Anda di halaman 1dari 28

Definisi

Gangguan visus pada mata tanpa menunjukan rasa sakit maupun nyeri pada mata, tanda
radang seperti pembengkakan, penonjolan bola mata, perubahan kedududukan bola mata maupun
mata merah.
Klasifikasi
Berdasarkan etiloginya gangguan visus pada mata tenang dibagi atas:
A. Penyebab kelainan vaskuler
1. Oklusi Pembuluh Darah Retina
2. Amaurosis vugaks
3. Penyakit Eales
4. Neuropati optic akut iskemik
B. Penyakit kelainan sistemik
1. Retinopati diabetik
2. Retinopati hipertensi
C. Penyebab degenerasi retina
1. Ablatio retina regmatogen
2. Degenerasi macula senile/disform.
1. Oklusi Pembuluh Darah Retina Sentral
Definisi
Oklusi pembuluh darah retina adalah penyumbatan di pembuluh darah retina baik di
pembuluh darah arteri maupun vena retina, yang ditemukan di sentral.
Etilogi
Oklusi arteri retina sentral terjadi akibat dari trombosis pada lamina sklerosis, mungkin
berasal dari arteriosklerosis komplikasi atau dari kejadian emboli. Saat retina menjadi iskemik,
retina akan membengkak, dan kehilangan transparansi. Penyumbatan arteri retina sentral dapat
disebabkan oleh:
Emboli, merupakan penyebab penyumbatan arteri retina sentral yang paling sering.
Emboli dapat berasal dari perkapuran yang berasal dari penyaklit emboli jantung, nodusnodus reuma, carotid plaque atau emboli endokarditis.
Radang arteri
Spasme pembuluh darah. Penyebab spasme pembuluh darah antara lain pada migren,
overdosis obat, keracunan alkohol, tembakau, kina atau timah hitam.
Akibat lambatnya pengaliran darah. Perlambatan aliran pembuluh darah retina terjadi
pada peninggian tekanan intraokular, stenosis aorta atau arteri karotis.
Giant cell arthritis
Kelainan hiperkoagulasi
Trauma

Faktor Resiko
Ada sejumlah faktor risiko umum untuk terjadinya oklusi arteri dan vena. Faktor-faktor
tersebut hampir sama dengan faktor yang mencetuskan masalah pembuluh darah yang dapat

menyebabkan masalah lain seperti serangan jantung dan stroke. Faktor risiko utama tersebut
adalah:

Usia. Oklusi pembuluh darah retina paling sering terjadi pada orang dengan usia di atas
65 tahun, walaupun pada oklusi arteri retina dapat juga terjadi pada usia dibawah 30
tahun.

Tekanan darah tinggi

Diabetes Mellitus

Hiperlipidemia (kolesterol > 6,5 mmol/L)

Penyakit arteri koroner

Merokok

Kegemukan

Glaukoma

Hiperkoagulabilitas

Arteriosklerosis

Papil edema

Diet yang tidak sehat (kurang vitamin dan antioksidan)


Patofisiologi
Pada umumnya, oklusi arteri maupun vena retina terjadi karena emboli. Emboli biasanya
berasal dari trombus pembuluh darah dari aliran pusat yang terlepas kemudian masuk ke dalam
sistem sirkulasi dan berhenti pada pembuluh darah dengan lumen yang lebih kecil. Etiologi
trombosis adalah kompleks dan bersifat multifaktorial.
Konsep trombosis pertama kali diperkenalkan oleh Virchow pada tahun 1856 dengan
diajukamya uraian patofisiologi yang terkenal sebagai Triad of Virchow, yaitu terdiri:
1.
Kondisi dinding pembuluh darah (endotel)
2.
Aliran darah yang melambat/ statis
3.
Komponen yang terdapat dalam darah sendiri berupa peningkatan koagulabilitas
Trombosis vena terjadi akibat aliran darah menjadi lambat atau terjadinya statis aliran darah,
sedangkan kelainan endotel pembuluh darah jarang merupakan faktor penyebab. Selain itu
keadaan anatomis vena turut mempengaruhi terjadinya oklusi pada vena retina.
Arteri dan vena retina sentral berjalan bersama-sama pada jalur keluar dari nervus optikus
dan melewati pembukaan lamina kribrosa yang sempit. Karena tempat yang sempit tersebut
mengakibatkan hanya ada keterbatasan tempat bila terjadi displacement. Jadi, anatomi yang
seperti ini merupakan predisposisi terbentuknya trombus pada vena retina sentral dengan
berbagai faktor, di antaranya perlambatan aliran darah, perubahan pada dinding pembuluh darah,
dan perubahan dari darah itu sendiri.
Selain itu, perubahan arterioskelerotik pada arteri retina sentral mengubah struktur arteri
menjadi kaku dan mengenai/ bergeser dengan vena sentral yang lunak, hal ini menyebabkan
terjadinya disturbansi hemodinamik, kerusakan endotelial, dan pembentukan trombus.
Mekanisme ini menjelaskan adanya hubungan antara penyakit arteri dengan CRVO, tapi
hubungan tersebut masih belum bisa dibuktikan secara konsisten.
Oklusi trombosis vena retina sentral dapat terjadi karena berbagai kerusakan patologis,
termasuk di antaranya kompresi vena , disturbansi hemodinamik dan perubahan pada darah.
Oklusi vena retina sentral menyebabkan akumulasi darah di sistem vena retina dan menyebabkan

peningkatan resistensi aliran darah vena. Peningkatan resistensi ini menyebabkan stagnasi darah
dan kerusakan iskemik pada retina. Hal ini akan menstimulasi peningkatan produksi faktor
pertumbuhan dari endotelial vaskular (VEGF=vascular endothelial growth factor) pada kavitas
vitreous. Peningkatan VEGF menstimulasi neovaskularisasi dari segmen anterior dan posterior.
VEGF juga menyebabkan kebocoran kapiler yang mengakibatkan edema makula.
Sedangkan pada arteri pada umumnya oklusi terjadi karena emboli yang berasal dari
trombus pembuluh darah dari aliran pusat yang terlepas kemudian masuk ke dalam sistem
sirkulasi dan berhenti pada pembuluh darah dengan lumen yang lebih kecil.
Oklusi pada arteri menyebabkan iskemia dari bagian yang diperdarahinya. Iskemia dari
lapisan dalam retina menyebabkan terjadinya edema intraselular sebagai akibat dari kerusakan
selular dan nekrosis. Edemaintraselular ini terlihat dalam pemeriksaan funduskopi sebagai
gambaranputih keabu-abuan pada permukaan retina. Penelitian pada primata menunjukkan
oklusi yang komplit pada arteri penyuplai retina mengakibatkan kerusakan iskemi yang dapat
kembali lagi dalam 97 menit. Ini dapat menjelaskan mengapa pasien dengan oklusi cabang arteri
retina memiliki riwayat kehilangan penglihatan yang sementara. Kemungkinan kejadian
ini dikarenakan emboli secara sementara menyumbat dan mengakibatkan oklusi sementara dan
setelah reperfusi retina emboli kembali bebas.
Oklusi cabang arteri retina biasanya terjadi pada bifurkasi dari arteri hal ini berhubungan
dengan sempitnya lumen pada lokasi ini. Pada 90 %kasus, oklusi cabang arteri retina melibatkan
pembuluh darah temporal retina. Kemungkinan apakah daerah tersebut lebih sering terkena
atau pembuluh darah nasal retina tidak terdeteksi masih berlum dapat dipastikan. Pasien dengan
oklusi cabang arteri retina memiliki resiko yang lebih tinggi untuk morbiditas dan mortalitas dari
penyakit cardiovascular dancerebrovaskular. Pemeriksaan medis yang menyeluruh diindikasikan
pada pasien dengan oklusi cabang arteri retina dan etiologinya dapat diidentifikasi pada 90%
pasien.
Gejala Klinis
Tempat terjadinya oklusi pada pembuluh darah retina menentukan gejala klinis yang
berbeda-beda. Oklusi pembuluh darah retina dapat terjadi baik di arteri maupun vena. Oklusi
arteri retina dapat terjadi di arteri sentral maupun di cabang-cabang arteri retina. Begitu pula
oklusi pada vena retina dapat terjadi di vena sentral maupun di cabang-cabang vena retina.
Oklusi Arteri Retina
Umumnya pasien akan mengeluhkan penurunan penglihatan yang terjadi secara tiba-tiba,
tanpa disertai rasa nyeri. Pada beberapa pasien dapat dijumpai amaurosis fugax, merupakan
proses penurunan penglihatan secara transien yang dapat terjadi selama beberapa detik hingga
beberapa menit, namun dapat pula bertahan hingga 2 jam. Umumnya penglihatan dapat kembali
seperti sebelumnya setelah serangan amaurosis fugax berakhir. Namun pada akhirnya penurunan
penglihatan akan menetap pada salah satu mata, terutama bila oklusi terjadi pada arteri sentral
retina. Pada 90% penderita, kemampuan visus menurun hingga menghitung jari, persepsi cahaya,
bahkan kebutaan. 10% penderita oklusi arteri retina sentral tidak menunjukkan penurunan tajam
penglihatan akibat tidak terganggunya makula lutea yang mempunyai pembuluh darah
silioretina.

Oklusi Vena Retina

Gejala yang timbul pada oklusi vena retina mulai dari penurunan penglihatan yang
memburuk pada pagi hari, tepat setelah bangun pagi hingga penurunan penglihatan yang nyata
yang dijumpai pertama kali saat bangun pagi dan dapat sampai kepada kebutaan yang
menetap. Gejala biasanya timbul pada satu mata. Onset timbulnya gejala pada oklusi vena retina
dapat kurang akut dari onset oklusi arteri retina. Penurunan penglihatan tidak disertai rasa nyeri.
Pemeriksaan
Setiap orang yang datang dengan penurunan tajam penglihatan secara tiba-tiba, tanpa ada
nyeri, dengan kondisi mata tenang harus dilakukan pemeriksaan penilaian visus mata dan
pemeriksaan mata lebih lanjut untuk melihat segmen posterior mata. Selain itu dapat juga
dilakukan pemeriksaan penunjang untuk mencari faktor risiko yang ada pada pasien, misalnya
EKG, pemeriksaan lab (darah lengkap, glukosa puasa dan lipid) dan lain-lain.
Oklusi Arteri Retina
Pada CRAO ketajaman penglihatan berkisar antara menghitung jari dan persepsi cahaya
pada 90% mata pada saat pemeriksaan awal. Penurunan visus yang berupa serangan-serangan
yang berulang dapat disebabkan oleh penyakit-penyakit spasme pembuluh atau emboli yang
berjalan. Terkadang visus menjadi baik kembali bila spasmenya menghilang.
Defek pupil aferen dapat muncul dalam beberapa detik setelah sumbatan arteri retina.
Pupil mata yang terkena menjadi lebar dan reaksi pupil terhadap sinar langsung menjadi lemah
disebabkan tajam penglihatan yang berkurang, sehingga terjadi pupil anisokoria. Defek pupil ini
biasanya timbul mendahului kelainan fundus selama satu jam.
Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat seluruh retina berwarna pucat akibat edema
dan gangguan nutrisi pada retina. Terdapat gambaran berupa sosis pada arteri retina akibat
pengisian arteri retina yang tidak merata. 25% mata dengan sumbatan arteri retina sentral
memiliki arteri-arteri silioretina yang merupakan anastomose antara a. Retina sentral dan a.
siliaris yang tidak mengenai makula sehingga daerah makula masih dapat melihat maka
ketajaman penglihatan sentral masih dapat dipertahankan.
Sesudah beberapa jam retina akan tampak pucat, keruh keabu-abuan yang disebabkan
edema lapisan dalam retina dan lapisan sel ganglion. Pada keadaan ini akan terlihat gambaran
merah ceri (cherry red spot) pada makula lutea. Hal ini disebabkan tidak adanya lapisan ganglion
di makula, sehingga makula mempertahankan warna aslinya. Lama-kelamaan papil warnanya
pucat dan batasnya kabur. Secara klinis, kekeruhan retina menghilang dalam 4-6 minggu,
meninggalkan sebuah diskus optikus pucat sebagai temuan okular pertama.

Gambar 3 Cherry Red Spot pada makula lutea


Sedangkan pada BRAO, pada funduskopi ditemukan retina yang keputihan bersamaan
dengan distribusi arteri yang terkena. Dapat pula ditemukan cabang arteri yang menyempit,

segmentasi dari kolum arteri, dan kadang-kadang dapat terlihat emboli pada cabang arterinya.
Pemeriksaan lapang pandang (Perimetri) dapat ditemukan adanya defek lapang pandang
sebagian.

Gambar 4. Emboli inferotemporal BRAO


Oklusi Vena Retina
Pada pemeriksaan visus akan ditemukan penurunan tajam penglihatan yang
bermakna. Reflex pupil bisa normal dan mungkin ada dengan reflex pupil aferen relative. Pada
pemeriksaan iris harus dilihat apakah terdapat neovaskularisasi (rubeosis iridis) yang akan
terbentuk pada oklusi vena retina tahap lanjut yang dapat menyebabkan glaukoma sekunder.
Pada pemeriksaan funduskopi terlihat vena berkelok-kelok, edema macula dan retina, dan
perdarahan berupa titik merah pada retina. Perdarahan retina dapat terjadi pada keempat kuadran
retina. Cotton wool spot (eksudat)umumnya ditemukan diantara bercak-bercak perdarahan dan
dapat menghilang dalam 2-4 bulan. Papil merah dan menonjol (edema) dengan pulsasi vena
menghilang karena penyumbatan. Kadang dijumpai edema papil tanpa disertai perdarahan di
tempat yang jauh (perifer), ini merupakan gejala awal penyumbatan di tempat sentral.
Neovaskularisasi disk (NVD) mengindikasikan iskemia berat dari retina dan bias mengarah pada
perdarahan preretinal/vitreus.

Gambar 5. Non-ischemic CRVO


Terapi
Oklusi Arteri Retina

Kerusakan retina yang ireversibel terjadi setelah oklusi total arteri sentarlis retina selama
90 menit sehingga hanya tersedia sedikit waktu untuk memulai terapi. Oleh sebab itu
merupakan suatu keadaan emergensi, penanganan yang segera untuk mengembalikan aliran
darah pada retina kemungkinan akan sangat bermanfaat bila dilakukan sedini mungkin.
Penanganan awal sebagai tindakan emergensi yang dapat dilakukan adalah:
1. Menurunkan tekanan intraokular.
Dapat diberikan obat topikal (tetes mata) golongan -blocker ataupun pemberian
acetazolamide 4 X 500mg atau manitol secara intavena dapat mennyebabkan penurunan
TIO yang segera.
2.
Ocular massage.
Dilakukan dengan gerakan berputar selama 10 detik pada bola mata dan dilepas kemudian
dilakukan berulang-ulang. Diharapankan terjadi perpindahan emboli ke distal menuju
pembuluh darah dengan kaliber kecil dan menyelamatkan sebagian daerah retina.
3.
Dilatasi arteri retina sentral
Dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu
Meningkatkan PO2 dipermukaa retina dengan cara ventilasi kembali karbon dioksida
yang diekspirasi dengan bernafas menggunakan kantong kertas atau pun memberikan
ventilasi karbogen dengan memberikan O2 95% dan CO2 5% secara inhalasi melalui
masker selama 10 menit setiap 2 jam pada waktu pagi hingga sore hari dan setiap 4
jam pada malam hari selama 48 jam.
Dapat juga dengan memberikan isosorbid dinitrat sublingual.
4. Pemberian aspirin oral pada fase akut sangat membantu. Pemberian aspirin dilanjutkan
selama 2 minggu.
5.
Pemberian antikoagulan sistemik tidak dianjurkan.
6.
Pemberian steroid hanya bila diduga terdapat peradangan.
7.
Mengontrol faktor risiko yang ada pada pasien.
8.
Konsul ke dokter spesialis mata untuk terapi selanjutnya secepat mungkin.
Oklusi Vena Retina
Pada dasarnya penatalaksaan oklusi vena retina hampir sama dengan oklusi arteri retina,
namun tidak seakut oklusi arteri retina. Penanganan oklusi vena retina lebih mengarah pada
follow up pasien, mengontrol faktor risiko. Penyuntikan intravitreal triancinolone untuk
mengatasi edema makula memberikan sedikit efek. Uji coba dengan menyuntikkan depot steroid
atau agen anti-VEGF memberi hasil yang menjanjikan untuk mengatasi edema makula. Konsul
ke dokter spesialis mata untuk keputusan terapi selanjutnya.5,6,10,11
Prognosis
Prognosis untuk oklusi vaskular retina bervariasi tergantung pada lokasi dan keparahan
penyumbatan, dan kondisi yang mendasarinya. Individu dapat sembuh sepenuhnya tanpa
intervensi apapun, atau mungkin mengalami kehilangan penglihatan permanen parsial atau
kebutaan juga dapat terjadi. Jika intervensi tertunda, oklusi arteri retina hampir selalu
menyebabkan hilangnya seluruh penglihatan di bidang visual sentral (oklusi arteri sentral), atau
sebagian dari bidang visual perifer (oklusi cabang arteri). Biasanya hanya sekitar 10% dari
individu yang memiliki oklusi pembuluh darah retina mendapat manfaat yang signifikan dari
pengobatan, bahkan ketika diberikan segera. Pengobatan yang tertunda dianggap tidak efektif,

meskipun ada kasus yang terjadi pemulihan spontan bahkan setelah beberapa hari kehilangan
penglihatan.
Individu juga berada pada risiko terjadinya glaukoma di mata yang terkena karena
pertumbuhan berlebih dari pembuluh darah baru di retina atau iris. Jika tekanan darah tinggi
(hipertensi) atau peningkatan tekanan mata (glaukoma) tidak terkontrol, individu terus berada
pada risiko komplikasi oklusi vena retina seperti ablasio retina atau gangguan terkait lainnya.
Neuropati optic akut iskemik
Definisi
Optic neuropati adalah keadaan dimana terjadi penurunan daya penglihatandan defek
lapang pandang yang disertai pembengakakan diskus optikus. Anterior Iskemik Optik Neuropati
(AION) adalah penyebab utama akut optik neuropati pada penderita usia lanjut. Dapat
dikategorikan sebagai non-arteritik atau arteritik yangkemudian dihubungkan degan giant cell
arteritis. Mempunyai karakteristik penurunan kemampuan penglihatan yang disertai dengan
pembengkakan diskus optikus yang menjadi pucat dan kadang terdapat perdarahan pada lapisan
neuroretinal dan jugaterdapat eksudat. Kehilangan penglihatan biasanya terjadi secara mendadak
danmenetap, mungkin dapat membaik pada beberapa minggu atau bulan setelah onset.
Patofisiologi
Anterior iskemik optic neuropati diperkirakan sebagai akibat dari prosesiskemik yang
mempengaruhi sirkulasi peredaran pembuluh darah posterior yangmensuplai darah ke nervus
optikus yang keluar dari mata. Hanya sel glial yangmenyusun diskus optikus di daerah tersebut
dan hanya di situlah pembengkakandapat terjadi. Iskemik posterior juga menghasilkan kondisi
serupa, tetapi tanpadisertai pembengkakan dan disebut posterior iskemik optik neuropati.
Etiologi
Penyebab dan kondisi yang berhubungan dengan anterior iskemik optic neuropati berdasarkan
Walsh dan Hoyts Clinical Neuro-opthalmology adalah
1. Vascular
a.Giant cell arteritis
b. Post imunisasi
c. Sifilis
d. Radiasi nekrosis
e. SLE
f. Vasculitis alergi
2. Sistemik vaskulopati
a. Hipertensi
b. Diabetes mellitus
c. Migraine
d. atherosclerosis
3. Hematologi
a. Polisitemia vera
b. Defisiensi G-6-PD
c.Penyakit Sickle cell
4. Ocular

a. Post katarak
b. Glaucoma
Gejala Klinis
1.
Ketajaman penglihatan yang turun mendadak disertai dengan skotoma ( defek lapang
pandang) sesuai dengan gambaran serat saraf retina / kadang-kadang altitudinal.
2.
Bila disertai nyeri atau nyeri tekan kulit kepala maka diagnosis arteritis sel raksasa.
3.
Serangan-serangan gelap yang berlangsung beberapa detik atau menit yang kemudian
kembali menjadi normal (Amaurosis Fugaks).
4.
Lempeng optik yang membengkak dan mengalami perdarahan dengan retina dan pembuluh
darah retina normal. Pada ION arteritis, lempeng dapat terlihat pucat.
5.
Lempeng pada mata kontralateral memiliki mangkuk optik yang kecil pada penyakit
nonarteritis.
6.
Pada arteritis biasanya selalu didahului oleh demam dan rasa sakit kepala yang sangat,
lemah badan, disertai mialgia otot-otot, seperti: otot bahu,leher serta tungkai atas
7.
Pada pemeriksaan didapatkan edema papil saraf optik yang sekoral/tidak menyeluruh, pada
keadaan lanjut papil menjadi pucat dan edema berkurang.
Pemeriksaan penunjang
Pada pasien dengan neuropati optik iskemik nonarteritis termasuk :
1. Hitung darah lengkap untuk menyingkirkan anemia.
2. Pemeriksaan tekanan darah
3. Pemerisaan gula darah
4. Led dan protein reaktif-C untuk memeriksa arteritis sel raksasa
Penatalaksaan
Pada jenis non arteritik pengobatan ditujukan terhadap faktor dasar dan faktor
pencetusnya kadang-kadang ditemukan adanya perdarahan peripapil tapi tidak
pernahdikemukakan adanya eksudat pada retina. Jenis arteritis diberi kortikosteroid
yangmempunyai
efek
anti-inflamasi
dan
memodifikasi
respon
imunitas
tubuh.Methylprednisolone dapat menurunkan inflamasi dengan mesupresi migrasi darileukosit
PMN dan meningkatkan permeabilitas kapiler. Diberikan secara intravena dengan dosis 1 gram
selama 3 hari dilanjutkan dengan prednisone 100 mg selama 10 hari.
Prognosis
Penglihatan jarang memburuk secara progresif pada neuropati optik iskemiknonarteritis
dan keluaran penglihatan dalam hal lapang pandang serta tajam penglihatansangat bervariasi.
Penglihatan tidak kembali pulih bila telah hilang. Mata kontralateral dapatterlibat dengan cepat
pada pasien dengan arteritis sel raksasa yang tidak diterapi. Selain itu juga terdapat keterlibatan
mata kontralateral yang bermakna pada bentuk nonarteritis.

Retinopathy Diabetik
Definisi
Retinopati diabetes adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh kerusakan
dan sumbatan pembuluh-pembuluh halus. Kelainan patologik yang paling dini adalah penebalan

membran basal endotel kapiler dan penurunan perisit. Retinopati diabtes non proliferatif adalah
cerminan klinis dari hiperpermeabilitas dan inkompetens pembuluh yang terkena. Kapiler
membentuk kantung-kantung kecil menonjol seperti titik-titik yang disebut mikroaneurisma,
sedangkan vena retina mengalama dilatasi dan retinopati diabetik

Etiologi
Penyebab pasti retinopati diabetik belum diketahui. Tetapi diyakini bahwa lamanya
terpapar pada hiperglikemia (kronis) menyebabkan perubahan fisiologi dan biokimia yang
akhirnya menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah. Perubahan abnormalitas sebagian
besar hematologi dan biokimia telah dihubungkan dengan prevalensi dan beratnya retinopati
antara lain:
Adhesif platelet yang meningkat
Agregasi eritrosit yang meningkat
Abnormalitas lipid serum
Fibrinolisis yang tidak sempurna
Abnormalitas dari sekresi growth hormone
Abnormalitas serum dan viskositas darah.
Retinopati diabetik dibagi menjadi :
1. Retinopati Diabetik Non Proliferatif, tau dikenal juga dengan retinopati diabetik
dasar (BackgroundDiabetic Retinopathy).
2. Retinopati Diabetik Proliferatif
Patofisiologi
a. Retinopati diabetik non proliferatif
Retinopati diabetik non proliferatif merupakan bentuk yang paling umum dijumpai.
Merupakan cerminan klinis dan hiperpermeabilitas dan inkompetens pembuluh yang terkena.
Disebabkan oleh penyumbatan dan kebocoran kapiler, mekanisme perubahannya tidak diketahui
tapi telah diteliti adanya perubahan endotel vaskuler (penebalan membrana basalis dan hilangnya
perisit) dan gangguan hemodinamik (pada sel darah merah dan agregasi platelet). Disini
perubahan mikrovaskular pada retina terbatas pada lapisan retina (intraretinal), terikat ke kutub
posterior dan tidak melebihi membran internal.
Dapat terjadi perdarahan-perdarahan di semua lapisan retina. Perdarahan akan berbentuk
nyala api karena lokasi nya di dalam lapisan serat saraf yang berorientasi horizontal, sedangkan
perdarahan berbentuk titik atau bercak terletak di lapisan retina yang lebih dalam, tempat sel-sel
dan akson berorientasi vertikal.1
Edema makula adalah penyebab tersering gangguan penglihatan pada pasien retinopati
diabetes non proliferatif. Edem terutama disebabkan oleh rusaknya sawar retina darah bagian
dalam pada tingkat endotel kapiler retina sehingga terjadi kebocoran cairan dan konstituen
plasma ke dalam retina disekitarnya. Edem dapat bersifat fokal atau difus dan secara klinis
tampak sebagai retina yang menebal dan keruh disertai mikroaneurisme dan eksudat intraretina.
Dapat terbentuk zona-zona eksudat kuning kaya lemak berbentuk bundar disekitar kumpulan
mikroaneurisma dan paling sering berpusat di bagian temporal makula. Walaupun prevalensi

edem makula adalah 10% pada populasi diabetes sebagai suatu kesuluruhan, terdapat
peningkatan mencolok prevalensi tersebut pada mata yang mengalami retinopati berat.
Retinopati diabetik non proliferatif dapat mempengaruhi fungsi penglihatan melalui 2
mekanisme, yaitu:
1. Perubahan sedikit demi sedikit penutupan kapiler intraretinal yang menyebabkan iskemik
makular.
2. Peningkatan permeabilitas pemuluh retina yang menyebabkan edem makular.
Pada sumbatan mikrovaskuler progresif, dapat timbul tanda tanda peningkatan iskemia
pada gambaran retinopati yang menjadi latar belakangnya dan menghasilkan gambaran klinis
retinopati diabetes pra-prolifertif. Temuan yang paling khas adalag bercak-bercak cotton wool,
timbulnya gambaran manik-manik pada vena retina, dan pelebaran segmental ireguler jaring
kapiler retina (kelainan mirovaskuler intra retina). Penutupan kapiler-kapiler retina yang
mengelilingi zona fovea yang avaskuler dapat menyebabkan iskemia bermakna yang secara
klinis bermanifestasi sebagai perdarahan retina gelap besar dan adanya arteriol-arteriol makula
halus mirip benang. Mata yang mengalami edem makula dan iskemkia yang bermakna memiliki
prognosis penglihatan yang lebih jelek- dengan atau tanpa terapi laser-daripada mata dengan
edema dan perfusi yang relatif baik.
Gambar 26. Mikroaneurisma dan perdarahan retina
Gambar 27. Eksudat pada retinopati diabetik .
Gambar 28.b. tampak dilatasi vena pada
pewarnaan tripsin.
Gambar 28.a Cotton wool spot timbul segera
setelah onset.

Disfungsi penglihatan dan elektrofisiologik yang berkaian dengan diabetes mungkin


terjadi akibat kelainan vaskuler lokal dan efek metabolik sistemik penyakit yang
mengenai retina. Timbul kelainan penglihatan warna biru kuning khas dan diskriminasi corak
warna mungkin terganggu. Kepekaan kontras mungkin menurun, sekalipun pada ketajaman
penglihatan yang normal. Pemeriksaan lapangan pandang mungkin memperlihatkan skotoma
relatif yang sesuai dengan daerah-daerah edema dan nonperfusi retina, dan kelainan adaptasi
gelap juga pernah dilaporkan. Kelainan elektroretinografik memiliki hubungan dengan
keparahan retinopati dan dapat membantu memperkirakan perkembangan retinopati.
b. Retinopati Diabetik Proliferatif
Merupakan penyulit mata yang paling parah pada diabetes melitus. Pada jenis ini iskemia
yang progresif akhirnya merangsang pembentukan pembuluh-pembuluh halus (neovaskularisasi)
yang sering terletak pada permukaan diskus dan di tepi posterior zona perifer, disamping itu
neovaskularisasi iris atau rubeosis iridis juga dapat terjadi. Pembuluh-pembuluh baru yang rapuh
berproliferasi dan menjadi meninggi apabila korpus vitreum mulai berkontraksi menjauhi retina

dan darah keluar dari pembuluh tersebut maka akan terjadi perdarahan masif dan dapat timbul
penurunan penglihatan mendadak.
Disamping itu jaringan neovaskularisasi yang meninggi ini dapat mengalami fibrosis dan
membentuk pita-pita fibrovaskuler rapat yang menarik retina dan menimbulkan kontraksi terus
menerus pada korpus vitreum. Ini dapat menyebabkan pelepasan retina akibat traksi progresif
atau apabila terjadi robekan retina, terjadi ablasio retina regmatogenosa. Pelepasan retina dapat
didahului atau ditutupi oleh perdarahan korpus vitreum. Apabila kontraksi korpus vitreum telah
sempurna di mata tersebut, maka retinopati proliferatif cenderung masuk ke stadium involusional
atau burnet-out.
Gejala Klinis
Gejala subjektif yang dapat ditemui dapat berupa :

Kesulitan membaca

Penglihatan kabur

Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata

Melihat lingkaran-lingkaran cahaya

Melihat bintik gelap dan cahaya kelap kelip.


Gejala objektif yang dapat ditemukan pada retina dapat berupa :
Mikroanaeurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah vena dengan
bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah terutama polus
posterior.
Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat
mikroaneurisma di polus posterior.
Dilatasi pembuluh darah dengan lumennya ireguler dan berkelok-kelok.
Hard exudates merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya khusus yaitu
irregular, kekuning-kuningan. Pada permulaan eksudat pungtata membesar dan bergabung.
Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu.
Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia retina. Pada
pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning bersifat difus dan
berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah nonirigasi dan dihubungkan dengan
iskemia retina.
Pembuluh darah baru (neovaskularisasi) pada retina biasanya terletak di permukaan
jaringan. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok, dalam, berkelompok, dan
ireguler. Mula-mula terletak dalam jaringan retina, kemudian berkembang ke daerah
preretinal, ke badan kaca. Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-daerah ini dapat
menimbulkan perdarahan retina, perdarahan subhialoid (preretinal) maupun perdarahan
badan kaca.
Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah macula sehingga
sangat mengganggu tajam penglihatan.
Pemeriksan Penunjang
Untuk dapat membantu mendeteksi secara awal adanya edema macula pada retinopati
diabetic non proliferatif dapat digunakan stereoscopic biomicroscopic menggunakan

menggunakan lensa + 90 dioptri. Angiografi fluoresen sangat bermanfaat dalam mendefinisikan


mikrovaskularisasi pada retinopati diabetes. Defek pengisian berukuran besar pada jaringan
kapiler-non perfui kapiler-memperlihatkan luas iskemia retina dan biasanya paling menonjol di
mid perifer. Kebocoran zat warna fluoresen yang berkaitan dengan edema retina dapat
mengambil konfigurasi petaloid edema makula sistoid atau mungkin difus. Kelainan fluoresen
lainnya adalah lengkung-lengkung vaskuler dan pirau intraretina.
Tatalaksana
Sejauh ini belum ada pengobatan yang spesifik dan efektif untuk mencegah
perkembangan retinopati diabetik.
A. Pencegahan
Suatu fakta ditemukan bahwa insiden retinopati diabetik ini tergantung pada durasi
menderita diabetes mellitus dan pengendaliannya. Hal sederhana yang terpenting yang dapat
dilakukan oleh penderita dibetes untuk dapat mencegah terjadinya retinopati adalah dengan
mengontrol gula darah, selain itu tekanan darah, masalah jantung, obesitas dan lainnya harus
juga dikendalikan dan diperhatikan.
B. Pengobatan
Fokus pengobatan pada pasien retinopati diabetes non proliferatif tanpa edema makula
adalah pengobatan terhadap hiperglikemia dan penyakit sistemik lain yang menyertai. Suatu
percobaan klinis terkontrol memperlhatkan bahwa terapi inhibitor aldosa reduktase tidak
mencegah perkembangan retinopati diabetes.
Beberapa percobaan klinis yang baru-baru ini dilakukan memberi bukti-bukti
meyakinkan bahwa terapi laser argon fokal terhadap titik-titik kebocoran retina pada pasien yang
secara klinis memperlihatkan edema bermakna memperkecil resiko penuruna penglihatan dan
meningkatkan kemungkinan perbaikan fungsi penglihatan. Mata dengan edema makula diabetes
yang secara klinis tidak bermakna biasanya hanya dipantau secara ketat tanpa terapi laser.
Karena adanya edema makula dapat hanya sedikit atau bahkan tidak berkaitan dengan gangguan
ketajaman penglihatan, para penyedia kesehatan primer harus menyadari pentingnya rujukan
yang segera dan dini pasien diabetes ke ahli oftalmologi.
Terapi utama untuk retinopati diabetik yang mengancam penglihatan adalah laser.
Angiogram fluoresen dapat dilakukan pada beberapa pasien untuk menilai derajat iskemia retina
dan mendapatkan area kebocoran baik dari mikroaneurisma maupun dari pembuluh darah baru.
Terapi laser pada makulopati dan pembuluh darah baru dapat dilakukan pada klinik rawat jalan.
- Makulopati diabetik diterapi dengan laser pada titik-titik kebocoran. Eksudat seringkali
didapatkan pola sirsinarta dengan fokus kebocoran atau mikroaneurisma di bagian tengah.
Jika efektif, edema retina dan eksudat akan tereabsorpsi meskipun mungkin memerlukan
waktu berbulan-bulan.
- Lempeng optik dan pembuluh darah baru retina diterapi dengan pembakaran laser yang
tersebar keseluruh retina sehingga menghasilkan daerah yang tidak diterapi di sekitar makula
dan lempeng optik. Terapi laser menghilangkan retina yang mengalami iskemia sehingga
mencegah pelepasan faktor vasoproliferatif. Hali ini menyebabkan regresi pembuluh darah
baru dan mencegah perkembangan retinopati lanjut.
Perkembangan perdarahan vtireus yang tidak hilang setelah beberapa bulan atau
tarikan fibrosa pada retina yang menyebabkan lepasnya retina dari epitel pigmen dibawahnya

(ablasio retina traksional) mungkin membutuhkan terapi bedah. Vitrektomi dilakukan untuk
mengangkat gel vitreus dan darah serta memperbaiki retina yang mengalami ablasio.
Untuk Retinopati proliferatif biasanya diindikasikan pengobatan dengan fotokoagulasi
panretina laser argon, yang secara bermakna menurunkan kemungkinan perdsarahan masif
korpus vitreum dan pelepasan retina dengan cara menimbulkan regresi dan pada sebagian kasus
dapat menghilangkan pembuluh-pembuluh baru tersebut. Kemungkinan fotokoagulasi panretina
laser argon ini bekerja dengan mengurangi stimulus angiogenik dari retina yang mengalami
iskemik. Tekniknya berupa pembentukan luka-luka bakar laser dalam jumlah sampai ribuan yang
tersebar berjarak teratur diseluruh retina, tidak mengenai bagian sentral yang dibatasi oleh diskus
dan pembuluh vaskular temporal utama.
Untuk penatalaksanaan konservatif penglihatan monokular yang disebabkan oleh
perdarahan korpus vitreum diabetes adalah dengan membiarkan terjadinya resolusi spontan
dalam beberapa bulan.
Disamping itu peran bedah vitreoretina untuk retinopati diabetik proliferatif masih tetap
berkembang, sebagai cara untuk mempertahankan atau memulihkan penglihatan yang baik.
Prognosis
Meski terapi laser dan bedah telah sangat meningkatkan prognosis pasien dengan
retinopati diabetik, penyakit ini masih menyebabkan kehilangan penglihatan berat pada beberapa
pasien.

Retinopathy Hipertensi
Etiologi
Essential hypertension (hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya)
Secondary hypertension (seperti pada preeklamsia / eklamsia, pheochromocytoma, kidney
disease, adrenal disease, coarctation aorta)
B.2.2 Epidemiologi
Sejak tahun 1990, sebanyak tujuh penelitian epidemiologis telah dilakukan ke atas
sekelompok populasi penduduk yang menunjukkan gejala retinopati hipertensi. Berdasarkan
grading dari gambaran funduskopi, menurut studi yang dijalankan didapatkan bahwa kelainan ini
banyak ditemukan pada uia 40 tahun ke atas, walau pada mereka yang tidak pernah mempunyai
riwayat hipertensi. Kadar prevalensi bervariasi antar 2%-15% untuk banyak macam tanda-tanda
retinopati. Data ini berbeda dengan hasil studi epidemiologi yang dilakukan oleh Framingham
Eye Study yang mendapatkan hasil prevalensi rata-rata kurang dari 1%. Ini mungkin disebabkan
oleh sensivitas alat yang semakin baik apabila dibandingkan dengan pemeriksaan oftalmoskopik
di klinik-klinik. Prevalensi yang lebih tinggi juga ditemukan pada orang berkulit hitam
berbanding orang kulit putih berdasarkan insiden kejadian hipertensi yang lebih banyak
ditemukan pada orang berkulit hitam. Akan tetapi, tidak ada predileksi rasial yang pernah
dilaporkan berkaitan kelainan ini hanya saja pernah dilaporkan bahwa hipertensi lebih banyak
ditemukan pada orang Caucasian berbanding orang America Utara.
B.2.3 Patofisiologi
Pada keadaan hipertensi, pembuluh darah retina akan mengalami beberapa seri perubahan
patofisiologis sebagai respon terhadap peningkatan tekanan darah. Terdapat teori bahwa terjadi

spasme arterioles dan kerusakan endothelial pada tahap akut sementara pada tahap kronis terjadi
hialinisasi pembuluh darah yang menyebabkan berkurangnya elastisitas pembuluh darah.
Pada tahap awal, pembuluh darah retina akan mengalami vasokonstriksi secara
generalisata. Ini merupakan akibat dari peningkatan tonus arteriolus dari mekanisme autoregulasi
yang seharusnya berperan sebagai fungsi proteksi. Pada pemeriksaan funduskopi akan kelihatan
penyempitan arterioles retina secara generalisata.
Peningkatan tekanan darah secara persisten akan menyebabkan terjadinya penebalan
intima pembuluh darah, hiperplasia dinding tunika media dan degenerasi hyalin. Pada tahap ini
akan terjadi penyempitan arteriolar yang lebih berat dan perubahan pada persilangan arteri-vena
yang dikenal sebagai arteriovenous nicking. Terjadi juga perubahan pada refleks cahaya
arteriolar yaitu terjadi pelebaran dan aksentuasi dari refleks cahaya sentral yang dikenal sebagai
copper wiring.
Setelah itu akan terjadi tahap pembentukan eksudat, yang akan menimbulkan kerusakan
pada sawar darah-retina, nekrosis otot polos dan sel-sel endotel, eksudasi darah dan lipid, dan
iskemik retina. Perubahan-perubahan ini bermanifestasi pada retina sebagai gambaran
mikroaneurisma, hemoragik, hard exudate dan infark pada lapisan serat saraf yang dikenal
sebagai cotton-wool spot. Edema diskus optikus dapat terlihat pada tahap ini, dan biasanya
meripakan indikasi telah terjadi peningkatan tekanan darah yang sangat berat.
Akan tetapi, perubahan-perubahan ini tidak bersifat spesifik terhadap hipertensi saja,
karena ia juga dapat terlihat pada pnyakit kelainan pembuluh darah retina yang lain. Perubahan
yang terjadi juga tidak bersifat sequential. Contohnya perubahan tekanan darah yang terjadi
mendadak dapat langsung menimbulkan hard exudate tanpa perlu mengalami perubahanperubahan lain terlebih dulu.
B.2.4 Klasifikasi
Klasifikasi tradisional retinopati hipertensi pertama kali dibuat pada tahun 1939 oleh
Keith et al. Sejak itu, timbul bermacam-macam kritik yang mengkomentari sistem klasifikasi
yang dibuat oleh Keith dkk tentang relevansi sistem klasifikasi ini dalam praktek sehari-hari.
Klasifikasi dan modifikasi yang dibuat tediri atas empat kelompok retinopati hipertensi
berdasarkan derajat keparahan. Namun kini terdapat tiga skema mayor yang disepakati
digunakan dalam praktek sehari-hari.
Tabel 3. Klasifikasi Keith-Wagener-Barker (1939)
Stadium
Karakteristik
Stadium I
Penyempitan ringan, sklerosis dan tortuosity arterioles retina;
hipertensi ringan, asimptomatis
Stadium II
Penyempitan definitif, konstriksi fokal, sklerosis, dan nicking
arteriovenous; ekanan darah semakin meninggi, timbul beberapa
gejala dari hipertensi
Stadium III
Retinopati (cotton-wool spot, arteriosclerosis, hemoragik); tekanan
darah terus meningkat dan bertahan, muncul gejala sakit kepala,
vertigo, kesemutan, kerusakan ringan organ jantung, otak dan fungsi
ginjal
Stadium IV
Edema neuroretinal termasuk papiledema, garis Siegrist, Elschig spot;
peningkatan tekanan darah secara persisten, gejala sakit kepala,

asthenia, penurunan berat badan, dyspnea, gangguan penglihatan,


kerusakan organ jantung, otak dan fungsi ginjal
WHO membagikan stadium I dan II dari Keith dkk sebagai retinopati hipertensi dan
stadium III dan IV sebagai malignant hipertensi
Tabel 4. Klasifikasi Scheie (1953)
Stadium
Karakteristik
Stadium 0
Ada diagnosis hipertensi tanpa abnormalitas pada retina
Stadium I
Penyempitan arteriolar difus, tiada konstriksi fokal, pelebaran refleks
arterioler retina
Stadium II
Penyempitan arteriolar yang lebih jelas disertai konstriksi fokal, tanda
penyilangan arteriovenous
Stadium III
Penyempitan fokal dan difus disertai hemoragik, copper-wire arteries
Stadium IV
Edema retina, hard eksudat, papiledema, silver-wire arteries
Tabel 5. Modifikasi klasifikasi Scheie oleh American Academy of Ophtalmology
Stadium
Karakteristik
Stadium 0
Tiada perubahan
Stadium I
Penyempitan arteriolar yang hampir tidak terdeteksi
Stadium II
Penyempitan yang jelas dengan kelainan fokal
Stadium III
Stadium II + perdarahan retina dan/atau eksudat
Stadium IV
Stadium III + papiledema
Berdasarkan penelitian, telah dibuat suatu table klasifikasi retinopati hipertensi
tergantung dari berat ringannya tanda-tanda yang kelihatan pada retina.(1,6)
Tabel 6. Klasifikasi Retinopati Hipertensi Tergantung Dari Berat Ringannya Tanda-Tanda Yang
Kelihatan Pada Retina
Retinopati
Deskripsi
Asosiasi sistemik
Mild
Satu atau lebih dari tanda berikut :
Asosiasi ringan dengan
Penyempitan arteioler menyeluruh
penyakit stroke, penyakit
atau fokal, AV nicking, dinding
jantung koroner dan
arterioler lebih padat (silver-wire)
mortalitas kardiovaskuler
Moderate
Retinopati mild dengan satu atau lebih Asosiasi berat dengan
tanda berikut :
penyakit stroke, gagal
Perdarahan retina (blot, dot atau
jantung, disfungsi renal dan
flame-shape), microaneurysme,
mortalitas kardiovaskuler
cotton-wool, hard exudates
Accelerated
Tanda-tanda retinopati moderate
Asosiasi berat dengan
dengan edema papil : dapat disertai
mortalitas dan gagal ginjal
dengan kebutaan

Gambar 29. Mild Hypertensive Retinopathy. Nicking AV (panah putih) dan penyempitan focal
arterioler (panah hitam) (A). Terlihat AV nickhing (panah hitam) dan gambaran copper wiring
pada arterioles (panah putih) (B).

Gambar 30. Moderate Hypertensive Retinopathy. AV nicking (panah putih) dan cotton wool spot
(panah hitam) (A). Perdarahan retina (panah hitam) dan gambaran cotton wool spot (panah putih)
(B).

Gambar 31. Multipel cotton wool spot (panah putih) dan perdarahan retina (panah hitam) dan
papiledema.
B.2.6 Diagnosis
Diagnosis retinopati hipertensi ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis.
Selain itu pemeriksaan penunjang seperti funduskopi, pemeriksaan visus, pemeriksaan tonometri
terutama pada pasien lanjut usia dan pemeriksaan USG B-Scan untuk melihat kondisi di
belakang lensa diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis pasti. Pemeriksaan
laboratorium juga penting untuk menyingkirkan penyebab lain retinopati selain dari hipertensi.
Pasien dengan hipertensi biasanya akan mengeluhkan sakit kepala dan nyeri pada mata.
Penurunan penglihatan atau penglihatan kabur hanya terjadi pada stadium III atau stadium IV
peubahan vaskularisasi akibat hipertensi. Arteriosklerosis tidak memberikan simptom pada mata.
Hipertensi dan perubahan arteriosklerosis pada fundus diketahui melalui pemeriksaan
funduskopi, dengan pupil dalam keadaan dilatasi. Biasa didapatkan perubahan pada vaskularisasi
retina, infark koroid tetapi kondisi ini jarang ditemukan pada hipertensi akut yang memberikan

gambaran Elschnigs spot yaitu atrofi sirkumskripta dan dan proloferasi epitel pigmen pada
tempat yang terkena infark. Pada bentuk yang ringan, hipertensi akan meyebabkan peningkatan
reflek arteriolar yang akan terlihat sebagai gambaran copper wire atau silver wire. Penebalan
lapisan adventisia vaskuler akan menekan venule yang berjalan dibawah arterioler sehingga
terjadi perlengketan atau nicking arteriovenousa. Pada bentuk yang lebih ekstrem, kompresi ini
dapat menimbulkan oklusi cabang vena retina (Branch Retinal Vein Occlusion/ BRVO). Dengan
level tekanan darah yang lebih tinggi dapat terlihat perdarahan intraretinal dalam bentuk flame
shape yang mengindikasikan bahwa perdarahannya berada dalam lapisan serat saraf, CWS dan/
atau edema retina. Malignant hipertensi mempunya ciri-ciri papiledema dan dengan perjalanan
waktu akan terlihat gambaran makula berbentuk bintang.
Lesi pada ekstravaskuler retina dapat terlihat sebagai gambaran mikroaneurisme yang
diperkirakan akan terjadi pada area dinding kapiler yang paling lemah. Gambaran ini paling jelas
terlihat melalui pemeriksaan dengan angiografi. Keadaan stasis kapiler dapat menyebabkan
anoksia dan berkurangnya suplai nutrisi, sehingga menimbulkan formasi mikroanuerisma. Selain
itu, perdarahan retina dapat terlihat. Ini akibat hilang atau berkurangnya integritas endotel
sehingga terjadi ekstravasasi ke plasma, hingga terjadi perdarahan. Bercak-bercak perdarahan
kelihatan berada di lapisan serat saraf kelihatan lebih jelas dibandingkan dengan perdarahan yang
terletak jauh dilapisan fleksiform luar. Edema retina dan makula diperkirakan terjadi melalui 2
mekanisme. Hayreh membuat postulat bahwa edema retina timbul akibat transudasi cairan
koroid yang masuk ke retina setelah runtuhnya struktur RPE. Namun selama ini peneliti lain
percaya bahwa cairan edematosa muncul akibat kegagalan autoregulasi, sehingga meningkatkan
tekanan transmural pada arterioles distal dan kapiler proksimal dengan transudasi cairan ke
dalam jeringan retina. Absorpsi komponen plasma dari cairan edema retina akan menyebabkan
terjadinya akumulasi protein. Secara histologis, yang terlihat adalah residu edema dan makrofag
yang mengandung lipid. Walaupun deposit lipid ini ada dalam pelbagai bentuk dan terdapat
dimana-mana di dalam retina, gambaran macular star merupakan bentuk yang paling dominan.
Gambaran seperti ini muncul akibat orientasi lapisan Henle dari serat saraf yang berbentuk
radier.
Pemeriksaan laboratorium harus mencantumkan permintaan untuk pengukuran tekanan
darah, urinalisis, pemeriksaan darah lengkap terutama kadar hematokrit, kadar gula darah,
pemeriksaan elektrolit darah terutama kalium dan kalsium, fungsi ginjal terutama kreatinin,
profil lipid dan kadar asam urat. Selain itu pemeriksaan foto yang dapat dianjurkan termasuk
angiografi fluorescein dan foto toraks. Pemeriksaan lain yang mungkin bermanfaat dapat berupa
pemeriksaan elektrokardiogram.
B.2.7 Tatalaksana
Mengobati faktor primer adalah sangat penting jika ditemukan perubahan pada fundus
akibat retinopati arterial. Tekanan darah harus diturunkan dibawah 140/90 mmHg. Jika telah
terjadi perubahan pada fundus akibat arteriosklerosis, maka kondisi ini tidak dapat diobati lagi.
Beberapa studi eksperimental dan percobaan klinik menunjukan bahwa tanda-tanda retinopati
hipertensi dapat berkurang dengan mengontrol kadar tekanan darah. Masih tidak jelas apakah
pengobatan dengan obat anti hipertensi mempunyai efek langsung terhadap struktur
mikrovaskuler. Penggunaan obat ACE Inhibitor terbukti dapat mengurangi kekeruhan dinding
arteri retina sementara penggunaan HCT tidak memberikan efek apa pun terhadap pembuluh
darah retina. Perubahan pola dan gaya hidup juga harus dilakukan. Pasien dinasehati untuk

menurunkan berat badan jika sudah melewati standar berat badan ideal seharusnya. Konsumsi
makanan dengan kadar lemak jenuh harus dikurangi sementara intake lemak tak jenuh dapat
menurunkan tekanan darah. Konsumsi alkohol dan garam perlu dibatasi dan pasien memerlukan
kegiatan olahraga yang teratur.
Dokter atau petugas kesehatan harus tetap meneruskan pengobatan pada pasien hipertensi
walaupun tanpa tanda-tanda retinopati. Seperti yang ditunjukkan dalam gambar dibawah,
evaluasi dan management pada pasien dengan hipertensi harus diutamakan supaya tidak terjadi
komplikasi ke target organ yang lain.
B.2.8 Komplikasi
Pada tahap yang masih ringan, hipertensi akan meningkatkan refleks cahaya arterioler
sehingga timbul gambaran silver wire atau copper wire. Namun dalam kondisi yang lebih berat,
dapat timbul komplikasi seperti oklusi cabang vena retina (BRVO) atau oklusi arteri retina
sentralis (CRAO).
Walaupun BVRO akut tidak terlihat pada gambaran funduskopi, dalam hitungan jam atau
hari ia dapat menimbulkan edema yang bersifat opak pada retina akibat infark pada pembuluh
darah retina. Seiring waktu, vena yang tersumbat akan mengalami rekanalisasi sehingga kembali
terjadi reperfusi dan berkurangnya edema. Namun, tetap terjadi kerusaka yang permanen
terhadap pembuluh darah. Oklusi yang terjadi merupakan akibat dari emboli. Tiga varietas
emboli yang diketahui adalah:
i) kolesterol emboli (plaque Hollenhorst) yang berasal dari arteri karotid
ii) emboli platelet-fibrin yang terdapat pada arteriosklerosis pembuluh arah besar
iii) kalsifik emboli yang berasal dari katup jantung
Antara ciri-ciri dari CRAO adalah kehilangan penglihatan yang berat dan terjadi secara
tiba-tiba. Retina menjadi edema dan lebih opak, terutama pada kutub posterior dimana serat saraf
dan lapisan sel ganglion paling tebal. Refleks oranye dari vaskulatur koroid yang masih intak di
bawah foveola menjadi lebih kontras dari sekitarnya hingga memberikan gambaran cherry-red
spot. CRAO sering disebabkan oleh trombosis akibat arteriosklerosis pada lamina cribrosa.
Selain CRAO dan BRVO, sindroma iskmik okuler juga dapat menjadi komplikasi dari
retinopati hipertensi. Sindroma iskemik okuler adalah istilah yang diberikan untuk simptom
okuler dan tanda-tanda yang menandakan suatu keadaan kronis dari obstruksi arteri karotis yang
berat. Arteriosklerosis merupakan etiologi yang paling sering, namun penyebab lain yang dapat
menimbulkan kondisi ini termasuk sindroma Eisenmenger, giant cell arteritis dan kondisi
inflamasi lain yang berlangsung kronis. Simptom termasuk hilang penglihatan yang terjadi dalam
kurun waktu satu bulan atau lebih, nyeri pada daerah orbital mata yang terkena dan
penyembuhan yang terlambat akibat paparan cahaya langsung.
B.2.9 Prognosis
Prognosis tergantung kepada kontrol tekanan darah. Kerusakan penglihatan yang serius
biasanya tidak terjadi sebagai dampak langsung dari proses hipertensi kecuali terdapat oklusi
vena atau arteri lokal. Pasien dengan perdarahan retina, CWS atau edema retina tanpa
papiledema mempunya jangka hidup kurang lebih 27,6 bulan. Pasien dengan papiledema, jangka
hidupnya diperkirakan sekitar 10,5 bulan. Namun pada sesetengah kasus, komplikasi tetap tidak
terelakkan walaupun dengan kontrol tekanan darah yang baik.
C.1 Ablatio Retina
C.1.1 Definisi

Ablasio retina adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan batang retina dari sel
epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat erat dengan membrane
Bruch.
C.1.2. Etiologi
1. Robekan retina
2. Tarikan dari jaringan di badan kaca
3. Desakan tumor, cairan, nanah ataupun darah.
C.1.3. Klasifikasi
Terdapat tiga jenis utama : ablasio regmatogenosa, ablasio traksi dan ablasio serosa atau
hemoragik.
1. Ablasio Retina Regmatogenosa
Merupakan bentuk tersering dari ablasio retina. Pada ablasio retina regmatogenosa
dimana ablasi terjadi akibat adanya robekan di retina sehingga cairan masuk ke belakang antara
sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca cair (fluid vitreous)
yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina sehingga
mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel pigmen koroid.
Mata yang berisiko untuk terjadinya ablasi retina adalah mata dengan myopia tinggi,
pascaretinitis, dan retina yang memperlihatkan degenerasi di bagian perifer, 50% ablasi yang
timbul pada afakia.
Ablasio retina akan memberikan gejala terdapatnya gangguan penglihatan yang kadangkadang terlihat sebagai tirai yang menutup, terdapatnya ada riwayat pijaran api (fotopsia) pada
lapangan penglihatan.
Letak pemutusan retina bervariasi sesuai dengan jenis : Robekan tapal kuda sering
terjadi pada kuadran superotemporal, lubang atrofi di kuadran temporal,dan dialysis retina di
kuadran inferotemporal. Apabila terdapat robekan retina multipel maka defek biasanya terletak
90 satu sama lain.

Gambar 32. Robekan tapal kuda


Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna pucat dengan
pembuluh darah diatasnya dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah.

Gambar 33. robekan retina


2.

Ablasio Retina Traksi


Merupakan jenis tersering kedua, dan terutama disebabkan oleh retinopati diabetes
proliferatif, vitreoretinopati proliferatif, retinopati pada prematuritas, atau trauma mata. Ablasio
retina karena traksi khas memiliki permukaan yang lebih konkaf dan cenderung lebih lokal,
biasanya tidak meluas ke ora seratta. Pada ablasi ini lepasnya jaringan retina akibat tarikan
jaringan parut pada badan kaca yang akan mengakibatkan ablasi retina, dan penglihatan turun
tanpa rasa sakit.

Gambar 34. Ablasio retina traksi


3.

Ablasio Retina Serosa Atau Hemoragik


Ablasio ini adalah hasil dari penimbunan cairan dibawah retina sensorik, dan terutama
disebabkan oleh penyakit epitel pigmen retina dan koroid. Penyakit degenerative, inflamasi, dan
infeksi yang terbatas pada macula termasuk neovaskularisasi subretina yang disebabkan oleh
berbagai macam hal, mungkin berkaitan dengan ablasio retina jenis ini.

Gambar 35. Ablasio retina serosa

C.1.4. Diagnosis
Tabel 7. Gambaran Diagnosis Dari Tiga Tipe Ablasio Retina
Regmatogenus
Traksi
Riwayat penyakit
Afakia, myopia,
Diabetes,
trauma tumpul,
premature,trauma
photopsia, floaters,
tembus, penyakit sel
gangguan lapangan
sabit, oklusi vena.
pandang yang
progresif, dengan
keadaan umum baik.
Kerusakan retina
Terjadi pada 90-95 % Kerusakan primer
kasus
tidak ada
Perluasan ablasi
Meluas dari oral ke
Tidak meluas menuju
discus, batas dan
ora, dapat sentral atau
permukaan cembung
perifer
tergantung gravitasi
Pergerakan retina

Bergelombang atau
terlipat

Bukti kronis

Terdapat garis
pembatas, makrosis
intra retinal, atropik
retina
Terlihat pada 70 %
kasus
Sineretik, PVD,
tarikan pada lapisan
yang robek

Pigmen pada vitreous


Perubahan vitreous

Retina tegang, batas


dan permukaan
cekung, Meningkat
pada titik tarikan
Garis pembatas

Eksudatif
Factor-faktor sistemik
seperti hipertensi
maligna, eklampsia,
gagal ginjal.

Tidak ada
Tergantung volume
dan gravitasi,
perluasan menuju oral
bervariasi, dapat
sentral atau perifer
Smoothly elevated
bullae,biasanya tanpa
lipatan
Tidak ada

Terlihat pada kasus


Tidak ada
trauma
Penarikan vitreoretinal Tidak ada, kecuali
pada uveitis

Cairan sub retinal

Jernih

Jernih atau tidak ada


perpindahan

Massa koroid
Tekanan intraocular
Transluminasi

Tidak ada
Rendah
Normal

Tidak ada
Normal
Normal

Keaadan yang
menyebabkan ablasio

Robeknya retina

Retinopati diabetikum
proliferative, post
traumatis vitreous
traction

Dapat keruh dan


berpindah secara
cepat tergantung pada
perubahan posisi
kepala.
Bisa ada
Bervariasi
Transluminasi terblok
apabila ditemukan lesi
pigmen koroid
Uveitis, metastasis
tumor, melanoma
maligna,
retinoblastoma,
hemangioma koroid,
makulopati eksudatif
senilis, ablasi
eksudatif post
cryotherapi atau
dyathermi.

Pemeriksaan:
1.
Pemeriksaan tajam penglihatan
2.
Pemeriksaan lapangan pandang
3.
Memeriksa apakah ada tanda-tanda trauma
4.
Periksa reaksi pupil. Dilatasi pupil yang menetap mengindikasikan adanya trauma.
5.
Pemeriksaan slit lamp; anterior segmen biasanya normal, pemeriksaan vitreous untuk
mencari tanda pigmen atau tobacco dust, ini merupakan patognomonis dari ablasio retina pada
75 % kasus.
6.
Periksa tekanan bola mata.
7.
Pemeriksaan fundus dengan oftalmoskop (pupil harus dalam keadaan berdilatasi)
C.1.5. Penatalaksanaan
1. Scleral buckling : setelah defek pada retina ditandai pada luar sclera, cryosurgery dilakukan
disekitar lesi. Dilanjutkan dengan memperkirakan bagian dari dinding bola mata yang retinanya
terlepas, lalu dilakukan fiksasi dengan buckle segmental atau circular band (terlingkari >360
derajat) pada sclera. Keuntungan dari tehnik ini adalah menggunakan peralatan dasar, waktu
rehabilitasi pendek,resiko iatrogenic yang menyebabkan kekeruhan lensa rendah, mencegah
komplikasi intraocular seperti perdarahan dan inflamasi.
2. Retinopeksi pneumatic : udara dimasukkan ke dalam viterus. Dengan cara ini retina dapat
dilekatkan kembali. Cryosurgery dilakukan sebelum atau sesudah penyuntikan gas atau koagulasi
dengan laser yang dilakukan di sekitar defek retina setelah perlekatan retina. Pelepasan dengan

robekan tunggal pada retina di tepi atas fundus (arah jam 10- jam 2) adalah kondisi yang paling
bagus untuk prosedur ini.

Gambar 36. Skleral buckling

Gambar 37. Retinopeksi pneumatic


Pars Plana Vitrektomi : dibawah mikroskop, badan vitreus dan semua komponen penarikan
epiretinal dan subretinal dikeluarkan. Lalu retina dilekatkan kembali dengan cairan
perfluorocarbon. Defek pada retina ditutup dengan endolaser atau aplikasi eksokrio.
Keuntungan PPV:
1. Dapat menentukan lokasi defek secara tepat
2. Dapat mengeliminasi media yang mengalami kekeruhan karena teknik ini dapat
dikombinasikan dengan ekstraksi katarak.
3. Dapat langsung menghilangkan penarikan dari vitreous.
Kerugian PPV:
4.

1.
2.
3.
4.

Membutuhkan tim yang berpengalaman dan peralatan yang mahal.


Dapat menyebabkan katarak.
Kemungkinan diperlukan operasi kedua untuk mengeluarkansilicon oil
Perlu follow up segera (terjadinya reaksi fibrin pada kamera okuli anterior yang dapat
meningkatkan tekanan intraokuler.

Gambar 38. Vitrektomi


C.1.6. Prognosis
1. Apabila ablasio retina meliputi daerah macula, kemungkinan pengembalian penglihatan sangat
rendah.
2. Ablasio retina mempunyai risiko berulang.
C.2 Degenerasi Makula
C.2.1 Definisi
Degenerasi makula terkait usia merupakan kondisi generatif pada makula atau pusat
retina. Terdapat 2 macam degenarasi makula yaitu tipe kering (atrofik) dan tipe basah
(eksudatif). Kedua jenis degenerasi tersebut biasanya mengenai kedua mata secara bersamaan.
Degenerasi makula terjadi sebagai akibat dari kerusakan pada epitel pigmen retina.
Degenerasi makula menyebabkan kerusakan penglihatan yang berat (misalnya kehilangan
kemampuan untuk membaca dan mengemudi) tetapi jarang menyebabkan kebutaan total.
Penglihatan pada tepi luar dari lapang pandang dan kemampuan untuk melihat biasanya tidak
terpengaruh, yang terkena hanya penglihatan pada pusat lapang pandang.
C.2.2. Patofisiologi
Degenerasi makula yang terkait usia tipe kering ditandai oleh adanya atrofi dan
degenerasi retina bagian luar, epitel pigmen retina, membran Bruch, dan koriokapilaris dengan
derajat yang bervariasi. Dari perubahan-perubahan di epitel pigmen retina dan membran Bruch
yang dapat dilihat secara oftalmoskopi adalah drusen yang sangat khas. Drusen adalah endapan
putih kuning, bulat, diskret, dengan ukuran bervariasi di belakang epitel pigmen dan tersebar di
seluruh makula dan kutub posterior. Seiring dengan waktu, drusen dapat membesar, menyatu,
mengalami kalsifikasi dan meningkat jumlahnya. Secara histopatologis sebagian besar drusen
terdiri dari kumpulan lokal bahan eosinifilik yang terletak di antara epitel pigmen dan membran
Bruch; drusen mencerminkan pelepasan fokal epitel pigmen.

Walaupun pasien dengan degenerasi makula biasanya hanya memperlihatkan kelainan


non eksudatif, sebagian besar pasien yang menderita gangguan penglihatan berat akibat penyakit
ini mengalami bentuk eksudatif akibat terbentuknya neovaskularisasi subretina dan makulopati
eksudatif terkait. Cairan serosa dari koroid di bawahnya dapat bocor melalui defek defek kecil di
membran Bruch sehingga mengakibatkan pelepasan-pelepasan lokal epitel pigmen. Peningkatan
cairan tersebut dapat semakin menarik retina sensorik di bawahnya dan penglihatan biasanya
menurun apabila fovea terkena. Pelepasan epitel pigmen retina dapat secara spontan menjadi
datar dengan bermacam-macam akibat penglihatan dan meninggalkan daerah geografik
depigmentasi pada daerah yang terkena. Dapat terjadi pertumbuhan pemubulu-pembuluh darah
baru ke arah dalam yang meluas ke koroid sampai ruang subretina dan merupakan perubahan
histopatologik terpenting yang memudahkan timbulnya pelepasan makula dan gangguan
penglihatan sentral yang bersifat ireversivel pada pasien dengan drusen. Pembuluh pembuluh
darah ini akan tumbuh dalam konfigurasi roda-roda pedati datar atau sea-fan menjauhi tempat
masuk ke dalam ruang sub retina.
C.2.3 Etiologi
Degenerasi macula dapat disebabkan oleh beberapa factor dan dapat diperberat oleh
beberapa factor resiko, diantaranya :
1. Umur, faktor resiko yang paling berperan pada terjadinya degenerasi makula adalah umur.
Meskipun degenerasi makula dapat terjadi pada orang muda, penelitian menunjukkan bahwa
umur di atas 60 tahun beresiko lebih besar terjadi di banding dengan orang muda. 2% saja yang
dapat menderita degenerasi makula pada orang muda, tapi resiko ini meningkat 30% pada orang
yang berusia di atas 70 tahun.
2. Genetik, penyebab kerusakan makula adalah CFH, gen yang telah bermutasi atau faktor
komplemen H yang dapat dibawa oleh para keturunan penderita penyakit ini. CFH terkait dengan
bagian dari sistem kekebalan tubuh yang meregulasi peradangan.
3. Merokok, Merokok dapat meningkatkan terjadinya degenrasi makula.
4. Ras kulit putih (kaukasia) adalah sangat rentan terjadinya degenerasi makula di banding
dengan orang Afrika atau yang berkulit hitam.
5. Riwayat keluarga, resiko seumur hidup terhadap pertumbuhan degenerasi makula adalah 50%
pada orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga penderita dengan degenerasi makula, dan
hanya 12 % pada mereka yang tidak memiliki hubungan dengan degenerasi makula.
6. Hipertensi dan diabetes.
Degenerasi Makula menyerang para penderita penyakit diabetes, atau tekanan darah tinggi garagara mudah pecahnya pembuluh-pembuluh darah kecil (trombosis) sekitar retina. Trombosis
mudah terjadi akibat penggumpalan sel-sel darah merah dan penebalan pembuluh darah halus.
7. Paparan terhadap sinar Ultraviolet
8. Obesitas dan kadar kolesterol tinggi
C.2.4 Klasifikasi
1. Degenerasi Makula tipe non-eksudatif (tipe kering)
Rata-rata 90% kasus degenerasi makula terkait usia adalah tipe kering. Kebanyakan kasus
ini bisa memberikan efek berupa kehilangan penglihatan yang sedang. Tipe ini bersifat multipel,
kecil, bulat, bintik putih kekuningan yang di sebut drusen dan merupakan kunci identifikasi
untuk tipe kering. Bintik tersebut berlokasi di belakang mata pada level retina bagian luar.

Adapun lesi klasik yang bisa ditemukan adanya atrofi geografik. Terdapat endapan pigmen di
dalam retina tanpa disertai pembentukan jaringan parut , darah atau perembesan cairan.
Degenerasi makula terkait usia noneksudatif ditandai oleh atrofi dan degenerasi retina
bagian luar, epitel pigmen retina, membran Bruch, dan koriokapilaris dengan derajat yang
bervariasi. Dari perubahan-perubahan di epitel pigmen retina dan membran Bruch yang dapat
dilihat secara oftalmoskopis, drusen adalah yang paling khas. Drusen adalah endapan putih
kuning, bulat, diskret, dengan ukuran bervariasi di belakang epitel pigmen dan tersebar di
seluruh makula dan kutub posterior. Seiring dengan waktu, drusen dapat membesar, menyatu,
mengalami kalsifikasi dan meningkat jumlahnya. Secara histopatologis sebagian besar drusen
terdiri dari kumpulan lokal bahan eosinifilik yang terletak di antara epitel pigmen dan membran
Bruch; drusen mencerminkan pelepasan fokal epitel pigmen. Drusen dapat di bagi berdasarkan
klinik dan histopatologi yakni drusen keras ( nodular), drusen diffus ( konfluent), drusen halus
( granular ), dan drusen kalsifikasi . Selain drusen, dapat muncul secara progresif gumpalangumpalan pigmen yang tersebar secara tidak merata di daerah-daerah depigmentasi atrofi di
seluruh makula.
2. Degenerasi Makula tipe eksudatif ( tipe basah)
Degenerasi makula tipe ini adalah jarang terjadi namun lebih berbahaya di bandingkan
dengan tipe kering. Kira kira didapatkan adanya 10% dari semua degenerasi makula terkait usia
dan 90% dapat menyebabkan kebutaan. Tipe ini ditandai dengan adanya neovaskularisasi
subretina dengan tanda-tanda degenerasi makula terkait usia yang mendada atau baru mengalami
gangguan penglihatan sentral termasuk penglihatan kabur, distorsi atau suatu skotoma baru. Pada
pemeriksaan fundus, terlihat darah subretina, eksudat, lesi koroid hijau abu-abu di makula.
Neovaskularisasi koroid merupakan perkembangan abnormal dari pembuluh darah pada epitel
pigmen retina pada lapisan retina. Pembuluh darah ini bisa mengalami perdarahan dan
menyebabkan terjadinya scar yang dapat menghasilkan kehilangan pusat penglihatan. Scar ini
disebut dengan Scar Disciform dan biasanya terletak di bagian sentral dan menimbulkan
gangguan penglihatan sentral permanen.
C.2.5 Gejala Klinis
Gejala-gejala klinik yang biasa didapatkan pada penderita degenerasi makula antara
lain :
1. Distorsi penglihatan, obyek-obyek terlihat salah ukuran atau bentuk
2. Garis-garis lurus mengalami distorsi (membengkok) terutama dibagian pusat penglihatan
3. Kehilangan kemampuan membedakan warna dengan jelas
4. Ada daerah kosong atau gelap di pusat penglihatan
5. Kesulitan membaca, kata-kata terlihat kabur atau berbayang
6. Secara tiba-tiba ataupun secara perlahan akan terjadi kehilangan fungsi penglihatan tanpa rasa
nyeri.
C.2.6 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan hasil pemeriksaan
oftalmoskopi yang mencakup ruang lingkup pemeriksaan sebagai berikut :
1. Test Amsler Grid, dimana pasien diminta suatu halaman uji yang mirip dengan kertas
milimeter grafis untuk memeriksa luar titik yang terganggu fungsi penglihatannya. Kemudian
retina diteropong melalui lampu senter kecil dengan lensa khusus.
2. Test penglihatan warna, untuk melihat apakah penderita masih dapat membedakan warna, dan

tes-tes lain untuk menemukan keadaan yang dapat menyebabkan kerusakan pada makula.
3. Kadang-kadang dilakukan angiografi dengan zat warna fluoresein. Dokter spesialis mata
menyuntikan zat warna kontras ini ke lengan penderita yang kemudian akan mengalir ke mata
dan dilakukan pemotretan retina dan makula. Zat warna ini memungkinkan melihat kelainan
pembuluh darah dengan lebih jelas.
C.2.7 Diagnosis Banding
Degenerasi macula khususnya tipe eksudat dapat di diagnosis banding dengan:
1. Makroneurisme
2. Vaskulopati koroid polipoid
3. Khorioretinopati serous sentral
4. Kasus inflamasi
5. Tumor kecil seperti melanoma koroid
C.2.8 Penatalaksanaan
Tidak ada terapi khusus untuk AMD noneksudatif Penglihatan dimaksimalkan dengan
alat bantu penglihatan termasuk alat pembesar dan teleskop. Pasien diyakinkan bahwa meski
penglihatan sentral menghilang, penyakit ini tidak menyebabkan hilangnya penglihatan perifer.
Ini penting karena banyak pasien takut mereka akan menjadi buta total.
Pada sebagian kecil pasien dengan AMD eksudatif yang pada angiogram fluorosen
memperlihatkan membrane neovaskular subretina yang terletak eksentrik (tidak sepusat)
terhadap fovea, mungkin dapat dilakukan obliterasi membrane tersebut dengan terapi laser argon.
Membrane vascular subfovea dapat diobliterasi dengan terapi fotodinamik (PDT) karena laser
argon konvensional akan merusak fotoreseptor di atasnya. PDT dilakukan dengan menyuntikkan
secara intravena bahan kimia serupa porfirin yang diaktivasi oleh sinar laser nontermal saat sinar
laser berjalan melalui pembuluh darah di membrane subfovea. Molekul yang teraktivasi
menghancurkan pembuluh darah namun tidak merusak fotoreseptor. Sayangnya kondisi ini dapat
terjadi kembali bahkan setelah terapi laser.
Apabila tidak ada neovaskularisasi retina, tidak ada terapi medis atau bedah untuk
pelepasan epitel pigmen retina serosa yang terbukti bermanfaat. Pemakaian interferon alfa
parenteral, misalnya, belum terbukti efektif untuk penyakit ini. Namun apabila terdapat
membrane neovaskular subretina ekstrafovea yang berbatas tegas (200 um dari bagian tengah
zona avaskular fovea), diindikasikan fotokoagulasi laser. Dengan angiografi dapat ditentukan
dengan tepat lokasi dan batas-batas membrane neovaskular yang kemudian diablasi secara total
oleh luka-luka bakar yang ditimbulkan oleh laser. Fotokoagulasi juga menghancurkan retina di
atasnya tetapi bermanfaat apabila membrane subretina dapat dihentikan tanpa mengenai fovea.
Fotokoagulasi laser krypton terhadap neovaskularisasi subretina avaskular fovea (200 um
dari bagian tengah zona avaskular fovea) dianjurkan untuk pasien nonhipertensif. Setelah
fotokoagulasi membrane neovaskular subretina berhasil dilakukan, neovaskularisasi rekuren di
dekat atau jauh dari jaringan parut laser dapat dapat terjadi pada separuh kasus dalam 2 tahun.
Rekurensi sering disertai penurunan penglihatan berat sehingga pemantauan yang cermat dengan
Amsler grid, oftalmoskopi dan angiografi perlu dilakukan. Pasien dengan gangguan penglihatan
sentral di kedua matanya mungkin memperoleh manfaat dari pemakaian berbagai alat bantu
penglihatan kurang.

Selain itu terapi juga dapat dilakukan di rumah berupa pembatasan kegiatan dan follow up pasien
dengan mengevaluasi daya penglihatan yang rendah. Selain itu dengan mengkomsumsi
multivitamin dan antioksidan ( berupa vitamin E , vitamin C, beta caroten, asam cupric dan
zinc), karena diduga dapat memperbaiki dan mencegah terjadinya degenerasi makula. Sayuran
hijau terbukti bisa mencegah terjadinya degenerasi makula tipe kering. Selain itu kebiasaan
merokok dikurangi dan dan pembatasn hipertensi.
C.2.9 Prognosis
Bentuk degenerasi makula yang progresif dapat menyebakan kebutaan total sehingga
aktivitas dapat menurun. Prognosis dari degenerasi makula dengan tipe eksudat lebih buruk di
banding dengan degenerasi makula tipe non eksudat. Prognosis dapat didasarkan pada terapi,
tetapi belum ada terapi yang bernilai efektif sehingga kemungkinan untuk sembuh total sangat
kecil.

Anda mungkin juga menyukai