BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Child Abuse
Child abuse atau perlakuan yang salah terhadap anak didefinisikan sebagai
segala perlakuan buruk terhadap anak oleh orang tua, wali, atau orang lain
Neglect (Penelantaran)
Penelantaran anak adalah di mana orang dewasa yang bertanggung jawab
gagal untuk menyediakan kebutuhan memadai untuk berbagai keperluan,
termasuk fisik (kegagalan untuk menyediakan makanan yang cukup,
Emosi
Konsep diri
Anak yang mendapat perlakuan salah merasa dirinya jelek, tidak
dicintai, tidak dikehendaki, muram, dan tidak bahagia, tidak
mampu menyenangi aktifitas dan bahkan ada yang mencoba
bunuh diri.
Agresif
Anak mendapatkan perlakuan yang salah secara badani, lebih
agresif terhadap temansebayanya. Sering tindakan agresif
tersebut meniru tindakan orangtua mereka ataumengalihkan
perasaan agresif kepada teman sebayanya sebagai hasil
miskinnyakonsep harga diri
Hubungan social
Pada anak-anak ini sering kurang dapat bergaul dengan teman
sebayanya atau dengan orang dewasaAkibat dari penganiayaan
seksual
2.1.3
Penatalaksanaan
Pencegahan dan penanggulangan penganiayaan dan kekerasan pada anak
adalah melalui:
1. Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan dapat melakukan berbagai kegiatan dan program
yang ditujukan pada individu, keluarga, dan masyarakat.
2. Pendidikan
Sekolah mempunyai hak istimewa dalam mengajarkan bagian badan yang
sangat pribadi, yaitu penis, vagina, anus, dan bagian lain dalam pelajaran
Kurangnya Kesadaran
Banyak orang yang bermigrasi untuk mencari kerja baik di Indonesia
ataupun di luar negeri tidak mengetahui adanya bahaya trafiking dan tidak
mengetahui cara-cara yang dipakai untuk menipu atau menjebak mereka dalam
pekerjaan yang disewenang-wenangkan atau pekerjaan yang mirip perbudakan.
2.
Kemiskinan
Kemiskinan telah memaksa banyak keluarga untuk merencakanan strategi
penopang kehidupan mereka termasuk bermigrasi untuk bekerja dan bekerja
karena jeratan hutang, yaitu pekerjaan yang dilakukan seseorang guna membayar
hutang atau pinjaman.
3.
Faktor Budaya
a)
b)
Perkawinan Dini
Anak-anak perempuan yang menikah dini dansudah bercerai secara sah dianggap
sebagai orang dewasa dan rentan terhadap trafiking disebabkan oleh kerapuhan
ekonomi mereka.
4.
Kurangnya Pendidikkan
Orang dengan pendidikan yang terbatas memiliki lebih sedikit keahlian/skill
dan kesempatan kerja dan mereka lebih mudah ditrafik karena mereka bermigrasi
mencari pekerjaan yang tidak membutuhkan keahlian.
5.
Para pejabat pemerintah dapat juga disuap agar memberikan informasi yang tidak
benar pada kartu tanda pengenal (KTP), akte kelahiran, dan paspor yang membuat
buruh migran lebih rentan terhadap trafiking karena migrasi ilegal. Kurangnya
budget/anggaran dana negara untuk menanggulangi usaha-usaha trafiking
menghalangi kemampuan para penegak hukum untuk secara efektif menjerakan
dan menuntut pelaku trafiking.
Ada beberapa kriteria anak yang beresiko child trafficking, antara lain :
1.
Anak yang secara sosial ekonomi dari keluarga miskin kelompok marginal,
baik yang tinggal di pedesaan dan didaerah kumuh perkotaan;
2.
3.
4.
Anak jalanan;
5.
Anak yatim;
6.
7.
8.
Prostitusi anak
Penyebab utama prostitusi anak remaja adalah faktor kurangnya kontrol orang tua.
Praktek komersialisasi birahi yang dilakukan oleh perempuan usia belasan (PUB)
sebenarnya memiliki motif serta melalui proses yang sama dengan perempuan
dewasa. Yang berbeda hanya tingkat kemungkinan intervensi pihak lain terhadap
pilihan mereka dalam bersikap, perempuan dewasa lebih berani dan bebas
sedangkan PUB dapat dikendalikan orang tua. Umumnya perempuan yang
akhirnya terjun ke dunia komersialisasi birahi tersebut melalui tahapan sbb :
1. Tahap Dorongan, yang timbul karena perkembangan biologi,
sehingga memicu :
a. Pornografi (dampak teknologi), dapat terjadi bila orang tua
tidak mengontrol surfing internet, tontonan dan bacaan
anak.
b. Salah bergaul, dapat terjadi bila orang tua tidak mengontrol
frekuensi anak keluar rumah termasuk dalam memilih
teman bergaulnya.
2. Tahap Coba coba
10
Ketentuan Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
menyebutkan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
11
Bab III Undang-Undang tentang Perlindungan Anak mengatur mengenai hak dan
kewajiban anak. Hak anak diatur dalam ketentuan Pasal 4 sampai dengan Pasal 18
sedangkan kewajiban anak dicantumkan pada Pasal 19. Hak anak yang tercantum
dalam Undang-Undang tentang Perlindungan Anak tersebut antara lain meliputi
hak :
1. untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi;
2. atas suatu nama sebagai identitas dan status kewarganegaraan;
3. untuk beribadah menurut agamanya, berpikir dan berkreasi sesuai dengan
tingkat kecerdasan dan usianya dalam bimbingan orang tua;
4. untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan dan diasuh oleh orang tuanya
sendiri;
5. memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan
kebutuhan fisik, mental, spiritual dan sosial;
6. memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan
pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya;
7. memperoleh pendidikan luar biasa, rehabilitasi, bantuan sosial dan
pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial bagi anak yang menyandang cacat;
8. memperoleh pendidikan khusus bagi anak yang memiliki keunggulan;
9. menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari dan
memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi
pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan;
10. untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak
yang sebaya, bermain, berekreasi dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat
dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri;
11. mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminasi, eksploitasi (baik
ekonomi maupun seksual), penelantaran, kekejaman, kekerasan,
penganiayaan, ketidakadilan serta perlakuan salah lainnya;
12
12. untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri kecuali jika ada alasan dan/atau
aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi
kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir;
13. memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan atau
penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi;
14. memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum;
15. mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatan yang
dipisahkan dari orang dewasa, memperoleh bantuan hukum atau bantuan
lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku,
serta membela diri dan memperoleh keadilan di depan Pengadilan Anak
yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum, bagi
setiap anak yang dirampas kebebasannya;
16. untuk dirahasiakan, bagi setiap anak yang menjadi korban atau pelaku
kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum; dan
17. mendapatkan bantuan hokum dan bantuan lainnya, bagi setiap anak yang
menjadi korban atau pelaku tindak pidana.
13
BAB III
CONTOH KASUS
14
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Kasus TK JIS ( Jakarta Internasional School)
AK merupakan korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh petugas
kebersihan sekolah di TK Jakarta Internasional School (JIS) di Pondok Indah,
Jakarta Selatan
Tenyata berkaitan dengan hal itu kondisi korban mengkhawatirkan. Secara fisik,
anak 5 tahun itu masih menjalani pengobatan untuk beberapa luka dalam dan
memar. dampak secara psikologis, Anak masih suka muram. Jika melihat
lapangan, dia takut karena toilet itu (lokasi pelecehan seksual) terletak di depan
lapangan.Korban pun masih takut untuk pergi ke toilet sendirian dan tidak mau
ditinggal seorang diri, korban juga ketakutan dengan orang asing.
4.2 Kasus child trafficking di batam
Kepolisian Sektor Lubuk Baja, Kota Batam, Kepulauan Riau, mengungkap kasus
perdagangan manusia (human ktrafficking) dengan menangkap tiga pelaku dan
dua korban dari Sukabumi, Jawa Barat, berusia 14 dan 15 tahun berstatus pelajar.
Ia mengatakan, kedua korban dibawa dari Sukabumi pada 18 Februari 2014 ke
Batam oleh seorang pria berisisial Sa, yang anak buah seorang mucikari "S"
15
sekaligus pemilik karaoke di mana kedua korban dijadikan pekerja seks komersial
(PSK).Jika dikembalikan ke awal kejadian ini terjadi karena antara lain :
1.
Kurangnya Kesadaran
Banyak orang yang bermigrasi untuk mencari kerja baik di Indonesia ataupun di
luar negeri tidak mengetahui adanya bahaya trafiking pekerjaan yang mirip
perbudakan.
2.
Kemiskinan
3.1 Kesimpulan
Child abuse adalah kekerasan fisik atau mental, kekerasan seksual
dan penelantaran terhadap anak dibawah usia 18 tahun yang dilakukan oleh orang
yang seharusnya bertanggung jawab terhadap kesejahteraan anak, sehingga
keselamatan dan kesejahteraan anak terancam. Dampak terhadap psikologis anak
pun sangat besar.
Pada dasarnya child trafficking adalah penggunaan anak yang dilibatkan dalam
eksploitasi ekonomi maupun seksual dan lain-lain oleh orang dewasa atau pihak
ketiga untuk memperoleh keuntungan dalam bentuk uang maupun bentuk yang
lain. Faktor penyebab trafficking antara lain adalah kurang kesadaran,
kemiskinan, dan factor budaya.
Penyebab utama prostitusi anak remaja adalah faktor kurangnya kontrol orang tua.
Praktek komersialisasi birahi yang dilakukan oleh perempuan usia belasan (PUB)
sebenarnya memiliki motif serta melalui proses yang sama dengan perempuan
dewasa. Yang berbeda hanya tingkat kemungkinan intervensi pihak lain terhadap
16
pilihan mereka dalam bersikap, perempuan dewasa lebih berani dan bebas
sedangkan PUB dapat dikendalikan orang tua.
Ketentuan Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
menyebutkan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Bab III Undang-Undang tentang Perlindungan Anak mengatur mengenai hak dan
kewajiban anak. Hak anak diatur dalam ketentuan Pasal 4 sampai dengan Pasal 18
sedangkan kewajiban anak dicantumkan pada Pasal 19.
DAFTAR PUSTAKA
17
Nasional
Perlindungan
Anak.2009. Indonesia
dan
Masalah
Trafficking. Jakarta
18
seseorang yang mengetaui ada anak mendapat kekerasan, namun tidak ada
tindakan akan terancam tahanan 5 tahun penjara sesuai pasal 78 Tahun
2002. Berpikir untuk bertindak menyudahi kekerasan ini merupakan
langkah apik yang pertama. Selanjutnya orangtua dapat melakukan :
Menegur pelaku tindak kekerasan. Bentuk teguran tidak harus keras,
point terpenting adalah pelaku menyadari bahwa perilakunya itu
menyimpang dan merugikan anak.
Berikan masukan bagaimana cara menangani anak untuk kasus pengasuh
atau seseorang yang melakukan kekerasan karena tidak sabar
menghadapi anak. Ingatkan bahwa anak-anak belum bisa bersikap
seperti orang dewasa.
Hentikan dengan paksa bila pelaku masih melakukan kekerasan. Bila
kekerasan dilakukan oleh pengasuh seperti pembantu atau baby sitter,
segeralah memutuskan kontrak kerja.
Laporkan pada pihak yang berwajib bila luka yang diakibatkan oleh
kekerasan masuk dalam kategori fatal, misalnya luka robek yang parah,
luka tusuk, atau pemerkosaan.
Memantau tumbuh kembang anak sesuai dengan usia perkembangannya.
Jika tidak sesuai dengan tahap perkembangannya, segeralah datang ke
ahli medis tumbuh kembang, misalnya psikolog.
Lakukan fisum untuk kasus kekerasan secara fisik. Sehingga saat Anda
ingin melaporkan pelaku pada pihak berwajib, Anda memiliki bukti
otentik.
19
2.
3.
Tersedianya mekanisme nasional dan daerah antara lain dengan cara bersinergi
dalam bentuk task force (kelompok kerja) yang bisa langsung bekerja di lapangan
secara komprehensif dan terus menerus didalam memberikan perhatian dan
penanganan perlindungan anak dari child trafficking.
4.
Perlunya dikeluarkan produk hukum anti trafficking yang pro perlindungan anak
dari dari tindak pidana perdagangan anak dan bertujuan untuk perlindungan
hukum bagi anak korban child trafficking
20
Melalui lokasilisasi yang sering ditafsirkan sebagai legalisasi, orang melakukan pengawasan atau kontrol yang ketat demi menjamin kesehatan dan ke-amanan
para pealacur dan para penikmatnya.2.
Melakukan aktivitas rehabilitasi dan resosialisasi para pelacur agar bisa dikembalikansebagai warga masyarakat yang susila.3.
Penyempurnaan tempat penampungan bagi para wanita tuna susila yang ter-kena
raziadisertai pembinaan sesuai minat dan bakat masing-masing.4.
Menyediakan lapangan kerja baru bagi mereka yang bersedia meninggalkan
profesi pelacuran dan mau mulai hidup baru.5.
Mengadakan pendekatan terhadap keluarga para pelacur dan masyarakat asal
merekaagar keluarga mau menerima kembali mantan wanita tuna susila itu guna
mengawalihidup baru.6.
Melaksanakan pengecekan (razia) ke tempat-tempat yang digunakan untuk
perbuatanmesum (bordil liar) dengan tindak lanjut untuk dilakukan penutup
21
ereka sudah kotor dan profesi sebagai pelacur merupakan satu-satunya yang
pantas bagi mereka
Factor keluarga kondisi rumah tangga dan pola relasi antara orangtua dan
anak.ketidakharmonisan keluarga, lingkungan keluarga yang kurang kondusif,
kurang adanya keterikatan emosi antara anak dan orangtua serta pola asuh yang
otoriter dan membiarkan (mengabaikan) yang menyebabkan anak menjadi pribadi
yang tidak matang, sensitif, dan mudah terpengaruh.
Factor ekonomi Kebutuhan yang semakin lama semakin mendesak bisa saja
seseorang me-lakukan suatu perbuatan yang nekat, oleh sebab itu
seseorang menjadi pelacur itu dikarenakan oleh adanyatekanan ekonomi
Factor lingkungan
terengaruh oleh anggota keluarga lain atau teman-teman yang terlebih dahulu
terlibat dalam prostitusi maupun lingkungan yang permisif. Usia remaja awal
sebenarnya belum memiliki cukup pengetahuan akan seksualitas. Tetapi,
banyaknya kasus serupa di lingkungan sangat mudah membuat anak atau remaja
yang labil terbawa arus tersebut. Ditambah lagi lingkungan social yang saat ini
terkesan permisif tidak lagi memiliki tata nilai yang kuat.