Anda di halaman 1dari 12

1

PERBEDAAN STATUS GIZI PADA BAYI YANG DIBERI


ASI EKSKLUSIF DAN NON EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
JUNREJO KOTA BATU

Setyohadi *, I Dewa Nyoman Supariasa**, Elis Sri Utami***


Abstrak
Tingginya angka kematian bayi merupakan salah satu masalah gizi di
Indonesia, yang salah satu penyebabnya adalah status gizi kurang dan buruk
Perbedaan pemberian ASI eksklusif dan non eksklusif mempengaruhi status gizi
bayi. Dari data Standart Pelayanan Minimal Kota Batu cakupan ASI eksklusif di
wilayah kerja Puskesmas Junrejo Kota Batu lebih rendah daripada wilayah Kota
batu lainnya dan terdapat masalah kesehatan pada status gizi balitanya.
Penelitian ini bertujuan mengetahui perbedaan status gizi pada bayi yang diberi
ASI eksklusif dan non ekslusif di wilayah kerja Puskesmas Junrejo Kota Batu.
Studi analitik observasional dengan design cross sectional, terhadap bayi yang
menerima ASI eksklusif dan non eksklusif. Variabel yang diukur adalah status
gizi, pemberian ASI ekslusif dan non eksklusif. Hasil penelitian menunjukkan
tidak ada perbedaan (t test independent, p>0,05) status gizi pada bayi yang
diberi ASI ekslusif dan non eksklusif dan tidak ada perbedaan dalam rata-rata
konsumsi energi sehari. Namun demikian ada perbedaan rata-rata volume
pemberian ASI sehari, rata-rata konsumsi protein sehari, sumbangan zat gizi
energi, protein dari ASI terhadap total konsumsi energi, protein sehari. Pada
kelompok bayi dengan ASI eksklusif lebih tinggi dalam hal tingkat pengetahuan
ibu tentang ASI eksklusif, manfaat ASI, dan kolostrom; tingkat pendidikan ibu dan
ayah. Sebagian besar pola asuh pada kedua kelompok bayi dilakukan oleh ibu
dan dibantu oleh nenek.
Kata kunci: Status gizi, ASI eksklusif, ASI non eksklusif
Abstract
High mortality among baby is one of problem in Indonesia, for which under
and severe nutrition are major cause. Nutrition status are related to whether baby
are exclucively brestfed or not. Baby living in Junrejo Health Care Centre is
known to have low rate of exclusively bresfed as compared to those who live in
other Healt Care Centre in Batu. This is also true for case of nutritional status.
This study was aimed to study the nutritional status of baby who are bresfed
exclusively and not exclusively. The study was observational analytical using
cross sectional design. The variables measured is the study were nutritional
status, and brestfeeding practice. Result showed that nutritional status and
energy intake perday of baby who were brestfed exclusively and not exclusively
were not different (independent t-test, p>0,05). Meanwhile, daily brest milk
volume and protein intake between the two groups were statistically different.
This was also the case for energy and protein contribution parents education and
mother knowledge on exclusive brest feeding of the exclusive group were
relatively higher than counterpart. Grandmother indicated to have strong
influence in looking after the babies in both groups.
Key words: Nutritional status, exclusive breast feeding, non exclusive breast
feeding
* Laboratorium Biomolekuler FKUB
** Poltekes Gizi Malang
*** Mahasiswa Program Studi Ilmu Gizi Kesehatan

PENDAHULUAN
Tingginya angka kematian
bayi di Indonesia adalah merupakan
salah satu masalah gizi di Indonesia.
salah satu penyebabnya karena
banyaknya bayi yang menderita
status gizi kurang dan buruk.
Menurut Sayogyo tahun 1986, faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan status gizi pada bayi antara
lain disebabkan oleh faktor langsung
maupun
tak
langsung. Faktor
langsung yang mempengaruhi status gizi seseorang adalah tingkat
konsumsi energi, protein serta
adanya infeksi.
Tingkat
konsumsi
energi
protein pada bayi merupakan cerminan dari pola asuh atau pola
pemberian makan yang dilakukan
oleh ibu terhadap bayi (Sayogyo,
1986). Adapun yang mempengaruhi
pola pemberian makan bayi antara
lain
pengetahuan
ibu
dan
pendapatan keluarga (Apriadji,1986).
Menurut Soeparmanto tahun 2006,
pemberian
makan
bayi
yang
dilakukan oleh ibu di masyarakat
dilakukan dengan pemberian Air
Susu Ibu (ASI) eksklusif atau non
eksklusif .
Menurut
Unicef
(United
Nation Children Education Food),
WHO(World Healt Organization),
IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia)
pada tahun 2005 pemberian ASI
Eksklusif adalah pemberian ASI (Air
Susu Ibu) pada bayi berumur nol
sampai enam bulan tanpa pemberian
makanan tambahan lain. Menurut
Depkes tahun 1997 dengan adanya
pemberian makanan lain selain ASI
akan mengganggu produksi ASI dan
mengurangi kemampuan bayi untuk
menghisap ASI.
Menurut Biro Pusat Statistik
(BPS) dalam SDKI 1997-2002
(survey Demografi Kesehatan Indonesia pemberian ASI eksklusif di
Indonesia belum dilaksanakan sepenuhnya. Cakupan ASI eksklusif
6 bulan pada tahun 1997 sampai
tahun 2002 mengalami penurunan
yaitu pada tahun 1997 cakupan

meningkat lebih dari tiga kali lipat


selama 5 tahun, yaitu pada tahun
1997 sebesar 10,8% meningkat
menjadi 32,5% pada tahun 2002.
Menurut Depkes RI tahun 2004,
pada tahun 2003 di Indonesia
terdapat sekitar 6,7 juta
balita
(27,3%) menderita gizi kurang dan
1,5 juta diantaranya menderita gizi
buruk. Apabila dikaitkan dengan
pemberian ASI eksklusif saat ini,
praktek menyusui di Indonesia cukup
memprihatinkan.
Hasil penelitian terdahulu
menyebutkan bahwa rendahnya
pemberian ASI eksklusif merupakan
pemicu rendahnya status gizi bayi
dan balita (Biro Pusat Statistik,
1997).
Menurut Surat Keputusan
Menteri Kesehatan nomor 920/
Menkes/SK/VII/ 2002 tanggal 1
Agustus 2002 tentang pertimbangan
dalam menetapkan batas ambang
(cut off point) status gizi di
masyarakat
menyatakan
bahwa
suatu masyarakat disebut tidak
mempunyai
masalah
kesehatan
masyarakat apabila jumlah balita di
daerah tersebut 95% berstatus gizi
baik, atau apabila hanya ada 2%
balita berada pada status gizi kurang,
atau apabila jumlah balita hanya ada
0,5% berada pada status gizi buruk.
Berdasarkan data Standart Pelayanan
Minimal
(SPM)
Dinas
Kesehatan Kota Batu tahun 2005
bayi yang mendapatkan ASI eksklusif
di kota Batu sebanyak 41 %,
sedangkan di wilayah kerja Puskesmas Junrejo sebesar 20 %.
Penelitian ini dilakukan di
Wilayah Kerja Puskesmas Junrejo
Kota Batu dengan alasan pemilihan
tempat
karena
berdasarkan
observasi cakupan ASI eksklusif di
Wilayah Kerja Puskesmas Junrejo
Kota Batu lebih rendah apabila
dibandingkan dengan cakupan ASI
eksklusif di wilayah Kota Batu,
sedangkan status gizi balita apabila
mengacu pada SK, yaitu status gizi
baik di Kota Batu sebanyak 86,8%,
status gizi kurang 9,6%, dan status

3
gizi
buruk
sebanyak
1,5%.
Sedangkan
di
wilayah
kerja
Puskesmas Junrejo Kota Batu yang
berstatus gizi baik berjumlah 85,1%,
status gizi kurang 11,0%, dan status
gizi buruk berjumlah 1,7%. Menurut
Menkes
nomor
920/Menkes/SK/
VII/2002 di wilayah kerja Puskemas
Junrejo Kota Batu terdapat masalah
kesehatan
dimana
balita
yang
mengalami
status
gizi
buruk
sebanyak 1,7%.
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui perbedaan status gizi
pada bayi yang diberi ASI eksklusif
dan non eksklusif di wilayah kerja
Puskesmas Junrejo Kota Batu.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian
ini
merupakan
penelitian
analitik
observasional
dengan pendekatan cross sectiona
Populasi dalam penelitian ini adalah
semua bayi yang ada dan terdaftar di
Puskesmas Junrejo Kota Batu.
Sampel pada penelitian ini adalah
bayi yang ada dan terdapat di wilayah
kerja Puskesmas Junrejo Kota Batu
yang memenuhi kriteria inklusi.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini
adalah: bayi berumur antara 6 bulan
sampai 6 bulan lebih dari 7 hari,
mempunyai riwayat kelahiran normal,
bayi yang sehat, berada di daerah
penelitian minimal 1 bulan, bayi yang
tidak menerima suplemen, dan ibu
bayi bersedia untuk diteliti dan tidak
mengalami
drop
out
selama
penelitian. Lokasi penelitian ini
dilakukan
di
Wilayah
Kerja.
Puskesmas Junrejo Kota Batu.
Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Agustus 2006 sampai Desember 2006.
HASIL PENELITIAN
Wilayah kerja Puskesmas
Junrejo adalah merupakan suatu
wilayah yang berada di Kecamatan
Junrejo Kota Batu. Wilayah kerja
Puskesmas Junrejo ini meliputi 3
desa yaitu Desa Junrejo, Desa
Dadaprejo dan Desa Tlekung yang
sebelumnya termasuk wilayah kerja
Puskesmas Beji tetapi pada bulan

Mei 2005
ketiga desa tersebut
menjadi wilayah kerja Puskesmas
Junrejo. Semua desa di wilayah kerja
Puskesmas Junrejo dapat dijangkau
dengan kendaraan roda 2 dan roda
4. Secara geografis Puskesmas
Junrejo adalah daerah dataran tinggi
yang sebelah utara berbatasan
dengan Kecamatan Batu, Desa Beji,
Desa
Pendem,
dan
Desa
Karangploso, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Batu,
sebelah timur berbatasan dengan
Kecamatan Dau dan sebelah selatan
berbatasan dengan kecamatan Dau
dan Kecamatan Sengkaling
Menurut profil Puskesmas
Junrejo
tahun
2005
dengan
pengambilan data mulai bulan Mei
2005 sampai Desember 2005 jumlah
penduduk wilayah kerja Puskesmas
Junrejo adalah 15.845 orang yang
terdiri dari laki-laki 7.825 orang,
perempuan 8020 orang dengan
jumlah kepala keluarga 3.748 KK
(Kepala Keluarga), dan jumlah
keluarga miskin sebanyak 3.161 KK.
Sedangkan jumlah bayi kurang dari 1
tahun berjumlah 319 bayi dengan
jumlah kelahiran bayi hidup sejumlah
151 anak.
Di wilayah kerja Puskes-mas
Junrejo terdapat satu puskesmas
induk yang terletak di Desa
Dadaprejo, dan 2 buah pondok
bersalin desa (polindes) yang terletak
di Junrejo dan Desa Tlekung.
Posyandu yang ada di wilayah kerja
Puskesmas Junrejo sebanyak 19
posyandu dengan jumlah kader
kesehatan 120 orang.
Dari hasil penelitian memperlihatkan
tingkat pengetahuan
ibu bayi yang diberi ASI eksklusif
berkatagori baik sebanyak 26,7%,
dan
katagori
kurang
33,3%
sedangkan untuk pengetahuan ibu
pada bayi non eksklusif berkatagori
baik sebanyak 13,3% dan katagori
kurang sebanyak 66,7%.%. Tingkat
pengetahuan ibu pada bayi setelah
pemberian ASI eksklusif dan bayi
setelah pemberian ASI non eksklusif
dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Distribusi status pemberian ASI menurut tingkat pengetahuan


ibu

No
1.
2.
3.

Tingkat
Pengetahuan
Ibu
Baik
Cukup
Kurang
Total

Status Pemberian ASI


ASI Ekslusif
ASI Non Ekslusif
n
%
n
%
4
26,7
2
13,3
6
40,0
3
20,0
5
33,3
10
66,7
15
100,0
15
100,0

Tingkat pendapatan keluarga


pada bayi yang diberi ASI eksklusif
dan non eksklusif adalah sama

yaitu
66,7%
untuk
tingkat
pendapatan tinggi, dan 33,3% untuk
tingkat pendapatan rendah.

Tabel 2. Distribusi status pemberian ASI menurut tingkat pendapatan


keluarga

No
1.
2.

Tingkat
Pendapatan
Keluarga
Tinggi
Rendah
Total

Status Pemberian ASI


ASI Ekslusif
ASI Non Ekslusif
n
%
n
%
10
66,7
10
66,7
5
33,3
5
33,3
15
100,0
15
100,0

Tingkat pendidikan ibu 66,7%


dan ayah 66,7% dengan katagori
pendidikan tinggi, ibu 20% dan ayah
13,3% dengan katagori rendah pada
bayi yang diberi ASI eksklusif.
Sedangkan tingkat pendidikan ibu
20% dan ayah 26,7% dengan

katagori pendidikan tinggi, ibu 40%


dan ayah 40 % dengan katagori
pendidikan rendah pada bayi yang
diberi ASI non esklusif Distribusi ibu
dan ayah responden menurut tingkat
pendidikan dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Distribusi ibu dan ayah sampel menurut tingkat pendidikan

No
1.
2.
3.

Tingkat
Pendidikan
Tinggi
Sedang
Rendah
Total

ASI Ekslusif
Ibu
Ayah
n
%
n
%
10
66,7
8
53,4
2
13,3
5
33,3
3
20,0
2
13,3
15 100,0 15 100,0

Berdasarkan hasil wawancara


dengan ibu bayi, pola asuh yang
diberikan adalah sebagai berikut:
pada bayi yang mendapat ASI
ekslusif dan non eksklusif pola
pengasuhanya ditentukan sendiri
oleh ibu, dalam pengasuhan seharihari yang membantu mengasuh

ASI Non Ekslusif


Ibu
Ayah
n
%
n
%
3
20,0
4
26,7
6
40,0
5
33,3
6
40,0
6
40,0
15
100,0
15 100,0

sebagian besar nenek. Imunisasi


lengkap yang didapatkan pada bayi
yang mendapat ASI eksklusif dan
non eksklusif dalam jumlah sama.
Untuk penimbangan pada bayi yang
diberi ASI eksklusif ditimbang secara
rutin setiap bulannya yaitu 100%,
sedangkan yang non eksklusif

ditimbang secara rutin setiap bulannya


sebanyak 93,3%. Distribusi pola asuh

bayi menurut pemberian ASI dapat


dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Distribusi pola asuh bayi menurut pemberian ASI

No
Pola Asuh
1. Pengasuhan yang ditentukan sendiri
oleh ibu bayi
2. a. Ada yang membantu mengasuh
bayi
b. Tidak ada yang membantu mengasuh bayi
3. a. Nenek yang membantu mengasuh bayi
b. Bibi yang membantu mengasuh
c. Bude yang membantu mengasuh
bayi
4. a. Imunisasi yang didapatkan lengkap
b. Imunisasi yang didapatkan tidak
lengkap
5. a. Rurtin menimbangan berat badan
bayi setiap
bulan
b. Tidak rutin menimbang berat badan bayi setiap bulan
6. a. Pernah mendapat konseling kesehatan
b. Tidak pernah mendapat konseling
7. Pernah mendapatkan pengobatan
dari pelayanan kesehatan
8. a. Bayi yang pernah mendapat kolostrom
b. Bayi yang tidak pernah mendapat
kolostrom
a. Diberikan ASI secara Eksklusif
9. b. Diberuikan ASI secara tidak eksklusif
10. a. Nenek yang memberikan makan
bayi
b. Ibu yang memberikan makan bayi
Ibu
pada
bayi
yang
memberikan ASI secara eksklusif
semuanya tidak bekerja (0%),
sedangkan ibu yang memberikan ASI
non eksklusif ada yang bekerja
(13,3%). Semua ayah bayi yang

Pemberian
ASI
Ekslusif
n
%
15 100,0

Pemberian
ASI Non
Ekslusif
n
%
15 100,0

40,0

12

80,0

60,0

20,0

66,6

10

83,4

1
1

16,7
16,7

1
1

8,3
8,3

14

93,3

14

93,3

6,7

6,7

15

100,0

14

93,3

0,0

6,7

15

100,0

13

86,7

15

100,0

2
15

13,3
100,0

15

100,0

12

80,0

20,0

15

100,0

13,3

13

86,7

15

100,0

diberi ASI eksklusif adalah bekerja


(100%), sedangkan ayah bayi yang
non eksklusif ada yang tidak
bekerja(6,7%).
Distribusi ibu dan
ayah sampel menurut status bekerja
dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Distribusi ibu dan ayah sampel berdasarkan status bekerja.

No

Status
Bekerja

1.
2.

Bekerja
Tidak bekerja
Total

ASI Ekslusif
Ibu
Ayah
n
%
n
%
0
0,0
15 100,0
15 100,0
0
0,0
15 100,0 15 100,0

Rata-rata volume pemberian


ASI sehari pada bayi yang diberi ASI
eksklusif sebanyak 898,7 ml perhari,
non eksklusif sebanyak 622,6 ml
perhari. Untuk rata-rata konsumsi
energi sehari pada bayi yang diberi
ASI eksklusif sebanyak 614,2 dan
non eksklusif sebanyak 617,0 kal.

ASI Non Ekslusif


Ibu
Ayah
n
%
n
%
2
13,3
14
93,3
13
86,7
1
6,7
15 100,0 15 100,0

Sedangkan rata-rata
konsumsi
protein sehari pada bayi yang diberi
ASI eksklusif sebanyak 11,07 gr
perhari dan non eksklusif 13,09 gr
perhari. Distribusi rata-rata volume
ASI, konsumsi energi, dan protein
sehari berdasarkan pemberian ASI
dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Distribusi rata-rata volume ASI, konsumsi energi dan protein


sehari berdasarkan Status pemberian ASI.

No

1.
2.

Status
Pemberian
ASI
Eksklusif
Non Eksklusif

Rata-rata
Volume ASI
Sehari (ml)
898,7
622,6

Tingkat
konsumsi
energi
dalam katagori normal pada bayi
yang diberi ASI eksklusif sebanyak
40% sedangkan bayi yang diberi

Rata-rata
Konsumsi
Energi Sehari
(Kal)
614,2
617,0

ASI non eksklusif sebanyak 26,7%.


Distribusi sampel menurut tingkat
konsumsi energi dapat dilihat pada
tabel 7.

Tabel 7. Distribusi status pemberian ASI


energi.

No

1.
2.
3.
4.
5.

Tingkat Konsumsi
Energi
Lebih
Normal
Defisit Tingkat Ringan
Defisit Tingkat Sedang
Defisit Tingkat Berat
Total

Tingkat konsumsi protein


dalam katagori normal pada bayi
yang diberi ASI eksklusif sebanyak

Rata-rata
konsumsi
Protein Sehari
(gr)
11,07
13,09

menurut tingkat konsumsi

Status Pemberian ASI


ASI Ekslusif
n
0
6
4
3
2
15

%
0,0
40,0
26,7
20,0
13,3
100,0

ASI Non Ekslusif


n
0
4
4
5
2
15

%
0,0
26,7
26,7
33,3
13,3
100,0

33,3% sedangkan bayi yang diberi


ASI non eksklusif sebanyak 60,0%.
Sedangkan tingkat
konsumsi

protein pada bayi diberi ASI non


esklusif 6,7% termasuk katagori
lebih. Distribusi sampel menurut

tingkat konsumsi protein dapat dilihat


pada tabel 8.

Tabel 8. Distribusi status Pemberian ASI menurut tingkat konsumsi


protein.

No

1.
2.
3.
4.
5.

Tingkat Konsumsi
Protein
Lebih
Normal
Defisit Tingkat Ringan
Defisit Tingkat Sedang
Defisit Tingkat Berat

Status Pemberian ASI


ASI Ekslusif
n
%
0
0,0
5
33,3
5
33,3
3
20,0
2
13,4
15
100,0

Rata-rata
sumbangan
energi dari ASI terhadap total
konsumsi energi sehari pada bayi
yang diberi ASI eksklusif sebanyak
98,0% sedangkan pada bayi non.

ASI Non Ekslusif


n
%
1
6,7
9
60,0
4
26,7
1
6,6
0
0,0
15
100,0

eksklusif sebanyak 66,0%. Rata-rata


Sumbangan
energi dari ASI
terhadap total konsumsi energi
sehari dapat dilihat pada tabel 9

Tabel 9. Distribusi rata-rata sumbangan energi sehari dari ASI terhadap


total konsumsi energi sehari menurut pemberian ASI.

No

Status Pemberian ASI

Rata-rata Sumbangan Energi Sehari


Energi dari ASI (kal)

1.
2.

Eksklusif
Non Eksklusif

% Total
Konsumsi
98,0
66,0

602,1
417,1

Status gizi pada semua bayi


(100%) yang diberi ASI eksklusif
mempunyai
status
gizi
baik,
sedangkan
bayi
non
eksklusif
mempunyai status gizi lebih sebanyak

6,7%, dan status gizi baik 86,6% dan


status gizi kurang sebanyak 6,7%.
Distribusi status pemberian ASI
menurut status gizi dapat dilihat pada
tabel 10.

Tabel 10. Distribusi status pemberian ASI menurut status gizi.

No

Status Gizi

1.
2.
3.

Status Gizi Lebih


Status Gizi Baik
Status Gizi Kurang
Total

ASI Ekslusif
n
%
0
15
0
15

0,0
100,0
0,0
100,0

ASI Non Ekslusif


n
%
1
13
1
15

6,7
86,6
6,7
100,0

Rata-rata volume ASI sehari


yang diberikan pada bayi dengan ASI
eksklusif dan non eksklusif setelah
dilakukan uji statistik menggunakan
independent t-test dengan = 0,05
didapatkan hasil p value 0,001 (p value
< 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa
ada perbedaan yang bermakna pada
rata-rata volume ASI yang diberikan
pada bayi dengan ASI eksklusif dan
non eksklusif.
Rata-rata
konsumsi
energi
sehari pada bayi yang diberi ASI
eksklusif dan non eksklusif setelah
dilakukan uji statistik menggunakan
independent t-test dengan = 0,05,
didapatkan hasil p value 0,890 (P >
0,05) yang berarti ada perbedaan
yang tidak bermakna pada rata-rata
konsumsi energi sehari pada bayi yang
diberi ASI eksklusif dengan non
eksklusif.
Rata-rata konsumsi protein
sehari pada bayi yang diberi ASI
eksklusif dan non eksklusif setelah
dilakukan uji statistik menggunakan
independent t-test dengan =0,05,
didapatkan hasil p value 0,001 (P <
0,05), yang berarti ada perbedaan
yang
bermakna
pada
rata-rata
konsumsi protein sehari pada bayi
yang diberi ASI eksklusif dengan non
eksklusif.
Sumbangan energi dari ASI
terhadap total konsumsi energi sehari
pada bayi yang diberi ASI eksklusif
dan non eksklusif setelah dilakukan uji
statistik menggunakan independent ttest dengan =0,05 didapatkan hasil p
value 0,001 (P<0,05) yang berarti ada
perbedaan yang bermakna pada
sumbangan energi dari ASI terhadap
total konsumsi energi sehari pada bayi
yang diberi ASI eksklusif dan non
eksklusif
Sumbangan zat gizi protein dari
ASI terhadap total konsumsi protein
sehari pada bayi setelah dilakukan uji
statistik menggunakan independent ttest dengan =0,05 didapatkan hasil p
value 0,000 (P < 0,05) yang berarti ada
perbedaan yang bermakna pada
sumbangan zat gizi energi dari ASI
terhadap total konsumsi protein sehari

pada bayi yang diberi ASI eksklusif


dan non eksklusif.
Status gizi bayi yang diberi ASI
eksklusif setelah dilakukan uji statistik
menggunakan independent t-test
dengan =0,05 didapatkan hasil p
value 0,105 (P>0,05) yang berarti ada
perbedaan yang tidak bermakna
status gizi bayi yang diberi ASI
eksklusif dan non eksklusif.
PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian menunjukkan tingkat pengetahuan ibu
pada bayi yang diberi ASI eksklusif
lebih baik bila dibandingkan dengan
bayi yang diberi ASI non eksklusif.
Hal ini sesuai dengan pendapat
Ruliani tahun 2000 bahwa kurangnya
pengetahuan mengenai keunggulan
ASI
pada
ibu
menyebabkan
penggunaan air. susu ibu secara
eksklusif akan terhambat. Sedangkan
menurut Notoatmodjo 1985 cara
pemberian ASI adalah merupakan
tindakan seseorang yang
dipengaruhi oleh pengetahuan yang
dalam hal ini pengetahuan ibu bayi.
Dari hasil penelitian didapatkan tingkat pendapatan keluarga
pada bayi yang diberikan ASI
eksklusif dan non eksklusif adalah
sama. Hal ini menunjukkan bahwa
tingkat pendapatan tidak akan
memberikan arti pada cara pemberian
ASI di wilayah kerja Puskesmas
Junrejo kota Batu. Hal ini sesuai
dengan penelitian Parman S dan
Solehan Catur R, dalam pemberian
ASI ekslusif menurut pendapatan
tidak mem-punyai pengaruh langsung
terha-dap kemungkinan pemberian
ASI eksklusif (htp//www.Google .
com).
Berdasarkan
wawancara
dengan ibu bayi, pada bayi yang
mendapat ASI eksklusif dan bayi
yang mendapat ASI non eksklusif
dalam pengasuhan bayi ditentukan
sendiri oleh ibu bayi tetapi di dalam
pengasuhannya ada yang mem-bantu
mengasuh bayi. Pengasuh bayi selain
ibu yang terbanyak adalah nenek.

9
Pola asuh yang diterapkan
oleh nenek, seperti kebiasaan dan
cara-cara yang dipakai olehnya,
sehingga
menjadi
perbedaan
pendapat
dengan
ibu
bayi
(http//www.google. com mama.oh
mama. htm). Menurut Hananto Wiryo
tahun 2006, pola asuh yang
bertentangan
dengan
norma
kesehatan lebih diakibatkan oleh
budaya yang telah berakar selama
berabad-abad.
Hal ini sesuai
dengan
pendapat
menurut
Notoatmodjo 1985 bahwa cara
pemberian ASI adalah merupakan
perilaku yang seseorang yang salah
satunya dipengaruhi oleh pengetahuan, dalam hal ini pengetahuan
ibu bayi. Karena pengetahuan
rendah maka ibu menerima ilmu dari
nenek bayi. Pola asuh ada yang
diterapkan oleh nenek (http//www.
google.com. mama oh mama htm),
seperti kebiasaan dan cara-cara
yang dipakai olehnya, sehingga
menjadi
perbedaan
pendapat
dengan ibu bayi.
Pendidikan ibu dan ayah pada
bayi
yang
mendapat
ASI
eksklusif
lebih
tinggi
apabila
dibandingkan dengan bayi yang
mendapat ASI secara non eksklusif
Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan di Eropa dan Amerika
tentang pendidikan ibu terhadap
pemberian ASI (Helsing and King
dalam Febriana 2000), dimana
penelitian ini memperlihatkan hasil
yang sama dengan yang didapatkan
di negara dunia ketiga, yaitu ibu yang
terpelajar biasanya mendapatkan
keuntungan fisiologis dan psikologis
dari menyusui karena mereka lebih
banyak membaca literatur baru
mengenai hal ini sehingga mereka
lebih termotivasi untuk menyusui.
Selain itu, ibu yang terpelajar
memiliki fasilitas yang lebih baik dan
posisi yang lebih memungkinkan
mereka
untuk
menyusui
dibandingkan dengan ibu yang
kurang terpelajar
Status bekerja ibu pada bayi
yang diberi ASI eksklusif lebih
rendah apabila dibandingkan dengan

status bekerja pada ibu yang


memberikan ASI non eksklusif. Untuk
status bekerja ayah pada bayi yang
mendapat ASI eksklusif lebih tinggi
daripada status bekerja ayah pada
bayi yang mendapat ASI secara non
eksklusif. Hal ini sesuai dengan
pendapat Lina (http/www.google.
com), kesulitan ekonomi memaksa
kaum wanita dari kelas ekonomi
rendah untuk ikut berperan dalam
meningkatkan pendapatan keluarga
dengan bekerja di luar rumah.
Volume rata-rata pemberian
ASI sehari pada bayi yang diberi ASI
eksklusif
dan
non
eksklusif
menunjukkan ada perbedaan yang
bermakna. Hal ini sesuai dengan
pendapat Anies (2005)
bahwa
jumlah rata-rata volume ASI yang
dihisap pada bayi yang diberi ASI
eksklusif lebih banyak daripada
jumlah volume ASI yang dihisap
bayi non eksklusif. Menurut Ratna
Indrawati tahun 1985 hal ini
disebabkan bayi yang mendapat ASI
non
eksklusif
sudah
merasa
kenyang, sehingga akan mempengaruhi
volume
ASI
yang
dikonsumsi.
Rata-rata konsumsi energi
sehari berdasarkan pemberian ASI
secara eksklusif dan non eksklusif
menunjukkan ada perbedaan yang
tidak bermakna. Hal ini disebabkan
karena jumlah konsumsi energi dari
makanan selain ASI mengandung
energi yang tidak jauh berbeda dengan energi ASI. Menurut Suhardjo
tahun 1992, susu formula dewasa ini
disusun sedemikian rupa sehingga
zat-zat
gizi
yang
dikandung
mendekati komposisi ASI. Perlu
diketahui di daerah penelitian ini
makanan selain ASI yang digunakan
antara lain susu SGM, bubur susu
nestle, pisang, dan nasi tim buatan
sendiri.
Rata-rata konsumsi protein
sehari pada bayi yang diberi ASI
eksklusif lebih sedikit daripada bayi
yang non eksklusif. ASI merupakan
makanan yang paling cocok bagi
bayi serta mempunyai nilai paling
tinggi
dibandingkan
dengan

10

makanan bayi yang dibuat oleh


manusia ataupun susu hewan seperti
susu sapi, susu kerbau dan lainlainnya. Pada penggunaann susu
sapi yang penting diperhatikan
adalah osmolalitas. Larutan dengan
osmolalitas tinggi akan menghasilkan
gangguan
pada
usus
halus,
sehingga terjadi diare atau mungkin
pula
juga
dehidrasi,
karena
ketidakseimbangan
elektrolit
(suhardjo,1992). Kalau di dalam diit
mengandung banyak protein, tubuh
tidak banyak menyimpan protein,
tetapi protein akan diurai menjadi
asam
amino,
diubah
menjadi
senyawa lain, digunakan untuk
sumber atau dibuang melalui air
kemih (Andi P, 1992). Konsumsi
rata-rata protein sehari berdasarkan
pemberian ASI eksklusif dan non
eksklusif menun jukkan perbedaan
yang bermakna antara rata-rata
konsumsi protein sehari pada bayi
yang diberi ASI eksklusif dan non
eksklusif. Menurut Andi P tahun
1997, masukan protein pada ASI
lebih rendah perkilogram berat badan
apabila dibandingkan dengan bayi
yang menggunakan susu formula,
namun rasio kenaikan berat badan
per 100 kalori lebih tinggi pada bayi
yang disusui secara murni, dan ini
menunjukkan bahwa penggunaan
protein ASI lebih efisien.
Bayi yang diberi ASI eksklusif
tingkat konsumsi energi dalam
katagori normal lebih banyak apabila
dibandingkan dengan non eksklusif.
Hal ini sesuai dengan pendapat
Sutarto tahun 1987 bahwa ASI saja
sudah cukup untuk seorang bayi
pada bulan-bulan pertama kehidupannya.
Bayi yang diberi ASI eksklusif
rata-rata tingkat konsumsi protein
lebih rendah apabila dibandingkan
dengan non eks-klusif. Hal ini sesuai
dengan pendapat Suhardjo tahun
1992, bahwa bayi yang mendapat
susu formula apabila di dalam
pengencerannya terlalu pekat akan
meningkatkan osmolalitas sehingga
bayi merasa haus, keadaan ini akan

memicu bayi untuk minum susu lebih


banyak
lagi,
sehingga
akan
berpengaruh pada protein yang
dikonsumsi.
Sumbangan energi dari ASI
terhadap total konsumsi energi
sehari berdasarkan pemberian ASI
secara eksklusif dan non eksklusif
ada perbedaan yang bermakna
Menurut Indrawati tahun 1984, hal ini
disebabkan karena
bayi
tidak
menerima seluruh volume ASI dari
ibunya, karena rasa kenyang bayi
akan minum ASI lebih sedikit
Keadaan ini akan mempengaruhi
jumlah ASI yang
dikonsumsi.
Semakin banyak makanan selain ASI
yang dikonsumsi semakin sedikit
jumlah
ASI
yang
dikonsumsi
sehingga akan mengurangi sumbangan energi dari ASI terhadap
total konsumsi energi sehari.
Sumbangan zat gizi protein
dari ASI terhadap total konsumsi
energi berdasarkan pemberian ASI
secara eksklusif dan non eksklusif
ada perbedaan yang bermakna. Hal
ini sesuai dengan pendapat Indrawati
tahun 1984, bayi yang mendapat ASI
non eksklusif tidak menerima seluruh
volume ASI dari ibunya, karena rasa
kenyang bayi akan minum ASI lebih
sedikit sehingga bayi sudah merasa
kenyang. Bekurangnya konsumsi ASI
akan mengurangi juga sumbangan
zat-zat gizi yang terkan-dung di ASI
misalnya total konsumsi protein dari
ASI.
Dalam
penelitian
ini
di
dapatkan
semua
bayi
yang
mendapat ASI eksklusif mempunyai
status gizi baik, sedangkan bayi yang
mendapat
ASI
non
eksklusif
mempunyai
status
gizi
lebih
sebanyak 6,7%, status gizi baik
86,6% dan status gizi kurang
sebanyak 6,7%. Dari data tersebut
setelah
dilakukan
uji
statistik
menggunakan independent t-test
dengan = 0,05 didapatkan hasil p
value 0,105 (P > 0,05). Hal ini berarti
bahwa tidak ada perbedaan yang
bermakna antara status gizi bayi
yang diberi ASI eksklusif dan non

11
eksklusif. Hal ini disebabkan karena
rata-rata
konsumsi energi pada bayi
p
yang mendapat ASI eksklusif dan
ASI non eksklusif mempunyai
perbedaan tidak bermakna. Namun
demikian ASI eksklusif tidak hanya
untuk status gizi, tetapi menghindari
obesitas di masa yang akan datang
karena obesitas akan menyebabkan
penyakit diabetes melitus, hipertensi,
jantung
dan
penyakit
degeneratif lainnya. Disamping itu
bayi yang yang mendapat ASI
eksklusif
lebih
baik
pertumbuhannya,
memiliki
kecerdasan
tinggi dan daya tahan tubuh yang
lebih baik, meskipun kenaikan berat
badan stabil. Rata-rata asupan
protein sehari pada bayi yang diberi
ASI non eksklusif lebih tinggi daipada
eksklusif. Berarti pada bayi non
eksklusif sumbangan energi dari
protein lebih tinggi daripada bayi
eksklusif. Asupan protein yang
melebihi kebutuhan sisanya akan
dibuang melalui ginjal. Keadaan
seperti ini akan memperberat kerja
ginjal. Belum lagi pada bayi yang
mendapat susu formula terlalu pekat
yang akan membuat bayi haus
sehingga akan memicu bayi minum
susu lebih banyak. Keadaan ini akan
memicu penam-bahan protein yang
lebih tinggi.
Dari tabel 7 dapat dilihat
bahwa bayi yang diberi ASI eksklusif
tingkat konsumsi energi dalam
katagori
normal
lebih
banyak
dibandingkan dengan non eksklusf
(26,7%). Demikian juga untuk tingkat
konsumsi protein bayi yang diberi
ASI ekslusif tidak ada yang
mempunyai tingkat konsumsi protein
lebih, tetapi pada non eksklusif
terdapat tingkat konsumsi protein
lebih. Hal ini menunjukkan bahwa
kandungan zat gizi ASI sesuai
dengan kebutuhan pertumbuhan
bayi, sumbangan energi dari bayi
non eksklusif sebagian besar berasal
dari protein. Pada bayi yang diberi
ASI eksklusif menunjukkan semua
bayi status gizinya berada pada
status gizi normal, walaupun tingkat
konsumsi energi ada yang berada

pada defisit tingkat berat. Menurut


Andi P tahun 1992, pada tiap individu
ada variasi individual, jadi mungkin
saja ada seorang anak dengan
masukan yang kelihatan lebih rendah
dibanding anak seusianya, tetapi
pertumbuhannya normal,
sebaliknya ada anak dengan masukan
makanan yang sama dengan anak
seusianya,
tetapi
pertumbuhan
kurang. Tetapi pada ASI kandungan
zat gizi ASI lebih efisien dalam
meningkatkan berat badan daripada
kandungan zat gizi selain ASI,
sehingga
walaupun
kurangnya
tingkat kon-sumsi energi tidak
mengakibatkan rendahnya status gizi
bayi pada bayi yang mendapat ASI
ekslusif
KEPUSTAKAAN
Anies Irawati, 2005. Bayi Perlu ASI
Eksklusif selama 6 Bulan.
(http//www.google.
com,
diakses 13 Januari 2007).
Apriadji, Wied Harry, 1986. Gizi
Keluarga. Jakarta, Penebar
Swadaya: 1986. Ruliana,
2000. Bahan Peningkatan
Penggunaan ASI. Makalah
disajikan dalam Simposium
Permasalahan
Gizi
Pada
Balita. Jakarta, 9 Februari.
Biro Pusat Statistik, 1997. Survey
Demografi
Kesehatan
Indonesia (SDKI), Jakarta.
Depkes
RI,
1997.
Petunjuk
Pelaksanaan Peningkatan ASI
Eksklusif
Bagi
Petugas.
Jakarta.
Hananto Wiryo, 2006. Gerakan
Mengubah
Perilaku
dan
Penajaman Program Prioritas
Kesehatan Sebagai Upaya
Inovatif untuk Menurunkan
AKB di NTB, (online). (http//
www
www.google.com.
Diakses 24 Maret 2006).
Sayogyo,1986. Menuju Gizi Baik
yang Merata di Pedesaan dan
Perkotaan.
Yogyakarta:
Universitas Pres: 1986.

12

Notoatmojo,
Soekidjo,
1985.
Pengantar
Ilmu
Perilaku
Kesehatan. BKM. FKM. UI.
Depok
Soehardjo.
1990.
Penilaian
Keadaan
Gizi
Masyarakat. Bogor. Dirjen
Pendidikan Tinggi Pusat Antar
Universitas dan Gizi IPB.]

Ruliana, 2000. Bahan Peningkatan


Penggunaan ASI. Makalah
disajikan dalam Simposium
Permasalahan
Gizi
Pada
Balita. Jakarta, 9 Februari.
UNICEF, WHO, dan IDAI, 2005.
Rekomendasi
Tentang
Pemberian Makanan Bayi
Pada Situasi Darurat, (online),
(http// www. UNICEF. com,
diakses 24 Maret 2006).

Malang,
Telah disetujui Pembimbing I

drg. Setyohadi MS
NIP 131 478 918

Anda mungkin juga menyukai