Anda di halaman 1dari 19

Clinical Science Session

RETINOBLASTOMA

Oleh :
Cut Mutiara Sabrina

1010313071

Wahyu Tri Novriansyah

1010312013

Preseptor :
dr. Weni Helvinda, Sp.M(K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA


RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG

2015BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Kanker bisa mengenai siapa saja, baik orang dewasa maupun anak-anak. Sampai saat ini

kanker masih menjadi suatu penyakit yang menakutkan. Leukemia dan retinoblastoma
merupakan kanker yang paling sering terjadi pada anak-anak. Sekitar 30% anak menderita
leukemia, sedangkan 20% anak menderita retinoblastoma (kanker pada retina mata).
Retinoblastoma (RB) merupakan suatu keganasan intra okuler primer yang sering
ditemukan pada anak-anak. Penyakit ini tidak hanya dapat mengakibatkan kebutaan, melainkan
juga kematian. Angka kejadian retinoblastoma berkisar antara 1 : 14.000-20.000 kelahiran hidup
dan merupakan 4% dari seluruh keganasan pada anak-anak. Tidak ada predileksi jenis kelamin,
sebanyak 90% kasus didiagnosis pada usia dibawah 3 tahun.1-3
Perkembangan metode diagnostik dan tatalaksana RB berkembang dengan pesat. Di
negara maju, RB telah banyak terdiagnosis pada stadium awal, sehingga meningkatkan survival
rate dan prognosis penglihatan. Survival rate di negara maju mencapai 90%, sedangkan di
negara berkembang sekitar 50%.2,4 Metode skrining RB belum berkembang, sehingga
penegakkan diagnosis dengan teliti, terutama diagnosis pada stadium dini sangat penting.
Diagnosis dini RB sangat menentukan metode terapi dan prognosis pasien. Oleh karena itu
diperlukan perhatian dari orang tua, dan ketelitian dokter agar pasien dengan suspek RB dapat
dirujuk segera untuk dilakukan manajemen yang tepat.5
1.2.

Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui epidemiologi, etiologi,

manifestasi klinis, diagnosis, dan penatalaksanaan retinoblastoma.


1.3. Metode Penulisan
Clinical Science Session ini merupakan tinjauan kepustakaan yang dirujuk dari berbagai
kepustakaan dari berbagai literatur.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Anatomi Retina
Retina adalah struktur tipis dan transparan yang berkembang dari lapisan dalam dan luar

papil optikus. Makula berdiamter 5-6 mm, berada di antara pembuluh darah temporal. Tepat di
tengah makula, terdapat fovea, berukuran 1,5 mm yang kaya akan sel kerucut dan berperan
dalam penglihatan warna dan memiliki tajam penglihatan terbaik. Pada perifer retina, yaitu di
antara retina dan pars plana, terdapat ora serrata, 3 mm ke arah nasal, kutub belakang bola mata
terdapat daerah bulat putih kemerah-merahan, disebut papil saraf optik. Arteri retina sentral
bersama venanya masuk ke dalam bola mata di tengah papil saraf optik.1

Gambar 2.1 Anatomi Retina1


Retina terdiri dari 10 lapisan, mulai dari dalam menuju keluar, adalah sebagai berikut.1
1. Membran limitans interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan kaca
2. Lapisan serat saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arah saraf optik. Di
dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina
3. Lapisan sel ganglion, merupakan lapisan badan sel dari neuron kedua
4. Lapisan pleksiformis dalam, merupakan lapisan aseluler tempat sinaps sel bipolar, sel
amakrin dengan sel ganglion
5. Lapisan inti dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan sel Muller. Lapis ini
mendapat metabolisme dari arteri retina sentral
6. Lapisan pleksiformis luar, merupakan lapisan aseluler dan tempat sinaps sel fotoreseptor
dengan sel bipolar dan sel horizontal
7. Lapisan inti luar, merupakan susunan lapis inti sel batang dan sel kerucut
8. Membran limitans eksterna, merupakan membran ilusi
9. Lapisan sel kerucut dan sel batang (fotoreseptor), merupakan lapisan terluar retina, terdiri
atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut
10. Epitelium pigmen retina, merupakan lapisan kubik tunggal dari sel epithelial berpigmen.

Gambar 2.2 Lapisan-lapisan Retina7


2.2.

Vaskularisasi pada Retina4-6


Pembuluh darah di dalam retina merupakan cabang arteri oftalmika, arteri retina sentral

masuk retina melalui papil saraf optik yang akan memberikan nutrisi pada retina dalam. Dari
ekskavasasi fisiologis papilla nervi optisi keluarlah arteri dan vena retina sentral yang kemudian
bercabang-cabang ke temporal dan ke nasal, juga ke atas dan ke bawah. Arteri ini merupakan
arteri terminal dan tidak ada anastomose (end artery). Kadang-kadang didapat anastomose antara
pembuluh darah arteri siliaris dan arteri retina sentral yang disebut arteri silioretina yang
biasanya terletak di daerah makula.
Retina menerima darah dari 2 sumber :
1. Koriokapilaris yang mendarahi 1/3 luar retina termasuk lapisan flexiform luar dan lapisan
inti luar, fotoreseptor dan lapisan epitel pigmen retina.
2. Arteri retina sentral yang mendarahi 2/3 sebelah dalam retina.

3. Fovea sepenuhnya diperdarahi oleh koriokapilaris. Pembuluh darah retina mempunyai


lapisan endotel yang tidak berlubang yang membentuk sawar darah retina. Sawar darah
retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina.
2.3. Retinoblastoma
2.3.1. Definisi
Retinoblastoma merupakan tumor ganas yang berkembang dari sel-sel retinoblast. RB
terjadi baik familial (40%) atau sporadik (60%). Tumor ini merupakan keganasan intraokuler
pada anak yang paling sering terjadi. RB dapat terjadi pada satu mata (unilateral), dua mata
(bilateral), atau dua mata disertai perkembangan tumor sel retinosit primitif di glandula pineal
(trilateral). Kasus familial biasanya multipel atau bilateral, walaupun dapat juga unifokal atau
unilateral. Kasus sporadik biasanya unilateral atau unifokal.1-3
2.3.2.

Epidemiologi

Retinoblastoma merupakan tumor ganas intraokuler tersering pada anak, kedua setelah
melanoma uvea. Retinoblastoma terjadi pada 1 : 15.000 - 20.000 kelahiran hidup. Tidak ada
keterkaitan jenis kelamin atau ras terhadap kejadian RB. Sekitar sepertiga - seperempatnya
mampunyai riwayat penyakit keluarga dengan RB. RB unilateral adalah yang tersering
ditemukan sebanyak 60%-70% kasus, RB bilateral ditemukan pada 30%-40% kasus.1,2
Sebanyak 90% pasien dengan RB terdiagnosis sebelum usia 3 tahun. Usia rata-rata saat
terdiagnosis tergantung pada riwayat keluarga dan lateralitas penyakit. Pasien dengan riwayat
keluarga didiagnosis pada usia 4 bulan, pasien dengan RB bilateral didiagnosis pada usia 12
bulan, sedangkan pasien dengan RB unilateral didiagnosis pada usia 24 bulan.1,3
2.3.3. Etiologi dan Patogenesis
Patogenesis retinoblastoma dihubungkan dengan delesi gen RB1 yang terletak pada
kromosom 13q14, yang mengkode protein anti-onkogen atau supresor retinoblastoma.
Kehilangan allel kromosom tersebut dapat terjadi setelah fertilisasi, sehingga terjadilah mutasi
sel germinal. Kehilangan allel juga dapat terjadi hanya pada sel retina pada satu mata, yang
terjadi saat embriogenesis, kejadian tersebut menghasilkan mutasi somatik. Mutasi germinal yang
terjadi lebih cepat, dapat bermanifestasi sebagai RB bilateral. Mutasi somatik biasanya
bermanifestasi sebagai kelainan unifokal/ unilateral.3

2.3.4.
Pola Penyebaran Tumor3
1. Pola Pertumbuhan
a. Endofitik, yaitu pertumbuhan tumor ke korpus vitreum. Massa berwarna putih sampai
coklat muda tumbuh secara progresif menembus membran limitan interna hingga ke
korpus vitreum. Pembuluh darah retina tidak tampak pada permukaan tumor.
b. Eksofitik, dimana tumor tumbuh menuju ke spatium subretinal. Tampak pendesakan
retina ke luar, dan pembuluh darah retina tampak terlihat di permukaan tumor.
c. Tumor dengan infiltrasi difus, dimana tumor menyebar secara difus dengan massa kecilkecil dan tersebar di retina. Biasanya unilateral, herediter, dan ditemukan pada anak usia
>5 tahun dan adanya keterlambatan diagnosis.1,8
2. Invasi saraf optikus, dengan penyebaran tumor sepanjang ruang subarachnoid ke otak. Sel
retinoblastoma paling sering keluar dari mata dengan menginvasi saraf optikus dan meluas
kedalam ruang sub arachnoid. 8
3. Stadium retinoblastoma
a. Stadium leukokoria
Pada stadium ini, pasien tidak merasakan gejala apapun hanya penglihatan menurun
sampai visus 0. Orang tua pasien merasa tidak mengeluhkan kelainan pada mata anak,
sehingga kadang dibiarkan, sementara pada tahap inilah pasien masih bisa diselamatkan
dengan tindakan enukleasi. Jika pada pemeriksaan patologi anatomi, tumor sudah
menginfiltrasi nervus optikus, maka tindakan selanjutnya adalah kemoterapi.9
b. Stadium glaukomatosa
Massa tumor sudah memenuhi seluruh bola mata, sehingga gejala yang nampak adalah
gejala glaukoma. Gejala lain adalah strabismus, uveitis, dan hifema. Stadium ini biasanya
hanya berlangsung beberapa bulan, sehingga jika terlambat ditangani akan masuk
stadium berikutnya. Tatalaaksana yang dapat dilakukan adalah dengan enukleasi
dilanjutkan kemoterapi, atau dengan diberikan kemoterapi terlebih dahulu dan dilakukan
enukleasi.9
c. Stadium ekstraokuler
Pada stadium ini bola mata sudah menonjol (proptosis), akibat desakan massa tumor yang
sudah keluar ke ekstra okuler. Segmen anterior bola mata sudah rusak dan keadaan umum
pasien tampak lemah. Prognosis kurang baik, tindakan yang bisa dilakukan adalah terapi
paliatif.9
d. Stadium metastasis

Stadium ini sangat buruk karena tumor sudah masuk ke kelenjar limfe preaurikuler atau
sub mandibular. Tempat metastasis RB paling sering pada anak adalah tulang kepala,
tulang distal, otak, vertebra, dan viscer abdomen. Namun di Amerika Serikat staidum ini
jarang dijumpai karena pasien sudah terdiagnosis pada stadium dini.9

2.3.5.

Klasifikasi

Klasifikasi yang akan dijelaskan di bawah ini adalah klasifikasi menurut Reese-Ellsworth
Tabel 2.2 Klasifikasi retinoblastoma menurut Reese-Ellsworth 1,10
Group
Group I

A
Tumor soliter, ukuran kurang
dari 4 diameter disc, pada atau
di belakang equator

B
Tumor multiple, ukuran tidak
melebihi 4 diameter disc, semua
pada atau di belakang equator

Group II

Tumor soliter, ukuran 4-10


diameter disc, pada atau di
belakang equator
Terdapat lesi di anterior
equator

Tumor multipel, ukuran 4-10


diameter disc, pada atau di
belakang equator
Tumor soliter lebih besar dari
10 diameter disc, di belakang
equator
Ada lesi yang meluas ke
anterior ora serrate

Group III

Group IV

Group V

2.3.6.

Tumor multiple, beberapa


besarnya lebih dari 10
diameter disc
Massive seeding melibatkan
lebih dari setengah retina

Vitreous seeding

Manifestasi Klinis

Secara umum tanda dan gejala retinoblastoma adalah sebagai berikut:

1. Leukokoria (white papillary reflex) yang digambarkan sebagai mata yang bercahaya,
berkilat, atau cats-eye appearance, merupakan gejala yang paling sering ditemukan,
yaitu sebanyak 56%.

Gambar 2.3 Leukokoria pada Retinoblastoma

2. Tanda dini retinoblastoma adalah mata juling, mata merah atau terdapatnya warna iris
yang tidak normal.
3. Tumor dengan ukuran sedang akan memberikan gejala hipopion, di dalam bilik mata
depan, uveitis, endoftalmitis, ataupun suatu panoftalmitis.
4. Bola mata menjadi besar, bila tumor sudah menyebar luas di dalam bola mata.
5. Bila terjadi nekrosis tumor, akan terjadi gejala pandangan berat.
6. Tajam penglihatan sangat menurun.
7. Nyeri
8. Pada tumor yang besar, maka mengisi seluruh rongga badan kaca sehingga badan kaca
terlihat benjolan berwarna putih kekuning-kuningan dengan pembuluh darah di atasnya.

2.3.7. Diagnosis
Di Ameriksa Serikat, kebanyakan kasus terdiagnosis pada keadaan tumor masih terbatas

pada intraokuler, sedangkan pada negara berkembang biasanya terdiagnosis setelah terjadi
penyebaran. Diagnosis RB dapat ditegakkan berdasarkan temuan klinik dari oftalmoskopi, yaitu
adanya satu atau lebih massa berwarna keputihan pada retina, massa tersebut bisa ditemukan
dalam korpus vitreus (endofitik) atau pada spatium subretina (eksofitik).11
Gejala lain yang dapat ditemukan adalah mata merah, nyeri, dan strabismus. Gejalagejala tersebut biasanya terjadi karena adanya inflamasi pada mata, peningkatan tekanan
intraokuler, dan glaucoma. Jika pasien datang dengan stadium lanjut dapat ditemukan keluhan
penonjolan pada mata yang bertambah besar. Pada pemeriksaan dapat ditemukan injeksi, hifema
atau hipopion pada kamera okuli anterior, dan ditemukan penonjolan massa pada satu atau dua
mata.8,10,11
2. Anamnesis
Pada pasien dengan kecurigaan RB, maka perlu dilakukan anamnesis lanjutan. Perlu
ditanyakan onset dan durasi kelainan mata, terutama lekocoria atau strabismus. Kesehatan anak
secara keseluruhan juga perlu ditanyakan. Adanya penurunan berat badan atau selera makan
dapat menjadi salah satu gejala yang perlu diwaspadai. Pertanyaan tentang penglihatan yang
perlu ditanyakan adalah apakah pasien mengalami gangguan penglihatan, seperti penglihatan
kurang fokus, perbedaan gerakan mata kanan dan kiri, atau kesulitan meraih benda, dan ada atau
tidaknya nistagmus. Pertanyaan lain adalah ada tidaknya riwayat trauma, terutama pada mata,
serta riwayat penyakit keluarga dengan retinoblastoma.8,10,11
3. Pemeriksaan Fisik
Pasien anak yang diduga RB harus mendapatkan pemeriksaan fisik dan penunjang
lengkap oleh onkologis anak dan dokter mata. Pemeriksaan mata pada anak yang tidak
kooperatif dapat dilakukan dengan pengaruh anestesi (examination under anesthesia). Beberapa
hasil pemeriksaan yang dapat ditemui pada pemeriksaan yaitu :
a. Penurunan visus, biasanya dapat ditemukan pada anak yang sudah dapat berkomunikasi
b.
c.
d.
e.

dan kooperatif
Cover/uncover test dapat ditemukan adanya strabismus
Injeksi
Leukocoria
Hifema dan atau hipopion

f. Pada pasien kooperatif dapat dilakukan pemeriksaan slit lamp, biasanya dapat ditemukan
adanya uveitis atau glaucoma
g. Peningkatan tekanan intraokuler
h. Pemeriksaan funduskopi dilakukan dengan anestesi. Lesi kecil dapat terlihat sebagai area
tembus cahaya atau lesi berbentuk seperti kubah. Pada lesi yang lebih besar, dapat
ditemukan area berwarna keputihan seperti kapur. Tumor endofitik tumbuh ke arah
corpus vitreum, sedangkan eksofitik tumor tumbuh ke spatium subretina.4,5,8
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien yang dicurigai
RB adalah :
a. Ultrasonografi orbital : untuk mengkonfirmasi adanya massa pada segmen posterior mata
dan kalsifikasi intralesi. USG mempunyai nilai akurasi mencapai 80%. Pada RB
ditemukan adanya massa tumor hiperekoik dengan kalsifikasi.
b. MRI dapat digunakan jika dicurigasi adanya penyebaran tumor pada intra maupun
ekstrakranial, adanya pinealblastoma/ trilateral retinoblastoma, atau jika diagnosis
diragukan.2,4

5. Gambaran Histopatologi
Diagnosis RB dapat dikonfirmasi secara histologi setelah dilakukan tindakan enukleasi.
Karakteristik histologi adalah adanya abnormalitas retinoblas dengan nucleus hiperkromatik
besar dan sedikit sitoplasma. Macam-macam derajat diferensiasi retinoblastoma ditandai oleh
pembentukan rosettes, yang terdiri dari 3 tipe :
a. Flexner-Wintersteiner rosettes, yang terdiri dari lumen sentral kosong yang dikelilingi
oleh sel kolumner tinggi. Nucleus sel ini lebih jauh dari lumen
b. Homer Wright rosettes, rosettes yang tidak mempunyai lumen dan sel terbentuk
mengelilingi masa proses eosinofilik
c. Fleurettes, adalah focus sel tumor yang mana menunjukkan differensiasi fotoreseptor,
kelompok sel dengan proses pembentukan sitoplasma dan tampak menyerupai karangan
bunga.11

Gambar 2.6 Histopatologi retinoblastoma. a) Flexner-Wintersteiner rosettes,


b) Homer Wright rosettes, dan c) Fleurettes11
2.3.7. Diagnosis Banding4,11
Beberapa diagnosis banding RB adalah sebagai berikut :
a. Katarak kongenital, pada penyakit ini juga dijumpai adanya pupil putih (leukocoria)
b. Persistent fetal vasculature/ PFV (sebelumnya disebut persistent hyperplastic primary
vitreous/ PHPV), adalah kegagalan regresi pembuluh darah di korpus vitreum
c. Dysplasia retina, yang dapat terjadi pada Norries disease, Pataus syndrome, Edwards
syndrome, Walker Warburg dan kelainan migrasi saraf lainnya
d. Early onset Coats disease, yaitu kelainan pembuluh darah retina karena eksudasi lipid d
bawah retina
e. Infeksi kongenital, seperti toxocariasis
f. Glaucoma kongenital, yaitu ditemukannya mata merah, berair, dan keruh.
2.3.8. Penatalaksanaan1,7,8
Pengobatan retinoblastoma ialah enuklasi bulbi yang disusul dengan radiasi. Apabila
retinoblastoma sudah meluas sampai ke jaringan orbita maka dilakukan eksentrasi orbita disusul
dengan radiasi.7 Perlu dipahami bahwa penyakit ini merupakan suatu keganasan. Saat penyakit
ditemukan pada mata, angka harapan hidup melebihi 95% di negara barat. Walaupun dengan
penyebaran ekstraokular, angka harapan hidup menurun sampai kurang dari 50%. Selanjutnya
dalam memutuskan strategi terapi, sasaran pertama yang harus adalah menyelamatkan
kehidupan, kemudian menyelamatkan mata, dan akhirnya menyelamatkan visus.
Managemen modern Retinoblastoma Intraokular sekarang ini dengan menggabungkan
kemampuan terapi yang berbeda mencakup Enukleasi, Eksenterasi,Kemoterapi, fotokoagulasi,
Krioterapi, External-Beam Radiation dan Plaque Radiotherapy. Penatalaksanaan Retinoblastoma
berubah secara dramatis pada dekade yang lalu dan terus berkembang. External Beam
Radiotherapy jarang digunakan sebagai terapi utama retinoblastoma intraokular karena
berhubungan dengan deformitas kraniofacial dan tumor sekunder pada daerah radiasi. Enukleasi
primer pada retinoblastoma unilateral lanjut masih direkomendasikan untuk menghindari efek
samping kemoterapi sistemik Dihindari manipulasi yang tidak diperlukan pada bolamata dan
sepanjang saraf optikus untuk menghindari penyebaran tumor ke Ekstraokular.1

1. Modalitas Terapi
a. Enukleasi
Enukleasi masih menjadi terapi definitif untuk Retinoblastoma.Walaupun beberapa
dekade terakhir terjadi penurunan frekuensi enukleasi baik pada kasus unilateral maupun
bilateral 12. Enukleasi dipertimbangkan sebagai intervensi yang tepat jika :
- Tumor melibatkan lebih dari 50% bola mata
- Dugaan terlibatnya orbita dan nervus optikus
- Melibatkan segmen anterior dengan atau tanpa Glaukoma Neovaskular.

b. Kemoterapi
Kemajuan yang berarti dalam penatalaksaan Retinoblastoma Intraokular Bilateral
pada dekade terakhir masih menggunakan kemoterapi sistemik primer. Pemberian
kemoterapi sistemik mengurangi ukuran tumor, berikutnya dapat menggunakan gabungan
fokal terapi dengan Laser, Krioterapi atau Radioterapi, perubahan ini dapat terjadi
sebagai akibat kamajuan dalam terapi kedua tumor otak dan metastasis Retinoblastoma.
Sekarang ini regimen kombinasi bermacam-macam seperti Carboplatin, Vincristine,
Etoposide dan Cyclosporine. Anak-anak yang mendapat obat kemoterapi secara intravena
setiap 3-4 minggu untuk 4-9 siklus kemoterapi.2
Kemoterapi sistemik primer (chemoreduction) diikuti oleh terapi local (gabungan)
sekarang secara lebih sering digunakan vision-sparing tecnique. Kebanyakan studi
Chemoreduction untuk Retinoblastoma menggunakan Vincristine, Carboplatin, dan
Epipodophyllotoxin, lainya Etoposide atau Teniposide, tambahan lainya Cyclosporine.
Agen pilihan sebaiknya bervariasi dalam jumlah dan siklus menurut lembaga masingmasing. Kemoterapi jarang berhasil bila digunakan sendiri, tapi pada beberapa kasus
terapi local (Kriotherapy, Laser Photocoagulation, Thermotherapy atau Plaque
Radiotherapy) dapat digunakan tanpa Kemoterapi. Efek samping terapi Chemoreduction
antara lain hitung darah yang rendah, rambut rontok, tuli, toksisitas renal, gangguan
neurologik dan jantung. Leukemia myologenous akut pernah dilaporkan setelah
pemberian regimen chemoreduction termasuk etoposide. Pemberian kemoterapi lokal
c.

sedang diteliti, berpotensi meminimalkan komplikasi sistemik.1,13


Periocular Chemotherapy
Periocular Chemotherapy yang akan datang dimasukkan dalam COG trial
berdasarkan pada data terbaru penggunaan carboplatin subconjunctiva sebagai terapi

Retinoblastoma pada percobaan klinis phase 1 dan 2, keduanya baik vitreous seeding
dan tumor retina didapati adanya respon terhadap terapi ini. Toksisitas lokal minor
berupa orbit myositis pernah dilaporkan setelah pemberian Carboplatin subconjuctiva
dan respon terhadap kortikosteroid oral, dan reaksi yang lebih berat termasuk optik
atropi pernah dilaporkan.2

d. Photocoagulation dan Hyperthermia


Xenon dan Argon Laser (532 nm) secara tradisional digunakan untuk terapi
Retinoblastoma yang tinggi apek kurang dari 3mm dengan dimensi basal kurang dari 10
mm, 2-3 siklus putaran Photocoagulation merusak suplai darah tumor, selanjutnya
mengalami regresi. Laser yang lebih berat digunakan untuk terapi langsung pada
permukaan tumor. Laser diode (8-10mm) digunakan sebagai hyperthermia. Penggunaan
langsung pada permukaan tumor menjadikan temperatur tumor sampai 45-60oC dan
mempunyai pengaruh sitotoksik langsung yang dapat bertambah dengan Kemoterapi dan
Radioterapi.
e.

Krioterapi
Juga efektif untuk tumor dengan ukuran dimensi basal kurang dari 10mm dan ketebalan

apical 3mm. Krioterapi digunakan dengan visualisasi langsung dengan Triple Freeze-Thaw
Technique. Khususnya Laser Photoablation dipilih untuk tumor pada lokasi posterior dan
cryoablation untuk tumor yang terletak lebih anterior.Terapi tumor yang berulang sering
memerlukan kedua tekhnik tersebut. Selanjut di follow up pertumbuhan tumor atau komplikasi
terapi.2
f. External-Beam Radiation Therapy
Tumor Retinoblastoma respon terhadap radiasi, digunakan teknik terbaru yang
dipusatkan pada terapi radiasi megavoltage, sering memakai Lens-Sparing Technique, untuk
melepaskan 4000-4500 cGy dengan interval terapi lebih dari 4- 6 minggu. Khusus untuk terapi
pada anak Retinoblastoma bilateral yang tidak respon terhadap Laser atau Krioterapi.

Keselamatan bola mata baik, dapat dipertahankan sampai 85%. Fungsi visual sering baik dan
hanya dibatasi oleh lokasi tumor atau komplikasi sekunder.2
Dua hal penting yang membatasi pada penggunaan External Beam Radiotherapy dengan
teknik sekunder adalah :
-

Gabungan mutasi germline gen RB1 dengan peningkatan umur hidup pada resiko kedua,
tidak tergantung pada keganasan primer (seperti osteosarcoma) yang dieksaserbasisi oleh

paparan External Beam Radiotherapy.


Sequele yang dihubungkan dengan kekuatan Radiotheraphy meliputi midface hypoplasia,
Radiation Induced-Cataract, dan Radiation Optic Neuropathy dan Vasculopathy.2
Bukti menunjukkan kemampuan terapi yang dikombinasi menggunakan External Beam

Radiotherapy dosis rendah dan Kemoterapi diperbolehkan untuk meningkatkan keselamatan


bola mata dengan menurunkan morbiditas radiasi. Sebagai tambahan penggunaan kemoterapi
sistemik dapat memperlambat kebutuhan External Beam Radiotherapy, memberikan
perkembangan orbita yang baik dan secara bermakna menurunkan resiko malignansi sekunder
sewaktu anak berumur satu tahun.2
g. Plaque Radiotherapy ( Brachytherapy )
Radioactive Plaque terapi dapat digunakan pada terapi penyelamatan mata dimana terapi
penyelamatan bola mata gagal untuk menghancurkan semua tumor aktif dan sebagai terapi
utama terhadap beberapa anak dengan ukuran tumor relatif kecil sampai sedang. Teknik ini
secara umum dapat digunakan pada tumor yang dengan diameter basal kurang dari 16mm dan
ketebalan apical 8 mm. Isotop yang lebih sering digunakan adalah lodine 125 dan Ruthenium
106.2
2. Pilihan Terapi sesuai Ukuran Tumor
a. Untuk Tumor kecil (diameter <3 mm , tebal 2 mm)
1) Photokoagulan
Xenon dan Argon Laser (532 nm) secara tradisional digunakan untuk terapi
Retinoblastoma yang tinggi apek kurang dari 3mm dengan dimensi basal kurang dari
10 mm, 2-3 siklus putaran Photocoagulation merusak suplai darah tumor, selanjutnya
mengalami regresi. Laser yang lebih berat digunakan untuk terapi langsung pada
permukaan tumor. Laser diode (8-10mm) digunakan sebagai hyperthermia.
Penggunaan langsung pada permukaan tumor menjadikan temperatur tumor sampai

45-60oC dan mempunyai pengaruh sitotoksik langsung yang dapat bertambah dengan
Kemoterapi dan Radioterapi.
2) Krioterapi
Juga efektif untuk tumor dengan ukuran dimensi basal kurang dari 10mm dan
ketebalan apical 3mm. Krioterapi digunakan dengan visualisasi langsung dengan
Triple Freeze-Thaw Technique. Khususnya Laser Photoablation dipilih untuk tumor
pada lokasi posterior dan cryoablation untuk tumor yang terletak lebih anterior.Terapi
tumor yang berulang sering memerlukan kedua tekhnik tersebut. Selanjut di folow up
pertumbuhan tumor atau komplikasi terapi.
3) Kemoterapi
Kemoterapi tanpa pengobatan lainnya dapat mengobati tumor makula, tetapi ada risiko
terjadinya tumor lagi.
b. Tumor ukuran Sedang (diameter 12 mm, tebal 6 mm)
1) Brakioterapi
Teknik ini secara umum dapat digunakan pada tumor yang dengan diameter basal
kurang dari 16mm dan ketebalan apical 8 mm. Isotop yang lebih sering digunakan
adalah lodine 125 dan Ruthenium 106. Indikasinya untuk tumor anterior tanpa vitreous
seeding.
2) Kemoterapi Primer
Dengan Kemoterapi sistemik primer (chemoreduction) diikuti oleh terapi lokal sering
digunakan vision-sparing tecnique. Kebanyakan studi Chemoreduction untuk
Retinoblastoma menggunakan Vincristine, Carboplatin, dan Epipodophyllotoxin,
lainya Etoposide atau Teniposide, tambahan lainya Cyclosporine. Agen pilihan
sebaiknya bervariasi dalam jumlah dan siklus menurut lembaga masing-masing.
Kemoterapi jarang berhasil bila digunakan sendiri, tapi pada beberapa kasus terapi
lokal

(Kriotherapy,

Radiotherapy)

dapat

Laser

Photocoagulation,

digunakan

tanpa

Thermotherapy

Kemoterapi.

Efek

atau

Plaque

samping

terapi

Chemoreduction antara lain hitung darah yang rendah, rambut rontok, tuli, toksisitas
renal, gangguan neurologik dan jantung. Leukemia myologenous akut pernah
dilaporkan setelah pemberian regimen chemoreduction termasuk etoposide. Pemberian
kemoterapi lokal sedang diteliti, berpotensi meminimalkan komplikasi sistemik.

3) External Beam Radiotherapy

Tumor Retinoblastoma respon terhadap radiasi, digunakan teknik terbaru yang


dipusatkan pada terapi radiasi megavoltage, sering memakai Lens-Sparing Technique,
untuk melepaskan 4000-4500 cGy dengan interval terapi lebih dari 4-6 minggu.
Khusus untuk terapi pada anak Retinoblastoma bilateral yang tidak respon terhadap
Laser atau Krioterapi. Keselamatan bola mata baik, dapat dipertahankan sampai 85%.
Fungsi visual sering baik dan hanya dibatasi oleh lokasi tumor atau komplikasi
sekunder.2
c. Untuk Tumor ukuran Besar
1) Kemoterapi
2) Enuklasi
Enuklasi yaitu mengangkat bola mata dan diganti dengan bola maat prothease
(buatan). Enukleasi masih menjadi terapi definitif untuk retinoblastoma.Walaupun
beberapa dekade terakhir terjadi penurunan frekuensi enukleasi baik pada kasus
unilateral maupun bilateral 12. Enukleasi dipertimbangkan sebagai intervensi yang
tepat jika :
-

Tumor melibatkan lebih dari 50% bola mata

Dugaan terlibatnya orbita dan nervus optikus

Melibatkan segmen anterior dengan atau tanpa Glaukoma Neovaskular.8

d. Tumor ekstraokular1
Klinis dengan protopsis :
1) Bila secara radiologi pada RB unilateral tidak ditemukan destruksi tulang orbita,
perluasan intrakranial dalam ( - ), metastasis jauh ( BMP / LP ) ( -) ; dilakukan
tindakan bedah mengangkat seluruh isi rongga mata ( eksenterasi orbita ), dilanjutkan
dengan radioterapi ( usia > 2 tahun ) dan kemoterapi
2) Bila secara radiologis pada RB unilateral ditemukan destruksi dinding orbita, atau
metastase intrakranial dengan atau tanpa metastase jauh, tidak perlu dilakukan
tindakan bedah dan diberikan : radioterapi ( usia > 2 tahun ) dan kemoterapi
3) Tumor disertai pembesaran kelenjar regional, penderita diberikan pengobatan: radiasi (
> 2 tahun ) pada orbita dan kelenjar limfe yang membesar dilanjutkan dengan
kemoterapi

4) Tumor dengan metastasis jauh. Pada stadium lanjut ini gambaran kliniknya dapat
sangat bervariasi pada masing-masing penderita, oleh karenanya pengobatan
berdasarkan penilaian secara tersendiri kasus demi kasus. Pilihan pengobatan ialah
kemoterapi dan radioterapi dapat dipertimbangkan kemudian.
2.3.9. Follow up8
Dilakukan dengan ketat secara periodik dengan jadwal pasca operasi tiap bulan selama I
tahun ; tahun ke II dan ke III tiap 3 bulan ; tahun ke IV dst tiap 6 bulan sampai berumur 6 tahun
selanjutnya tiap tahun.
Pengamatan ditujukan untuk :
a. Melihat ada tidaknya tumor residif pada soket mata yang di enukleasi / eksenterasi atau
tumor dini intraokular yang di terapi dengan fotokoagulasi atau krioterapi;
b. Melihat ada tidaknya massa tumor baru di mata yang sehat;
c. Mencari ada tidaknya keganasan non ocular terutama tulang yang biasanya pada kasus
bilateral;
d. Mengobservasi ada tidaknya metastasis jauh.
Untuk pengobatan dan pengamatan lebih lanjuta adalah sebagai berikut : 8
1. Setelah Radioterapi atau Kemoterapi, regresi tumor menjadi massa kalsifikasi CottageCheese, Fish-Flesh Translucent Mass, gabungan keduanya atau Scar Atropi Datar.
2. Tumor baru dapat berkembang pada pasien dengan Retinoblastoma yang diwariskan,
khususnya yang diterapi pada umur sangat muda.Tumor ini cenderung ke anterior dan
tidak dapat dicegah dengan kemoterapi karena tidak ada pasokan darah. Rekuren tumor
lokal biasanya terjadi dalam 6 bulan terapi
3. Jika Retinoblastoma diterapi secara konservatif, pemeriksaan tanpa anastesi diperlukan
setiap 2-8 minggu hingga umur 3 tahun, setelah waktu ini pemeriksaan tanpa anastesi
dilakukan setiap 6 bulan sampai umur sekitar 5 tahun, kemudian setiap tahun hingga umur
10 tahun.
4. MR Orbita diindikasikan pada kasus resiko tinggi pada sekitar 18 bulan, jika pada anak
mempunyai resiko berkembangnya neoplasma ganas sekunder, orang tua harus diberi
pengarahan supaya waspada terhadap gambaran sakit dan bengkak serta berhak untuk
meminta perhatian medis jika tidak ada perbaikan dalam 1 minggu.

2.3.10 Prognosis 1,7


Prognosis buruk jika tidak segera ditatalaksana, karena dapat menyebabkan kematian.
Angka kesembuhan keseluruhan >90%, meskipun ketahanan hidup sampai dekade ke tiga dan
keempat yang mungkin dapat menurunn akibat insidensii keganasan sekunder yang tinggi.
Kesembuhan yang terjadi pada penderita dengan orbita yang masif atau keterlibatan syaraf mata
yang luas pada waktu diagnosis, yang mungkin

mempunyai perluasan intrakranial dan

metastasis jauh. Jika pemeriksaan mikroskopik menunjukkan tumor dijaringan syaraf mata ada
kemungkinan kecil ketahan hidup jangka panjang dengan radiasi dan kemoterapi.1,7
-

Bila masih terbatas diretina kemungkinan hidup 95 %

Bila metastase ke orbita kemungkinan hidup 5 %

Bila metastase ke tubuh kemungkinan hidup 0 % (7)

DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Ophthalmology. 2011. Retinoblastoma in Section 4 : Ophthalmic
Pathology and Intraocular Tumors. Singapore pp:299-304.
2. Aerts, I., L. L. Rouic, M. Gauthier-Villars, H. Brisse, F. Doz, and L. Desjardins. 2006.
Review : Retinoblastoma. Orphanet Journal of Rare Disease, 1:31.
3. Dunrintu, S., F. Birsasteanu, D. Onet, M. Pascut, D. Bejenaru, and M. Mogoseanu. 2008.
Imaging of Ocular Malign Tumors in Children. Journal of Experimental Medical & Surgical
Research, 3: 89-95.
4. Deegan, W. F. 2005. Retinoblastoma : A Review of Current Treatment Strategies. Journal of
Ophthalmic Prosthetics.
5. Parulekar, M. V. 2010. Retinoblastoma Current treatment and future direction. Early
Human Development, 86: 619-25.
6. Chintagumpala, M., P. Chevez-Barrios, E. A. Paysse, S. E. Plon, and R. Hurwitz. 2007.
Retinoblastoma : Review of Current Management. The Oncologist, 12: 1237-46.
7. Riordan-Eva, P., and J. P. Whitcher. 2007. Anatomy and Embryology of the Eye. In :
Vaughan & Asburys General Ophthalmology. 17th Edition. McGraw-Hills.
8. Ilyas, S. 2010. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga.
Jakarta: FKUI.
9. Reddy, V. A. P., and S. G. Honavar. 2008. Retinoblastoma Advanced in Management.
Apollo Medicine, 5(3): 183-9.
10. Paduppai, S. 2010. Characteristic of Retinoblastoma Patients at Wahidin Sudirohusodo
Hospital 2005-2010. The Indonesia Journal of Medical Science, 2(1): 1-7.
11. Isidro, M. A., and H. Roy. 2012. Retinoblastoma. Diambil dari
http://emedicine.medscape.com/article/1222849-overview. Diakses tanggal : 13 Februari
2015.
12. Rodriguez-Galindo, C., and M. W. Wilson. 2010. Clinical Features, Diagnosis, Pathology. In
: Retinoblastoma. London: Springer.
13. Othman, I. S. 2012. Retinoblastoma major review with updates on Middle east management
protocols. Saudi Journal of Ophthalmology, 26: 163-75.

Anda mungkin juga menyukai