Anda di halaman 1dari 32

HEMOGLOBIN ABNORMAL

Talasemia
Bambang Permono, IDG Ugrasena
Talasemia adalah gangguan pembuatan hemoglobin yang di turunkan
pertama kali ditemukan secara bersamaan di Amerika Serikat dan Italia antara
1925-1927. Kata talasemia dimaksudkan untuk mengaitkan penyakit tersebut
dengan penduduk Mediterania, dalam bahasa Yunani Thalasa berarti laut.
Talasemia ditemukan tersebar di seluruh ras di Mediterania, Timur Tengah,
India sampai Asia Tenggara. Dalam 30 tahun terakhir ini, daerah tersebut telah
mengalami perubahan pola penyakit yang bermakna. Peningkatan kebersihan dan
pelayanan dan pelayanan kesehatan menyebabkan infeksi dan malnutrisi
berkurang. Dulu, bayi yang lahir dengan kelainan darah, meninggal pada usia
kurang dari setahun. Tapi saat ini sebagian besar berhasil selamat dan memerlukan
diagnosis dan penatalaksanaan yang lanjut. Karena penatalaksanaan talasemia
cukup mahal, perubahan ini akan menghabiskan dana yang cukup besar di negara
frekuensi talasemia tinggi.
Genetik dan Klasifikasi
Talasemia adalah kelainan sintesis hemoglobin yang diturunkan. Diperlukan
pemahaman pengaturan sintesis hemoglobin secara genetik.
Kontrol Genetik Sintesis Hemoglobin
Kontrol genetik, struktur gen dalam sintesis hemoglobin sudah banyak
diketahui. Yang dibahas disini sebagian kecil untuk lebih memahami talasemia.
Ada beberapa jenis hemoglobin yang disesuaikan dengan kebutuhan
oksigen selama masa pertumbuhan, mulai embrio, fetus sampai dewasa. Hb
memiliki bentuk tetrametik yang sama, terdiri dari 2 pasang rantai globin yang
terikat dengan heme. Hemoglobin fetus dan dewasa memiliki rantai dan
(HbA, 22), rantai (HbA2, 22) dan rantai (HbF, 22). Pada embrio rantai
e menjadi Hb Gower 1 (22), sedangkan rantai a dan membentuk Hb Gower 2
(22). HbF sendiri ada bermacam-macam, ada 2 macam rantai yang berbeda

pada asam amino no. 136, glisin atau alanin. Disebut rantai G dan rantai A,
keduanya diproduksi oleh lokus gen yang berbeda.
Macam-macam rantai globin tersebut diatur oleh 2 gen globin. Gen globin
mirip , berada di kromosom 11, terdiri 60 kb. Mereka tersusun dari 5 ke 3
dengan urutan -G-A--- (symbol adalah pseudogen, bekas gen yang
dulunya aktif). Gen globin mirip , berada di kromosom 16 dengan urutan 5--1-2-1-3.
Tiap gen goblin terdiri dari rantai nukleotida basa yang terdiri coding secuen
atau ekson dan non coding atau intervening sekuen (IVS) atau intron. Pada 5 non
coding gen didapatkan deretan nukleotida yang sama, gambaran ini juga nampak
pada sepsis lain. Ada 3 bagian promotor yang mengatur transkripsi gen struktural.
Gen globin memiliki bagian yang mengatur ekspresi gen eritroid yang sesuai
dengan masa perkembangan. Termasuk enhancer, bagian yang meningkatkan
ekspresi gen meski tempatnya jauh dan bagian utama dari gen pengatur, atau locus
control region (LCR) pada bagian keluarga gen globin dan HS pada komplek
gen yang terletak di atas kelompok gen globin yang bertanggung jawab pada
aktifasi jaringan eritroid. Setiap sekuen pengatur ini memiliki struktur nukleotida
yang merupakan bagian reseptor untuk memulai transkripsi molekul aktifator dan
repressor. Molekul tersebut ikut mengatur ekspresi gen globin yang sesuai dengan
fase perkembangan. Tiap bagian pengatur ini terikat pada faktor eritroit khusus,
GATA-1 dan NF-E2 yang mengaktifkan LCR yang mengaktifkan seluruh keluarga
gen globin . Nampaknya LCR dan HS40 terletak berhadapan dengan promotor
gen globin, bersama faktor transkripsi serta protein lain, memulai transkripsi gen.
Pada saat satu gen globin di transkripsi, mRNA disintesis dari salah satu
rantainya dengan RNA polimerase. Awalnya menghasilkan mRNA perkusor
termasuk intron dan ekson. Di dalam nukleus mRNA awal ini mengalami
modifikasi lagi, bagian intron dan ekson dipisahkan. Proses ini dipengaruhi oleh
susunan mRNA perkusor, misalnya nukleotida GT pada 5 dan AG pada akhir 3
diperbatasan intrin ekson. Mutasi pada bagian ini menyebabkan berbagai tipe
talasemia, mRNA yang sudah dimofikasi ini pindah ke sitoplasma perkusor
eritrosit dan menjadi template pembuatan rantau globin.

Perkembangan dari embrio, fetus dan dewasa mengubah produksi


hemoglobin sesuai dengan organ hemopoesis saat itu. Regulasi dari perubahan
tersebut masih belum diketahui, diduga LCR secara bergantian mempengaruhi ,
dan juga rantai pada waktu yang berbeda sesuai masa pertumbuhan.
Bagaimana ini terjadi masih belum jelas, diduga DNA bindng protein tertentu
yang mempengaruhi aktivitas dan resepsi gen tertentu sesuai masa pertumbuhan.
KLASIFIKASI
Talasemia adalah grup kelainan sintesis hemoglobin yang heterogen akibat
pengurangan produksi satu atau lebih rantai globin. Hal ini menyebabkan
ketidakseimbangan produksi rantai globin. Ada 3 tingkat klasifikasi talasemia.
Secara klinis bisa dibagi menjadi 3 grup :

Talasemia mayor sangat tergantung pada transfusi


Talasemia minor / karier tanpa gejala
Talasemia intermedia

Klasifikasi ini memiliki implikasi klinis diagnosis dan penatalaksanaan.


Talasemia juga bisa diklasifikasikan secara genetik menjadi -, -, - atau
talasemia sesuai dengan rantai globin yang berkurang produksinya. Pada
beberapa talasemia sama sekali tidak berbentuk rantai globin disebut o atau o
talasemia, bila prodiksinya rendah + atau + talasemia. Sedangkan talasemia
bisa dibedakan menjadi ()o dan ()+ dimana tejadi gangguan pada rantai dan
.
Bila talasemia timbul pada populasi di mana variasi hemoglonin struktural
ada. Sering kali di turunkan gen talasemia dari satu orang tua dan gen varian
hemoglobin dan orang tua lainnya. Lebih jauh lagi, mungkin pula didapatkan
talasemia - dan bersamaan. Interaksi dari beberapa gen ini menghasilkan
gambaran klinis yang bervariasi mulai dari kematian dalam rahim sampai sangat
ringan.
Talasemia diturunkan berdasarkan hukum Medel, resesif atau ko-dominan.
Heterozigot biasanya tanpa gejala homozigot atau gabungan heterozigot gejalanya
berat dari talasemia - dan .

Distribusi
Talasemia o ditemukan terutama di Asia Tenggara dan kelpulauan Mediterania,
tahalasemia + tersebar di Afrika, Mediterania, Timur Tengah, India dan Asia
Tenggara. Angka kariernya mencapai 40-80%.
Talasemia memiliki distribusi sama dengan talsemia . Dengan
kekecualian di beberapa Negara, frekuensinya rendah di Afrika, tinggi di
mediterania dan bervariasi di Timur Tengah, India dan Asia Tenggara. HbE yang
merupakan varian talasemia sangat banyak talasemia menyebabkan talasemia
HbE sangat tinggi di wilayah ini. Tingginya frekuensi talasemia juga
mempengaruhi kekebalan HbE ini terdapat malaria plasmodium falsiparum yang
berat. Hal ini membuktikan penyakit ini disebabkan oleh mutasi baru dan
penyebarannya dipengaruhi oleh seleksi lokal oleh malaria. Kenyataan bahwa
mutasi tersebut berbeda di setiap populasi, menunjukkan seleksi ini baru terjadi
dalam beberapa ribu tahun.
Patofisiologi
Patalogi molekular, bagaimana ketidakseimbangan rantai globin mempengaruhi
kegagalan eritropoiesis dan kecepatan pengrusakan eritrosit, diperlukan untuk
memahami patofisiologi talasemia.
Patologi molekular
Meskipun prinsipnya sama mutasi talasemia dan berbeda.
Talasemia Beta
Lebih dari 150 mutasi telah diketahui tentang talasemia , sebagian besar
disebabkan perubahan pada suatu basa, delesi atau insersi 1-2 basa pada bagian
yang sangat berpengaruh. Hal ini bisa terjadi pada intron, ekson ataupun diluar
gen pengkode.
Satu subtitusi diseput mutasi non sense menyebabkan perubahan satu basa
pada ekson yang mengkode kodon stop pada mRNA. Hal ini menyebabkan
terminasi sintesis rantai globin menjadi lebih pendek dan tidak

tahan

lama.

Satu

mutasi

lain

yang

disebut

frameshift

menyebabkan 1-2 basa tidak dibaca sehingga menghasilkan


kodon stop baru. Mutasi pada intron, ekson atau perbatasannya,
mengganggu pelepasan ekson dari prekursor mRNA. Misalnya
satu substitusi pada GT atau AG pada intron-ekson junction
mengganggu pemisahan, beberapa mutasi pada bagian ini
menyebabkan penurunan produksi b globin. Mutasi pada sekuen
ekson menjadi menyerupai intron-ekson junction mengaktivasi
terjadinya pemisahan. Misalnya sekuen yang menyerupai IVS-1
dan kodon 24-27 pada ekson 1 gen globin , mutasi pada kodon
19 (A-G), 26 (G-A) dan 27 (G-T) menyebabkan penurunan jumlah
mRNA karena splicing abnormal dan substitusi asam amino pada
mRNA normal yang diterjemahkan menjadi protein. Hemoglobin
abnormal yang dihasilkan adalah hemoglobin Malay, E dan
Knossos yang memberikan fenotip talasemia minor.
Substitusi satu basa juga terjadi pada bagian kosong gen
globin . Bila mengenai bagian promoter, menurunkan jumlah
transkripsi gen globin dan menyebabkan talasemia minor.
Mutasi pada bagian akhir (3) mempengaruhi prosesing mRNA
dan menyebabkan talasemia mayor.
Karena banyaknya mutasi pada talasemia , pasien yang
nampaknya homozigot mungkin merupakan heterozigot dari 2
lesi molekuler yang berbeda. Jarang saekali pasien dengan
talasemia memiliki Hb A2 normal, biasanya hal ini terjadi pada
gabungan talasemia dan .
Talasemia dibagi menjadi (+ dan (). Talasemia ()+
dihasilkan oleh penggabungan gen dan selama meiosis,
menghasilkan varian fenotip talasemia . Pada talasemia ()o,
terjadi delesi gen dan , dengan gen yang utuh. Delesi yang
lebih

panjang

yang

juga

mengenai

LCR

gen

globin,

menginaktifkan seluruh komplek gen dm menghasilkan talasemia


()o.
Talasemia Alfa
Patologi

molekular

dan

genetika

pada

talasemia

lebih komplek dari talasemia , karena adanya 2 gen a globin


pada tiap pasang kromosom 16. Genotip normal a globulin
digambarkan /. Talasemia o, disebabkan beberapa delesi
pada 2 gen tersebut. Homozigot dan heterozigot digambarkan
beberapa delesi pada 2 gen tersebut. Homozigot dan heterozigot
digambarkan / dan /. Jarang sekali talasemia o disebabkan
oleh delesi bagian yang mirip LCR globin, 40 kb di atas
kumpulan

gen

globin.

Atau

pemutusan

lengan

pendek

kromosom 16.
Pada beberapa kasus terjadi delesi pada 1 bagian dari
pasangun gen a globulin, sedangkan yang lain utuh, /.
Lainnya memiliki 2 gen globin tapi salah satu mengalami mutasi
sehingga menyebabkan inaktivasi sebagian atau seluruhnya
T/.
Delesi pada talasemia + diklasifikasikan lebih lanjut dengan
2 variasi umum yang menyebabkan hilangnya 3,7 atau 4,2 kb
dari DNA, disebut sebagai 3,7 dan 4,2. Diketahui kemudian
bahwa bentuk

tersebut sangat heterogen

tergantung dari

kelainan genetik yang mendasari delesi. Delesi ini diduga dari


penggabungan dan crossing over pasangan gen tersebut saat
meiosis. Menghasilkan kromosom dengan satu dan kromosom
lain dengan triple .
Bentuk lain talasemia yang disebabkan oleh mutasi, mirip
talasemia . Beberapa disebabkan oleh mutasi pada bagian awal
dan pemisahan yang menghasilkan rantai yang sangat tak

stabil dan tidak bisa membentuk tetramer. Bentuk lain yang


sering di populasi Asia Tenggara, mutasi satu basa kodon
terminasi UAA CAA. Sehingga diterjemahkan menjadi glutamin
dan mRNA akan dibaca terus sampai tercapai kodon stop yang
lain. Sehingga dihasilkan globin yang lebih panjang tapi dalam
jumlah sedikit, disebut Hb Constant Spring sesuai dengan nama
kota di Jamaika dimana kelainan ini diketemukan pertama kali.
Jumlahnya 2-5% dari populasi di Thailand dan negara-negara
Asia Tenggara. Mutasi kodon terminasi bisa bermacam-macam.
Satu

mutasi

pada

sekuen

gen

globin,

yang

sering

diketemukan di Timur Tengah, adalah AATAAA - AATAAG, bagian


yang memberi signal poliadenilasi globin mRNA. Suatu proses
yang menstabilisasi mRNA saat berpindah ke sitoplasma. Mutasi
inimenghasilkan penurunan produksi rantai a yang bermakna.
Sebagai tambahan, didapatkan sindrom talasemia dengan
retardasi mental ringan (ATR). Dengan penelitian klinis dan
molekuler diketahui 2 sindrom, oleh kromosom 16 (ATR-16) dan
kromosom X (ATR-X). ATR-16 berhubungan dengan retardasi
mental ringan dan delesibagian akhir lengan pendek kromosom
16, berdiri sendiri atau bersamaan translokasi kromosom. ATR-X
diikuti retardasi mental berat, dan disebabkan oleh mutasi pada
XH2 kromosom X. Gen yang dihasilkan berhubungan dengan
faktor trarskripsi yang mengatur gen globin dan fase awal
pertumbuhan susunan saraf pusat dan traktus renalis fetus.
Patologi Seluler
Meskipun

dasarnya

ketidakseimbangan

produksi

rantai

globin, konsekuensi kelebihan rantai dan pada talasemia


dan berbeda. Kelebihan rantai pada talasemia , tak dapat
membentuk tetramer dan mengendap pada prekursor eritrosit.
Sedangkan kelebihan rantai dan , mampu membentuk

tetramer yang viable dan membentuk hemoglobin Barts (4) dan


H (4). Perbedaan ini mempengaruhi patologi seluler kelainan ini.
Talasemia Beta
Kelebihan rantai mengendap pada membran set eritrosit
dan prekursornya. Hal ini menyebabkan pengrusakan prekursor
eritrosit yang hebat intra meduler. Kemungkinan melalui proses
pembelahannya

atau

proses

oksidasi

pada

membran

set

prekursor. Eritrosit yang mencapai darah tepi memiliki inclusion


bodies yang menyebabkan pengrusakan di lien dan oksidasi
membran

set,

akibat

pelepasan

heme

dari

denaturasi

hemoglobin dan penumpukan besi pada eritrosit. Sehingga


anemia pada talasemia disebabkan oleh berkurangnya produksi
dan pemendekan umur eritrosit.
Sebagian kecil prekusor eritrosit tetap memiliki kemampuan
membuat rantai , menghasilkan HbF extra uterine. Pada
talasemia sel ini sangat terseleksi dan kelebihan rantai lebih
kecil karena sebagian bergabung dengan rantai membentuk
HbE Sehingga HbF mengikat pada talasemia . Seleksi seluler ini
terjadi selama masa fetus, yang kaya HbE Beberapa faktor
genetik mempengaruhi respons pembentukan HbF ini. Kombinasi
faktorfaktor ini mengakibatkan peningkatan HbF pada talasemia
. produksi rantai tidak terpengaruh pada talasemia , sehingga
HbA2 meningkat pada heterozigot.
Kombinasi anemia pada talasemia dan eritrosit yang kaya
HbF dengan afinitas oksigen tinggi, menyebabkan hipoksia berat
yang menstimulasi produksi eritropoetin. Hal ini mengakibatkan
peningkatan masa eritroid yang tidak efektif dengan perubahan
tulang, peningkatan absorpsi besi, metabolisme rate yang tinggi
dan gambaran klinis talasemia mayor. Penimbunan lien dengan
eritrosit abnormal mengakibatkan pembesaran limpa. Juga diikuti

dengan terperangkapnya eritrosit, leukosit dan trombosit di


dalam limpa, sehingga menimbulkan gambaran hipersplenisme.
Beberapa gejala ini bisa dihilangkan dengan transfusi yang
bisa menekan eritropoesis, tapi akan meningkatkan penimbunan
besi. Hal ini bisa dimengerti dengan memahami metabolisme
besi. Di dalam tubuh besi terikat oleh transferin, dalam
perjalanan ke jaringan, besi ini segera diikat dalam timbunan
molekul berat rendah. Bila berjumlah banyak bisa merusak sel.
Pada pasien dengan kelebihan zat besi, timbunan ini bisa
dijumpai

di

semua

jaringan,

tapi

sebagian

besar

di

sel

retikuloendothelial, yang relatif tidak merusak. Juga di miosit dan


hepatosit yang bisa merusak. Kerusakan tersebut diakibatkan
terbentuknya hidroksil radikal bebas dan kerusakan akibat
oksigen.
Normalnya

ikatan

besi

pada

transferin

mencegah

terbentuknya radikal bebas. Pada orang dengan kelebihan besi,


transferin menjadi tersaturasi penuh, dan fraksi besi yang tidak
terikat transferin bisa terdeteksi di dalam plasma. Hal ini
mengakibatkan terbentuknya radikal bebas dan meningkatnya
jumlah

besi

di

jantung,

hati

dan

kelenjar

endokrin.

Mengakibatkan kerusakan dan gangguan fungsi organ.


Gambaran klinis tersebut bisa dikaitkan dengan gangguan
produksi globin, dan kelebihan rantai pada maturasi dan umur
eritrosit. Dan akibat penumpukan zat besi akibat peningkatan
absorpsi dan transfusi. Sehingga mudah dimengerti mengapa
ada bentukan yang lebih ringan dari yang lain. Gambaran klinis
ini dipengaruhi jumlah ketidak seimbang rantai globin. Termasuk
talasemia a, talasemia b minor dan segregasi gen yang
mengakibatkan peningkatan HbF.
Talasemia Alfa

Dengan adanya HbH dan Barts, patologi seluler talasemia


berbeda

dengan

talasemia

Pembentukan

tetramer

ini

mengakibatkan eritropoiesis yang kurang efektif. Tetramer HbH


cenderung

mengendap

seiring

dengan

penuaan

sel,

menghasilkan inclusion bodies. Proses hemolitik merupakan


gambaran utama kelainan ini. Hal ini semakin berat karena HbH
dan

Barts

adalah

homotetramer,

yang

tidak

mengalami

perubahan allosterik yang diperlukan untuk transport oksigen.


Seperti mioglobin, mereka tidak bisa melepas oksigen pada
tekanan fisiologis. Sehingga tingginya kadar HbH dan Barts
sebanding dengan beratnya hipoksia.
Patofisiologi talasemia sebanding dengan jumlah gen yang
terkena. Pada homozigot (/) tidak ada rantai a yang diproduksi.
Pasiennya memiliki Hb Barts yang tinggi dengan Hb embrionik.
Meskipun kadar Hb nya cukup, karena hampir semua merupakan
Hb Bart's, fetus tersebut sangat hipoksik. Sebagian besar pasien
lahir mati dengan tanda-tanda hipoksia intrauterin. Bentuk
heterozigot

talasemia

dan

menghasilkan

ketidak

seimbangan jumlah rantai tetapi pasiennya mampu bertahan


dengan penyakit HbH. Kelainan ini ditandai dengan adanya
anemia hemolitik, adaptasi terhadap anemianya sering tidak
baik, karena HbH tidak bisa berfungsi sebagai pambawa oksigen.
Bentuk heterozigot talasemia o (/) dan delesi homozigot
talasemia + (/) berhubungan dengan anemia hipokromik
ringan,

mirip

ditemukan

talasemia

eritrosit

dengan

Meskipun
inklusi,

pada

talasemia

gambaran

ini

tidak

didapatkan pada talasemia +. Hal ini menunjukkan diperlukan


jumlah kelebihan rantai tertentu untuk menghasilkan 4
tetramer. Yang menarik adalah bentuk heterozigot non delesi
talasemia (T/T) menghasilkan rantai yang lebih sedikit,
dan gambaran klinis penyakit HbH .

Gambaran Minis
Talasemia Beta
Hampir semua anak dengan talasemia (3 homozigot dan
heterozigot, memperlihatkan gejala klinis sejak lahir, gagal
tumbuh, kesulitan makan, infeksi berulang dan kelemahan
umum. Bayi nampak pucat dan didapatkan splenomegali. Pada
stadium ini tidak ada tanda klinis lain dan diagnosis dibuat
berdasarkan

adanya

kelainan

hematologi.

Bila

menerima

transfusi berulang, pertumbuhannya biasanya normal sampai


pubertas. Pada saat itu bila mereka tidak cukup mendapat terapi
kelasi (pengikat zat besi), tanda-tanda kelebihan zat hesi mulai
nampak. Bila bayi tersebut tidak mendapat cukup transfusi,
tanda klinis khas talasemia mayor mulai timbul. Sehingga
gambaran

klinis

talasemia

dapat

dibagi

menjadi 2 :

Cukup mendapat transfusi


Dengan anemia kronis sejak anak-anak
Pada anak yang cukup mendapat transfusi, pertumbuhan

dan perkembangannya biasanya normal, dan splenomegali


biasanya tidak ada. Bila terapi kelasi efektif, anak ini bisa
mencapai pubertas dan terus mencapai usia dewasa secara
normal. Bila terapi chelasi tidak adekuat, secara bertahap akan
terjadi penumpukan zat besi. Efeknya mulai nampak pada akhir
dekade pertama. Adolescent growth spurt tidak akan tercapai,
komplikasi hati, endokrin dan jantung akibat kelebihan zat besi
mulai nampak. Termasuk diabetes, hipertiroid, hipoparatiroid dan
kegagalan hati progresif. Tanda-tanda seks sekunder akan
terlambat atau tidak timbul.
Kausa kematian tersering pada penimbunan zat besi ini
adalah gagal jantung yang dicetuskan oleh infeksi atau aritmia,
yang timbul di akhir dekade kedua atau awal dekade ketiga.

Gambaran klinis pasien yang tidak mendapat transfusi


adekuat sangat berbeda. Pertumbuhan dan perkembangan
sangat

terlambat.

memperburuk

Pembesaran

anemianya

trombositopenia.

Terjadi

dan

lien

yang

progresif

kadang-kadang

perluasan

diikuti

sumsum

tulang

sering
oleh
yang

mengakibatkan demormitas tulang kepala, dengan zigoma yang


menonjol, memberikan gambaran khas mongoloid. Perubahan
tulang ini memberikan gambaran radiologis yang khas, termasuk
penipisan dan peningkatan trabekulasi tulang-tulang panjang
termasuk jari-jari. Dan gambaran hair on end pada tulang
tengkorak.

Anak-anak

ini

mudah

terinfeksi,

yang

bisa

mengakibatkan penurunan mendadak kadar hemoglobin. Karena


peningkatan jaringan eritropoesis, yang tidak efektif, pasien
mengalami hipermetabolik, sering demam dan gagal tumbuh.
Kebutuhan folatnya meningkat, dan kekurangan zat ini bisa
memperburuk anemianya. Karena pendeknya umur eritrosit,
hiperurikemi dan gout sekunder sering timbul. Sering terjadi
gangguan

perdarahan,

yang

bisa

disebabkan

oleh

trombositopenia maupun kegagalan hati akibat penimbunan zat


besi, hepatitis virus maupun hemopoesis ekstrameduler. Bila
pasien ini bisa mencapai pubertas, akan timbul komplikasi akibat
penimbunan zat besi. Dalam hal ini berasal dari kelebihan
absorpsi di saluran pencernakan.
Prognosis pada pasien yang tidak tnemperoleh transfusi
adekuat, sangat buruk. Tanpa transfusi sama sekali mereka akan
meninggal pada usia 2 tahun. Bila dipertahankan pada Hb
rendah selama masih kecil, mereka bisa meninggal karena infeksi
berulang.

Bila

berhasil

mencapai

pubertas

mereka

akan

mengalami komplikasi akibat penimbunan zat besi, sama dengan


pasien yang cukup mendapat transfusi tapi kurang mendapat
terapi kelasi. Gangguan pertumbuhan pada talasemia juga bisa

timbul pada pasien yang cukup transfusi maupun bahan kelasi.


Komplikasi yang timbul akan dibahas lebih lanjut.
Perubahan Hematologi
Pertama kali datang biasanya Hb berkisar 2-8 g/dl. Eritrosit
terlihat

hipokromik

dengan

berbagai

bentuk

dan

ukuran,

beberapa makrosit yang hipokromik, mikrosit dan fragmentosit.


Didapatkan

basophilic

stippling

dan

eritrosit

berinti

selalu

nampak di darah tepi, setelah splenektomi sel-sel ini akan


muncul dalam j umlah yang lebih banyak. Hitung retikulosit
hanya sedikit meningkat, jumlah leukosit dan trombosit masih
normal, kecuali bila didapatkan hipersplenisme. Pemeriksaan
sumsum tulang memperlihatkan peningkatan sistem eritroid
dengan banyak inklusi di perkusor eritrosit, yang lebih nampak
dengan pengecatan metil-violet yang bisa

memperlihatkan

endapan a globin.
Kadar HbF selalu meningkat dan terbagi diantar eritrosit.
Pada talasemia o tidak didapatkan HbA, hanya HbF dan HbA2.
Pada talasemia - kadar HbF berkisar 20-> 90%. Kadar HbA2
biasanya normal dan tidak memiliki arti diagnosis. Penelitian in
vitro sintesis globin, memperhhatkan kelebihan rantai diatas
rantai non .
Karier Talasemia Beta
Hampir tanpa gejala, dengan anemia ringan dan jarang
didapatkan splenomegali. Didapatkan penurunan ringan kadar
Hb, dengan penurunan MCH dan MCV yang bermakna. Hapusan
darah memperlihatkan hipokromik, mikrositik dan basophilic
stippling dalam berbagai tingkatan. Pada 4-6 % kasus, HbA2
meningkat

kali

normal,

50%

kasus

memperlihatkan

peningkatan HbF Di daerah Mediterania karier talasemia

biasanya memiliki kadar HbA2 normal. Penyebab terseringnya


adalah gabungan dengan kelainan gen talasemia . Dalam
konseling genetik, keadaan ini harus dibedakan dengan karier
talasemia .
Bentuk Intermedia Talasemia Beta
Tidak

semua

talasemia

homozigot

dan

heterozigot

memerlukan transfusi sejak lahir. Istilah talasemia intermedia


dipakai mulai kondisi yang hampir seberat talasemia , dengan
anemia berat dan gangguan pertumbuhan, sampai kondisi yang
hampir seringan karier talasemia , yang hanya bisa diketahui
dari pemeriksaan rutin hematologi. Pada varian yang lebih berat
didapatkan gangguan pertumbuhan, perubahan tulang dan gagal
tumbuh sejak awal, penatalaksanaannya tidak dibedakan dengan
thalasemia

yang

tergantung

transfusi.

Pada

kasus

lain

didapatkan pasien dengan tumbuh kembang yang baik, keadaan


yang hampir stabil dan splenomegali ringan maupun sedang.
Pada pasien ini komplikasi bisa timbul dengan bertambahnya
umur. Termasuk perubahan tulang, osteoporosis progresif sampai
fraktur spontan, luka di kaki, defisiensi folat, hipersplenisme,
anemia

progresif,

dan

efek

penimbunan

zat

besi

karena

peningkatan absorpsi di saluran cerna.


Talasemia Beta Dengan Varian Struktural Beta Globin
Kelainan ini merupakan gabungan dengan HbS, C atau E.
HbS Talasemia Beta
Gambaran klinisnya dipengaruhi gen talasemia . Pada HbS
talasemia o, di mana HbA tidak diproduksi sulit dibedakan
dengan anemia sel sickel. Pada HbS talasemia ' di mana
produksi rantai P normal menurun, didapatkan kadar HbA 5-10%

dan sering memberikan gambaran yang berat. Sedangkan pada


orang kulit hitam, dengan talasemia ' ringan, kadar HbA 30-40%
didapatkan tampilan yang ringan atau asimtomatis.
HbC Talasemia Beta
Didapatkan

di

Afrika

Barat

dan

Mediterania,

dengan

talasemia intermedia ringan sampai sedang. Dapat ditemukan


sel target hampir 100% pada darah tepi.
HbE Talasemia Beta
Kondisi ini sering dijumpai di India Timur, Bangladesh, Birma
dan Asia Tenggara. Karena HbE memiliki gambaran klinis
gambaran mirip talasemia minor, gabungan heterozigot ini
seberat talasemia homozigot. Banyaknya variasi klinis dalam
perjalanan penyakitnya sulit dijelaskan. Dari yang tergantung
transfusi sampai talasemia intermedia yang ringan.
Komplikasi yang ditimbulkan mirip dengan talasemia mayor,
sedang bentuk yang lebih ringan memiliki komplikasi seperti
talasemia intennedia. Gambaran Hbnya sesuai dengan gen
talasemia . Pada HbE talasemia o, Hb terdiri dari F dan E.
Sedangkan pada HbE talasemia + didapatkan sejumlah Hb.
Talasemia
Bentuk umum talasemia + adalah Hb Leopore. Bentuk
homozigotnya sering sulit dibeuakan dengan talasemia mayor.
Hb terdiri dari HbF dengan Hb Leopore < 20%. Bentuk
heterozigotnya memiliki gambaran hematologi seperti karier
talasemia, dengan kadar Hb leopore 5-15% dan Hb2 rendah
sampai normal.
Banyak

variasi

molekuler

talasemia

o.

Bentuk

homozigotnya ditandai mirip dengan talasemia intermedia ringan

sampai sedang, dengan perubahan eritrosit dan HbF 100%.


Bentuk heterozigot memperlihatkan perubahan eritrosit ringan,
dengan HbF 10-20% dan HbA2 rendah sampai sedang.
Talasemia ()o
Kondisi ini tidak pernah dijumpai dalam bentuk homozigot.
Bentuk heterozigot terlihat sangat anemi sejak lahir dengan
gambaran mirip penyakit henolisis pada bayi baru lahir dengan
eritrosit hipokromik dan ketidakseimbangan rantai globin sesuai
aengan karier talasemia . Anemia yang dialami membaik seiring
dengan bertambahnya umur. Saar dewasa gambaran darahnya
mirip dengan karier talasemia , dengan kadar HbA2 normal.
Talasemia Alfa
Homozigot Talasemia o
Sindrom hidrops Hb Bart's ini biasanya terjadi dalam rahim.
Bila hidup hanya dalam waktu pendek. Gambaran klinisnya
adalah hidrops fetalis dengan edem permagna dan hepatosplenomegali. Kadar Hb 6-8 g/dl dengan eritrosit hipokromik dan
beberapa berinti. Kadar Hb Barts 80 %, sisanya Hb Portland.
Kelainan ini sering disertai toksemia gravidarum, perdarahan
postpartum dan masalah karena hipertrofi plasenta. Pemeriksaan
otopsi memperlihatkan peningkatan kelainan bawaan. Beberapa
bayi, berhasil diselamatkan dengan transfusi tukar dan transfusi
berulang. Pertumbuhan dan perkembangan bisa mencapai normal.
HbH disease (Talasemia / +)
Ditandai dengan anemia dan splenomegali sedang. Memiliki
variasi

klinis,

beberapa

tergantung

transfusi,

sedangkan

sebagian besar bisa trumbuh normal tanpa transfusi. Gambaran


darah tepi khas talasemia dengan perubahan eritrosit, dengan
HbH bervariasi, sedikit Hb Barts dan HbA2 rendah sampai
sedang. HbH bisa diketahui dengan bantuan brilian cresil blue

yang akan menyebabkan pengendapan dan pembentukan badan


inklusi. Setelah splenektomi bentukan ini makin banyak pada
eritrosit.
Karier Talasemia Alfa
Karier talasemia alfa bisa berasal dari talasemia o (/)
atau talasemia a+ (-/-). Biasanya asimtomatis, didapatkan
anemia hipokromik ringan dengan penurunan MCH dan MCV
yang bermakna. Hb elektroforesis normal dan pasien hanya bisa
didiagnosis

dengan

analisis

DNA.

Pada

masa

neonatus

didapatkan Hb Bart's 5-10%, tapi tidak didapatkan HbH pada


masa dewasa. Kadang bisa didapatkan inklusi pada eritrosit
karier talasemia .
Karier Talasemia Alfa Silent
Bentuknya heterozigot karier talasemia a+

Memiliki

gambaran darah yang abnormal, tetapi dengan Hb elektroforese


normal. Saar lahir 50% kasus memiliki Hb Bart's 1-3%, tapi tidak
adanya Hb Bart's tidak menyingkirkan diagnosis ini.
Sindrom Talasemia Dan Retardasi Mental
Sindrom ATR-16 ditandai dengan retardasi mental sedang
dan penyakit HbH ringan atau gambaran darah yang menyerupai
karier talasemia a. Pasien dengan kelainan ini harus menjalani
pemeriksaan sitogenetik untuk keperluan konseling genetik bagi
kehamilan berikut. Pada beberapa kasus didapatkan translokasi
kromosom. Sindrcnn ATR-X ditandai dengan retardasi mental
berat, kejang, tampilan wajah khas dengan hidung datar,
kelainan urogenital dan kelainan kongenital lain. Gambaran
darah

memperlihatkan

penyakit

HbH

ringan

talasemia , inklusi HbH biasanya bisa didapatkan.

atau

karier

Skrining Dan Pencegahan


Ada 2 pendekatan untuk menghindari talasemia :
1. Karena karier talasemia bisa diketahui dengan mudah, skrining
populasi dan kcmseling tentang pasangan bisa dilakukan. Bila
heterozigot menikah, 1 dari 4 anak mereka bisa menjadi
homozigot atau gabungan heterozigot.
2. Bila ibu heterozigot sudah diketahui sebelum lahir, pasangannya
bisa diperiksa dan bila termasuk karier, pasangan tersebut
ditawari diagnosis prenatal dan terminasi kahamilan pada
fetus dengan talasemia berat.
Skrining
Bila populasi tersebut menghendaki pemilihan pasangan,
dilakukan skrining premarital yang bisa dilakukan di sekolah
anak. Penting menyediakan program konseling verbal maupun
tertulis mengenai hasil skrining.
Altematif lain adalah memeriksa setiap wanita hamil muda
berdasar ras. Skrining yang efektif adalah melalui ukuran
eritrosit,

bila

MCV

dan

MCH

sesuai

gambaran

talasemia,

perkiraan kadar HbA2 harus diukur, biasanya meningkat pada


thalasemia . Bila kadarnya normal, pasien dikirim ke pusat yang
bisa menganalisis gen rantai . Penting untuk membedakan
talasemia o (/) dan talasemia + (/) pada kasus pasien
tidak

memiliki

homozigot.

Pada

risiko
kasus

mendapat
jarang

keturunan
di

mana

talasemia

gambaran

darah

memperlihatkan talasemia heterozigot dengan HbA2 normal


dan gen rantai utuh, kemungkinannya adalah talasemia non
delesi atau talasemia dengan HbA2 normal. Kedua hal ini
dibedakan dengan sintesis rantai globin dan analisis DNA.
Penting untuk memeriksa Hb elektroforesa pada kasus-kasus ini
untuk mencari kemungkinan variasi struktural Hb.

Diagnosis Prenatal
Diagnosis prenatal dari berbagai bentuk talasemia, dapat
dilakukan dengan berbagai cara. Dapat dibuat dengan penelitian
sintesis

rantai

globin

pada

sampel

darah

janin

dengan

menggunakan fetoscopi saat kehamilan 18-20 minggu, meskipun


pemeriksaan ini sekarang sudah banyak digantikan dengan
analisis DNA janin. DNA diambil dari sampel villi choriun (CVS =
corion villus sampling), pada kehamilan 9-12 minggu. Tindakan
ini berisiko rendah untuk menimbulkan kematian dan kelainan
janin.
Tehnik diagnosis yang digunakan untuk analisis DNA setelah
tehnik CVS, mengalami perubahan dengan cepat beberapa tahun
ini. Diagnosis pertama yang digunakan oleh Southern Blotting
dari

DNA

janin

menggunakan

restriction

fragment

length

polymorphism (RELPs), dikombinasikan dengan analisis linkage


atau

deteksi

langsung

dari

mutasi.

Yang

lebih

baru,

perkembangan dari polymerase chain reaction (PCR) untuk


mengidentifikasikan mutasi talasemia pada DNA janin. Sebagai
contoh, PCR dapat digunakan untuk deteksi cepat mutasi yang
merubah lokasi pemutusan oleh enzim restriksi. Saar ini sudah
dimungkinkan untuk mendeteksi berbagai bentuk dan dari
talasemia

secara

Perkembangan

langsung

PCR

dengan

analisis

DNA

janin.

dikotnbinasikan

dengan

kemampuan

oligonukleotida untuk mendeteksi mutasi individual, membuka


jalan bermacam pendekatan baru untuk mendeteksi mutasi
individual, membuka jalan bermacam pendekatan baru untuk
memperbaiki akurasi dan kecepatan deteksi karier dan diagnosis
prenatal. Contohnya diagnosis menggunakan hibridisasi dari
ujung oligonukleotida yang diberi label

32

P spesifik untuk

memperbesar region gen globin melalui membran nilon. Sejak

sekuensi dari gen globin dapat diperbesar lebih dari 108 kali,
waktu hibridisasi dapat dibatasi sampai 1 jam dan seluruh
prosedur diselesaikan dalam waktu 2 jam.
Terdapat berbagai macam variasi pendekatan PCR pada
diagnosis

prenatal.

Contohnya,

tehnik

ARMS

(Amplification

refractory mutation system), berdasarkan pengamatan bahwa


pada beberapa kasus, oligonukleotida.
Angka kesalahan dari berbagai pendekatan laboratorium
saat ini, kurang dari 1%. Sumber kesalahan antara lain,
kontaminasi ibu pada DNA janin, non-paterniti, and rekombinasi
genetik jika meuggunakan RELP linkage analysis.
Penatalaksanaan Minis Talasemia 0
Pemberian transfusi darah dan kombinasi dengan terapi
agen pengikat (chelating agent) yang efektif, mampu merubah
gambaran anak dengan talasemia yang berat, tentu diperlukan
biaya yang mahal .
Transfusi Sel Darah Merah
Pemberian

transfusi

sel

darah

merah

yang

teratur,

mengurangi komplikasi anemia dan eritropoiesis yang tidak


efektif, membantu pertumbuhan dan perkembangan selama
masa anakanak dan memperpanjang ketahanan hidup pada
talasemia mayor. Keputusan untuk memulai program transfusi
didasarkan pada kadar hemoglobin <6 g/dl dalam interval 1
bulan selama 3 bulan berturut-turut, yang berhubungan dengan
pertumbuhan yang terganggu, pembesaran limpa dan atau
ekspansi sumsum tulang. Penentuan berbasis molekuler dari
talasemia b yang berat jarang dapat memperkirakan kebutuhan
transfusi yang teratur. Sebelum dilakukan transfusi pertama,
status besi dan folat pasien harus diukur, vaksin hepatitis B

diberikan dan fenotif sel darah merah secara lengkap ditentukan,


sehingga alloimunisasi yang timbul dapat dideteksi.
Regimen

yang

digunakan

untuk

mempertahankan

konsentrasi hemoglobin sebelum transfusi tidak melebihi dari 9,5


g/dl telah menunjukkan berupa penurunan kebutuhan transfusi
dan memperbaiki kontrol beban besi tubuh, dibandingkan
dengan regimen transfusi di mana hemoglobin lebih dari 11 g/dl.
Regimen transfusi secara individual pada tiap-tiap pasien, perlu
diketahui. Konsentrasi hemoglobin sebelum transfusi, volume sel
darah merah yang diberikan dan besarnya limpa, sebaiknya
dicatat pada setiap kunjungan untuk mendeteksi perkembangan
hipersplenisme.
Tipe Konsentrat Sel Darah Merah
Penelitian dengan menggunakan neosit atau sel darah
merah muda telah menunjukkan ketahanan yang lebih lama,
menurunkan

kebutuhan

mempertahankan

masa

konsentrasi

sel

darah

hemoglobin.

merah
Analisis

untuk
terbaru

melaporkan interval sekitar 15% selama pemberian konsentrat


neosit. Meskipun hal ini diperkirakan akan mengurangi hingga
menurunkan kebutuhan terapi pengikat besi, hal ini dapat
meningkatkan paparan pada unit donor dan meningkatkan biaya
pesiapan sebesar 5 kali lipat dibandingkan konsentrat standar.
Hence

menyatakan,

penggunaan

neosit

hanya

memberi

keuntungan sedikit pada tatalaksana jangka panjang pada


kebanyakan pasien yang ditransfusi.
Komplikasi Infeksi
Virus Hepatitis
Penyakit ini dilaporkan sebagai penyebab kematian tersering
pada pasien talasemia diatas 15 tahun. Kerusakan hepar yang
disebabkan besi, yang berhubungan dengan komplikasi sekunder
dari transfusi dan infeksi virus hepatitis C merupakan penyebab

tersering hepatitis pada anak dengan talasemia. Angka kejadian


yang tinggi dari kegagalan hati dan karsinoma hepatoseluler,
pada pasien yang terinfeksi virus setelah transfusi mendukung
penggunaan

terapi

antivirus

pada

pasien

talasemia.

Hasil

percobaan dengan interferon pada pasien talasemia yang


terinfeksi hepatitis C, menunjukkan respons klinis dan patologis
pada gen ini yang dapat berbanding terbalik dengan beban besi
tubuh.
Infeksi Yersinia
Strain patogen dari Yersinia enterokolitika jarang tumbuh
pada

individu

normal

karena

mikroorganisme

ini

tidak

memproduksi siderophores, suatu molekul pembersih besi (iron


scavenger molecules). Peningkatan kadar besi tubuh maupun
peningkatan kemampuan siderophores dari mikroba lain, dapat
digunakan untuk pertumbuhan Yersinia enterocolitica. Faktor
risiko dari infeksi ini adalah peningkatan beban besi tubuh dan
terapi pengikat deferoksamin (desferioksamin). Infeksi oleh
Yersinia enterokolitika pertama kali ditemukan pada 2 anak
dengan thalasemia pada tahun 1970, hingga saat ini telah
dilaporkan lebih dari 80 kasus infeksi ini. Infeksi harus dicurigai
pada pasien dengan kelebihan besi yang menderita panas tinggi
dan fokus infeksi tidak ditemukan, seringkali disertai dengan
diare. Meskipun kultur darah tidak ditemukan adanya kuman
Yersinia enterocolitica, pada gambaran klinis ini seperti terapi
gentamisin intravena dan oral trimethoprim-sulfamethoxazole
sebaiknya diberikan segera dan diteruskan sedikitnya 8 hari.
Splenektomi
Dahulu, sebagian besar pasien thalasemia yang berat akan
mengalami pembesaran limpa yang bermakna dan peningkatan
kebutuhan sel darah merah setiap tahunnya pada dekade

pertama kehidupan. Meskipun hipersplenisme kadang-kadang


dapat dihindari dengan transfusi lebih awal dan teratur, namun
banyak pasien yang memerlukan splenektomi. Splenektomi
dapat menurunkan kebutuhan sel darah merah sampai 30% pada
pasien yang indeks transfusinya (dihitung dari penambahan PRC
yang diberikan selama setahun dibagi berat badan dalam kg
pada pertengahan tahun) melebihi 200 ml/kg/tahun. Karena
adanya risiko infeksi, splenektomi sebaiknya ditunda hingga usia
5 tahun. Sedikitnya 2-3 minggu - sebelum dilakukan splenektomi,
pasien sebaiknya di vaksinasi dengan vaksin pneumococcal dan
Haemophlus influenzae type B dan sehari setelah operasi diberi
penisilin profilaksis. Bila anak alergi, penisilin dapat diganti
dengan eritromisin.
Kelebihan Besi
Kelebihan besi merupakan konsekuensi yang paling penting
dari transfusi pada pasien talasemia.
Terapi Pengikat Besi Dengan Deferoksamin
Absorpsi deferoksamin secara oral buruk. Ekskresi besi
setelah

pemberian

jangka

pendek

deferoksamin

secara

intramuskular, intravena dan subkutan pertama kali dilaporkan


awal tahun 1960. Setelah lebih dari dua dekade, pemberian
jangka

panjang

intramuskular

dilaporkan

menimbulkan

akumulasi besi secara perlahan dan penghambatan fibrosis hati


pada

pasien

yang

mendapat

transfusi,

bila

deferoksamin

diberikan efektif melalui infus 24 jam dan selanjutnya 12 jam.


Bersamaan
deferoksamin

dengan

studi

subkutan

ini

selama

diijinkan
satu

pemberian

malam

infus

menggunakan

pompa portable yang dapat dibawa ke rumah sebagai metode


standar pemberian deferoksamin saat ini.

Talasemia Mayor
Manfaat terapi deferoksamin pada ketahanan hidup pasien
talasemia pertama kali dilaporkan pada tahun 1980. Penelitian
pada 4 pusat studi di Amerika Selatan pada tahun 1990
menunjukkan

efektifitas

penggunaan

deferoksamin

pada

talasemia mayor berhubungan dengan lamanya komplikasi


timbul akibat kelebihan besi, dengan determinan keluaran klinis
besarnya beban besi tubuh. Sembilan puluh persen pasien tidak
mengalami kelainan jantung setelah 15 tahun terapi. Sebagai
perbandingan, pasien dengan besi dalam tubuh sulit terkontrol
memiliki nilai perkiraan bebas kelainan jantung kurang dari 20%.
Pengikat besi yang efektif juga mencegah penurunan toleransi
glukosa dan diabetes melitus.
Laporan mengenai perbaikan kelainan fungsi hati dan
berkurangnya

fibrosis

hati

mendukung

manfaat

pemberian

deferoksamin subkutan yang memberi pengaruh pada hati


pasien talasemia.
Efektifitas

deferoksamin

pada

pencegahan

gangguan

pertumbuhan dan disfungsi gonadal telah dilaporkan secara studi


cross sectional pada dewasa muda dengan talasemia mayor
yang mendapat terapi teratur sejak masa kanak-kanak. Sembilan
puluh persen dari pasien mencapai pubertas normal, sebaliknya
hanya 38% pada kelompok kedua yang mendapat relatif lebih
sedikit

deferoksamiri

pada

awal

umur

sepuluh

tahun.

Peningkatan fertilitas pada pria dan wanita dengan talasemia


mayor telah dilaporkan pada dekade sebelumnya. Studi lain juga
melaporkan insiden yang tinggi dari disfungsi gonadal dan
amenorrhea sekunder pada remaja dengan talasemia mayor.
Pemberian deferoksamin secara intensif pada anak sendiri
berhubungan dengan perbaikan pertumbuhan linier.
Perbaikan keadaan pasien talasemia mayor yang menderita
gangguan fungsi jantung, hati dan tiroid yang dipacu besi selama

terapi deferoksamin yang intensif, telah dipelajari. Pada pasien


dengan penyakit jantung yang diapcu besi pada fase terminal,
transplantasi jantung atau kombinasi transplantasi jantung dan
hati telah terbukti meningkatkan ketahanan hidup pasien dengan
talasemia mayor. Sebaliknya penanganan gangguan pituitary
MUM pernah dilaporkan sebelumnya pada pasien talasemia,
sehingga pencegahan dari komplikasi ini dengan pemberian
deferoksamin yang teratur penting untuk manajemen anak
dengan talasemia.
Oleh

karena

besarnya

beban

besi

tubuh

merupakan

determinan utama untuk outcome klinis, tujuan utama terapi


pengikat besi adalah untuk mengontrol besi tubuh secara optimal. Ini berarti harus diminimalkan baik risiko komplikasi dari
kelebihan besi, maupun efek samping dari deferoksamin yang
akan meningkat bila terjadi penurunan yang besar dari beban
besi tubuh. Dengan demikian, terapi untuk memenuhi kebutuhan
simpanan besi tubuh yang normal (besi hati mencapai 0,2-1,2
mg/g berat kering jaringan hati), meningkatkan kemungkinan
toksisitas deferoksamin dan tidak diharapkan pada pasien
dengan terapi pengikat besi. Tingkat rendah dari beban besi
(sebanding dengan konsentrasi besi hati antara 3,2-7 mg/g berat
kering jaringan hati) dapat berkembang pada individu dengan
heterozigot hemokromatosis herediter, suatu kelainan di mana
absorpsi besi tidak dapat diatur, berhubungan dengan harapan
hidup normal dan tidak ada kejadian kematian yang dipicu besi
yang terjadi. Sebagai perbandingan, kelainan yang homozigot
akan menimbulkan beban besi tubuh lebih besar (besi hati
melebihi 7 mg/g berat kering jaringan hati), meningkatkan risiko
komplikasi kelebihan besi. Akhirnya, pada pasien dengan beban
besi tubuh yang lebih besar (besi hati lebih 15 mg/g berat kering
jaringan hati), risiko terjadinya penyakit jantung dan kematian
dini sangat meningkat. Pertimbangan ini menyarankan tujuan
konservatif

pemberian

terapi

pengikat

besi

pada

pasien

talassemia mayor adalah untuk mempertahankan konsentrasi


simpanan besi had sekitar 3,2-7 mg/g berat kering jaringan hati),
pada batas yang ditemukan pula pada pasien heterozigot
hemokromatosis herediter yang sehat.
Sesuai

keterangan

diatas,

sebagai

tambahan

untuk

menurunkan simpanan besi jaringan, penurunan fraksi besi


plasma

yang

tidak

terikat

transferin

(non-transferin-bound

plasma iron) juga merupakan tujuan terapi pengikat besi pada


talasemia mayor. Penurunan fraksi ini telah ditunjukkan selama
pemberian infus deferoksamin subkutan dan intravena, setelah
konsentrasi sebelum terapi dapat diobservasi.
Manajemen Terapi Pengikat
Beberapa masalah yang perlu diketahui pada terapi pengikat
besi jangka panjang :

Pengukuran beban besi tubuh yang akurat


Waktu yang tepat untuk memulai terapi
Kebutuhan yang diperlukan untuk keseimbangan

antara

efektifitas dan toksisitas Pengukuran beban besi tubuh


Penentuan

konsentrasi

feritin

serum

atau

plasma

merupakan cara yang tersering digunakan untuk estimasi tidak


langsung dari simpanan besi tubuh pada penatalaksanaan pasien
dengan terapi pengikat. Konsentrasi feritin plasma sekitar 4000
mg/l menunjukkan batas atas fisiologis dari kecepatan sintesis
feritin, kadar yang lebih tinggi, disebabkan pelepasan feritin dari
sel yang mengalami kerusakan, tidak menggambarkan simpanan
besi tubuh secara langsung. Implikasi klinisnya, perubahan
konsentrasi feritin serum 4000 mg/I memiliki relevansi klinis yang
terbatas.

Interpetasi

dari

kadar

feritin

dapat

dipengaruhi

berbagai kondisi yang menyebabkan perubahan konsentrasi


beban besi tubuh, termasuk defisiensi askorbat, panas, infeksi
akut, inflamasi kronis, kerusakan hati baik akut maupun krcmis,
hemolisis dan eritropoesis yang tidak efektif, yang kesemuanya

sering terjadi pada pasien talasemia mayor. Hence menyatakan,


konsentrasi feritin serum bukan merupakan determinan yang
tepat bagi beban besi tubuh dan kepercayaan pada hasil
pengukuran dapat menyebabkan manajemen yang keliru pada
pasien. (Tabel L3-1)
Tabel I.3.1. Pengukuran Beban Besi Tubuh Pada Manusia
Pengukuran
Tidak Langsung
Konsentrasi feritin
plasma

Komentar
Banyak digunakan secara luas
serum / Non invasif
Kurang sensitif dan spesifik
Kurang berhubungan dengan
konsentrasi besi hati pada
pasien
Saturasi transferin serum Test
Sensitifitas rendah
deferoksamin 24 jam
Kurang dari separuh pasien
poliklinik
yang
dapat
mengumpulkan secara tepat
Tehnik pencitraan termasuk computed tomography (CT) dan
magnetic resonance imaging (MRI) telah digunakan untuk
evaluasi simpanan besi jaringan baik secara in vitro maupun in
vivo. MRI dapat mengidentifikasikan keberadaan besi jaringan,
dan metode ini juga potensial digunakan untuk mengetahui
simpanan besi ualam jantung. Metode ini juga telah uinyatakan
shahih sebagai pemeriksaan besi jaringan yang secara kuantitatif
setara dengan biopsi jaringan.
Pengukuran konsentrasi besi hati merupakan metode yang
paling kuantitatif, spesifik dan sensitif untuk mengukur beban
besi tubuh pada pasien talasemia mayor. Biopsi hati memberikan
hasil terbaik untuk evaluasi akumulasi besi pada hepatosit dan
set Kupfer, aktifitas inflamasi dan gambaran histologi dari hati.
Prosedur dibawah arahan ultrasonografi ini aman pada anakanak,

tanpa

komplikasi

pada

pasien

<5

tahun

walaupun

dilakukan >1000 seri. Biopsi hati sebaiknya dikerjakan untuk


penatalaksanaan anak dengan talasemia mayor.
Penatalaksanaan Terapi Pengikat (chelating therapy)
Hanya sedikit pedoman yang digunakan menentukan waktu
yang tepat untuk memulai terapi pengikat besi. Pendekatan yang
praktis adalah dengan menentukan konsentrasi serum feritin
setelah pemberian transfusi yang teratur. Berdasarkan nilai
tersebut

ditentukan

kapan

memulai

pemberian

terapi

deferoksamin subkutan malam hari. Sebagaimana penekanan


diatas, percaya pada hasil pengukuran serum feritin saja, dapat
menimbulkan kekurang akuratan mengetahui beban besi tubuh
pada pasien. Penulis merekomendasikan pemeriksaan biopsi hati
dengan

arahan

ultrasonografi,

pada

semua

anak

dengan

talassemia mayor untuk mengetahui konsentrasi besi hati


setelah transfusi teratur selama 1 tahun. Bila kadar besi hati
pada batas yang ideal dengan terapi pengikat besi jangka lama,
maka terapi segera dikerjakan. Bila biopsi hati tidak dapat
dikerjakan pada awal terapi, pengobatan dengan deferoksamin
subkutan tidak boleh melebihi 25-35 mg/kg/24 jam bagi anak,
sebaiknya dimulai 1 tahun setelah transfusi teratur. Dasar dari
rekomendasi ini akan dijelaskan pada bagian berikutnya.
Keseimbangan

Antara

Efektifitas

Dan

Toksisitas

Deferoksamin
Kebanyakan toksisitas yang ditimbulkan oleh deferoksamin
timbul pada anak yang mendapat dosis melebihi 50 mg/kg atau
mendapat dosis yang lebih kecil pada anak dengan beban besi
tubuh

yang

rendah.

Toksisitas

yang

berhubungan

dengan

deferoksamin dan penatalaksanaan digambarkan dalam tabel L32. Efek samping yang penting bagi anak adalah penurunan tinggi
badan baik dalam keadaan duduk maupun berdiri, berhubungan

dengan efek deferoksamin pada kartilago spinal. Perbaikan


pertumbuhan tinier pada pasien dengan kelainan spinal ini tidak
terjadi

walaupun

dilakukan

penurunan

dosis

deferoksamin,

sehingga penting untuk mencegah toksisitis ini.


Kebanyakan toksisitas dari pemberian deferoksamin intensif
dapat dicegah dengan pemeriksaan sederhana. Diantaranya,
pengukuran beban besi tubuh secara langsung dan teratur
dengan tujuan mempertahankan kadar besi hati antara 3-7
mg/kg berat kering jaringan hati. Bila konsentrasi besi hati tidak
dapat diukur secara tcratur, indeks toksisitas yang didefinisikan
sebagai rata-rata dosis harian deferoksamin (dalam mg/kg)
dibagi konsentrasi feritin serum (dalam mg/kg) seharusnya
dihitung pada semua pasien setiap 6 bulan dan tidak boleh
melebihi 0,025. Dosis deferoksamin tidak boleh melebihi dosis 50
mg/kg/hari. Evaluasi teratur terhadap toksisitas deferoksamin
direkomendasikan pada semua pasien yang mendapat terapi
deferoksamin.
Alternatif Terapi Dengan Infus Deferoksamin Subkutan
Kesulitan yang paling sering timbul sehubungan dengan
terapi jangka panjang deferoksamin subkutan adalah kesulitan
pelaksanaan terutama pada remaja. Alternatif yang clapat
diambil untuk mengatasi masalah iritasi jaringan adalah dengan
pemberian obat melalui akses vena yang dapat ditanam
(implant). Cara ini menurunkan nyeri lokal dan iritasi nyeri lokal
dan iritasi infus subkutan dan berhubungan dengan cepatnya
penurunan total besi tubuh. Kebutuhan pemberian deferoksamin
malam hari berubah clengan regimcn ini dan pelaksanaannya
pada pasien tampak membaik.
Pengikat Besi Aktif Secara Oral

Mahal

dan

tidak

nyamannya

pemberian

deferoksamin

mendorong penemuan pengikat besi aktif secara oral. Agen ini


merupakan 1,2 dimethyl -3 hydroxypyriclin -4- ome (deferipron,
Ll), yang dipatenkan tahun 1982 sebagai alternatif deferoksamin
untuk pengobatan kelcbihan besi kronis. Efektifitas jangka
panjang obat ini sudah dievaluasi menggunakan determinan
kuantitatif dari kadar besi pada hati pada dua penelitian. Namun
keduanya memberikan kesimpulan yang masih dini pada tahun
1996. Pemantauan konsentrasi besi hati terapi jangka panjang
dengan deferipron ini dilakukan pada pasien secara acak
menggunakan deferipron dan deferoksamin yang telah diberi
informasi lebih dahulu mengenai efektifitas jangka panjang
deferiprone pada talasemia mayor. Yang pertama, konsentrasi
besi hati yang melebihi ambang batas berhubungan dengan
peningkatan risiko penyakit jantung dan kematian dini pada
pasien sepertiga talassemia mayor. Setelah 2 tahun penelitian,
bulan Mei 1997 menunjukkan rata-rata peningkatan konsentrasi
besi hati mendekati 50%, pada pasien yang diterapi deferiprone,
namun tidak berbeda secara bermakna dengan yang diterapi
menggunakan deferoksamin.
Hasil ini dikonfirmasikan pada penelitian kohort lain barubaru ini, di mana determinan dari besi hati dilakukan setelah 2
sampai 6 tahun terapi, dengan menggaris bawahi bahwa terapi
deferiprone jangka panjang tidak dapat memberi kontrol yang
adekuat pada besi tubuh pada kebanyakan pasien talasemia
mayor. Sehubungan dengan itu, juga telah ditegakkan adanya
komplikasi

yang

agranulositosis

dan

berkait

dengan

neutropenia

lebih

defcriprone
dari

80%.

berupa
Karena

efektifitas yang tidak adekuat dan toksisitas deferiprone, maka


evaluasi keseimbangan antara risiko dan manfaat harus lebih
hati-hati disbanding deferoksamin yang aman dan manjur.

Transpantasi Sumsum Tulang (TST)


Pengobatan talasemia yang berat dengan transplantasi
sumsum tulang allogenik pertama kali dilaporkan lebih dari satu
dekade yang lalu, sebagai alternatif dari pelaksanaan klinis
standar dan saat ini diterima c{alam pengobatan talasemia .
Meskipun penyembuhan pasien talasemia adalah dengan TST,
prosedur yang optimal untuk seleksi pasien, waktu yang tepat
untuk transplantasi dan regimen yang harus dipersiapkan masih
belum ditentukan dengan jelas hingga saat ini.
Percobaan yang paling ekstensif telah dilaporkan oleh
Lucarelli

dkk

di

Italia.

Mereka

mengidentifikasikan

tiga

karateristik yang bermakna dalam menimbulkan risiko komplikasi


setelah transplantasi allogenik pada pasien talasemia :
1. Tingkatan hepatomegali
2. Adanya fibrosis portal pada biopsi hati
3. Efektifitas terapi pengikat sebelum transplantasi
Pada pasien dengan satu dari faktor diatas sebelum
transplantasi, kejadian survival bebas sakitnya lebih buruk
secara bermakna dibanding pasien tanpa faktor diatas. Pada
pasien yang tidak memiliki faktor tersebut sebelum TST alogenik
(didefinisikan sebagai pasien kelas 1), ketahanan tanpa sakit
lebih dari 90%,. Sebaliknya pada pasien dengan semua faktur
diatas (pasien kelas 3) hanya 56%>. Faktor-faktor ini berkaitan
dengan beratnya kelebihan besi pada saat transpantasi.
Keberhasilan transplantasi allogenik pada pasien talasemia,
membebaskan

pasien

dari

transfusi

kronis

namun

tidak

menghilangkan kebutuhan terapi pengikat besi pada semua


kasus. Pengurangan konsentrasi besi hati hanya ditemukan pada
pasien muda dengan beban besi tubuh yang rendah sebelum
transplantasi, kelebihan besi pada parenkim hati bertahan
sampai 6 tahun setelah transplantasi sumsum tulang, pada
kebanyakan pasien yang tidak mendapat terapi deferoksamin

setelah

transplantasi.

Baik

flebotomi

maupun

pemberian

pemberian deferoksamin jangka pendek aman dan efektif untuk


menurunkan besi jaringan pada pasien eks-talasemia dan
dapat dimulai 1 jam setelah transplantasi sumsum tulang jika
konsentrasi besi had > 7 mg/kg berat kering jaringan hati pada
saat itu.
Daftar Pustaka
1. Lanzkowsky P Hemolytic anemia. Dalam Manual of pediatric
hematology and oncology, penyunting Lanzkowsky Chuechill
Livingstone NewYork edisi ke 2. 1995. h. 135150.
2. Olivieri N and Weatherall DJ. Talasemias. Dalam Pediatric
hematology, Penyunting Lilleyman, Hann I, and Blanchette V,
Churchill LivWgstone, London,edisi ke 2, 2000. h. 307-327.
3. Pallister C. The thalassemia syndromes. Dalam Blood Physiology
and pathophysiology, Butterworth Heinemann, 1994. h. 107125.
4. Talasemia International Federation. Guidelines for the clinical
management, 2000.

Anda mungkin juga menyukai