Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah


Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia, karena
dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi
secara lebih cepat dan lebih mudah. Dan merupakan kenyataan yang
tidak bisa dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat berhutang kepada
ilmu. Ilmu telah banyak mengubah wajah dunia seperti hal memberantas
penyakit, kelaparan, kemiskinan dan berbagai wajah kehidupan yang sulit
lainnya. Dengan kemajuan ilmu juga manusia bisa

merasakan

kemudahan

pendidikan,

lainnya

seperti

transportasi,

pemukiman,

komunikasi dan sebagainya.


Singkatnya ilmu merupakan sarana untuk membantu manusia dalam
mencapai tujuan hidupnya.
Kemudian timbul pertanyaan apakah ilmu selalu merupakan berkah
dan penyelamat bagi manusia? Dan memang sudah terbukti dengan
kemajuan ilmu pengetahuan manusia dapat menciptakan berbagai bentuk
teknologi.

Misalnya

pembuatan

bom

yang

pada

awalnya

untuk

memudahkan kerja manusia namun kemudian dipergunakan untuk hal-hal


yang bersifat negatif yang menimbulkan malapetaka bagi manusia itu
sendiri seperti yang terjadi di Bali, dan menciptakan senjata kuman yang
dipakai sebagai alat untuk membunuh sesama manusia. Di sinilah ilmu
1

harus diletakkan secara proposional dan memihak pada nilai-nilai


kebaikan dan kemanusiaan. Sebab jika ilmu tidak berpihak kepada nilainilai maka yang terjadi adalah bencana dan malapetaka.
Setiap ilmu pengetahuan akan menghasilkan teknologi yang
kemudian akan diterapkan pada masyarakat. Proses ilmu pengetahuan
menjadi sebuah teknolgi yang benar-benar dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat tentu tidak terlepas dari moral ilmuwannya. Untuk Seorang
ilmuwan akan dihadapkan pada kepentingan-kepentingan pribadi atau
kepentingan masyarakat akan membawa pada persoalan etika keilmuan
serta masalah bebas nilai. Untuk itulah tanggungjawab seorang ilmuwan
haruslah dipupuk dan berada pada tempat yang tepat, tanggungjawab
akademis, dan tanggungjawab moral mengenal apa yang dimaksud
aksiologi, kami akan menguraikan beberapa defenisi tentang aksiologi.

BAB II
PEMBAHASAN

Pengertian Aksiologi
1. Aksiologi berasal dari perkataan Axios ( Yunani) yang berarti nilai
dan logos yang berarti teori. Jadi aksiologi adalah Teori tentang
nilai.
2. Sedangkan arti aksiologi yang terdapat di dalam bukunya Jujun S.
Suryasumantri Filasafat Ilmu sebuah Pengantar Populer bahwa
aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari
pengetahuan yang diperoleh.
3. Menurut Bramel, aksiologi terbagi dalam tiga bagian. Pertama
moral conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin
khusus, yakni etika. Kedua esthetic expression, yaitu ekspresi
keindahan. Bidang ini melahirkan keindahan. Ketiga sosio political
life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat
sosio politik.
4. Dalam Encliclopedya of Philosophy dijelaskan, aksiologi Value and
Valuation. Ada tiga bentuk value and Valuation.
a. Nilai, digunakan sebagai kata benda abstrak. Dalam pengertian
yang lebih sempit

seperti: baik, menarik, dan bagus.

Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas mencakup


3

sebagai tambahan segala bentuk kewajiban, kebenaran, dan


kesucian. Penggunaan nilai yang lebih luas merupakan kata
benda asli untuk seluruh macam kritik atau predikat pro dan
kontra, sebagai lawan dari suatu yang lain, dan ia berbeda
dengan fakta. Teori nilai atau aksiologi adalah bagian dari etika.
Lewis menyebutkan sebagai alat untuk mencapai beberapa
tujuan, sebagai nilai instrumental atau menjadi baik atau
sesuatu menjadi menarik, sebagai nilai inheren atau kebaikan
seperti estetis dari sebuah karya seni, sebagai nilai intrinsic atau
menjadi baik dalam dirinya sendiri, sebagai nilai contributor atau
nilai yang merupakan pengalaman yang memberikan kontribusi.
b. Nilai sebagai kata benda konkret. Contonya ketika kita berkata
sebuah nilai atau nilai-nilai, ia seringkali dipakai untuk merujuk
kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya, nilai dia, dan
sistem nilai dia. Kemudian dipakai untuk apa-apa yang memiliki
nilai atau ber nilai s
c.
d.
e.
f.
g.

h. ebagaimana berlawanan dengan apa-apa yang tidak dianggap


baik atau bernilai.
i. Nilai juga digunakan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai,
memberi nilai dan dinilai. Menilai umumnya sinonim dengan
evaluasi ketika hal tersebut secara aktif digunakan untuk menilai
perbuatan. Dewey membedakan dua hal tentang menilai, ia bisa
berarti menghargai dan mengevaluasi.
Dari definisi-definisi mengenai aksiologi diatas, terlihat dengan jelas
bahwa permasalahan yang utama adalah mengenai nilai. Nilai yang
dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan
berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang
dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.
Makna etika dipakai dalam dua bentuk arti, pertama, etika
merupakan suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap
perbuatan manusia. Seperti ungkapan saya pernah belajar etika. Arti
kedua, merupakan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan halhal, perbuatan-perbuatan, atau manusia-manusia yang lain. Seperti
ungkapan ia bersifat etis atau seorang yang jujur atau pembunuhan
merupakan sesuatu yang tidak susila.
Etika menilai perbuatan manusia, maka lebih tepat kalau dikatakan bahwa
objek formal etika adalah norma-norma kesusilaan manusia, dan dapat
dikatakan pula bahwa etika mempelajari tingkah laku manusia ditinjau dari
segi baik dan tidak baik didalam suatu kondisi yang normatif, yaitu suatu
5

kondisi yang melibatkan norma-norma. Sedangkan estetika berkaitan


dengan nilai pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap
lingkungan dan fenomena disekelilingnya.
Nilai itu objektif atau subjektifkah adalah sangat tergantung dari
hasil pandangan yang muncul dari filsafat. Nilai akan menjadi subjektif,
apabila subjek sangat berperan dalam segala hal, kesadaran manusia
menjadi tolok ukur segalanya; atau eksistensinya, maknanya dan
validitasnya tergantung pada reaksi subjek yang melakukan penilaian
tanpa mempertimbangkan apakah ini bersifat psikis ataupun fisis. Dengan
demikian, nilai subjektif akan selalu memperhatikan berbagai pandangan
yang dimiliki akal budi manusia, seperti perasaan, intelektualitas dan nilai
hasil subjektif selalu mengarah pada sesuatu suka dan tidak suka, senang
atau tidak senang. Misalnya seorang melihat matahari terbenam di sore
hari. Akibat yang dimunculkannya

adalah menimbulkan rasa senang

karena melihat betapa indahnya matahari terbenam itu. Ini merupakan


nilai yang subjektif dari seseorang dengan orang lain akan memiliki
kualitas yang berbeda. Nilai itu objektif, jika ia tidak tergantung pada
subjek atau kesadaran yang menilai. Nilai objektif muncul karena adanya
pandangan dalam filsafat tentang objektivisme. Ini beranggapan pada
tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya, sesuatu yang memiliki
kadar secara realitas benar-benar ada. Misalnya, kebenaran tidak
tergantung pada pendapat individu, melainkan pada objektifitas fakta,
kebenaran tidak diperkuat atau diperlemah oleh prosedur-prosedur.

Demikian juga dengan nilai orang yang berselera rendah tidak


mengurangi keindahan sebuah karya seni.
Gagasan aksiologi dipelopori juga oleh : Lotze Brentano, Husserl,
Scheller, dan Nocolai Hatmann. Scheller mengontraskannya dengan
praeksologi, yaitu pengertian umum mengenai hakikat tindakan, secara
khusus bersangkutan dengan dientologi, yaitu teori moralitas mengenai
tindakan yang benar. Dalam penilaiannya, terdapat dua bidang yang
paling popular saat ini, yaitu yang bersangkutan dengan tingkah laku
keadaan atau tampilan fisik. Dengan demikian kita mengenal aksiologi
dalam dua jenis, yaitu etika dan estetika
1. Etika

adalah

bagian

fisafat

yang

mempersoalkan

penilaian atas perbuatan manusia dari sudut baik atau


jahat. Etika dalam bahasa Yunani Ethos yang artinya
kebiasaan atau habit atau custom.
2. Estetika

merupakan

bagian

filsafat

yang

mempersoalkan penilaian atas sesuatu dari sudut indah


dan jelek, secara umum estetika mengkaji mengenai
apa yang membuat rasa senang.
Menurut Dagobert Runes mengemukakan beberapa persoalan
yang berkaitan dengan nilai yang menyangkut, hakikat nilai, tipe nilai
criteria niai dan status metafisika nilai.
Mengenai

hakikat

nilai

banyak

dikemukakan

diantaranya

teori

voluntarisme teori ini mengemukakan bahwa nilai adalah suatu pemuasan

terhadap suatu keinginan atau kemamuan. Menurut kaum hedonism


menyatakan bahwa hakikat nilai adalah pleasure atau kesenangan.
Semua manuasia mengarah pada kesenangan. Menurut formalism nilai
adalah kemauan yang bijaksana yang didasarkan pada akal rasional.
Menurut pragmatism, nilai itu baik apabia memenuhi kebutuhan dan
memiliki nilai instrumental, sebagian alat untuk mencapai tujuan.
Sedangkan tipe nilai dapat dibedakan anatara nilai instinsik dan
nilai instrumental. Nilai instrinsik merupakan nilai akhir yang menjadi
tujuan sedangkan nilai instrumental merupakan alat untuk mencapai nilai
instinsik.
Sebagai contoh nilai instrinsik adalah nilai yang dipancarkan oleh
suatu lukisan, dan shalat lima waktu merupakan nilai instrinsik dan
merupakan suatu perbuatan yang sangat luhur. Nilai instrumentalnya
bahwa dengan melaksanakan shalat akan mencegahperbuatan yang
keji/jahat yang dilarang oleh Allah dan tujuan akhirnya mendapat
kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Yang dimaksud dengan criteria nilai adalah sesuatu yang menjadi
ukuran nilai, bagaimana nilai yang baik, dan bagaimana nilai yang tidak
baik. Kaum hedisme menemukan nilai sejumlah kesenangan (peasure)
yang dicapai oleh individu atau masyarakat.
Bagi

kaum

pragmatis,

criteria

nilai

kehidupan, bagi individu atau masyarakat.

adalahkegunaannya

dalam

Yang dimaksud metafisik nilai adalah bagaimana hubungan nilainilai tersebut dengan realitas dan dibagi menjadi tiga bagian :
1. Subyektivisme : Value is entirely dependent on and relative to
human experience of it,
2. Logical objektivisme, value are logical essences for subsistences,
independent of their being known, yet not eksistesial status of
action in relity;
3. Metaphysical objektivise, values or norms or ideals are integral
objective an active constituents of the Metaphysical real.

Menurut objektivisme, nilai itu berdiri sendiri namun bergantung dan


berhubungan dengan pengalaman manusia. Pertimbangan terhadap nilai
berbeda antara manusia yang satu dengan yang lainnya. Menurut
objektivisme logis, nilai itu suatu kehidupan yang logis tidak terkait pada
kehidupan yang dikenalnya, namun tidak memiliki status dan gerak di
dalam kenyataan. Menurut objektivisme metafisik, nilai adalah suatu yang
lengkap, objektif, dan merupakan bagian aktif dari realitas metafisik.
a.

Karakteristik nilai

Ada beberapa karakteristik nialai yang berkaitan dengan teori nilai yaitu :
1) Nilai Objektif atau Subjektif
Nilai itu objektif jika ia tergantung pada subjek atau kesadaran yang
menilai: sebaliknya nilai itu subjektif jika eksistensinya, maknanya, dan
validitasnya tergantung pada realisasi subjek yang melakukan penilaian,

tanpa merpertimbangkan apakah ini bersifat pisikis atau fisik. suatu nilai
dikatakan objektif apabila nilai tersebut memiliki kebenarannya tanpa
memperhatikan pemilihan dan penilaian manusia. Contohnya : nilai-nilai
baik, benar, cantik merupakan realitas alam, yang merupakan bagian dari
sifat-sifat yang dimiliki oleh benda atau tindakan tersebut.
Nilai itu subjektif apabila nilai tersebut memiliki preferensi pribadi,
dikatakan baik karena dinilai oleh seseorang.
2) Nilai dikatakan absolut atau abadi
Apabila nilai yang berlaku sekarang sudah berlaku sejak masa
lampau dan akan berlaku secara absah sepanjang masa, serta akan
berlaku bagi siapapun tanpa memperhatikan ras, maupun kelas social.
Dipihak lain ada yang beranggapan bahwa semua nilai relative
sesuai dengan harapan dan keinginan manusia yang selalu berubah,
maka nilai itupun mengungkapkan perubahan-perubahan tersebut. Nilai
berubah merespon dalam kondisi baru, ajaran baru, agama baru,
penemuan-penemuan baru dalam sains dan teknologi, kemajuan dalam
pendidikan dan lainnya.

b. Tingkatan Hierarki Nilai


Terdapat beberapa pandangan yang berkaitan dengan hierarki nilai:
pertama, kaum idealis berpandangan secara pasti terhadap tingkatan
nilai, dimana nilai spiritual lebih tinggi dari pada non spiritual (nilai
material). Mereka menempatkan nilai religi pada tingkat yang tinggi karena

10

nilai religi membantu manusia dalam menemukan akhir hidupnya, dan


merupakan kesatuan dengan nilai spiritual, Kedua kaum realis juga
berpandangan

bahwa

terdapat

tingkatan

nilai,

dimana

mereka

menempatkan nilai rasional dan empiris pada tingkatan atas, sebab


mambantu manusia realitas objektif, hukum alam dan aturan berpikir logis,
ketiga, kaum pragmatis menolak tingkatan nilai secara pasti. Menurut
mereka suatu aktifitas dikatakan baik seperti yang lainnya, apabila
memuaskan kebutuhan yang penting, dan memiliki nilai instrumental.
Kemudian bagaimana dengan nilai dalam ilmu pengetahuan.
Seorang ilmuwan haruslah bebas dalam menentukan topik penelitiannya,
bebas dalam melakukan eksperimen-eksperimen. Kebebasan inilah
nantinya akan dapat mengukur kualitas kemampuannya. Ketika seorang
ilmuwan bekerja, ia hanya tertuju pada proses kerja ilmiahnya dan tujuan
agar penelitiannya berhasil dengan

baik. Nilai objektif hanya menjadi

tujuan utamanya, dia tidak mau terikat dengan nilai-nilai subjektif, seperti
nilai-nilai dalam masyarakat, nilai agama, nilai adat dan sebagainya. Bagi
seorang ilmuwan kegiatan ilmiahnya dan kebenaran ilmiahnya adalah
sangat penting.
Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan telah menciptakan
berbagai bentuk kemudahan bagi manusia. Namun apakah hal itu selalu
demikian? Bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan berkah dan
penyelamat bagi manusia, manusia terbebas dari kutuk yang membawa
malapetaka dan kesengsaraan. Memang dengan jalan mempelajari

11

teknologi seperti pembuatan bom atom manusia bisa memanfaatkan


wujudnya sebagai sumber energy dan keselamatan

manusia tetapi di

pihak lain hal ini bisa juga berakibat sebaliknya, yakni membawa manusia
kepada

penciptaan

bom

atom

yang

menimbulkan

malapetaka.

Menghadapi hal yang demikian, ilmu pengetahuan yang pada esensinya


mempelajari sebagaimana adanya, mulai dipertanyakan untuk apa
sebenarnya ilmu itu dipergunakan? Untuk menjawab pertanyaan seperti
itu, apakah para ilmuwan harus berpaling pada hakekat moral? Bahwa
ilmu itu berkaitan erat dengan persoalan nilai-nilai moral. Keterkaitan ilmu
dengan nilai-nilai moral (agama) sebenarnya sudah terbantahkan ketika
Copernicus mengemukakan teorinya Bumi yang berputar mengelilingi
matahari) sementara ajaran agama menilai sebaliknya maka timbulah
interaksi antara ilmu dengan moral yang berkonotasi metafisik, sedangkan
di pihak lain, terdapat keinginan agar ilmu mendasarkan kepada
pernyataan-pernyataan yang terdapat dalam ajaran-ajaran di luar bidang
keilmuan, di antarnya agama. Timbulah konflik yang bersumber pada
penafsiran metafisik ini, yang berkulminasi pada pengadilan inkuisisi
Galileo, yang oleh pengadilan dipaksa untuk mencabut pernyataannya
bahwa bumi berputar mengelilingi matahari. Pengadilan inkuisisi Galileo
ini selama kurang lebih 2,5 abad mempengaruhi proses perkembangan
berpikir di Eropa. Dalam kurun waktu ini para ilmuwan berjuang untuk
menegakkan ilmu berdasarkan penafsiran alam sebagaimana adanya
dengan semboyan Ilmu yang bebas nilai, setelah pertarungan itulah

12

ilmuwan mendapatkan kemenangan dengan memperoleh keotonomian


ilmu. Artinya kebebasan dalam melakukan penelitian dalam rangka
mempelajari alam sebagaimana adanya.
Setelah ilmu mendapatkan otonomi yang terbebas dari segenap nilai yang
bersifat dogmatic, ilmu dengan leluasa dapat mengembangkan dirinya
baik dalam bentuk abstrak maupun konkret, seperti teknologi. Teknologi
tidak diragukan lagi manfaatnya bagi manusia. Kemudian timbul
pertanyaan, bagaimana dengan teknologi yang mengakibatkan proses
dehumanisasi, apakah ini merupakan masalah kebudayaan ataukah
masalah moral? Apakah teknologi itu menimbulkan ekses yang negatif
terhadap masyarakat.
Dihadapkan dengan masalah moral dalam ekses ilmu dan teknologi
yang bersifat merusak, para ilmuwan terbagi dalam dua golongan
pendapat. Golongan pertama berpendapat bahwa ilmu harus bersifat
netral terhadap nilai-nilai baik itu secara ontologism maupun aksiologis
dalam hal ini ilmuwan hanyalah menemukan pengetahuan dan terserah
pada orang lain untuk mempergunakannya, apakah akan dipergunakan
untuk tujuan yang baik ataukah untuk tujuan yang buruk. Golongan ini
ingin melanjutkan tradisi ilmu secara total seperti pada waktu era Galileo.
Golongan kedua berpendapat bahwa netralitas ilmu terhadap nilai-nilai
hanya

terbatas

pada

metafisik

keilmuan,

sedangkan

dalam

penggunaannya harus berlandaskan nilai-nilai moral. Golongan kedua


mendasarkan pendapatnya pada beberapa hal, yakni:

13

1. Ilmu secara factual telah dipergunakan secara deduktif oleh manusia


yang dibuktikan oleh adanya dua perang dunia yang mempergunakan
teknologi keilmuan.
2. Ilmu telah berkembang dengan pesat dan makin esoteric hingga kaum
ilmuwan lebih mengetahui tentang ekses-ekses yang mungkin terjadi
bila terjadi penyalahgunaan.
3. Ilmu telah berkembang pesat sedemikian rupa di mana terdapat
kemungkinan

bahwa

ilmu

dapat

mengubah

manusia

dan

kemanusiaan yang paling hakiki seperti pada kasus revolusi genetika


dan teknik perbuatan social.
Berdasarkan hal di atas, maka golongan kedua berpendapat bahwa
ilmu secara moral harus ditujukan untuk kebaikan manusia tanpa
merendahkan martabat atau mengubah hakikat kemanusiaan.
Dari dua pendapat golongan di atas, kelihatannya netralitas ilmu
terletak pada efistemologisnya saja, artinya tanpa berpihak pada
siapapun, selain kepada kebenaran yang nyata.
Sedangkan secara ontologis dan aksiologis, ilmuwan harus mampu
menilai mana yang baik dan mana yang buruk, yang pada hakikatnya
mengharuskan seorang ilmuwan mempunyai landasan moral yang kuat.
Tanpa ini seorang ilmuwan akan lebih merupakan seorang momok yang
menakutkan.

14

Etika keilmuan merupakan etika yang normative yang merumuskan


prinsip-prinsip etis yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional
dan dapat diterapkan dalam ilmu pengetahuan. Tujuan etika keilmuan
adalah agar seorang ilmuwan dapat menerapkan prinsip-prinsip moral,
yaitu yang baik dan menghindarkan dari yang buruk ke dalam prilaku
keilmuannya. Sehingga ia menjadi ilmuwan yang mempertanggung
jawabkan prilaku ilmiahnya. Etika normatife menetapkan kaidah-kaidah
yang mendasari pemberian penilaian terhadap perbuatan-perbuatan apa
yang seharusnya dikerjakan dan apa yang seharusnya terjadi serta
menetapkan apa yang bertentangan dengan yang seharusnya terjadi.
Pokok

persoalan

dalam

etika

keilmuan

selalu

mengacu

kepadaelemen-elemen) kaidah moral, yaitu hati nurani kebebasan dan


tanggungjawab nilai dan norma yang bersifat utilitaristik (kegunaan).
Hatinurani disini adalah penghayatan tentang yang baik dan yang buruk
yang dihubungkan dengan prilaku manusia.
Nilai dan norma yang harus berada pada etika keilmuan adalah
nilai dan norma moral. Lalu apa yang menjadi kriteria pada nilai dan
norma moral itu ? Nilai moral tidak berdiri sendiri, tetapi ketika ia berada
pada atau menjadi seseorang, ia akan bergabung dengan nilai yang ada
seperti nilai agama, hukum budaya dan sebagainya. Yang paling utama
dalam nilai moral adalah yang terkait dengan tanggungjawab seseorang.
Norma moral menentukan apakah seseorang berlaku baik ataukah buruk
dari sudut etis. Bagi seorang ilmuwan, nilai dan norma moral yang

15

dimilikinya akan menjadi penentu, apakah ia sudah menjadi ilmuwan yang


baik atau belum.
Penerapan ilmu pengetahuan yang telah dihasilkan oleh para
ilmuwan, apakah itu berupa teknologi, maupun teori-teori emansipasi
masyarakat dan sebagainya itu, mestilah memperhatikan nilai-nilai
kemanusiaan, nilai agama, nilai adat, dan sebagainya. Ini berarti ilmu
pengetahuan tersebut sudah tidak bebas nilai. Karena ilmu sudah berada
ditengah-tengah masyarakat luas dan masyarakat akan mengujinya.
Oleh karena itu, tanggungjawab lain yang berkaitan dengan
penerapan teknologi dimasyarakat, yaitu menciptakan hal positif. Namun,
tidak semua teknologi dan

ilmu pengetahuan memiliki dampak positif

ketika berada ditengah masyarakat. Kadangkala teknologi berdampak


negatif, misalnya masyarakat menolak atau mengklaim suatu teknologi
bertentangan atau tidak sejalan dengan keinginan atau pandanganpandangan yang telah ada sebelumnya seperti rekayasa genetic (cloning
manusia) yang dapat dianggap bertentangan dengan kodrat manusia atau
ajaran agama. Dalam persoalan ini perlu ada penjelasan lebih lanjut. Bagi
seorang ilmuwan apabila ada semacam kritikan terhadap ilmu, ia harus
berjiwa besar, bersifat terbuka untuk menerima kritik dari masyarakat.
Tugas seorang ilmuwan harus menjelaskan hasil penelitiannya sejernih
mungkin atas dasar rasionalitas dan metodologi yang tepat.
Dibidang etika, tanggungjawab seorang ilmuwan, bukan lagi
memberi informasi namun harus memberi contoh. Dia harus bersifat

16

objektif, terbuka menerima kritik, dan menerima pendapat orang lain,


kukuh dalam pendirian yang dianggap benar, dan kalau berani mengakui
kesalahan. Semua sifat ini, merupakan implikasi etis dari proses
penemuan kebenaran secara ilmiah. Ditengah situasi dimana nilai
mengalami kegoncangan, maka seorang ilmuwan harus tampil di depan.
Pengetahuan
memberinya

yang

dimilikinya

keberanian.

Hal

merupakan
yang

sama

kekuatan
harus

yang

akan

dilakukan

pada

masyarakat yang sedang membangun, seorang ilmuwan harus bersikap


seperti seorang pendidik dengan memberikan contoh yang baik.
Kemudian bagaimana solusi bagi ilmu yang terkait dengan nilai-nilai ?
ilmu pengetahuan harus terbuka pada konteksnya, dan agamalah yang
menjadi konteksnya itu. Agama mengarahkan ilmu pengetahuan pada
tujuan hakikinya, yakni memahami realitas alam, dan memahami
eksistensi Alloh, agar manusia menjadi sadar akan hakekat penciptaan
dirinya, dan tidak mengarahkan ilmu pengetahuan melulu pada praxis,
pada kemudahan-kemudahan material duniawi. Solusi yang diberikan oleh
Al-Quran terhadap ilmu pengetahuan yang terikat dengan nilai adalah
dengan cara mengembalikan imu pengetahuan pada jalur semestinya,
sehingga ia menjadi berkah dan rahmat kepada manusia dan alam bukan
sebaliknya membawa mudorat.
Berdasarkan sejarah tradisi islam ilmu tidaklah berkembang pada
arah yang tak terkendali, tapi ia harus bergerak pada arah maknawi dan
umat berkuasa untuk mengendalikannya. Kekuasaan manusia atas ilmu

17

pengetahuan harus mendapat tempat yang utuh, eksistensi ilmu


pengetahuan bukan melulu untuk medesak kemanusiaan, tetapi
kemanusiaan yang menggenggam ilmu pengetahuan untuk kepentingan
dirinya dalam rangka penghambaan diri kepada sang pencipta.
Tentang tujuan ilmu pengetahuan, ada beberapa perbedaan pendapat
antara filosof dengan para ulama. Sebagian berpendapat bahwa
pengetahuan

sendiri

merupakan

tujuan

pokok

bagi

orang

yang

menekuninya, dan mereka ungkapkan tentang hal ini dengan ungkapan,


ilmu pengetahuan untuk ilmu pengetahuan, seni untuk seni, sastra untuk
sastra, dan lain sebagainya. Menurut mereka ilmu pengetahuan hanyalah
sebagai objek kajian untuk mengembangkan ilmu pengetahuan sendiri.
Sebagian

yang

lain

cenderung

berpendapat

bahwa

tujuan

ilmu

pengetahuan merupakan upaya para peneliti atau imuwan menjadikan


ilmu pengetahuan sebagai alat untuk menambah kesenangan manusia
dalam kehidupan yang terbatas dimuka bumi ini. Menurut pendapat yang
kedua ini, ilmu pengetahuan itu, untuk meringankan beban hidup manusia
atau untuk membuat manusia senang, karena dari ilmu pengetahuan
itulah yang nantinya akan melahirkan teknologi. Teknologi jelas sangat
dibutuhkan oleh manusia untuk mengatasi berbagai masalah, seperti
kebutuhan pangan, sandang, energi, kesehatan dan lain sebagainya.
Sedangkan

pendapat

yang

lainnya

cenderung

menjadikan

ilmu

pengetahuan sebagai alat untuk meningkatkan kebudayaan dan kemajuan


umat manusia secara keseluruhan.

18

BAB III
KESIMPULAN

Aksiologi adalah ilmu yang mengkaji tentang nilai-nilai, baik yang


bersifat atau obyektif, bersifat personal atau impersonal, baik nilai yang
selalu berubah atau tetap. Adapun aksiologi terbagi menjadi dua kajian
yaitu etika dan estetika.
Etika the study of value in human conduct, estetika the study of value in
the realms of beauty and art.

Menurut Bramel, aksiologi terbagi dalam tiga bagian. Pertama, moral


conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus, yakni
etika. Kedua, esthetic expression, yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini
melahirkan keindahan. Ketiga, sosio political life, yaitu kehidupan sosial
politik, yang akan melahirkan filsafat sosio politik.
Dalam Encliclopedya of Philosophy dijelaskan, aksiologi Value and
Valuation. Ada tiga bentuk value and Valuation.

19

a. Nilai, digunakan sebagai kata benda abstrak. Dalam pengertian


yang lebih sempit

seperti: baik, menarik, dan bagus.

Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas mencakup


sebagai tambahan segala bentuk kewajiban, kebenaran, dan
kesucian.
b. Nilai juga digunakan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai,
memberi nilai dan dinilai.
c. Menilai umumnya sinonim dengan evaluasi ketika hal tersebut
secara aktif digunakan untuk menilai perbuatan. Dewey
membedakan

dua

hal

tentang

menilai,

ia

bisa

berarti

menghargai dan mengevaluasi.


Dari definisi-definisi mengenai aksiologi diatas, terlihat dengan jelas
bahwa permasalahan yang utama adalah mengenai nilai.
Makna etika dipakai dalam dua bentuk arti, pertama, etika merupakan
suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan
manusia.
Etika menilai perbuatan manusia, maka lebih tepat kalau dikatakan bahwa
objek formal etika adalah norma-norma kesusilaan manusia, dan dapat
dikatakan pula bahwa etika mempelajari tingkah laku manusia ditinjau dari
segi baik dan tidak baik didalam suatu kondisi yang normatif, yaitu suatu
kondisi yang melibatkan norma-norma. Sedangkan estetika berkaitan

20

dengan nilai pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap


lingkungan dan fenomena disekelilingnya.
Gagasan aksiologi dipelopori juga oleh : Lotze Brentano, Husserl,
Scheller, dan Nocolai Hatmann. Scheller mengontraskannya dengan
praeksologi, yaitu pengertian umum mengenai hakikat tindakan, secara
khusus bersangkutan dengan dientologi, yaitu teori moralitas mengenai
tindakan yang benar. Dalam penilaiannya, terdapat dua bidang yang
paling popular saat ini, yaitu yang bersangkutan dengan tingkah laku
keadaan atau tampilan fisik. Dengan demikian kita mengenal aksiologi
dalam dua jenis, yaitu etika dan estetika
a. Etika adalah bagian fisafat yang mempersoalkan penilaian
atas perbuatan mmmanusia dari sudut baik atau jahat. Etika
dalam bahasa Yunani Ethos yang artinya kebiasaan atau
habit atau custom.

b. Estetika merupakan bagian filsafat yang

mempersoalkan

penilaian atas sesuatu dari sudut indah dan jelek, secara


umum estetika mengkaji mengenai apa yang membuat rasa
senang.
Menurut Dagobert Runes mengemukakan beberapa persoalan
yang berkaitan dengan nilai yang menyangkut, hakikat nilai, tipe nilai
criteria niai dan status metafisika nilai.
a. Mengenai hakikat nilai

21

b. tipe nilai dapat dibedakan anatara nilai instinsik dan nilai instrumental.
Nilai instrinsik merupakan nilai akhir yang menjadi tujuan sedangkan
nilai instrumental merupakan alat untuk mencapai nilai instinsik.
c.

criteria nilai adalah sesuatu yang menjadi ukuran nilai, bagaimana


nilai yang baik, dan bagaimana nilai yang tidak baik. Kaum hedisme
menemukan nilai sejumlah kesenangan (peasure) yang dicapai oleh
individu atau masyarakat.

d. metafisik nilai adalah bagaimana hubungan nilai-nilai tersebut dengan


realitas dan dibagi menjadi tiga bagian :
1) Subyektivisme : Value is entirely dependent on and relative to
human experience of it,
2) Logical

objektivisme,

value

are

logical

essences

for

subsistences, independent of their being known, yet not


eksistesial status of action in relity;
3) Metaphysical objektivise, values or norms or ideals are integral
objective an active constituents of the Metaphysical real.

e. Karakteristik nilai
Ada beberapa karakteristik nialai yang berkaitan dengan teori nilai
yaitu :
1) Nilai Objektif atau Subjektif
2) Nilai Absolut atau berubah,

22

f. Tingkatan Hierarki Nilai


Terdapat beberapa pandangan yang berkaitan dengan hierarki nilai:
pertama, kaum idealis berpandangan secara pasti terhadap tingkatan
nilai, dimana nilai spiritual lebih tinggi dari pada non spiritual (nilai
material).

Golongan kedua

mendasarkan pendapatnya pada beberapa hal,

yakni:
1. Ilmu secara factual telah dipergunakan secara deduktif oleh
manusia yang dibuktikan oleh adanya dua

perang dunia yang

mempergunakan teknologi keilmuan.


2. Ilmu telah berkembang dengan pesat dan makin esoteric hingga
kaum ilmuwan lebih mengetahui tentang ekses-ekses yang
mungkin terjadi bila terjadi penyalahgunaan.
3. Ilmu telah berkembang pesat sedemikian rupa di mana terdapat
kemungkinan

bahwa

ilmu

dapat

mengubah

manusia

dan

kemanusiaan yang paling hakiki seperti pada kasus revolusi


genetika dan teknik perbuatan social.
4. Berdasarkan hal di atas, maka golongan kedua berpendapat
bahwa ilmu secara moral harus ditujukan untuk kebaikan manusia

23

tanpa

merendahkan

martabat

atau

mengubah

hakikat

kemanusiaan.
5. Dari dua pendapat golongan di atas, kelihatannya netralitas ilmu
terletak pada efistemologisnya saja, artinya tanpa berpihak pada
siapapun, selain kepada kebenaran yang nyata.
Sedangkan secara ontologis dan aksiologis, ilmuwan harus mampu
menilai mana yang baik dan mana yang buruk, yang pada hakikatnya
mengharuskan seorang ilmuwan mempunyai landasan moral yang kuat.
Tanpa ini seorang ilmuwan akan lebih merupakan seorang momok yang
menakutkan.
Etika keilmuan merupakan etika yang normative yang merumuskan
prinsip-prinsip etis yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional
dan dapat diterapkan dalam ilmu pengetahuan. Tujuan etika keilmuan
adalah agar seorang ilmuwan dapat menerapkan prinsip-prinsip moral,
yaitu yang baik dan menghindarkan dari yang buruk ke dalam prilaku
keilmuannya.
Pokok

persoalan

dalam

etika

keilmuan

selalu

mengacu

kepadaelemen-elemen) kaidah moral, yaitu hati nurani kebebasan dan


tanggungjawab nilai dan norma yang bersifat utilitaristik (kegunaan).
Hatinurani disini adalah penghayatan tentang yang baik dan yang buruk
yang dihubungkan dengan prilaku manusia.
Nilai dan norma yang harus berada pada etika keilmuan adalah
nilai dan norma moral. Lalu apa yang menjadi kriteria pada nilai dan

24

norma moral itu ? Nilai moral tidak berdiri sendiri, tetapi ketika ia berada
pada atau menjadi seseorang, ia akan bergabung dengan nilai yang ada
seperti nilai agama, hukum budaya dan sebagainya. Yang paling utama
dalam nilai moral adalah yang terkait dengan tanggungjawab seseorang.
Norma moral menentukan apakah seseorang berlaku baik ataukah buruk
dari sudut etis.
Dibidang etika, tanggungjawab seorang ilmuwan, bukan lagi
memberi informasi namun harus memberi contoh. Dia harus bersifat
objektif, terbuka menerima kritik, dan menerima pendapat orang lain,
kukuh dalam pendirian yang dianggap benar, dan kalau berani mengakui
kesalahan.
Berdasarkan sejarah tradisi islam ilmu tidaklah berkembang pada
arah yang tak terkendali, tapi ia harus bergerak pada arah maknawi dan
umat berkuasa untuk mengendalikannya. Kekuasaan manusia atas ilmu
pengetahuan harus mendapat tempat yang utuh, eksistensi ilmu
pengetahuan bukan melulu untuk medesak kemanusiaan, tetapi
kemanusiaan yang menggenggam ilmu pengetahuan untuk kepentingan
dirinya dalam rangka penghambaan diri kepada sang pencipta.
Tentang tujuan ilmu pengetahuan, ada beberapa perbedaan
pendapat antara filosof dengan para ulama. Sebagian berpendapat bahwa
pengetahuan

sendiri

merupakan

tujuan

pokok

bagi

orang

yang

menekuninya, dan mereka ungkapkan tentang hal ini dengan ungkapan,


ilmu pengetahuan untuk ilmu pengetahuan, seni untuk seni, sastra untuk

25

sastra, dan lain sebagainya.. Teknologi jelas sangat dibutuhkan oleh


manusia untuk mengatasi berbagai masalah, seperti kebutuhan pangan,
sandang, energi, kesehatan dan lain sebagainya. Sedangkan pendapat
yang lainnya cenderung menjadikan ilmu pengetahuan sebagai alat untuk
meningkatkan

kebudayaan

dan

kemajuan

umat

manusia

secara

keseluruhan dimuka bumi.

DAFTAR PUSTAKA

Bakhtiar, Amsal, (2004). Filsafat Ilmu. PT Raja Grafindo Persada


Sadulloh, Uyoh, (2007) Filsafat Pendidikan.Bumi Siliwangi, Peerbit Cipta
Utama
A.Wiramiharja, Sutardjo, (2006). Pengantar Filsafat. Bandung. Rflika
Aditama.
Sumber internet : http://mswibowo.blogspot.com/2009/01/aksiologi-nilaidan-etika.html
Sumber internet : http://www.scribd.com/doc/9212538/makalah-aksiologi
Sumber internet : http://e-je.blogspot.com/2009/01/aksiologi.html

26

TUGAS MATA KULIAH


FILSAFAT ILMU
Kelompok 3
(Bahasan Aksiologi)

DOSEN
Prof. Dr. H. ENDANG KOMARA, M.Si

DISUSUN OLEH :

27

1 NURSALIM IRSAD
2 PURMASIH
3 HARTINI
4 AGUS SAEPULLOH
5 ABDUL GANI WIJAYA
6 SUPARMO
7 DADANG MULYADI

NPM / No Absen 0987014


9
NPM / No Absen 0987015
0
NPM / No Absen 0987015
2
NPM / No Absen 0987014
5
NPM / No Absen 0987014
NPM / No Absen 6
NPM / No Absen 09870148
09870161

/34
/35
/37
/30
/31
/33
/46

PROGRAM PASCA SARJANA


PROGRAM STUDI IPS
STKIP PASUNDAN CIMAHI
2009
Kata pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Illahi Rabbi yang mana kami
dari kelompok 3 dengan bahasan

aksiologi telah menyelesaikan

salahsatu tugas mata kuliah Filsafat Ilmu.


Pada bahasan ini
ada/berkembang

kami mengkaji mengenai nilai-nilai yang

di masyarakat untuk dikaji dalam bentuk presentasi

yang nantinya bisa kita jadikan acuan untuk diaplikasikan dalam


kehidupan bermasyarakat.
Dalam penulisan

makalah ini saran dan kritik sangat diperlukan

dalam membangun makalah ini.

Cimahi, 16 Januari 2009

28

i
Daftar Isi

Kata Pengantar

............................................................................. i

Daftar Isi

............................................................................. ii

BAB I
Pendahuluan

............................................................................. 1

BAB II
Pembahasan

............................................................................. 3

BAB III
Kesimpulan

............................................................................. 19

Daftar Pustaka

............................................................................. 25

29

ii

30

Anda mungkin juga menyukai