Dari angka tersebut kita tahu bahwa reaksi kusta hampir selalu terjadi pada penderita
kusta baik sebelum pengobatan, sedang dalam pengobatan dan sesudah pengobatan. Hal ini
membuat kami tertarik untuk membahas mengenai reaksi kusta ini, terutama reaksi tipe II atau
reaksi ENL.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Reaksi ENL merupakan suatu reaksi antigen-antibodi komplemen yang ditandai dengan
nodus eritematosa yang nyeri, terutama diekstremitas, neuritis, arthritis, dll. Reaksi ini terutama
terjadi pada tipe lepromatosa (LL) dan borderline lepromatosa (BL). 2
II. EPIDEMIOLOGI
Dari hasil penetilitian di kabupaten Brebes tahun 2007 terdapat 303 penderita kusta
terdaftar yang terdiri tipe PB : 25 orang dan tipe MB : 283 penderita, CDR : 1,20/1000, PR :
1,73/10000, cacat tingkat 2 : 4,21 %, penderita anak : 14,02 %. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa factor risiko karekteristik status klinis yang terbuktu berpengaruh terhadap terjadinya
reaksi kusta adalah umur saat didiagnosis kusta lebih dari 15tahun (OR = 4,210; p = 0,030; 95%
CI 1,150 15,425), lama sakit lebih dari 1 tahun (OR = 2,813; p = 0,038; 95% CI 1,160
7,464 ) dan kelelahan fisik (OR = 4,672; p 0,001; 95% CI 1,909 11,432). Probabilitas
penderita untuk mengalami reaksi kusta dengan semua factor risiko di atas adalah sebesar 18,8%.
1
Pada penelitian yang sama diperoleh sampel sebanyak 106 penderita. 53 orang sebagai
control dan 53 orang adalah penderita kusta. Responden yang mengalami reaksi kusta tipe I
sebanyak 24,5 % dan tipe II sebanyak 75,5%. Dari 53 penderita yang mengalami reaksi kusta,
sebanyak 94,3 % penderita mengalami reaksi kusta berat dan 5,7 % mengalami reaksi kusta
ringan. Berdasarkan status pengobatan MDT, sebanyak 5,7 % penderita belum mendapat
pengobatan, sedang dalam pengobatan sebanyak 52,8 % dan sesudah pengobatan sebanyak 41,5
%. 1
Faktor risiko
Umur saat didiagnosis kusta lebih
dari 15tahun
Jenis kelamin: wanita
Lama sakit lebih dari 1tahun
OR
4,397
Nilai p
0,020
95% CI
1,340 14,428
0,538
2,822
0,170
0,033
0,247 1,171
1,169 6,811
2
4
5
6
7
8
0,543
0,257
5,022
6,552
0,111
0,173
0.223
0,001
0,001
0,025
0,251 1,175
0,042 1,573
1,991 12, 671
2,715 15,816
0,020 0,626
III. ETIOLOGI
Hingga saat ini, penyebab pasti timbulnya ENL belum diketahui secara pasti. Faktor
pencetus yang dapat menyebabkan timbulnya ENL ialah infeksi stress mental dan fisik,
kehamilan , vaksinasi, faktor hormonal dan nutrisi. 1,2,3
Mekanisme imunopatologi ENL masih kurang jelas. ENL diduga merupakan manifestasi
pengendapan kompleks antigen antibodi pada pembuluh darah.4 Perlu ditegaskan bahwa pada
ENL tidak terjadi perubahan tipe. Lain halnya dengan reaksi reversal yang hanya dapat terjadi
pada tipe borderline (Li, BL, BB, BT, Ti) sehingga dapat disebut reaksi borderline.8
Diperkirakan reaksi pada ENL ada hubungannya dengan reaksi hipersensitivitas tipe
lambat. Reaksi peradangan terjadi pada tempat-tempat basil lepra berada, yaitu pada saraf dan
kulit, umumnya terjadi pada pengobatan 6 bulan pertama.8
Pada pengobatan, banyak basil kusta yang mati dan hancur, yang berarti banyak pula
antigen yang dilepaskan.4 Adanya faktor pencetus seperti infeksi virus, stress, vaksinasi dan
kehamilan menyebabkan terjadinya infiltrasi sel T helper 2 yang menghasilkan berbagai sitokin
yaitu IL-4 yang menginduksi sel B menjadi sel plasma yang kemudian memproduksi antibodi. 4,5
Konsentrasi antigen dan presipitasi antibodi tersebut akan bereaksi dan membentuk kompleks
imun yang terus beredar dalam sirkulasi darah yang akhirnya dapat diendapkan dalam berbagai
organ atau jaringan yang kemudian mengaktifkan sistem komplemen.4,5
Secara ringkasnya fenomena ini berupa kompleks imun akibat reaksi antara antigen
M.leprae + antibody ( IgM, IgG ) + komplemen kompleks imun. Komplemen akan bergabung
3
dengan kompleks imun dan akhirnya akan membentuk endapan kompleks imun dan
menghasilkan polimorfonuklear leukotaktik factor.8 Itulah sebabnya penimbunan kompleks imun
pada pembuluh darah dan lesi merupakan karakteristik reaksi ENL.6
Fagositosis kompleks imun oleh neutrofil yang terakumulasi menimbulkan pelepasan
atau produksi sejumlah substansi proinflamasi tambahan, termasuk proataglandin, peptida
vasodilator, dan substansi kemotaksis,serta enzim lisosom yang mampu mencerna membran
basalis, kolagen, elastin, dan kartilago yang menyebabkan inflamasi dan nekrosis jaringan.8
Terdapat juga penelitian yang mempelajari peranan tumor nekrosis faktor alfa (TNF-a)
pada patogenesiss ENL. Penderita LL yang menunjukkan reaksi ENL setelah terapi MDT juga
menunjukkan kadar TNF-a yang tinggi. Data ini menunjukkan eratnya hubungan antara TNF-a
dengan patogenesis ENL.3
Faktor nekrosis tumor ini bisa menimbulkan kerusakan langsung pada sel dan jaringan,
mengaktifkan makrofag, memacu makrofag memproduksi IL-1 dan IL-6 dan memacu sel hepar
menghasilkan protein reaktif C (PRC). Peninggian konsenterasi TNF-a dan PRC dalam serum
penderita ENL yang berkorelasi positif sekitar 95% apabila dibandingkan dengan penderita kusta
lepromatosa non reaksi.6
V. GEJALA KLINIS
Gejala dan keluhan penyakit bergantung pada:
Manifestasi klinis dari kusta sangat beragam, namun terutama mengenai kulit, saraf, dan
membran mukosa10. Pasien dengan penyakit ini dapat dikelompokkan lagi menjadi 'kusta
tuberkuloid (Inggris: paucibacillary), kusta lepromatosa (penyakit Hansen multibasiler), atau
kusta multibasiler (borderline leprosy).
Penilaian untuk tanda-tanda fisik terdapat pada 3 area umum: lesi kutaneus, neuropathi,
dan mata. Untuk lesi kutaneus, menilai jumlah dan distribusi lesi pada kulit. Makula
hipopigmentasi dengan tepian yang menonjol sering merupakan lesi kutaneus yang pertama kali
muncul. Sering juga berupa plak. Lesi mungkin atau tidak mungkin menjadi hipoesthetik. Lesi
pada pantat sering sebagai indikasi tipe borderline.
Tanda-tanda umum dari neuropati lepra :
neuropati sensoris jauh lebih umum dibandingkan neuropathy motorik, tapi neuropati
anesthesia, tidak nyeri, patch kulit yang tidak gatal,: pasien dengan lesi kulit yang
menutupi cabang saraf perifer mempunyai resiko tinggi untuk berkembangnya
kelemahan otot)
gejala sensoris yang berkurang untuk melengkapi hilangnya sensasi, paresthesia
dalam distribusi saraf-saraf yang terpengaruh, nyeri neuralgia saat saraf memendek
atau diregangkan
lepuh yang timbul spontan dan ulcus tropik sebagai konsekuensi dari hilangnya
sensoris
reaksi reversal onset yang mendadak dari kulit yang kemerahan dan munculnya
Pemeriksaaan bakterioskopik, sediaan dari kerokan jaringan kulit atau usapan mukosa hidung
yang diwarnai dengan pewarnaan BTA ZIEHL NEELSON.
7
Imaging Studies
Foto thorak
Pemeriksaan penunjang pada ENL dapat berupa pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
histopatologi4
Pada pemeriksaan laboratorium, dilakukan pemeriksaan protein dan sel darah merah
dalam urine yang dapat menunjukkan terjadinya glomerulonefritis akut. Pada
pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop, dapat terlihat kompleks imun pada
glomerulus ginjal. Pada pemerksaan hematologi dapat ditemukan leukositosis PMN,
trombositosis, peninggian LED, anemia normositik normokrom dan peninggian kadar
gammaglobulin 4
Pemerikaan histologi, ENL akan menunjukkan inflamasi akut berupa lapisan infiltrat
pada inflamasi granulomatosa yang kronik dari BL dan LL 7. Selain itu, akan tampak
peningkatan vaskularisasi dengan dilatasi kapiler pada dermis bagian atas dan pada
dermis bagian bawah terdapat infiltrasi lekosit polimorfonuklear yang lokalisasinya
disekeliling pembuluh darah dan menyerang dinding pembuluh darah. 5 Terdapat
pembengkakan dan edema endothelium vena, arteriole dan arteri-artei kecil pada lasi
ENL. Fragmen basil sedikit dan, terdapat disekitar pembuluh darah. Kerusakan
dinding vaskuler ini mengakibatkan ekstravasasi eritrosit.6
VII. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan reaksi kusta berbeda tergantung manifestasi dan berat ringannya penyakit.
1. Reaksi ringan
Pada reaksi ENL ringan dapat diberikan analgesik / antipiretik seperti Aspirin atau
Asetaminofen.13
2. Reaksi berat
Berikut adalah pedoman WHO untuk pengelolaan reaksi eritema nodosum leprosum (ENL)
berat.13
Prinsip umum:
1. Reaksi ENL berat sering berulang dan kronis serta dapat bervariasi dalam manifestasinya.
2. Manajemen ENL berat yang terbaik dilakukan oleh dokter di pusat rujukan.
3. Dosis dan durasi obat anti reaksi yang digunakan dapat disesuaikan oleh dokter sesuai dengan
kebutuhan pasien individu
pemberian 12 minggu.
11
Obat lain yang berguna dalam pengobatan reaksi ENL adalah pentoxifylline saja atau
dalam kombinasi dengan klofazimin / prednisolone. Karena alasan efek samping teratogenik,
WHO tidak menganjurkan penggunaan thalidomide untuk manajemen reaksi ENL pada kusta. 13
BAB III
12
KESIMPULAN
Reaksi kusta hampir selalu terjadi pada penderita kusta baik sebelum pengobatan, sedang
dalam pengobatan dan sesudah pengobatan. Reaksi kusta ini dibagi menjadi 2, yaitu : reaksi tipe
I atau reaksi reversal dan reaksi tipe II atau reaksi ENL dengan manifestasi klinis yang jelas.
Walaupun reaksi kusta ini sangat sering ditemukan namun etiologinya masih belum jelas.
Beberapa factor pencetus diduga berkaitan dengan angka kejadian reaksi ini, seperti : setelah
pengobatan antikusta yang intensif, stress fisik / psikis, imunisasi, kehamilan, persalinan,
menstruasi, infeksi, trauma, dll.
Reaksi ENL terutama terjadi pada tipe lepromatosa (LL) dan borderline lepromatosa
(BL). Reaksi ini ditandai dengan adanya nodus eritematosa yang nyeri, terutama di ekstremitas,
dan beberapa gejala prodormal dan gejala sistemik.
Penatalaksanaan dari reaksi ini ditujukan untuk mengatasi neuritis, mencegah paralisis
dan kontraktur, mengatasi gangguan mata, dan disarankan untuk istirahat atau imobilisasi.
Diharapkan dengan penatalaksanaan yang baik dan cepat, dapat mengurangi kecacatan permanen
yang dapat terjadi pada penderita kusta.
DAFTAR PUSTAKA
13
1. Prawoto, Kabul.R, Ari. Faktor factor risiko yang berpengaruh terhadap terjadinya reaksi
kusta. Bagian Kulit dan Kelamin FK UNDIP/RS Dr. Kariadi. Semarang. 2007
2. Menaldi,S. repository reaksi kusta. Dept. I.K. Kulit dan Kelamin RSUP Dr. Cipto
Mangunkusumo. Jakarta. 2010
3. Moschella, Samuel L, Hurley, Harry J. Leprosy. In : Dermatology. 2nd ed. Philadelphia :
WB Saunders Company; 1995. p. 946 72.
4. Amirudin MD. Eritema Nodosum Leprosum. In : Ilmu Penyakit Kusta. Makassar :
Hasanuddin University Press; 2003. p. 89 99.
5. Dermatology Online Journal [Online]. [2001] [cited 2006 Mar 18];[2 screens]. Available
from : URL:http://dermatology.cdlib.org/121/case_presentations/leprosy2/chauhan.html
6. Leprosy. in : Freedberg IM, Eizen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI,
editors. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 6th ed. New York : McGraw
Hill; 2003. p. 1962 71. L
7. Lockwood DNJ, Bryceson ADM. Leprosy. In : Champion RH, Burton JL, Burns DA,
Breathnach SM, editor. Rook. Wilkinson/Ebling Textbook of Dermatology. 7th ed.
London : Blackwel science; 1998.p.29.
8. Kosasih, A, Wisnu,M, Sjamsoe,E, dkk. Kusta. buku ilmu penyakit kulit dan kelamin
FKUI edisi kelima, 2007. Hlm.82-83
9. World Health Organization. WHO Expert Committee on Leprosy Six Report. World
Health Organization, Geneva. 1988
10. Naafs B, Silva E, Vilani-Moreno F, Marcos E, Nogueira M, Opromolla D. "Factors
influencing the development of leprosy: an overview". Int J Lepr Other Mycobact Dis.
2001; 69 (1): 26-33
11. Sridharan R, Lorenzo
NZ.
Neuropathy
of
leprosy.
2007.
Available
at
http://emedicine.medscape.com/article/1171421-overview
12. Anonymous. WHO Guidelines for the Management of Severe Erythema Nodosum
Leprosum
(ENL)
Reaction.
Access
June
10,
2011.
Available
at
www.who.int/lep/research/WHOenlguide.pdf
14