PENDAHULUAN
Tingginya angka kematian
bayi di Indonesia adalah merupakan
salah satu masalah gizi di Indonesia.
salah satu penyebabnya karena
banyaknya bayi yang menderita
status gizi kurang dan buruk.
Menurut Sayogyo tahun 1986, faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan status gizi pada bayi antara
lain disebabkan oleh faktor langsung
maupun
tak
langsung. Faktor
langsung yang mempengaruhi status gizi seseorang adalah tingkat
konsumsi energi, protein serta
adanya infeksi.
Tingkat
konsumsi
energi
protein pada bayi merupakan cerminan dari pola asuh atau pola
pemberian makan yang dilakukan
oleh ibu terhadap bayi (Sayogyo,
1986). Adapun yang mempengaruhi
pola pemberian makan bayi antara
lain
pengetahuan
ibu
dan
pendapatan keluarga (Apriadji,1986).
Menurut Soeparmanto tahun 2006,
pemberian
makan
bayi
yang
dilakukan oleh ibu di masyarakat
dilakukan dengan pemberian Air
Susu Ibu (ASI) eksklusif atau non
eksklusif .
Menurut
Unicef
(United
Nation Children Education Food),
WHO(World Healt Organization),
IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia)
pada tahun 2005 pemberian ASI
Eksklusif adalah pemberian ASI (Air
Susu Ibu) pada bayi berumur nol
sampai enam bulan tanpa pemberian
makanan tambahan lain. Menurut
Depkes tahun 1997 dengan adanya
pemberian makanan lain selain ASI
akan mengganggu produksi ASI dan
mengurangi kemampuan bayi untuk
menghisap ASI.
Menurut Biro Pusat Statistik
(BPS) dalam SDKI 1997-2002
(survey Demografi Kesehatan Indonesia pemberian ASI eksklusif di
Indonesia belum dilaksanakan sepenuhnya. Cakupan ASI eksklusif
6 bulan pada tahun 1997 sampai
tahun 2002 mengalami penurunan
yaitu pada tahun 1997 cakupan
3
gizi
buruk
sebanyak
1,5%.
Sedangkan
di
wilayah
kerja
Puskesmas Junrejo Kota Batu yang
berstatus gizi baik berjumlah 85,1%,
status gizi kurang 11,0%, dan status
gizi buruk berjumlah 1,7%. Menurut
Menkes
nomor
920/Menkes/SK/
VII/2002 di wilayah kerja Puskemas
Junrejo Kota Batu terdapat masalah
kesehatan
dimana
balita
yang
mengalami
status
gizi
buruk
sebanyak 1,7%.
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui perbedaan status gizi
pada bayi yang diberi ASI eksklusif
dan non eksklusif di wilayah kerja
Puskesmas Junrejo Kota Batu.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian
ini
merupakan
penelitian
analitik
observasional
dengan pendekatan cross sectiona
Populasi dalam penelitian ini adalah
semua bayi yang ada dan terdaftar di
Puskesmas Junrejo Kota Batu.
Sampel pada penelitian ini adalah
bayi yang ada dan terdapat di wilayah
kerja Puskesmas Junrejo Kota Batu
yang memenuhi kriteria inklusi.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini
adalah: bayi berumur antara 6 bulan
sampai 6 bulan lebih dari 7 hari,
mempunyai riwayat kelahiran normal,
bayi yang sehat, berada di daerah
penelitian minimal 1 bulan, bayi yang
tidak menerima suplemen, dan ibu
bayi bersedia untuk diteliti dan tidak
mengalami
drop
out
selama
penelitian. Lokasi penelitian ini
dilakukan
di
Wilayah
Kerja.
Puskesmas Junrejo Kota Batu.
Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Agustus 2006 sampai Desember 2006.
HASIL PENELITIAN
Wilayah kerja Puskesmas
Junrejo adalah merupakan suatu
wilayah yang berada di Kecamatan
Junrejo Kota Batu. Wilayah kerja
Puskesmas Junrejo ini meliputi 3
desa yaitu Desa Junrejo, Desa
Dadaprejo dan Desa Tlekung yang
sebelumnya termasuk wilayah kerja
Puskesmas Beji tetapi pada bulan
Mei 2005
ketiga desa tersebut
menjadi wilayah kerja Puskesmas
Junrejo. Semua desa di wilayah kerja
Puskesmas Junrejo dapat dijangkau
dengan kendaraan roda 2 dan roda
4. Secara geografis Puskesmas
Junrejo adalah daerah dataran tinggi
yang sebelah utara berbatasan
dengan Kecamatan Batu, Desa Beji,
Desa
Pendem,
dan
Desa
Karangploso, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Batu,
sebelah timur berbatasan dengan
Kecamatan Dau dan sebelah selatan
berbatasan dengan kecamatan Dau
dan Kecamatan Sengkaling
Menurut profil Puskesmas
Junrejo
tahun
2005
dengan
pengambilan data mulai bulan Mei
2005 sampai Desember 2005 jumlah
penduduk wilayah kerja Puskesmas
Junrejo adalah 15.845 orang yang
terdiri dari laki-laki 7.825 orang,
perempuan 8020 orang dengan
jumlah kepala keluarga 3.748 KK
(Kepala Keluarga), dan jumlah
keluarga miskin sebanyak 3.161 KK.
Sedangkan jumlah bayi kurang dari 1
tahun berjumlah 319 bayi dengan
jumlah kelahiran bayi hidup sejumlah
151 anak.
Di wilayah kerja Puskes-mas
Junrejo terdapat satu puskesmas
induk yang terletak di Desa
Dadaprejo, dan 2 buah pondok
bersalin desa (polindes) yang terletak
di Junrejo dan Desa Tlekung.
Posyandu yang ada di wilayah kerja
Puskesmas Junrejo sebanyak 19
posyandu dengan jumlah kader
kesehatan 120 orang.
Dari hasil penelitian memperlihatkan
tingkat pengetahuan
ibu bayi yang diberi ASI eksklusif
berkatagori baik sebanyak 26,7%,
dan
katagori
kurang
33,3%
sedangkan untuk pengetahuan ibu
pada bayi non eksklusif berkatagori
baik sebanyak 13,3% dan katagori
kurang sebanyak 66,7%.%. Tingkat
pengetahuan ibu pada bayi setelah
pemberian ASI eksklusif dan bayi
setelah pemberian ASI non eksklusif
dapat dilihat pada tabel 1.
No
1.
2.
3.
Tingkat
Pengetahuan
Ibu
Baik
Cukup
Kurang
Total
yaitu
66,7%
untuk
tingkat
pendapatan tinggi, dan 33,3% untuk
tingkat pendapatan rendah.
No
1.
2.
Tingkat
Pendapatan
Keluarga
Tinggi
Rendah
Total
No
1.
2.
3.
Tingkat
Pendidikan
Tinggi
Sedang
Rendah
Total
ASI Ekslusif
Ibu
Ayah
n
%
n
%
10
66,7
8
53,4
2
13,3
5
33,3
3
20,0
2
13,3
15 100,0 15 100,0
No
Pola Asuh
1. Pengasuhan yang ditentukan sendiri
oleh ibu bayi
2. a. Ada yang membantu mengasuh
bayi
b. Tidak ada yang membantu mengasuh bayi
3. a. Nenek yang membantu mengasuh bayi
b. Bibi yang membantu mengasuh
c. Bude yang membantu mengasuh
bayi
4. a. Imunisasi yang didapatkan lengkap
b. Imunisasi yang didapatkan tidak
lengkap
5. a. Rurtin menimbangan berat badan
bayi setiap
bulan
b. Tidak rutin menimbang berat badan bayi setiap bulan
6. a. Pernah mendapat konseling kesehatan
b. Tidak pernah mendapat konseling
7. Pernah mendapatkan pengobatan
dari pelayanan kesehatan
8. a. Bayi yang pernah mendapat kolostrom
b. Bayi yang tidak pernah mendapat
kolostrom
a. Diberikan ASI secara Eksklusif
9. b. Diberuikan ASI secara tidak eksklusif
10. a. Nenek yang memberikan makan
bayi
b. Ibu yang memberikan makan bayi
Ibu
pada
bayi
yang
memberikan ASI secara eksklusif
semuanya tidak bekerja (0%),
sedangkan ibu yang memberikan ASI
non eksklusif ada yang bekerja
(13,3%). Semua ayah bayi yang
Pemberian
ASI
Ekslusif
n
%
15 100,0
Pemberian
ASI Non
Ekslusif
n
%
15 100,0
40,0
12
80,0
60,0
20,0
66,6
10
83,4
1
1
16,7
16,7
1
1
8,3
8,3
14
93,3
14
93,3
6,7
6,7
15
100,0
14
93,3
0,0
6,7
15
100,0
13
86,7
15
100,0
2
15
13,3
100,0
15
100,0
12
80,0
20,0
15
100,0
13,3
13
86,7
15
100,0
No
Status
Bekerja
1.
2.
Bekerja
Tidak bekerja
Total
ASI Ekslusif
Ibu
Ayah
n
%
n
%
0
0,0
15 100,0
15 100,0
0
0,0
15 100,0 15 100,0
Sedangkan rata-rata
konsumsi
protein sehari pada bayi yang diberi
ASI eksklusif sebanyak 11,07 gr
perhari dan non eksklusif 13,09 gr
perhari. Distribusi rata-rata volume
ASI, konsumsi energi, dan protein
sehari berdasarkan pemberian ASI
dapat dilihat pada tabel 6.
No
1.
2.
Status
Pemberian
ASI
Eksklusif
Non Eksklusif
Rata-rata
Volume ASI
Sehari (ml)
898,7
622,6
Tingkat
konsumsi
energi
dalam katagori normal pada bayi
yang diberi ASI eksklusif sebanyak
40% sedangkan bayi yang diberi
Rata-rata
Konsumsi
Energi Sehari
(Kal)
614,2
617,0
No
1.
2.
3.
4.
5.
Tingkat Konsumsi
Energi
Lebih
Normal
Defisit Tingkat Ringan
Defisit Tingkat Sedang
Defisit Tingkat Berat
Total
Rata-rata
konsumsi
Protein Sehari
(gr)
11,07
13,09
%
0,0
40,0
26,7
20,0
13,3
100,0
%
0,0
26,7
26,7
33,3
13,3
100,0
No
1.
2.
3.
4.
5.
Tingkat Konsumsi
Protein
Lebih
Normal
Defisit Tingkat Ringan
Defisit Tingkat Sedang
Defisit Tingkat Berat
Rata-rata
sumbangan
energi dari ASI terhadap total
konsumsi energi sehari pada bayi
yang diberi ASI eksklusif sebanyak
98,0% sedangkan pada bayi non.
No
1.
2.
Eksklusif
Non Eksklusif
% Total
Konsumsi
98,0
66,0
602,1
417,1
No
Status Gizi
1.
2.
3.
ASI Ekslusif
n
%
0
15
0
15
0,0
100,0
0,0
100,0
6,7
86,6
6,7
100,0
9
Pola asuh yang diterapkan
oleh nenek, seperti kebiasaan dan
cara-cara yang dipakai olehnya,
sehingga
menjadi
perbedaan
pendapat
dengan
ibu
bayi
(http//www.google. com mama.oh
mama. htm). Menurut Hananto Wiryo
tahun 2006, pola asuh yang
bertentangan
dengan
norma
kesehatan lebih diakibatkan oleh
budaya yang telah berakar selama
berabad-abad.
Hal ini sesuai
dengan
pendapat
menurut
Notoatmodjo 1985 bahwa cara
pemberian ASI adalah merupakan
perilaku yang seseorang yang salah
satunya dipengaruhi oleh pengetahuan, dalam hal ini pengetahuan
ibu bayi. Karena pengetahuan
rendah maka ibu menerima ilmu dari
nenek bayi. Pola asuh ada yang
diterapkan oleh nenek (http//www.
google.com. mama oh mama htm),
seperti kebiasaan dan cara-cara
yang dipakai olehnya, sehingga
menjadi
perbedaan
pendapat
dengan ibu bayi.
Pendidikan ibu dan ayah pada
bayi
yang
mendapat
ASI
eksklusif
lebih
tinggi
apabila
dibandingkan dengan bayi yang
mendapat ASI secara non eksklusif
Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan di Eropa dan Amerika
tentang pendidikan ibu terhadap
pemberian ASI (Helsing and King
dalam Febriana 2000), dimana
penelitian ini memperlihatkan hasil
yang sama dengan yang didapatkan
di negara dunia ketiga, yaitu ibu yang
terpelajar biasanya mendapatkan
keuntungan fisiologis dan psikologis
dari menyusui karena mereka lebih
banyak membaca literatur baru
mengenai hal ini sehingga mereka
lebih termotivasi untuk menyusui.
Selain itu, ibu yang terpelajar
memiliki fasilitas yang lebih baik dan
posisi yang lebih memungkinkan
mereka
untuk
menyusui
dibandingkan dengan ibu yang
kurang terpelajar
Status bekerja ibu pada bayi
yang diberi ASI eksklusif lebih
rendah apabila dibandingkan dengan
10
11
eksklusif. Hal ini disebabkan karena
rata-rata
konsumsi energi pada bayi
p
yang mendapat ASI eksklusif dan
ASI non eksklusif mempunyai
perbedaan tidak bermakna. Namun
demikian ASI eksklusif tidak hanya
untuk status gizi, tetapi menghindari
obesitas di masa yang akan datang
karena obesitas akan menyebabkan
penyakit diabetes melitus, hipertensi,
jantung
dan
penyakit
degeneratif lainnya. Disamping itu
bayi yang yang mendapat ASI
eksklusif
lebih
baik
pertumbuhannya,
memiliki
kecerdasan
tinggi dan daya tahan tubuh yang
lebih baik, meskipun kenaikan berat
badan stabil. Rata-rata asupan
protein sehari pada bayi yang diberi
ASI non eksklusif lebih tinggi daipada
eksklusif. Berarti pada bayi non
eksklusif sumbangan energi dari
protein lebih tinggi daripada bayi
eksklusif. Asupan protein yang
melebihi kebutuhan sisanya akan
dibuang melalui ginjal. Keadaan
seperti ini akan memperberat kerja
ginjal. Belum lagi pada bayi yang
mendapat susu formula terlalu pekat
yang akan membuat bayi haus
sehingga akan memicu bayi minum
susu lebih banyak. Keadaan ini akan
memicu penam-bahan protein yang
lebih tinggi.
Dari tabel 7 dapat dilihat
bahwa bayi yang diberi ASI eksklusif
tingkat konsumsi energi dalam
katagori
normal
lebih
banyak
dibandingkan dengan non eksklusf
(26,7%). Demikian juga untuk tingkat
konsumsi protein bayi yang diberi
ASI ekslusif tidak ada yang
mempunyai tingkat konsumsi protein
lebih, tetapi pada non eksklusif
terdapat tingkat konsumsi protein
lebih. Hal ini menunjukkan bahwa
kandungan zat gizi ASI sesuai
dengan kebutuhan pertumbuhan
bayi, sumbangan energi dari bayi
non eksklusif sebagian besar berasal
dari protein. Pada bayi yang diberi
ASI eksklusif menunjukkan semua
bayi status gizinya berada pada
status gizi normal, walaupun tingkat
konsumsi energi ada yang berada
12
Notoatmojo,
Soekidjo,
1985.
Pengantar
Ilmu
Perilaku
Kesehatan. BKM. FKM. UI.
Depok
Soehardjo.
1990.
Penilaian
Keadaan
Gizi
Masyarakat. Bogor. Dirjen
Pendidikan Tinggi Pusat Antar
Universitas dan Gizi IPB.]
Malang,
Telah disetujui Pembimbing I
drg. Setyohadi MS
NIP 131 478 918