Anda di halaman 1dari 11

SKABIES

IV. PATOGENESIS
Reaksi alergi yang sensitif terhadap tungau dan produknya memperlihatkan peran yang
penting dalam perkembangan lesi dan terhadap timbulnya gatal.(9) S. Scabiei melepaskan
substansi sebagai respon hubungan antara tungau dengan keratinosit dan sel-sel Langerhans
ketika melakukan penetrasi ke dalam kulit. (11)
Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan keterlibatan reaksi hipersensitivitas tipe IV dan
tipe I. (9,11) Pada reaksi tipe I, pertemuan antigen tungau dengan Imunoglobulin-E pada sel
mast yang berlangsung di epidermis menyebabkan degranulasi sel-sel mast. Sehingga terjadi
peningkatan antibodi IgE. Keterlibatan reaksi hipersensitivitas tipe IV akan memperlihatkan
gejala sekitar 10-30 hari setelah sensitisasi tungau (11) dan akan memproduksi papul-papul
dan nodul inflamasi yang dapat terlihat dari perubahan histologik dan jumlah sel limfosit T
banyak pada infiltrat kutaneus. (9) Kelainan kulit yang menyerupai dermatitis tersebut sering
terjadi lebih luas dibandingkan lokasi tungau dengan efloresensi dapat berupa papul, nodul,
vesikel, urtika dan lainnya. Akibat garukan yang dilakukan oleh pasien dapat timbul erosi,
ekskoriasi, krusta hingga terjadinya infeksi sekunder. (12)
Cara penularan skabies:
Skabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak tidak langsung.(7)
Penularan melalui kontak langsung (skin-to-skin) menjelaskan mengapa penyakit ini sering
menular ke seluruh anggota keluarga.(11) Penularan secara tidak langsung dapat melalui
penggunaan bersama pakaian, handuk, maupun tempat tidur. Bahkan dapat pula ditularkan
melalui hubungan seksual antar penderita dengan orang sakit,(1) namun skabies bukan
manifestasi utama dari penyakit menular seksual. (7)
V. DIAGNOSIS
1. Gambaran Klinis
Kelainan klinis pada kulit yang ditimbulkan oleh infestasi Sarcoptes scabiei sangat bervariasi.
Meskipun demikian kita dapat menemukan gambaran klinis berupa keluhan subjektif dan
objektif yang spesifik. Dikenal ada 4 tanda utama atau cardinal sign pada infestasi skabies,
yaitu (1,13) :
1. Pruritus nocturna
Setelah pertama kali terinfeksi dengan tungau skabies, kelainan kulit seperti pruritus akan
timbul selama 6 hingga 8 minggu. Infeksi yang berulang menyebabkan ruam dan gatal yang
timbul hanya dalam beberapa hari. Gatal terasa lebih hebat pada malam hari.(3,4) Hal ini
disebabkan karena meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu yang lebih lembab dan panas.
Sensasi gatal yang hebat seringkali mengganggu tidur dan penderita menjadi gelisah.(13)
2. Sekelompok orang
Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, sehingga dalam sebuah keluarga biasanya
mengenai seluruh anggota keluarga. Begitu pula dalam sebuah pemukiman yang padat
penduduknya, skabies dapat menular hampir ke seluruh penduduk. Didalam kelompok
mungkin akan ditemukan individu yang hiposensitisasi, walaupun terinfestasi oleh parasit
sehingga tidak menimbulkan keluhan klinis akan tetapi menjadi pembawa/carier bagi
individu lain.(13)

3. Adanya terowongan
Kelangsungan hidup Sarcoptes scabiei sangat bergantung kepada kemampuannya meletakkan
telur, larva dan nimfa didalam stratum korneum, oleh karena itu parasit sangat menyukai
bagian kulit yang memiliki stratum korneum yang relative lebih longgar dan tipis. (13)
Lesi yang timbul berupa eritema, krusta, ekskoriasi papul dan nodul yang sering ditemukan di
daerah sela-sela jari, aspek volar pada pergelangan tangan dan lateral telapak tangan, siku,
aksilar, skrotum, penis, labia dan pada areola wanita.(3) Bila ada infeksi sekunder ruam
kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain).(13)
Gambar 3. Lesi pada sela jari, penis, dan areola mammae *
Erupsi eritematous dapat tersebar di badan sebagai reaksi hipersensitivitas pada antigen
tungau. Lesi yang patognomonik adalah terowongan yang tipis dan kecil seperti benang,
berstruktur linear kurang lebih 1 hingga 10 mm, berwarna putih abu-abu, pada ujung
terowongan ditemukan papul atau vesikel yang merupakan hasil dari pergerakan tungau di
dalam stratum korneum. Terowongan ini terlihat jelas kelihatan di sela-sela jari, pergelangan
tangan dan daerah siku. Namun, terowongan tersebut sukar ditemukan di awal infeksi karena
aktivitas menggaruk pasien yang hebat.(3)
4. Menemukan Sarcoptes scabiei
Apabila kita dapat menemukan terowongan yang masih utuh kemungkinan besar kita dapat
menemukan tungau dewasa, larva, nimfa maupun skibala dan ini merupakan hal yang paling
diagnostik. Akan tetapi, kriteria yang keempat ini agak susah ditemukan karena hampir
sebagian besar penderita pada umumnya datang dengan lesi yang sangat variatif dan tidak
spesifik.(13) Pada kasus skabies yang klasik,

2. Bentuk Klinis
Selain bentuk skabies yang klasik, terdapat pula bentuk-bentuk yang tidak khas, meskipun
jarang ditemukan. Kelainan ini dapat menimbulkan kesalahan diagnostik yang dapat
berakibat gagalnya pengobatan
Bentuk-bentuk skabies antara lain : (15)
1. Skabies pada orang bersih
Klinis ditandai dengan lesi berupa papula dan kanalikuli dengan jumlah yang sangat sedikit,
kutu biasanya hilang akibat mandi secara teratur. (13) Namun bentuk ini seringkali salah
diagnosis karena lesi jarang ditemukan dan sulit mendapatkan terowongan tungau. (15)
2.

Skabies nodular
Skabies nodular memperlihatkan lesi berupa nodul merah kecoklatan berukuran 2-20 mm
yang gatal. Umumnya terdapat pada daerah yang tertutup terutama pada genitalia, inguinal
dan aksila. Pada nodus yang lama tungau sukar ditemukan, dan dapat menetap selama
beberapa minggu hingga beberapa bulan walaupun telah mendapat pengobatan anti skabies.
(14,15)

Gambar 6. Skabies Nodular **


3. Skabies incognito
Penggunaan obat steroid topikal atau sistemik dapat menyamarkan gejala dan tanda pada
penderita apabila penderita mengalami skabies.(13) Sehingga penderita dapat
memperlihatkan perubahan lesi secara klinis. (11) Akan tetapi dengan penggunaan steroid,
keluhan gatal tidak hilang dan dalam waktu singkat setelah penghentian penggunaan steroid
lesi dapat kambuh kembali bahkan lebih buruk. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena
penurunan respon imun seluler.(13)
Gambar 7. Skabies incognito dengan lesi krusta terlokalisasi pada penderita dengan
pengobatan
regimen imunosupresan ***
4. Skabies yang ditularkan oleh hewan (7)
Sarcoptes scabiei varian canis bisa menyerang manusia yang pekerjaannya berhubungan
erat dengan hewan tersebut, misalnya anjing, kucing dan gembala. Lesi tidak pada daerah
predileksi skabies tipe humanus tetapi pada daerah yang sering berkontak dengan hewan
peliharaan tersebut, seperti dada, perut, lengan. Masa inkubasi jenis ini lebih pendek dan
sembuh sendiri bila menjauhi hewan tersebut dan mandi bersih-bersih oleh karena varietas
hewan tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.(13,15)
Gambar 8. Skabies caninum *
5. Skabies Norwegia (Skabies berkrusta)
Kondisi yang jarang ini sangat mudah menular karena tungau berada dalam jumlah yang
banyak (15) dan diperkirakan lebih dari sejuta tungau berkembang di kulit, sehingga dapat
menjadi sumber wabah di tempat pelayanan kesehatan. (3)
Kadar IgE yang tinggi, eosinofil perifer, dan perkembangan krusta di kulit yang
hiperkeratotik dengan skuama dan penebalan menjadi karakteristik penyakit ini. (7) Plak
hiperkeratotik tersebar pada daerah palmar dan plantar dengan penebalan dan distrofi kuku
jari kaki dan tangan. (3) Lesi tersebut menyebar secara generalisata (13) seperti daerah leher
dan kulit kepala. (7) telinga, bokong, siku, dan lutut.(13) Kulit yang lain biasanya terlihat
xerotik. Pruritus dapat bervariasi dan dapat pula tidak ditemukan pada bentuk penyakit ini.
(13)
Gambar 9. Skabies norwegian pada plantar **
Bentuk ini ditemukan pada penderita yang mengalami gangguan fungsi imunologik misalnya
penderita HIV/AIDS, lepra, penderita infeksi virus leukemia type 1, pasien yang
menggunakan pengobatan imunosupresi, penderita gangguan neurologik dan retardasi
mental.(6,13)
6. Skabies pada bayi dan anak
Pada anak yang kurang dari dua tahun, infestasi bisa terjadi di wajah dan kulit kepala
sedangkan pada orang dewasa jarang terjadi.(3) Lesi skabies pada anak dapat mengenai
seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki dan sering terjadi
infeksi sekunder berupa impetigo, ektima, sehingga terowongan jarang ditemukan. Pada bayi,
lesi terdapat di wajah.(13)

Nodul pruritis erithematos keunguan dapat ditemukan pada axilla dan daerah lateral badan
pada anak-anak. Nodul-nodul ini bisa timbul berminggu-minggu setelah eradikasi infeksi
tungau dilakukan. Vesikel dan bulla bisa timbul terutama pada telapak tangan dan jari.(3)

Gambar 10. Skabies pada anak *


3. Pemeriksaan penunjang
Bila gejala klinis spesifik, diagnosis skabies mudah ditegakkan. Tetapi penderita sering
datang dengan lesi yang bervariasi sehingga diagnosis pasti sulit ditegakkan. Pada umumnya
diagnosis klinis ditegakkan bila ditemukan dua dari empat cardinal sign. (13) Beberapa cara
yang dapat digunakan untuk menemukan tungau dan produknya yaitu :
1. Kerokan kulit
Papul atau kanalikuli yang utuh ditetesi dengan minyak mineral atau KOH 10% lalu
dilakukan kerokan dengan meggunakan scalpel steril yang bertujuan untuk mengangkat atap
papula atau kanalikuli. Bahan pemeriksaan diletakkan di gelas objek dan ditutup dengan kaca
penutup lalu diperiksa dibawah mikroskop.(13)
2. Mengambil tungau dengan jarum
Bila menemukan terowongan, jarum suntik yang runcing ditusukkan kedalam terowongan
yang utuh dan digerakkan secara tangensial ke ujung lainnya kemudian dikeluarkan. Bila
positif, Tungau terlihat pada ujung jarum sebagai parasit yang sangat kecil dan transparan.
Cara ini mudah dilakukan tetapi memerlukan keahlian tinggi.(13)
3. Tes tinta pada terowongan (Burrow ink test)
Identifikasi terowongan bisa dibantu dengan cara mewarnai daerah lesi dengan tinta hitam.
Papul skabies dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan selama 20-30 menit. Setelah tinta
dibersihkan dengan kapas alkohol, terowongan tersebut akan kelihatan lebih gelap
dibandingkan kulit di sekitarnya karena akumulasi tinta didalam terowongan. Tes dinyatakan
positif bila terbetuk gambaran kanalikuli yang khas berupa garis menyerupai bentuk zigzag.
(16,13)
4. Membuat biopsi irisan (epidermal shave biopsy)
Diagnosis pasti dapat melalui identifikasi tungau, telur atau skibala secara mikroskopik. Ini
dilakukan dengan cara menjepit lesi dengan ibu jari dan telunjuk kemudian dibuat irisan tipis,
dan dilakukan irisan superficial secara menggunakan pisau dan berhati-hati dalam
melakukannya agar tidak berdarah. Kerokan tersebut diletakkan di atas kaca objek dan
ditetesi dengan minyak mineral yang kemudian diperiksa dibawah mikroskop.(3,13)
5. Biopsi irisan dengan pewarnaan HE.
Gambar 11. Sarcoptes scabiei dalam epidermis (panah) dengan pewarnaan H.E *
6. Uji tetrasiklin
Pada lesi dioleskan salep tetrasiklin yang akan masuk ke dalam kanalikuli. Setelah
dibersihkan, dengan menggunakan sinar ultraviolet dari lampu Wood, tetrasiklin tersebut
akan memberikan fluoresensi kuning keemasan pada kanalikuli.(13)
Dari berbagai macam pemeriksaan tersebut, pemeriksaan kerokan kulit merupakan cara

yang paling mudah dan hasilnya cukup memuaskan. Agar pemeriksaan berhasil, ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan, yakni (13) :
1. Kerokan harus dilakukan pada lesi yang utuh (papula, kanalikuli) dan tidak dilakukan
pada tempat dengan lesi yang tidak spesifik.
2. Sebaiknya lesi yang akan dikerok diolesi terlebih dahulu dengan minyak mineral agar
tungau dan produknya tidak larut, sehingga dapat menemukan tungau dalam keadaan hidup
dan utuh.
3. Kerokan dilakukan pada lesi di daerah predileksi.
4. Oleh karena tungau terdapat dalam stratum korneum maka kerokan harus dilakukan di
superficial dan menghindari terjadinya perdarahan. Namun karena sulitnya menemukan
tungau maka diagnosis scabies harus dipertimbangkan pada setiap penderita yang datang
dengan keluhan gatal yang menetap.
VI. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis bandingnya adalah:
1. Urtikaria Akut: erupsi pada papul-papul yang gatal, selalu sistemik. (16)
2. Prurigo, biasanya berupa papul-papul yang gatal, predileksi pada bagian ekstensor
ekstremitas. (16)
3. Gigitan serangga, biasanya jelas timbul sesudah ada gigitan, efloresensinya urtikaria
papuler. (16)

4.

Folikulitis berupa pustul miliar dikelilingi daerah yang eritem. (10)

VII. PENATALAKSANAAN
Terdapat beberapa terapi untuk skabies yang memiliki tingkat efektivitas yang bervariasi.
Faktor yang berpengaruh dalam keberhasilan yang antara lain umur pasien, biaya
pengobatan, berat derajat erupsi, dan factor kegagalan terapi yang pernah diberikan
sebelumnya.(3)
Pada pasien dewasa, skabisid topikal harus dioleskan di seluruh permukaan tubuh kecuali
area wajah dan kulit kepala,dan lebih difokuskan di daerah sela-sela jari, inguinal, genital,
area lipatan kulit sekitar kuku, dan area belakang telinga. Pada pasien anak dan scabies
berkrusta, area wajah dan kulit kepala juga harus dioleskan skabisid topikal. Pasien harus
diinformasikan bahwa walaupun telah diberikan terapi skabisidal yang adekuat, ruam dan
rasa gatal di kulit dapat tetap menetap hingga 4 minggu. Jika tidak diberikan penjelasan,
pasien akan beranggapan bahwa pengobatan yang diberikan tidak berhasil dan kemudian
akan menggunakan obat anti scabies secara berlebihan. Steroid topikal, anti histamin maupun
steroid sistemik jangka pendek dapat diberikan untuk menghilangkan ruam dan gatal pada
pasien yang tidak membaik setelah pemberian terapi skabisid yang lengkap.(3)
a. Penatalaksanaan secara umum
Edukasi pada pasien skabies : (17)
1. Mandi dengan air hangat dan keringkan badan.

2. Pengobatan yang diberikan dioleskan di kulit dan sebaiknya dilakukan pada malam hari
sebelum tidur.
3. Hindari menyentuh mulut dan mata dengan tangan.
4. Ganti pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, selalu cuci dengan teratur dan bila perlu
direndam dengan air panas
5. Jangan ulangi penggunaan skabisd yang berlebihan dalam seminggu walaupun rasa gatal
yang mungkin masih timbul selama beberapa hari.
6. Setiap anggota keluarga serumah sebaiknya mendapatkan pengobatan yang sama (17)
dan ikut menjaga kebersihan (13)
b. Penatalaksanaan secara khusus
Pengobatan skabies harus efektif terhadap tungau dewasa, telur dan produknya, mudah
diaplikasikan, nontoksik, tidak mengiritasi, aman untuk semua umur, dan terjangkau
biayanya.(11) Pengobatan skabies yang bervariasi dapat berupa topikal maupun oral.
a. Permethrin
Merupakan sintesa dari pyrethroid, (11,18) dan bekerja dengan cara mengganggu polarisasi
dinding sel saraf parasit yaitu melalui ikatan dengan natrium. Hal ini memperlambat
repolarisasi dinding sel dan akhirnya terjadi paralise parasit. (11,19) Obat ini merupakan
pilihan pertama dalam pengobatan scabies karena efek toksisitasnya terhadap mamalia sangat
rendah (11,13) dan kecenderungan keracunan akibat kesalahan dalam penggunaannya sangat
kecil. (13) Hal ini disebabkan karena hanya sedikit yang terabsorpsi di kulit dan cepat
dimetabolisme yang kemudian dikeluarkan kembali melalui keringat dan sebum, dan juga
melalui urin. (11,13) Belum pernah dilaporkan resistensi setelah penggunaan obat ini.(13)
Permethrin tersedia dalam bentuk krim 5%, yang diaplikasikan selama 8-12 jam dan setelah
itu dicuci bersih. (11) Apabila belum sembuh bisa dilanjutkan dengan pemberian kedua
setelah 1 minggu. (13)
Permethrin jarang diberikan pada bayi-bayi yang berumur kurang dari 2 bulan, wanita hamil
dan ibu menyusui.(13) Wanita hamil dapat diberikan dengan aplikasi yang tidak lama sekitar
2 jam. (11) Efek samping jarang ditemukan, berupa rasa terbakar, perih dan gatal,(13) namun
mungkin hal tersebut dikarenakan kulit yang sebelumnya memang sensitive dan
terekskoriasi.(11)
b. Presipitat Sulfur 2-10%
Sulfur adalah antiskabietik tertua yang telah lama digunakan, sejak 25 M. (11,17) Preparat
sulfur yang tersedia dalam bentuk salep (2% -10%) dan umumnya salep konsentrasi 6% lebih
disukai. Cara aplikasi salep sangat sederhana, yakni mengoleskan salep setelah mandi ke
seluruh kulit tubuh selama 24 jam selama tiga hari berturut-turut.(13,17) Keuntungan
penggunaan obat ini adalah harganya yang murah dan mungkin merupakan satu-satunya
pilihan di negara yang membutuhkan terapi massal.(17)
Bila kontak dengan jaringan hidup, preparat ini akan membentuk hydrogen sulfide dan
pentathionic acid (CH2S5O6) yang bersifat germicid dan fungicid. Secara umum sulfur
bersifat aman bila digunakan oleh anak-anak, wanita hamil dan menyusui serta efektif dalam
konsentrasi 2,5% pada bayi. Kerugian pemakaian obat ini adalah bau tidak enak, mewarnai
pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi.(13)
c. Benzyl benzoate

Benzil benzoate adalah ester asam benzoat dan alkohol benzil (17) yang merupakan bahan
sintesis balsam peru.(11) Benzil benzoate bersifat neurotoksik pada tungau skabies.
Digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode kontak 24 jam dan pada usia dewasa muda
atau anak-anak, dosis dapat dikurangi menjadi 12,5%. Benzil benzoate sangat efektif bila
digunakan dengan baik dan teratur dan secara kosmetik bisa diterima. Efek samping dari
benzil benzoate dapat menyebabkan dermatitis iritan pada wajah dan skrotum, karena itu
penderita harus diingatkan untuk tidak menggunakan secara berlebihan. Penggunaan berulang
dapat menyebabkan dermatitis alergi. Terapi ini dikontraindikasikan pada wanita hamil dan
menyusui, bayi, dan anak-anak kurang dari 2 tahun. Tapi benzil benzoate lebih efektif dalam
pengelolaan resistant crusted scabies. Di negara-negara berkembang dimana sumber daya
yang terbatas, benzil benzoate digunakan dalam pengelolaan skabies sebagai alternatif yang
lebih murah.(17,20)
d. Gamma benzene heksaklorida (Lindane)
Lindane juga dikenal sebagai hexaklorida gamma benzena, adalah sebuah insektisida yang
bekerja pada sistem saraf pusat (SSP) tungau. Lindane diserap masuk ke mukosa paru-paru,
mukosa usus, dan selaput lendir kemudian keseluruh bagian tubuh tungau dengan konsentrasi
tinggi pada jaringan yang kaya lipid dan kulit yang menyebabkan eksitasi, konvulsi, dan
kematian tungau. (17,20) Lindane dimetabolisme dan diekskresikan melalui urin dan feses.
(17)
Lindane tersedia dalam bentuk krim, lotion, gel, tidak berbau dan tidak berwarna.
Pemakaian secara tunggal dengan mengoleskan ke seluruh tubuh dari leher ke bawah selama
12-24 jam dalam bentuk 1% krim atau lotion. Setelah pemakaian dicuci bersih dan dapat
diaplikasikan lagi setelah 1 minggu. (11,13) Hal ini untuk memusnahkan larva-larva yang
menetas dan tidak musnah oleh pengobatan sebelumnya. Beberapa penelitian menunjukkan
penggunaan Lindane selama 6 jam sudah efektif. Dianjurkan untuk tidak mengulangi
pengobatan dalam 7 hari, serta tidak menggunakan konsentrasi lain selain 1%.(13)
Efek samping lindane antara lain menyebabkan toksisitas SSP, kejang, dan bahkan
kematian pada anak atau bayi walaupun jarang terjadi. Tanda-tanda klinis toksisitas SSP
setelah keracunan lindane yaitu sakit kepala, mual, pusing, muntah, gelisah, tremor,
disorientasi, kelemahan, berkedut dari kelopak mata, kejang, kegagalan pernapasan, koma,
dan kematian. Beberapa bukti menunjukkan lindane dapat mempengaruhi perjalanan
fisiologis kelainan darah seperti anemia aplastik, trombositopenia, dan pancytopenia.(11)
e. Crotamiton krim (Crotonyl-N-Ethyl-O-Toluidine)
Crotamion (crotonyl-N-etil-o-toluidin) digunakan sebagai krim 10% atau lotion. Tingkat
keberhasilan bervariasi antara 50% dan 70%. Hasil terbaik telah diperoleh bila diaplikasikan
dua kali sehari selama lima hari berturut-turut setelah mandi dan mengganti pakaian (11,13)
dari leher ke bawah selama 2 malam kemudian dicuci setelah aplikasi kedua. Efek samping
yang ditimbulkan berupa iritasi bila digunakan jangka panjang.(13)
Beberapa ahli beranggapan bahwa crotamiton krim ini tidak memiliki efektivitas yang
tinggi terhadap skabies. Crotamiton 10% dalam krim atau losion, tidak mempunyai efek
sistemik dan aman digunakan pada wanita hamil, bayi dan anak kecil. (11)
f. Ivermectin
Ivermectin adalah bahan semisintetik yang dihasilkan oleh Streptomyces avermitilis, anti

parasit yang strukturnya mirip antibiotic makrolid, namun tidak mempunyai aktifitas sebagai
antibiotic, diketahui aktif melawan ekto dan endo parasit. Digunakan secara meluas pada
pengobatan hewan, pada mamalia, pada manusia digunakan untuk pengobatan penyakit
filarial terutama oncocerciasis. Diberikan secara oral, dosis tunggal, 200 ug/kgBB dan
dilaporkan efektif untuk scabies. Digunakan pada umur lebih dari 5 tahun. Juga dilaporkan
secara khusus tentang formulasi ivermectin topikal efektif untuk mengobati scabies. Efek
samping yang sering adalah kontak dermatitis dan toxicepidermal necrolysis.(13)
g. Monosulfiran
Tersedia dalam bentuk lotion 25% sebelum digunakan harus ditambahkan 2-3 bagian air dan
digunakan setiap hari selama 2-3 hari.(13)
h. Malathion
Malathion 0,5% adalah insektisida organosfosfat (11) dengan dasar air digunakan selama
24%. Pemberian berikutnya beberapa hari kemudian.(13) Namun saat ini tidak lagi
direkomendasikan karena berpotensi memberikan efek samping yang buruk.(11)
c. Penatalaksanaan skabies berkrusta
Terapi skabies ini mirip dengan bentuk umum lainnya, meskipun skabies berkrusta berespon
lebih lambat dan umumnya membutuhkan beberapa pengobatan dengan skabisid. Kulit yang
diobati meliputi kepala, wajah, kecuali sekitar mata, hidung, mulut dan khusus dibawah kuku
jari tangan dan jari kaki diikuti dengan penggunaan sikat di bagian bawah ujung kuku.
Pengobatan diawali dengan krim permethrin dan jika dibutuhkan diikuti dengan lindane dan
sulfur. Mungkin sangat membantu bila sebelum terapi dengan skabisid diobati dengan
keratolitik.(13)
d. Penatalaksanaan skabies nodular
Nodul tidak mengandung tungau namun merupakan hasil dari reaksi hipersensitivitas
terhadap produk tungau. Nodul akan tetap terlihat dalam beberapa minggu setelah
pengobatan. Skabies nodular dapat diobati dengan kortikosteroid intralesi (11) atau
menggunakan primecrolimus topikal dua kali sehari. (11,21)
e. Pengobatan terhadap komplikasi
Pada infeksi bakteri sekunder dapat digunakan antibiotik oral.(13)
f. Pengobatan simptomatik
Obat antipruritus seperti obat anti histamin mungkin mengurangi gatal yang secara
karakeristik menetap selama beberapa minggu setelah terapi dengan anti skabeis yang
adekuat. Pada bayi, aplikasi hidrokortison 1% pada lesi kulit yang sangat aktif dan aplikasi
pelumas atau emolient pada lesi yang kurang aktif mungkin sangat membantu, dan pada
orang dewasa dapat digunakan triamsinolon 0,1% .(13)
Tabel 1. Pengobatan Skabies (3)
Jenis Obat Dosis Keterangan
Permethrin 5% cream Dioleskan selama 8-14 jam, diulangi selama 7 hari. Terapi lini
pertama di US dan kehamilan kategori B
Lindane 1% lotion Dioleskan selama 8 jam setelah itu dibersihkan, olesan kedua diberikan
1 minggu kemudian. Tidak dapat diberikan pada anak umur 2 tahun kebawah, wanita
selama masa kehamilan dan laktasi.
Crotamiton 10% cream Dioleskan selama 2 hari berturut-turut, lalu diulangi dalam 5 hari.
Memiliki efek anti pruritus tetapi efektifitasnya tidak sebaik topikal lainnya.

Precipitatum Sulfur 5-10% Dioleskan selama 3 hari lalu dibersihkan. Aman untuk anak
kurang dari 2 bulan dan wanita dalam masa kehamilan dan laktasi, tetapi tampak kotor dalam
pemakaiannya dan data efisiensi obat in masih kurang.
Benzyl Benzoat 10% lotion Dioleskan selama 24 jam lalu dibersihkan Efektif namun
dapat menyebabkan dermatitis pada wajah
Ivermectin 200 g/kg Dosis tunggal oral, bisa diulangi selama 10-14 hari Memiliki
efektifitas yang tinggi dan aman. Dapat digunakan bersama bahan topikal lainnya. Digunakan
pada kasus-kasus scabies berkrusta dan scabies resisten.
Setelah pengobatan berhasil untuk membunuh tungau skabies, masih terdapat gejala pruritus
selama 6 minggu sebagai reaksi eczematous atau masa penyembuhan. Pasien dapat diobati
dengan Emolien dan kortikosteroid topikal, dengan atau tanpa antibiotik topikal tergantung
adanya infeksi sekunder oleh Staphylococcus aureus. Crotamiton antipruritic topikal sering
membantu pada kulit yang gatal.(20)
Keluhan sering ditemukan pada pasien yaitu mengalami gejala yang berkelanjutan selama 2-6
minggu setelah pengobatan berhasil. Hal ini karena respon tubuh dari kekebalan terhadap
antigen tungau. Jika gejalanya menetap di luar 2 minggu, itu mungkin karena diagnosis awal
yang tidak sesuai, aplikasi obat yang salah menyebabkan tungau skabies tetap ditemukan
pada pasien . Kebanyakan kambuh karena reinfeksi dan tidak diobati.(17)
VIII. PENCEGAHAN
Untuk melakukan pencegahan terhadap penularan scabies, orang-orang yang kontak langsung
atau dekat dengan penderita harus diterapi dengan topikal skabisid. Terapi pencegahan ini
harus diberikan untuk mencegah penyebaran scabies karena seseorang mungkin saja telah
mengandung tungau scabies yang masih dalam periode inkubasi asimptomatik.(3)
Selain itu untuk mencegah terjadinya reinfeksi melalui seprei, bantal, handuk dan pakaian
yang digunakan dalam 5 hari terakhir, harus dicuci bersih dan dikeringkan dengan udara
panas karena tungau scabies dapat hidup hingga 3 hari diluar kulit, karpet dan kain pelapis
lainnya sehingga harus dibersihkan (vacuum cleaner).(3)
IX. KOMPLIKASI
Infeksi sekunder pada pasien skabies merupakan akibat dari infeksi bakteri atau karena
garukan. Keduanya mendominasi gambaran klinik yang ada. Erosi merupakan tanda yang
paling sering muncul pada lesi sekunder. Infeksi sekunder dapat ditandai dengan munculnya
pustul, supurasi, dan ulkus. Selain itu dapat muncul eritema, skuama, dan semua tanda
inflamasi lain pada ekzem sebagai respon imun tubuh yang kuat terhadap iritasi. Nodulnodul muncul pada daerah yang tertutup seperti bokong, skrotum, inguinal, penis, dan axilla.
(5) Infeksi sekunder lokal sebagian besar disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan
biasanya mempunyai respon yang bagus terhadap topikal atau antibiotic oral, tergantung
tingkat pyodermanya.(10) Selain itu, limfangitis dan septiksemia dapat juga terjadi terutama
pada skabies Norwegian, post-streptococcal glomerulonephritis bisa terjadi karena skabiesinduced pyodermas yang disebabkan oleh Streptococcus pyogens.(3)
X. PROGNOSIS
Jika tidak dirawat, kondisi ini bisa menetap untuk beberapa tahun. Pada individu yang

immunocompetent, jumlah tungau akan berkurang seiring waktu.(3)


Infestasi scabies dapat disembuhkan. Seorang individu dengan infeksi scabies, jika diobati
dengan benar, memiliki prognosis yang baik, keluhan gatal dan ekzema akan sembuh.(8)
XI. KESIMPULAN
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap
Sarcoptes scabiei var. hominis dan produknya.
Penularannya dengan 2 cara, yaitu kontak langsung dan kontak tak langsung.
Pada penyakit skabies ditemukan 4 tanda cardinal yaitu pruritus nocturna, menyerang
manusia secara berkelompok, adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi
yang berwarna putih atau keabu-abuan dan menemukan tungau.
Bentuk kelainan kulit pada penyakit skabies yaitu ditemukannya papul, vesikel, erosi,
ekskoriasi, krusta dan lain-lain, serta bermanifestasi klinis dalam berbagai variasi. Bila
infeksi sekunder telah terjadi dapat disebabkan bakteri yang ditandai dengan munculnya
pustul maupun timbulnya gejala infeksi sistemik
Penanganan yang menjadi pilihan utama adalah primethrin 5% topikal yang dioleskan di kulit
8-12 jam serta edukasi pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Handoko RP, Djuanda A, Hamzah M. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.4. Jakarta:
FKUI; 2005. 119-22.
2. Binic I, Aleksandar J, Dragan J, Milanka L. Crusted (Norwegian) Scabies Following
Systemic And Topikal Corticosteroid Therapy. J Korean Med Sci; 25: 2010. 88-91.
3. Scabies and Pediculosis, Orkin Miltoin, Howard L. Maibach. Fitzpatricks Dermatology
in General Medicine, 7th. USA: McGrawHill; 2008. 2029-31.
4. Siregar RS, Wijaya C, Anugerah P. Saripati Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.3. Jakarta:
EGC; 1996. 191-5.
5. Habif TP, Hodgson S. Clinical Dermatology. Ed.4. London: Mosby; 2004. 497-506.
6. Chosidow O. Scabies. New England J Med. 2006. July : 354/ 1718-27.
7. Walton SF, Currie BJ. Problems in Diagnosing Scabies, A Global Disease in Human and
Animal Populations. Clin Microbiol Rev. 2007. April. 268-79.
8. Johnston G, Sladden M. Scabies: Diagnosis and Treatment. British Med J. 2005.
September :17;331(7517)/619-22.
9. Burns DA. Diseases Caused by Arthropods and Other Noxious Animals, in: Burns T,
Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rooks Textbook of Dermatology. Vol.2. USA: Blackwell
publishing; 2004. 37-47.
10. Itzhak Brook. Microbiology of Secondary Bacterial Infection in Scabies Lesions.
J Clin Microbiol. 1995. August: 33/2139-2140.
11. Hicks MI, Elston DM. Scabies. Dermatologic Therapy. 2009. November :22/279-292.
12. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit.Ed.1. Jakarta: Hipokrates; 2000. 109-13.

13. Amiruddin MD. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.1. Makassar: Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin ; 2003. 5-10.
14. Hengge, R. Ulrich, Bart. J. Currie, Gerold Jager, Omar Lupi, Robert A. Schwartz.
Scabies: a Ubiquitous Neglected Skin Disease. PubMed Med. J. 2006. December. 6: 769-777
15. P. Stone Stephen, Jonathan N. Goldfarb, Rocky E. Bacelieri. Scabies. Fitzpatricks
Dermatology in General Medicine 5th. USA: McGrawHill; 2677-80
16. Beegs Jennifer,ed. Scabies Prevention and Control Manual. Michigan. Scabies
prevention and Control Manual.
17. Karthikeyan K. Treatment of Scabies: Newer Perspectives. Postgraduate Med J. 2005.
Januari. 1(951)/7-11.
18. Currie J.B., and James S. McCarthy. Permethrin and Ivermectin for Scabies. New
England J Med. 2010. February : 362/717-724.
19. Sadana, Liana Yuliawati. Krim Permethrin 5% untuk Pengobatan Scabies (online).
2007. [cited 2010 October 19th] : [1 screens]. Available from:
URL:http://www.yosefw.wordpress.com
20. Anonim. (online). 2004. [cited 2010 October 14th]:[4 screens] Available from : URL:
http://www.stanford.edu/class/humbio103/ParaSites2004/Scabies
21. Anonim. (online) 2004. [cited 2010 Oct 14th]:[1 screens] Available from : URL:
http://huddoktor.com/doctor/Exempel+p%C3%A5+ljusbehandling/741.html
22. Anonim. (online) 1997 [cited 2010 October 1st] : [1 screens] Available from : URL:
http://www.allrefer.com
23. Vorvick MD, Linda. Folliculitis on the Leg. (online). 2008. [cited 2010 Oct 12]:[1
screens] Available from : URL: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus

Anda mungkin juga menyukai