagai malabsorpsi laktosa yang terjadi
karena defesiensi enzim laktase. Dalam hal ini laktosa yang terdapat dalam susu
tidak sempurna mengalami hidrolisis dan kurang di absorpsi oleh usus halus.
Kemudian
bakteri-bakteri
dalam
usus
besar
memecah
laktosa
menjadi
Pathway Diare
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Menurut Suriadi (2001), Manifestasi klinis diare yaitu
a. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
b. Kram perut
c. Demam
d. Mual
e. Muntah
f. Kembung
g. Anoreksia
h. Lemah
i. Pucat
j. Urin output menurun (oliguria, anuria)
k. Turgor kulit menurun sampai jelek
ada, kemudian timbul diare. Tinja akan menjadi cair dan mungkin disertai dengan
lendir ataupun darah. Warna tinja bisa lama-kelamaan berubah menjadi kehijauhijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena
seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat banyaknya
asam laktat yang berasal darl laktosa yang tidak dapat diabsorbsi oleh usus selama
diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat
disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan
asam-basa dan elektrolit (Kliegman, 2006).
Menurut Kliegman, Marcdante dan Jenson (2006), dinyatakan bahwa berdasarkan
banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh, diare dapat dibagi menjadi :
a. Diare tanpa dehidrasi
Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena frekuensi diare
masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda dehidrasi.
b. Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)
Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang-kadang
muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan menurun,
aktifitas sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal atau takikardia yang
minimum dan pemeriksaan fisik dalam batas normal.
c. Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)
Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang kurang atau
langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun besar menjadi
cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak
kering, air mata berkurang dan masa pengisian kapiler memanjang ( 2 detik)
dengan kulit yang dingin yang dingin dan pucat.
d. Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%)
Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh dan
biasanya pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan pulsasi yang
melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak ada penghasilan urin,
mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat cekung, tidak ada produksi air mata,
tidak mampu minum dan keadaannya mulai apatis, kesadarannya menurun dan juga
masa pengisian kapiler sangat memanjang ( 3 detik) dengan kulit yang dingin dan
pucat.
4. Sebagai akibat diare baik yang akut maupun khronis, maka akan terjadi: (FKUI, 2001
cit Sinthamurniwaty 2006)
a. Kehilangan air dan elektrolit sehingga timbul dehidrasi dan keseimbangan asam
basa Kehilangan cairan dan elektrolit (dehidrasi) serta gangguan keseimbangan
asam basa disebabkan oleh:
dihentikannya
beberapa
macam
makanan
o1eh
orang
tua,
karena
Kerusakan mukosa usus, dimana akan terjadi perubahan struktur mukosa usus dan
kemudian terjadi pemendekan villi dan pendangkalan kripta yang menyebabkan
berkurangnya permukaan mukosa usus.
Selama diare akut karena kolera dan E. coli terjadi penurunan absorpsi
karbohidrat, lemak dan nitrogen. Pemberian masukan makan makanan diperbanyak
akan dapat memperbaiki aborpsi absolut sampai meningkat dalam batas kecukupan
walaupun diarenya sendiri bertambah banyak. Metabolisme dan absorpsi nitrogen
hanya akan mencapai 76% dan absorpsi lemak hanya 50%.
3) Katabolisme
Pada umumnya infeksi sistemik akan mempengaruhi metabolisme dan fungsi
endokrin, pada penderita infeksi sistemik terjadi kenaikan panas badan. Akan
memberikan dampak peningkatan glikogenesis, glikolisis, peningkatan sekresi
glukagon, serta aldosteron, hormon anti diuretic (ADH) dan hormon tiroid. Dalam
darah akan terjadi peningkatan jumlah kholesterol, trigliserida dan lipoprotein.
Proses tersebut dapat memberi peningkatan kebutuhan energy dari penderita dan
akan selalu disertai kehilangan nitrogen dan elektrolit intrasel melalui ekskresi urine,
peluh dan tinja.
4) Kehilangan langsung
Kehilangan protein selama diare melalui saluran cerna sebagai Protein loosing
enteropathy dapat terjadi pada penderita campak dengan diare, penderita kolera dan
diare karena E. coli. Melihat berbagai argumentasi di atas dapat disimpulkan bahwa
diare mempunyai dampak negative terhadap status gizi penderita.
c. Perubahan ekologik dalam lumen usus dan mekanisme ketahananisi usus
Kejadian diare akut pada umumnya disertai dengan kerusakan mukosa usus
keadaan ini dapat diikuti dengan gangguan pencernaan karena deplesi enzim.
Akibat lebih lanjut adalah timbulnya hidrolisis nutrien yang kurang tercerna sehingga
dapat menimbulkan peningkatan hasil metabolit yang berupa substansi karbohidrat
dan asam hidrolisatnya. Keadaan ini akan merubah ekologi kimiawi isi lumen usus,
yang dapat menimbulkan keadaan bakteri tumbuh lampau, yang berarti merubah
ekologi mikroba isi usus. Bakteri tumbuh lampau akan memberi kemungkinan
terjadinya dekonjugasi garam empedu sehingga terjadi peningkatan asam empedu
yang dapat menimbulkan kerusakan mukosa usus lebih lanjut. Keadaan tersebut
dapat pula disertai dengan gangguan mekanisme ketahanan lokal pada usus, baik
yang disebabkan oleh kerusakan mukosa usus maupun perubaban ekologi isi usus.
G. KOMPLIKASI
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama,
terutama pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan
cairan secara mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan
elektrolit melalui feses potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolik.
(Hendarwanto, 1996; Ciesla et al, 2003)
Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga
syok hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul
Tubular Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ.
Komplikasi ini dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat
sehingga tidak tecapai rehidrasi yang optimal. (Nelwan, 2001; Soewondo, 2002;
Thielman & Guerrant, 2004)
Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan
terbanyak oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia
hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS akan meningkat
setelah infeksi EHEC dengan penggunaan obat anti diare, tetapi penggunaan
antibiotik untuk terjadinya HUS masih kontroversi.
Sindrom Guillain Barre, suatu demielinasi polineuropati akut, adalah
merupakan komplikasi potensial lainnya dari infeksi enterik, khususnya setelah
infeksi C. jejuni. Dari pasien dengan Guillain Barre, 20 40 % nya menderita
infeksi C. jejuni beberapa minggu sebelumnya. Biasanya pasien menderita
kelemahan motorik dan memerlukan ventilasi mekanis untuk mengaktifkan otot
pernafasan. Mekanisme dimana infeksi menyebabkan Sindrom Guillain Barre tetap
belum diketahui.
Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare
karena Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp
Menurut SPM Kesehatan Anak IDAI (2004) dan SPM Kesehatan Anak
RSUD Wates (2001), Komplikasi Diare yaitu:
Kehilangan air dan elektrolit : dehidrasi, asidosis metabolic
Syok
Kejang
Sepsis
Gagal Ginjal Akut
Ileus Paralitik
Malnutrisi
Gangguan tumbuh kembang
H. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN PENUNJANG LAINNYA
Pemeriksaan Laboratorium yang dapat dilakukan pada diare adalah sebagai
berikut :
1. Lekosit Feses (Stool Leukocytes): Merupakan pemeriksaan awal terhadap diare
kronik. Lekosit dalan feses menunjukkan adanya inflamasi intestinal. Kultur Bacteri
dan pemeriksaan parasit diindikasikan untuk menentukan adanya infeksi. Jika
pasien dalam keadaan immunocompromisedd, penting sekali kultur organisma yang
tidak biasa seperti Kriptokokus,Isospora dan M.Avium Intracellulare. Pada pasien
yang sudah mendapat antibiotik, toksin C difficle harus diperiksa.
2. Volume Feses: Jika cairan diare tidak terdapat lekosit atau eritrosit, infeksi enteric
atau imfalasi sedikit kemungkinannya sebagai penyebab diare. Feses 24 jam harus
dikumpulkan untuk mengukur output harian. Sekali diare harus dicatat (>250
ml/day), kemudian perlu juga ditentukan apakah terjadi steatore atau diare tanpa
malabsorbsi lemak.
3. Mengukur Berat dan Kuantitatif fecal fat pada feses 24 jam: Jika berat feses
>300/g24jam mengkonfirmasikan adanya diare. Berat lebih dari 1000-1500 gr
mengesankan proses sektori. Jika fecal fat lebih dari 10g/24h menunjukkan proses
malabsorbstif.
4. Lemak Feses : Sekresi lemak feses harian < 6g/hari. Untuk menetapkan suatu
steatore, lemak feses kualitatif dapat menolong yaitu >100 bercak merak orange per
lapang pandang dari sample noda sudan adalah positif. False negatif dapat terjadi
jika pasien diet rendah lemak. Test standard untuk mengumpulkan feses selama 72
jam biasanya dilakukan pada tahap akhir. Eksresi yang banyak dari lemak dapat
disebabkan malabsorbsi mukosa intestinal sekunder atau insufisiensi pancreas.
5. Osmolalitas Feses : Dipeerlukan dalam evaluasi untuk menentukan diare osmotic
atau diare sekretori. Elekrolit feses Na,K dan Osmolalitas harus diperiksa.
Osmolalitas feses normal adalah 290 mosm. Osmotic gap feses adalah 290 mosm
dikurangi 2 kali konsentrasi elektrolit faeces (Na&K) dimana nilai normalnya <50
mosm. Anion organic yang tidak dapat diukur, metabolit karbohidrat primer
(asetat,propionat dan butirat) yang bernilai untuk anion gap, terjadi dari degradasi
bakteri terhadap karbohidrat di kolon kedalam asam lemak rantai pendek.
Selanjutnya bakteri fecal mendegradasi yang terkumpul dalam suatu tempat. Jika
feses bertahan beberapa jam sebelum osmolalitas diperiksa, osmotic gap seperti
tinggi. Diare dengan normal atau osmotic gap yang rendah biasanya menunjukkan
diare sekretori. Sebalinya osmotic gap tinggi menunjukkan suatu diare osmotic.
6. Pemeriksaan parasit atau telur pada feses : Untuk menunjukkan adanya Giardia E
Histolitika pada pemeriksaan rutin. Cristosporidium dan cyclospora yang dideteksi
dengan modifikasi noda asam.
7. Pemeriksaan darah : Pada diare inflamasi ditemukan lekositosis, LED yang
meningkat
dan
hipoproteinemia.
Albumin
dan
globulin
rendah
akan
Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4
kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu
botol. Flora normal usus bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab
botol untuk susu formula, berisiko tinggi menyebabkan diare yang dapat
mengakibatkan terjadinya gizi buruk.
b. Makanan Pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai
dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Perilaku pemberian makanan
pendamping ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa, dan bagaimana
makanan pendamping ASI diberikan.
Ada beberapa saran untuk meningkatkan pemberian makanan pendamping ASI,
yaitu:
1) Perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 6 bulan dan dapat teruskan
pemberian ASI. Tambahkan macam makanan setelah anak berumur 9 bulan atau
lebih. Berikan makanan lebih sering (4x sehari). Setelah anak berumur 1 tahun,
berikan semua makanan yang dimasak dengan baik, 4-6 x sehari, serta teruskan
pemberian ASI bila mungkin.
2) Tambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi /bubur dan biji-bijian untuk
energi. Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacang-kacangan, buahbuahan dan sayuran berwarna hijau ke dalam makanannya.
3) Cuci tangan sebelum meyiapkan makanan dan meyuapi anak. Suapi anak dengan
sendok yang bersih.
4) Masak makanan dengan benar, simpan sisanya pada tempat yang dingin dan
panaskan dengan benar sebelum diberikan kepada anak.
c. Menggunakan Air Bersih Yang Cukup
Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui Face-Oral kuman
tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui makanan, minuman
atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-jari tangan, makanan yang
wadah atau tempat makan-minum yang dicuci dengan air tercemar.
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih
mempunyai risiko menderita diare lebih kecil dibanding dengan masyarakat yang
tidak mendapatkan air bersih.
Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu dengan
menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai
dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
1) Ambil air dari sumber air yang bersih
2) Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung khusus
untuk mengambil air.
3) Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi anak-anak
4) Minum air yang sudah matang (dimasak sampai mendidih)
5) Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan dengan air yang bersih dan
cukup.
d. Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam
penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun,
terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum
menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan,
mempunyai dampak dalam kejadian diare ( Menurunkan angka kejadian diare
sebesar 47%).
e. Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban
mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko terhadap penyakit diare.
Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat jamban dan keluarga harus
buang air besar di jamban.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
1) Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh
seluruh anggota keluarga.
2) Bersihkan jamban secara teratur.
3) Gunakan alas kaki bila akan buang air besar.
f. Membuang Tinja Bayi Yang Benar
Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini tidak benar
karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orang tuanya.
Tinja bayi harus dibuang secara benar.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga:
1) Kumpulkan segera tinja bayi dan buang di jamban
2) Bantu anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah di jangkau olehnya.
3) Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja seperti di dalam lubang
atau di kebun kemudian ditimbun.
4) Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangan dengan sabun.
g. Pemberian Imunisasi Campak
Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting untuk mencegah agar bayi
tidak terkena penyakit campak. Anak yang sakit campak sering disertai diare,
sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu
berilah imunisasi campak segera setelah bayi berumur 9 bulan.
2. Penyehatan Lingkungan
a. Penyediaan Air Bersih
Mengingat bahwa ada beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui air antara
lain adalah diare, kolera, disentri, hepatitis, penyakit kulit, penyakit mata, dan
berbagai penyakit lainnya, maka penyediaan air bersih baik secara kuantitas dan
kualitas mutlak diperlukan dalam memenuhi kebutuhan air sehari-hari termasuk
untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Untuk mencegah terjadinya penyakit
tersebut, penyediaan air bersih yang cukup disetiap rumah tangga harus tersedia.
Disamping itu perilaku hidup bersih harus tetap dilaksanakan.
b. Pengelolaan Sampah
Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat berkembang biaknya vektor
penyakit seperti lalat, nyamuk, tikus, kecoa dsb. Selain itu sampah dapat mencemari
tanah dan menimbulkan gangguan kenyamanan dan estetika seperti bau yang tidak
sedap dan pemandangan yang tidak enak dilihat. Oleh karena itu pengelolaan
sampah sangat penting, untuk mencegah penularan penyakit tersebut. Tempat
sampah harus disediakan, sampah harus dikumpulkan setiap hari dan dibuang ke
tempat penampungan sementara. Bila tidak terjangkau oleh pelayanan pembuangan
sampah ke tempat pembuangan akhir dapat dilakukan pemusnahan sampah dengan
cara ditimbun atau dibakar.
c. Sarana Pembuangan Air Limbah
Air limbah baik limbah pabrik atau limbah rumah tangga harus dikelola sedemikian
rupa agar tidak menjadi sumber penularan penyakit. Sarana pembuangan air limbah
yang tidak memenuhi syarat akan menimbulkan bau, mengganggu estetika dan
dapat menjadi tempat perindukan nyamuk dan bersarangnya tikus, kondisi ini dapat
berpotensi menularkan penyakit seperti leptospirosis, filariasis untuk daerah yang
endemis filaria. Bila ada saluran pembuangan air limbah di halaman, secara rutin
harus dibersihkan, agar air limbah dapat mengalir, sehingga tidak menimbulkan bau
yang tidak sedap dan tidak menjadi tempat perindukan nyamuk.
J. PENATALAKSANAAN
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah
LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan Dokter
Anak Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya cara
untuk mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat
penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak kekurangan gizi akibat diare
juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program LINTAS Diare (Lima
Langkah Tuntaskan Diare) yaitu:
1. Berikan Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga
dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan cairan
rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar di
pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat
mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi
penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum
harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan
melalui infus.
Derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi :
a. Diare tanpa dehidrasi
Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih :
Keadaan Umum
: baik
Mata
: Normal
Rasa haus
: Normal, minum biasa
Turgor kulit
: kembali cepat
Dosis oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi sbb :
Umur < 1 tahun
: - gelas setiap kali anak mencret
Umur 1 4 tahun : - 1 gelas setiap kali anak mencret
Umur diatas 5 Tahun
: 1 1 gelas setiap kali anak mencret
b. Diare dehidrasi Ringan/Sedang
Diare dengan dehidrasi Ringan/Sedang, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau
lebih:
Keadaan Umum
Mata
Rasa haus
Turgor kulit
: Gelisah, rewel
: Cekung
: Haus, ingin minum banyak
: Kembali lambat
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan selanjutnya
diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi.
c. Diare dehidrasi berat
Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:
Keadaan Umum
Mata
Rasa haus
Turgor kulit
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas untuk di
infus.
ORALIT
ZINK
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare pada
balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita
diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera.
Obat-obatan Anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare
karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak di anjurkan kecuali muntah
berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi
anak, bahkan sebagian besar menimbulkan efek samping yang bebahaya dan bisa
berakibat fatal. Obat anti protozoa digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh
parasit (amuba, giardia).
5. Pemberian Nasehat
Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat
tentang :
a. Cara memberikan cairan dan obat di rumah
b. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :
Diare lebih sering
Muntah berulang
Sangat haus
Makan/minum sedikit
Timbul demam
Tinja berdarah
Tidak membaik dalam 3 hari.
Menurut Kapita Selekta Kedokteran (2000) dan SPM Kesehatan Anak
RSUD Wates (2001), Penatalaksanaan Medis diare yaitu:
1. Resusitasi cairan dan elektrolit
a. Rencana Pengobatan A, digunakan untuk :
Mengatasi diare tanpa dehidrasi
Meneruskan terapi diare di rumah
Memberikan terapi awal bila anak diare lagi
Tiga cara dasar rencana Pengobatan A :
1) Berikan lebih banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah dehidrasi (oralit,
makanan cair : sup, air matang). Berikan cairan ini sebanyak anak mau dan terus
diberikan hingga diare berhenti.
Kebutuhan oralit per kelompok umur
Umur
Ddiberikan Setiap
Yang Disediakan
Bab
< 12 bulan 50-100 ml
1-4 tahun 100-200 ml
> 5 tahun
bungkus)
800-1000
200-300 ml
Dewasa
300-400 ml
Cara memberikan oralit :
ml
hari
(4-5
bungkus)
1.200-2.800 ml / hari
o Berikan sesendok teh tiap 1-2 menit untuk anak < 2 tahun
o Berikan beberapa teguk dari gelas untuk anak lebih tua
o Bila anak muntah, tunggu 10 menit, kemudian berikan cairan lebih sedikit (sesendok
teh tiap 1-2 menit)
o Bila diare belanjut setelah bungkus oralit habis, beritahu ibu untuk memberikan cairan
lain atau kembali ke petugas untuk mendapatkan tambahan oralit.
2) Beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi :
o Teruskan pemberian ASI
o Untuk anak < 6 bln dan belum mendapatkan makanan padat dapat diberikan susu
yang dicairkan dengan air yang sebanding selama 2 hari.
o Bila anak > / = 6 bulan atau telah mendapat makanan padat :
-
Berikan bubur atau campuran tepung lainnya, bila mungkin dicampur dengan
kacang-kacangan, sayur, daging, tam-bahkan 1 atau 2 sendok teh minyak sayur tiap
porsi.
Berikan sari buah segar atau pisang halus untuk menambah kalium
Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti dan berikan makanan
tambahan setiap hari selama 2 minggu.
Bawa anak kepada petugas bila anak tidak membaik selama 3 hari atau anak
mengalami : bab sering kali, muntah berulang, sangat haus sekali, makan minum
sedikit, demam, tinja berdarah
b. Rencana Pengobatan B
Dehidrasi tidak berat (ringan-sedang); rehidrasi dengan oralit 75 ml / kg BB dalam 3
jam pertama atau bila berat badan anak tidak diketahui dan atau memudahkan
dilapangan, berikan oralit sesuai tabel :
< 1 tahun
1-5 tahun
> 5tahun
Dewasa
300 ml
600 ml
1.200 ml
2.400 ml
oralit
Setelah 3-4 jam, nilai kembali, kemudian pilih rencana A, B, atau C untuk
melanjutkan pengobatan :
Bila tidak ada dehidrasi ganti ke rencana A
Bila ada dehidrasi tak berat atau ringan/sedang, ulangi rencana B tetapi tawarkan
makanan, susu dan sari bu-ah seperti rencana A
Bila dehidrasi berat, ganti dengan rencana C
c. Rencana Pengobatan C
Dehidrasi berat : rehidrasi parenteral / cairan intravena segera. Beri 100 ml/kg BB
cairan RL, Asering atau garam normal (larutan yang hanya mengandung glukosa
tidak boleh diberikan).
Umur
< 12 bulan
> 1 tahun
30 ml/kg BB
1 jam pertama
jam pertama
70 ml/kg BB
5 jam kemudian
21/2
jam
kemudian
ehidrasi parenteral :
RL atau Asering untuk resusitasi / rehidrasi
D1/4S atau KN1B untuk maintenan (umur < 3 bulan)
D1/2S atau KN3A untuk maintenan (umur > 3 bulan)
Ulangi bila nadi masih lemah atau tidak teraba
Nilai kembali tiap 1-2 jam. Bila rehidrasi belum tercapai percepat tetesan infuse
Juga berikan oralit 5 ml/kg BB/jam bila penderita bisa minum. Biasanya setelah 3-4
jam (bayi) atau 1-2 jam (anak)
Setelah 3-6 jam (bayi) atau 3 jam (anak) nilai lagi, kemudian pilih rencana A, B, C
untuk melanjutkan pengobatan.
2. Obat-obat anti diare meliputi antimotilitas (loperamid, difenoksilat, kodein, opium),
adsorben (norit, kaolin, smekta).
3. Obat anti muntah : prometazin , domperidon, klorpromazin
4. Antibiotik hanya diberikan untuk disentri dan tersangka kolera : Metronidazol 50
mg/kgBB/hari
5. Hiponatremia (Na > 155 mEq/L), dikoreksi dengan D1/2S. Penurunan kadar Na tidak
boleh lebih dari 10 mEq per hari karena bisa menyebabkan edema otak
6. Hiponatremia (Na < 130 mEq/L), dikoreksi dengan RL atau NaCl
7. Hiperkalemia (K > 5 mEq/L), dikoreksi dengan kalsium glukonas perlahan-lahan 5-10
menit sambil memantau detak jantung
8. Hipokalemia (K, 3,5 mEq/L), dikoreksi dengan KCl
K. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama
kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan
kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan
penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau
lebih imunitas aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi
usus
asimptomatik dan kuman enteric menyebar terutama klien tidak menyadari adanya
infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan
perawatannya .
2. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x, muntah, diare, kembung, demam.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja.
Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare
akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah
mengalami
diare
sebelumnya,
pemakian
antibiotik
atau
g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada diare
sedang .
h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat > 375
0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang > 2 dt,
kemerahan pada daerah perianal.
i.
Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ),
frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j.
Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang
berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive respon
yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima.
DIARE
DIAGNOSA KEP
NOC / TUJUAN
NIC / INTERVENSI
1.
buah
6. Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi yang dibutuhkan kien dan bagaimana cara makannya
Bowel Incontinence Care (0410)
1. Tentukan faktor fisik atau psikis yang
menyebabkan diare.
2. Terangkan penyebab masalah dan
alasan dilakukan tindakan.
3. Diskusikan prosedur dan hasil yang
diharapkan dengan klien / keluarga
4. Anjurkan klien / keluarga untuk
mencatat keluaran feses
5. Cuci area perianal dengan sabun dan
air dan keringkan setiap setelah habis
bab
6. Gunakan cream di area perianal
7. Jaga tempat tidur selalu bersih dan
kering
Perawatan Perineal (1750)
1. Bersihkan secara teratur dengan teknik
aseptik
2. Jaga daerah perineum selalu kering
3. Pertahankan klien pada posisi yang
nyaman
4. Berikan obat anti nyeri / inflamasi
dengan tepat
2.
Hipertermi
b.d Setelah dilakukan
dehidrasi,
tindakan perawatan
1.
peningkatan
selama X 24 jam
2.
metabolik,
suhu badan klien
inflamasi usus
normal,
dengan
3.
criteria :
4.
Batasan
karakteristik :
Termoregulasi 5.
Suhu tubuh > (0800)
normal
Suhu kulit normal 6.
Kejang
Suhu
badan
Takikardi
35,9C- 37,3C 7.
8.
Respirasi
Tidak ada sakit
kepala
meningkat
Tidak ada nyeri
Diraba hangat
Kulit memerah
otot
1.
Tidak
ada
2.
perubahan war-na
3.
kulit
4.
Nadi, respirasi
dalam
ba-tas respirasi
normal
5. Monitor derajat penurunan kesadaran
Hidrasi adekuat 6. Monitor kemampuan aktivitas
Pasien
7. Monitor leukosit, hematokrit
8. Monitor intake dan output
menyatakan nya9. Monitor adanya aritmia jantung
man
Tidak menggigil 10. Dorong peningkatan intake cairan
Tidak iritabel 11.
/ Berikan cairan intravena
gragapan / kejang12. Tingkatkan sirkulasi udara dengan
kipas angin
13. Dorong atau lakukan oral hygiene
14. Berikan obat antipiretik untuk
mencegah pasien menggigil / kejang
15. Berikan obat antibiotic untuk
mengobati penyebab demam
16. Berikan oksigen
17. Kompres dingin diselangkangan, dahi
dan aksila bila suhu badan 39C atau
lebih
18. Kompres hangat diselangkangan, dahi
dan aksila bila suhu badan < 39C
19. Anjurkan klien untuk tidak memakai
selimut
20. Anjurkan klien memakai
baju
berbahan dingin, tipis dan menyerap
keringat
Manajemen Lingkungan (6480)
1. Berikan ruangan sendiri sesuai indikasi
2. Berikan tempat tidur dan kain / linen
yang bersih dan nyaman
3. Batasi pengunjung
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
3.
Kekurangan
volume ca-iran b.d
intake
kurang,
kehilangan volume
cairan
aktif,
kegagalan dalam
mekanisme
pengaturan
tis, coma)
Manajemen Elektrolit (2000)
1. Pertahankan cairan infuse yang mengandung elektrolit
2. Monitor kehilangan elektrolit lewat suction nasogastrik, diare, diaporesis
3. Bilas NGT dengan normal salin
4. Berikan diet makanan yang kaya
kalium
5. Berikan lingkungan yang aman bagi
klien yang mengalami gangguan
neurologis atau neuromuskuler
6. Ajari klien dan keluarga tentang tipe,
penyebab, dan pengobatan ketidakseimbangan elektrolit
7. Kolaborasi dokter bila tanda dan gejala
ketidakseimbangan elektrolit menetap.
8. Monitor respon klien terhadap terapi
elektrolit
9. Monitor efek samping pemberian suplemen elektrolit.
10. Kolaborasi dokter pemberian obat
yang mengandung elektrolit (aldakton,
kalsium glukonas, Kcl).
11. Berikan suplemen elektrolit baik lewat
oral, NGT, atau infus sesuai advis
dokter
4.
PK:
hipovolemia
dehidrasi
Berorientasi
terhadap
waktu,
tempat, dan orang
Keluaran urin >
atau = 30 ml/jam
Akral hangat
5.
Nadi teraba
Membran mukosa
lembab
Turgor kulit normal
Berat badan stabil
dan dalam batas
normal
Kelopak mata tidak
cekung
6.
Tidak demam
Tidak ada rasa
haus yang sangat
7.
Tidak ada napas
pen-dek /kusmaul
adekuat.
Nilai
mendekati
0
menunjukkan hipovolemia, khususnya
bila terkait dengan keluaran urin
menurun,
vasokonstriksi,
dan
peningkatan frekuensi jantung yang
ditemukan pada hipovolemia.
Observasi terhadap indicator perfusi
serebral menurun : gelisah, konfusi,
penurunan tingkat kesadaran. Bila
indicator positif terjadi, lindungi klien
dari cidera dengan meninggikan
pengaman
tempat
tidur
dan
menempatkan tempat tidur pada posisi
paling rendah. Reorientasikan klien
sesuai indikasi.
Pantau terhadap indicator perfusi arteri
koroner menurun : nyeri dada,
frekuensi jantung tidak teratur.
Pantau hasil laboratorium terhadap
BUN (>20 mg/dl) dan kreatinin (>1,5
mg/dl)
meninggi
;
laporkan
peningkatan.
8. Pantau nilai elektrolit terhadap bukti
ketidak seimbangan , terutama
Natrium (>147 mEq/L) dan Kalium (>5
mEq/L).
Waspadai
tanda
hiperkalemia
:
kelemahan
otot,
hiporefleksia, frekuensi jantung tidak
teratur.
Juga
pantau
tanda
hipernatremia, retensi cairan dan
edema.
9. Berikan cairan sesuai program untuk
meningkatkan volume vaskuler. Jenis
dan jumlah cairan tergantung pada
jenis syok dan situasi klinis klien : RL,
Asering
10. Siapkan untuk pemindahan klien ke
ICU/PICU
Setelah dilakukan
tindak-an
1.
keperawatan
selama X 24 jam
2.
rasa takut klien
berkurang, dengan
3.
criteria :
4.
Fear
control
(1404) :
Klien
tidak
5.
Teror
menyerang
atau menemani anak
Perilaku menghindari
6. Berikan pilihan yang realistis tentang
yang aspek perawatan
menghindar atau sumber
menakutkan
7. Dorong klien untuk melakukan aktifitas
menyerang
Klien sosial dan komunitas
Impulsif
8. Dorong penggunaan sumber spiritual
Nadi, respirasi, menggunakan tekTD
sistolik nik relaksasi untuk
me-ngurangi takut
Anxiety Reduction (5820)
meningkat
Klien
mampu
1. Jelaskan semua prosedur termasuk
Anoreksia
mengontrol respon perasaan yang mungkin dialami
Mual, muntah
selama menjalani prosedur
takut
Pucat
2. Berikan objek yang memberikan rasa
Klien
tidak
Stimulus sebagai
aman
melarikan diri
an-caman
3. Berbicara dengan pelan dan tenang
Durasi
takut
Lelah
4. Membina hubungan saling percaya
menurun
Otot tegang
5. Jaga peralatan pengobatan di luar
Klien kooperatif
Keringat
saat
di-lakukan penglihatan klien
meningkat
6. Dengarkan klien dengan penuh
perawatan
dan
Gempar
perhatian
Ketegangan pengobatan
7.
Dorong
klien
mengungkapkan
mening-kat
perasaan,
persepsi
dan
takut secara
control
Menyatakan takut Anxiety
verbal
(1402)
Menangis
8.
Berikan aktivitas / peralatan yang
Tidur
pasien
Protes
meng-hibur
untuk
mengurangi
adekuat
Melarikan diri
Tidak
ada ketegangan
manifestasi fisik 9. Anjurkan klien menggunakan teknik
Tidak
ada relaksasi
10.
Anjurkan
orang
tua
untuk
manifestasi
membawakan mainan kesukaan dari
perilaku
Klien
mau rumah
berinteraksi sosial 11. Mengusahakan untuk tidak mengulang
pengambilan darah
12. Libatkan orang tua dalam perawatan
dan pengobatan
13. Berikan lingkungan yang tenang
14. Batasi pengunjung
6.
Setelah dilakukan
tindakan
1.
keperawatan
2.
selama X pertemuan
3.
kecemasan orang
Batasan
tua
berkurang,
4.
karakteristik :
dengan criteria:
Orang tua sering
5.
Anxiety
control
bertanya
6.
Orang tua meng- (1402)
ungkapkan
perasaan cemas
Khawatir
Kewaspadaan meningkat
Mudah
tersinggung
Gelisah
Wajah tegang,
me-merah
Kecenderungan
me-nyalahkan
orang lain
Tidur adekuat
Tidak
ada Anxiety Reduction (5820)
manifestasi fisik 1 Jelaskan semua prosedur termasuk
Tidak
ada pera-saan yang mungkin dialami
selama men-jalani prosedur
manifestasi
2 Berikan objek yang dapat memberikan
perilaku
Mencari informasi ra-sa aman
3 Berbicara dengan pelan dan tenang
untuk mengurangi
4 Membina hubungan saling percaya
cemas
5 Dengarkan dengan penuh perhatian
Menggunakan
6 Ciptakan suasana saling percaya
teknik
re-laksasi
7 Dorong orang tua mengungkapkan
untuk mengurangi
pera-saan, persepsi dan cemas secara
cemas
Berinteraksi sosial verbal
8 Berikan peralatan / aktivitas yang
meng-hibur
untuk
mengurangi
Aggression
ketegangan
Control (1401)
9 Anjurkan untuk menggunakan teknik
Menghindari kata
yang
meledak- re-laksasi
10 Berikan lingkungan yang tenang,
ledak
Menghindari batasi pengunjung
perilaku
yang
merusak
Mampu
mengontrol
ungkapan verbal
Coping (1302)
Mampu
mengidentifikasi
pola koping yang
efektif dan tidak
efektif
Mampu
mengontrol ver-bal
Melaporkan
stress / ce-masnya
berkurang
Mengungkapkan
mene-rima
keadaan
Mencari informasi
ber-kaitan dengan
penyakit
dan
pengobatan
Memanfaatkan
dukungan social
Melaporkan
penurunan
stres
fisik
Melaporkan
peningkatan
kenyamanan
psikisnya
Mengungkapkan
membu-tuhkan
bantuan
Melaporkan
perasaan
negatifnya berkurang
Menggunakan
strategi
ko-ping
efektif
7
Kurang
pengetahuan kli-en
/ orang tua tentang
diare b.d kurang
informa-si,
keterbatasan
kognisi, tak familier
dengan sum-ber
informasi.
(1805)
12.
Gambarkan
pilihan
rasional
Mampu rekomendasi manajemen terapi /
menjelaskan pola penanganan
nutisi yang sehat 13. Dukung klien/ orang tua untuk mengMampu eksplorasikan
atau
mendapatkan
menjelaskan
ak- second opinion dengan cara yang
tifitas
yang tepat
14. Eksplorasi kemungkinan sumber atau
bermanfaat
Mampu dukungan dengan cara yang tepat
15. Instruksikan klien / orang tua
menjelaskan cara
mengenai tanda dan gejala untuk
pencegahan diare
Mampu melaporkan pada pemberi perawatan
16. Kuatkan informasi yang disediakan tim
menjelaskan
teknik
manajemen kesehatan yang lain dengan cara yang
tepat
stress
Mampu
Procedur / Treatment (5618)
menjelaskan Teaching
efek
1. Informasikan kepada klien dan orang
zat kimia
Mampu tua kapan prosedur pengobatan akan
menjelaskan
ba- di-laksanakan
2. Informasikan seberapa lama prosedur
gaimana
mengurangi re-siko pengobatan akan dilakukan
3. Informasikan tentang peralatan yang
sakit
Mampu akan digunakan dalam pengobatan
4. Informasikan kepada orang tua siapa
menjelaskan
bayang akan melakukan prosedur
gaimana
pengobatan
menghindari
lingkungan
yang5. Jelaskan tujuan dan alasan dilakukan
prosedur pengobatan
berba-haya
(sanitasi kurang) 6. Anjurkan kepada klien untuk kooperatif
Mampu saat dilakukan prosedur pengobatan
7. Jelaskan tentang perasaan yang
menjelaskan cara
akan
dialami
selama
pemakaian
obat mungkin
dilakukan prosedur pengobatan
sesuai resep
8.
Dispneu
Ortopneu
Penyimpangan
dada
Nafas pendek
Posisi
tubuh
menun-jukkan
posisi 3 poin
Nafas pursed-lip
(de-ngan bibir)
Ekspirasi
memanjang
Peningkatan
diame-ter anteriorposterior
Frekuensi nafas
Bayi : < 25 atau >
60
1-4 th : < 20 atau >
30
5-14 th : < 14 atau
> 25
> 14 th : < 11 atau
> 24
Kedalaman nafas
Volume tidal dewasa saat istira-hat
500 ml
Volume tidal ba-yi
6-8 ml/kg BB
Penurunan
kapasitas vital
Timing rasio
frekuensi
napas
9 Monitor respirasi dan status oksigen
dalam rentang normal
Respirasi Monitoring (3350)
Pasien
tidak
1 Monitor rata-rata, ritme, kedalaman,
merasa ter-cekik
dan usaha napas
Tidak ada sianosis2 Catat gerakan dada apakah simetris,
ada penggunaan otot tambahan, dan
Tidak gelisah
Sputum berkurang retraksi
3 Monitor crowing, suara ngorok
4 Monitor pola napas : bradipneu,
Respiratory status
: ventilation (0403) takipneu, kusmaull, apnoe
5 Dengarkan suara napas : catat area
Respirasi dalam
yang ventilasinya menurun / tidak ada
rentang normal
Ritme dalam batas dan catat adanya suara tambahan
6 K/p suction dengan mendengarkan
normal
Ekspansi dada suara ronkhi atau crakles
7 Monitor peningkatan gelisah, cemas,
simetris
Tidak ada sputum air hunger
8 Monitor kemampuan klien untuk batuk
di jalan napas
Tidak
ada efektif
9 Catat karakteristik dan durasi batuk
penggunaan otot10 Monitor secret di saluran napas
otot tambahan
11 Monitor adanya krepitasi
Tidak ada retraksi
12 Monitor hasil roentgen thorak
dada
13 Bebaskan jalan napas dengan chin lift
Tidak ditemukan
atau jaw thrust bila perlu
dispneu
14 Resusitasi bila perlu
Dispneu
saat
15 Berikan terapi pengobatan sesuai
aktivitas
ti-dak
advis (oral, injeksi, atau terapi inditemukan
Napas pendek- halasi)
pendek
ti-dak
Cough Enhancement (3250)
ditemukan
1 Monitor fungsi paru-paru, kapasitas
Tidak ditemukan
vital, dan inspirasi maksimal
taktil fremitus
2
Dorong pasien melakukan nafas
Tidak ditemukan
suara
napas dalam, ditahan 2 detik lalu batuk 2-3
kali
tambahan
3 Anjurkan klien nafas dalam beberapa
kali, dikeluarkan dengan pelan-pelan
dan ba-tukkan di akhir ekspirasi
Terapi Oksigen (3320)
1. Bersihkan secret di mulut, hidung dan
tra-khea / tenggorokan
2. Pertahankan patensi jalan nafas
3. Jelaskan pada klien / keluarga tentang
pentingnya pemberian oksigen
4. Berikan oksigen sesuai kebutuhan
5. Pilih peralatan sesuai kebutuhan :
kanul nasal 1-3 l/mnt, head box 5-10
l/mnt, dll
6. Monitor aliran oksigen
7. Monitor selang oksigen
8. Cek secara periodik selang oksigen,
air humidifier, aliran oksigen
9. Observasi tanda kekurangan oksigen :
gelisah, sianosis dll
10. Monitor tanda keracunan oksigen
11. Pertahankan oksigen selama dalam
trans-portasi
12. Anjurkan klien / keluarga untuk
menga-mati persediaan oksigen, air
humidifier, jika habis laporkan petugas
9.
Intoleransi aktivitas
b.d
ketidakseimbangan
suplai
dan
kebutuhan
O2,
kelemahan
Batasan
Karakteristik :
Laporan kerja :
kele-lahan
dan
kelemahan
Respon terhadap
akti-vitas
menunjukkan na-di
dan tekanan darah
abnormal
Perubahan EKG
me-nunjukkan
aritmia / disritmia
Dispneu
dan
ketidak-nyamanan
yang sangat
Gelisah
Setelah dilakukan
Activity therapy (4310)
tindakan
1
Catat frekuensi jantung
irama,
keperawatan
perubahan tekanan darah sebelum,
selama x 24 selama, setelah beraktivitas sesuai
jam, klien mampu indikasi
mencapai : activity
2 Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas
toleransi , dengan dan berikan aktivitas senggang yang
indikator :
tidak berat
3 Batasi pengunjung
Activity tolerance4 Monitor / pantau respon emosi, fisik,
(0005)
sosial dan spiritual
Saturasi oksigen 5 Jelaskan pola peningkatan aktivitas
dalam batas normal secara bertahap
ketika beraktivitas 6 Bantu klien mengenal aktivitas dengan
HR dalam batas
penuh arti
7 Bantu klien mengenal pilihan untuk
normal ketika
baktivitas
beraktivitas
Respirasi dalam 8 Bantu klien mengenal dan memperoleh
akal, sumber yang dibutuhkan untuk
batas normal saat
keinginan beraktivitas
beraktivitas
Tekanan darah 9 Tentukan kien komitmen untuk mesistolik dalam batas ningkatkan frekuensi dan atau jarak
un-tuk aktivitas
normal saat
10 Kolaborasi yang berhubungan dengan
beraktivitas
fisik, terapi rekreasi, pengawasan
Tekanan darah
program aktivitas yang tepat
diastolik dalam
batas normal saat 11 Bantu klien membuat rencana yang
khusus untuk pengalihan aktivitas rutin
beraktivitas
EKG dalam batas tiap hari
12 Bantu klien / keluarga mengenal kenormal
kurangan mutu aktivitas
Warna kulit
Usaha bernafas 13 Latih klien / keluarga mengenai peran
fisik, sosial, spiritual , pengertian
saat beraktivitas
aktivitas
didalam
pemeliharaan
Berjalan di
kesehatan
ruangan
14 Bantu klien / keluarga menyesuaikan
Berjalan jauh
Naik tangga
Kekuatan ADL
Kemampuan
berbicara saat
latihan
15
16
17
18
19
20
21
1.
2.
3.
4.
5.
6.
DAFTAR PUSTAKA
AIDS info net. 2008. Diarrhea. Diakses pada www.aidsinfonet.org
Avikar, Anupkumar, dkk. 2008. Role of Escherichia coli in acute diarrhoea in tribal preschool
children of central India. Journal Compilation Paediatric and Perinatal Epidemiology,
No. 22, 4046.
Chakraborty, Subhra, dkk. 2001. Concomitant Infection of Enterotoxigenic Escherichia coli in
an Outbreak of Cholera Caused by Vibrio cholera O1 and O139 in Ahmedabad,
India. JOURNAL OF CLINICAL MICROBIOLOGY Vol. 39, No. 9 p. 32413246.
Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2008. Buku Saku
Petugas Kesehatan LINTAS DIARE. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Center.
2006.
Diarrhea.
Diakses
pada
Wiyadi, N. 2007. Book 2 Kuliah Kerja Kesehatan Masyarakat (K3M).FK UGM. Yogyakarta.