DISUSUN OLEH:
TENGKU ABDURRAHMAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan HidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah
Tugas Keperawatan Medikal Bedah yang membahas tentang Asuhan Keperawatan
Acute Coronary Syndrome. Pada kesempatan ini, tidak lupa penulis ucapkan terima
kasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
makalah, terutama kepada para dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah.
Harapan penulis semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, dapat memperluas ilmu khususnya tentang Asuhan
Keperawatan Acute Coronary Syndrome sehingga dapat diaplikasikan dalam tatanan
pelayanan keperawatan.
Penulis menyadari makalah ini jauh dari sempurna, oleh kerena itu penulis
mengharapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang
bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini sehingga penulis dapat
memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini agar kedepannya menjadi lebih baik.
.
Kelompok III
DAFTAR ISI
Halaman Judul........................................................................................................
Kata Pengantar.......................................................................................................
Daftar Isi................................................................................................................
1. Definisi......................................................................................................
2. Aspek Epdemilogi....................................................................................
3. Etiologi......................................................................................................
4. Patofisiologi..............................................................................................
5. Klasifikasi.................................................................................................
6. Manifestasi Klinik....................................................................................
7. Pemeriksaan Diagnostik............................................................................
8. Komplikasi...............................................................................................
9. Penatalaksanaan........................................................................................
10. Pengkajian Keperawatan...........................................................................
11. Diagnosis Keperawatan............................................................................
12. Intervensi Keperawatan............................................................................
13. Discharge Planning...................................................................................
14. Evidence based practice terkait perawatan Acute Coronary Sindrome....
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................
4
6
8
11
11
12
17
17
21
27
28
32
32
34
1. Definisi
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah kejadian kegawatan pada pembuluh
darah koroner (Andra, 2006).
Wasid (2007) menambahkan bahwa Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah
suatu fase akut dari Angina Pectoris Tidak Stabil/ APTS yang disertai Infark
Miocard Akut/ IMA gelombang Q (IMA-Q) dengan non ST elevasi (NSTEMI)
atau tanpa gelombang Q (IMA-TQ) dengan ST elevasi (STEMI) yang terjadi
karena adanya trombosis akibat dari ruptur plak aterosklerosis yang tak stabil.
Harun (2007) mengatakan istilah Sindrom Koroner Akut (SKA) banyak
digunakan saat ini untuk menggambarkan kejadian kegawatan pada pembuluh
darah koroner. Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan satu sindrom yang
terdiri dari beberapa penyakit koroner yaitu, angina tak stabil (unstable angina),
infark miokard non-elevasi ST, infark miokard dengan elevasi ST, maupun angina
pektoris pasca infark atau pasca tindakan intervensi koroner perkutan. Sindrom
Koroner Akut (SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan manifestasi
klinis rasa tidak enak di dada atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium.
2. Epidemilogi
Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau penyakit kardiovaskular saat ini
merupakan salah satu penyebab utama kematian di negara maju dan berkembang,
termasuk Indonesia. Bahkan World Health Organization (WHO) telah
memprediksikan bahwa dimasa yang akan datang 80% kematian akibat penyakit
kardiovaskular akan terjadi di negara berkembang. Berdasarkan laporan World
Health Statistic tahun 2008, tercatat 17,1 juta orang meninggal di dunia akibat
penyakit kardiovaskular. WHO juga memprediksi pada tahun 2030 lebih dari 23,4
juta orang akan meninggal per-tahunnya akibat penyakit kardiovaskular.
Di Amerika Serikat, lebih dari 13 juta pasien menderita penyakit arteri
koroner dan setiap tahunnya lebih dari 1,1 juta pasien menderita IMA.
Selanjutnya, 150.000 pasien didiagnosa setiap tahunnya dengan UAP. Kematian
karena aterosklerotik arteri koroner terhitung hampir 50 % dari seluruh kematian
jantung, dan 50% dari kematian karena aterosklerotik arteri koroner terjadi secara
tiba-tiba. Takada et al menguji individual dengan infark miokard lama yang
meninggal secara tiba-tiba selama periode 1998-2001. Hasil dari analisis patologi
yang mereka lakukan menyatakan bahwa kematian tiba-tiba yang disebabkan
SKA adalah 55 %, aritmia fatal 24 %, kegagalan pompa jantung 14 %, dan
penyebab lain adalah 6 % kasus. Penemuan-penemuan ini ditandai dengan plak
arteri koroner yang ruptur pada infark lama adalah penyebab utama kematian
jantung secara tiba-tiba dengan infark miokard yang lama. Berdasarkan laporan
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC/NCHS), 879.000 pasien
dengan diagnosa SKA pada tahun 2003 di Amerika Serikat (767.00 IMA dan
112.000 UAP), dan berdasarkan laporan National Heart, Lung, and Blood
Institute/Framingham Heart Study (NHLBI/FHS), penyakit jantung koroner
terdiri lebih dari setengah kejadian kardiovaskuler pada pria dan wanita dibawah
umur 75 tahun. Investigasi data dari 7.733 partisipan di Framingham Heart
Study, Lyoyd-Jones et al mendemonstrasikan bahwa risiko seumur hidup dari
kejadian koroner setelah umur 40 tahun adalah 49% pada pria dan 32% pada
wanita. Studi NHLBI ARIC (Atherosclerotic Risks in Communities) juga
menyatakan bahwa umur rata-rata disesuaikan dengan laju insiden penyakit
jantung koroner per 1000 orang/tahun adalah 12,5 pada pria kulit putih dan 10,6
pada pria kulit hitam, 4,0 pada wanita kulit putih, dan 5,1 pada wanita kulit
hitam.
Di Indonesia sendiri, berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS)
Kementerian
Kesehatan
tahun
2007
diketahui
3. Etiologi
a. Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada
Penyebab paling sering adalah penurunan perfusi miokard oleh karena
penyempitan arteri koroner sebagai akibat dari trombus yang ada pada plak
aterosklerosis yang rupture dan biasanya tidak sampai menyumbat.
Mikroemboli (emboli kecil) dari agregasi trombosit beserta komponennya dari
plak yang ruptur, yang mengakibatkan infark kecil di distal, merupakan
penyebab keluarnya petanda kerusakan miokard pada banyak pasien.
b. Obstruksi dinamik
Penyebab yang agak jarang adalah obstruksi dinamik, yang mungkin
diakibatkan oleh spasme fokal yang terus menerus pada segmen arteri koroner
epikardium
(angina
prinzmetal).
Spasme
ini
disebabkan
oleh
yang
mungkin
menyebabkan
penyempitan
arteri,
Sedangkan beberapa faktor yang baru antara lain CRP, Homocystein dan
Lipoprotein (Santoso, 2005).
Di antara faktor risiko konvensional, ada empat faktor risiko biologis
yang tak dapat diubah, yaitu: usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga.
Hubungan antara usia dan timbulnya penyakit mungkin hanya mencerminkan
lebih panjangnya lama paparan terhadap faktor-faktor aterogenik (Valenti, 2007).
Wanita relatif lebih sulit mengidap penyakit jantung koroner sampai masa
menopause, dan kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Hal ini diduga
oleh karena adanya efek perlindungan estrogen (Verheugt, 2008).
Faktor-faktor risiko lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat
memperlambat proses aterogenik. Faktor-faktor tersebut adalah peningkatan
kadar lipid serum, hipertensi, merokok, gangguan toleransi glukosa dan diet
tinggi lemak jenuh, kolesterol, dan kalori . SKA umumnya terjadi pada pasien
dengan usia diatas 40 tahun. Walaupun begitu, usia yang lebih muda dari 40
tahun dapat juga menderita penyakit tersebut. Banyak penelitian yang telah
menggunakan batasan usia 40-45 tahun untuk mendefenisikan pasien usia
muda dengan penyakit jantung koroner atau infark miokard akut (IMA). IMA
mempunyai insidensi yang rendah pada usia muda (William, 2007).
4. Patofisiologi
a. Ruptur plak
Ruptur plak ateroslerotik merupakan salah satu penyebab terjadinya
SKA, yang diakibatkan oklusi subtotal atau total dari arteri koroner yang
sebelumnya mempunyai penyempitan yang minimal. Plak aterosklerotik
terdiri dari inti yang mengandung banyak lemak dan pelindung jaringan
fibrotik. Plak yang tidak stabil terdiri dari inti yang banyak mengandung
lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi
plak yang berdekatan dengan intima yang normal atau pada bahu dari
timbunan lemak. Kadang-kadang keretakan timbul pada dinding plak yang
paling lemah karena adanya enzim protease yang dihasilkan makrofag dan
secara enzimatik melemahkan dinding plak.
Pembentukan trombus
Suplay darah & oksigen
< kebutuhan miokard
Gangguan aliran
darah ke alveoli
Gangguan repolarisasi
Gangguan
pertukaran gas
ST segmen elevasi,
muncul Q wave
Intoleransi aktivitas
Pelepasan
enzim liposom
Peningkatan
CPK-MB, LDH
Iskemia jaringan
Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer
Kematian sel miokard
Glikolisis anaerob
Iritabilitas miokard
Produksi asam
laktat
Angina
Nyeri
Penurunan kontraktilitas
Stimulasi sistem
saraf simpatis
Disritmia
Penurunan ejection
fraction
10
Penurunan Curah
jantung
Peningkatan
HR
5. Klasifikasi
Peningkatan
kebutuhan O2
vasokontriksi
Cemas
berikut:
Jenis
Angina Pectoris
Tidak Stabil
(APTS)
11
Lebih spesifik, ada juga yang disertai kembung pada ulu hati seperti masuk angin
atau maag.
a. Angina Pektoris tak stabil
Angina pektoris tak stabil ditandai dengan nyeri angina yang frekuensi nya
meningkat. Serangan cenderung di picu oleh olahraga yang ringan, dan
serangan menjadi lebih intens dan berlangsung lebih lama dari angina pektoris
stabil. Angina tak stabil merupakan tanda awal iskemia miokardium yang lebih
serius dan mungkin ireversibel sehingga kadang-kadang disebut angina pra
infark. Pada sebagian besar pasien, angina ini di picu oleh perubahan akut
pada plak di sertai trombosis parsial, embolisasi distal trombus dan/ atau
vasospasme. Perubahan morfologik pada jantung adalah arterosklerosis
koroner dan lesi terkaitnya (Kumar, 2007).
b. Infark Miokard dengan ST Elevasi
Pada pemeriksaan fisik di dapati pasien gelisah dan tidak bisa istirahat.
Seringkali ektremitas pucat di sertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada
substernal > 30 menit dan banyak keringat di curigai kuat adanya STEMI.
Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan
intensitas jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat
ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara
(Alwi, 2006).
c. Infark Miokard dengan Non ST Elevasi
Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadang kala di epigastrium
dengan ciri seperti di peras, perasaan seperti di ikat, perasaan terbakar, nyeri
tumpul,rasa penuh, berat atau tertekan, menjadi persentasi gejala yang sering
di temukan pada penderita NSTEMI. Gejala tidak khas seperti dispnea, mual,
diaforesis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas atau leher juga
terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari
65 tahun
Tapan (2002) menambahkan gejala klinik SKA secara umum meliputi:
a. Terbentuknya thrombus yang menyebabkan darah sukar mengalir ke otot
jantung dan daerah yang diperdarahi menjadi terancam mati .
12
b. Rasa nyeri, rasa terjepit, kram, rasa berat atau rasa terbakar di dada (angina).
Lokasi nyeri biasanya berada di sisi tengah atau kiri dada dan berlangsung
selama lebih dari 20 menit. Rasa nyeri ini dapat menjalar ke rahang bawah,
leher, bahu dan lengan serta ke punggung. Nyeri dapat timbul pada waktu
istirahat. Nyeri ini dapat pula timbul pada penderita yang sebelumnya belum
pernah mengalami hal ini atau pada penderita yang pernah mengalami angina,
namun pada kali ini pola serangannya menjadi lebih berat atau lebih sering.
Selain gejala-gejala yang khas di atas, bisa juga terjadi penderita hanya
mengeluh seolah pencernaannya terganggu atau hanya berupa nyeri yang terasa
di ulu hati. Keluhan di atas dapat disertai dengan sesak, muntah atau keringat
dingin.
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. EKG (Electrocardiogram)
1) Angina Pektoris Tak Stabil
Pemeriksaan EKG sangat penting baik untuk diagnosis maupun stratifikasi
risiko pasien UAP. Adanya depresi segmen ST yang baru menunjukkan
kemungkinan adanya iskemia akut. Gelombang T negatif juga salah satu
tanda iskemia atau NSTEMI. Perubahan gelombang ST dan T yang
nonspesifik seperti depresi segmen ST kurang dari 0,05 mm dan gelombang
T negatif kurang dari 2 mm, tidak spesifik untuk iskemia, dan dapat
disebabkan karena hal lain. Pada UAP, sebanyak 4% mempunyai EKG yang
normal, dan pada NSTEMI, sebanyak 1-6% EKG juga normal.
Tabel 2 Letak Infark Berdasarkan Temuan EKG
Letak infark
EKG
A.Koronaria
Cab A.Koronaria
Anterior
ektensif
I, aVL, V1-6
Kiri, LAM
LAD, LCx
Anteroseptal
V 1-3
Kiri
LAD
Anterolateral
I, aVL, V4-6
Kiri
LCx
Inferior
PDA
Posterior
murni
V 1-2 (resiprok)
13
LAM = left main artery, LAD = left anterior descending, LCX = left
circumflex, PDA = posterior descending artery, PLA = posteriolateral
artery
Diadapsi dari: Zimetbaum PJ, Josephson ME. Use of the electrocardiogram in acute
myocardial infarction. N Engl J Med 2003; 348: 934-935.
2) STEMI
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST
mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya
didiagnosa infark miokard gelombang Q sebagian kecil menetap menjadi
infark miokard gelombang non Q. Jika obstruksi trombus tidak total,
obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak
ditemukan elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami UAP atau
NSTEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa
menunjukkan gelombang Q disebut infark non Q. Sebelumnya, istilah infark
transmural digunakan jika EKG menunjukkan gelombang Q atau hilangnya
gelombang R dan infark miokard non transmural jika EKG hanya
menunjukkan perubahan sementara segmen ST dan gelombang T, namun
ternyata tidak selalu ada korelasi gambaran patologis EKG dengan lokasi
infark (mural/transmural) sehingga terminologi infark miokard gelombang Q
dan non Q menggantikan infark miokard mural/transmural.
3) NSTEMI
Gambaran EKG, secara spesifik berupa deviasi segmen ST merupakan hal
penting yang menentukan risiko pada pasien. Pada Trombolysis in Myocardial
Infarction (TIMI) III Registry; adanya depresi segmen ST baru sebanyak 0,05 mV
merupakan prediktor outcome yang buruk. Kaul et al, menunjukkan peningkatan
risiko outcome yang buruk meningkat secara progresif dengan memberatnya depresi
segmen ST, dan baik depresi segmen ST maupun perubahan troponin T, keduanya
memberikan tambahan informasi prognosis pasien-pasien dengan NSTEMI.
b. Laboraturium
1) Selama serangan, sel-sel otot jantung mati dan pecah sehingga proteinprotein tertentu keluar masuk aliran darah.
14
15
CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi
jantung, miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan
CKMB.
cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2
jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan
cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah
5-10 hari
Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak
dalam 4-8 jam.
Creatinin kinase (CK): meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark
miokard dan mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal
dalam 3-4 hari.
16
NSTEMI
Troponin T atau troponin I merupakan petanda nekrosis miokard yang lebih
disukai, karena lebih spesifik dari pada enzim jantung tradisional seperti
CK dan CKMB. Pada pasien dengan infark miokard, peningkatan awal
troponin pada darah perifer setelah 3-4 jam dan dapat menetap sampai 2
minggu
c. Coronary Angiography
Coronary angiography merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar X
pada jantung dan pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan untuk
menemukan letak sumbatan pada arteri koroner. Kateter dimasukkan melalui
arteri pada lengan atau paha menuju jantung. Prosedur ini dinamakan
kateterisasi jantung, yang merupakan bagian dari angiografi koroner Zat
kontras yang terlihat melalui sinar X diinjeksikan melalui ujung kateter pada
aliran darah. Zat kontras itu pemeriksa dapat mempelajari aliran darah yang
melewati pembuluh darah dan jantung.
Jika ditemukan sumbatan, tindakan lain yang dinamakan angioplasty,
dapat dilakukan untuk memulihkan aliran darah pada arteri tersebut. Kadangkadang akan ditempatkan stent (pipa kecil yang berpori) dalam arteri untuk
menjaga arteri tetap terbuka.
8. Komplikasi
a. Aritmia
b. Disfungsi ventrikel kiri
c. Hipotensi
d. Syok kardiogenik
e. Kematian mendadak
f. Aneurisma ventrikel
g. Ruptur septum ventrikuler
h. Lain-lain seperti emboli paru dan infark paru, emboli arteri sistemik, stroke
emboli, ruptur jantung, disfungsi dan ruptur m. papilaris
9. Penatalaksanaan
17
Prinsip umum :
a. mengembalikan aliran darah koroner dengan trombolitik/ PTCA primer untuk
b.
c.
d.
e.
angina
f. Mengurangi atau mencegah infark miokard dan kematian mendadak.
Terapi Awal
Dalam 10 menit pertama harus selesai dilaksanakan adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan klinis dan penilaian rekaman EKG 12 sadapan
b. Periksa enzim jantung CK/CKMB atau CKMB/cTnT
c. Oksigenasi: Langkah ini segera dilakukan karena dapat memperbaiki
kekurangan oksigen pada miokard yang mengalami cedera serta menurunkan
beratnya ST-elevasi. Ini dilakukan sampai dengan pasien stabil dengan level
oksigen 23 liter/ menit secara kanul hidung.
d. Nitrogliserin (NTG): Kontraindikasi bila TD sistolik < 90 mmHg), bradikardia
(< 50 kali/menit), takikardia. Mula-mula secara sublingual (SL) (0,3 0,6
mg), atau aerosol spray. Jika sakit dada tetap ada setelah 3x NTG setiap 5
menit dilanjutkan dengan drip intravena 510 ug/menit (jangan lebih 200
ug/menit ) dan tekanan darah sistolik jangan kurang dari 100 mmHg.
Manfaatnya ialah memperbaiki pengiriman oksigen ke miokard; menurunkan
kebutuhan oksigen di miokard; menurunkan beban awal (preload) sehingga
mengubah tegangan dinding ventrikel; dilatasi arteri koroner besar dan
memperbaiki aliran kolateral; serta menghambat agregasi platelet (masih
menjadi pertanyaan).
e. Morphine: Obat ini bermanfaat untuk mengurangi kecemasan dan kegelisahan;
mengurangi rasa sakit akibat iskemia; meningkatkan venous capacitance;
menurunkan tahanan pembuluh sistemik; serta nadi menurun dan tekanan
darah juga menurun, sehingga preload dan after load menurun, beban miokard
berkurang, pasien tenang tidak kesakitan. Dosis 2 4 mg intravena sambil
memperhatikan efek samping mual, bradikardi, dan depresi pernapasan. Dapat
18
diulang tiap 5 menit sampai dosis total 20 mg atau petidin 25-50 mg intravena
atau tramadol 25-50 mg iv.
f. Aspirin: harus diberikan kepada semua pasien sindrom koroner akut jika tidak
ada kontraindikasi (ulkus gaster, asma bronkial). Efeknya ialah menghambat
siklooksigenase 1 dalam platelet dan mencegah pembentukan tromboksanA2. Kedua hal tersebut menyebabkan agregasi platelet dan konstriksi arterial.
Dosis yang dianjurkan ialah 160325 mg perhari, dan absorpsinya lebih baik
"chewable" dari pada tablet. Aspirin suppositoria (325 mg) dapat diberikan
pada pasien yang mual atau muntah.
g. Antitrombolitik lain: Clopidogrel, Ticlopidine: derivat tinopiridin ini
menghambat agregasi platelet, memperpanjang waktu perdarahan, dan
menurunkan viskositas darah dengan cara menghambat aksi ADP (adenosine
diphosphate) pada reseptor platelet., sehingga menurunkan kejadian iskemi.
Ticlopidin bermakna dalam menurunkan 46% kematian vaskular dan nonfatal
infark miokard. Dapat dikombinasi dengan Aspirin untuk prevensi trombosis
dan iskemia berulang pada pasien yang telah mengalami implantasi stent
koroner. Pada pemasangan stent koroner dapat memicu terjadinya trombosis,
tetapi dapat dicegah dengan pemberian Aspirin dosis rendah (100 mg/hari)
bersama Ticlopidine 2x 250 mg/hari. Colombo dkk. memperoleh hasil yang
baik dengan menurunnya risiko trombosis tersebut dari 4,5% menjadi 1,3%,
dan menurunnya komplikasi perdarahan dari 1016% menjadi 0,25,5%21.
Namun, perlu diamati efek samping netropenia dan trombositopenia
(meskipun
jarang)
sampai
dengan
dapat
terjadi
purpura
trombotik
trombositopenia sehingga perlu evaluasi hitung sel darah lengkap pada minggu
II III. Clopidogrel sama efektifnya dengan Ticlopidine bila dikombinasi
dengan Aspirin, namun tidak ada korelasi dengan netropenia dan lebih rendah
komplikasi gastrointestinalnya bila dibanding Aspirin, meskipun tidak terlepas
dari adanya risiko perdarahan. Didapatkan setiap 1.000 pasien SKA yang
diberikan Clopidogrel, 6 orang membutuhkan tranfusi darah 17,22.
Clopidogrel 1 x 75 mg/hari peroral, cepat diabsorbsi dan mulai beraksi sebagai
antiplatelet agregasi dalam 2 jam setelah pemberian obat dan 4060% inhibisi
dicapai dalam 37 hari. Penelitian CAPRIE (Clopidogrel vs ASA in Patients at
19
pemberian nitrat.
Elevasi ST lebih dari 1 mm sekurang-kurangnya pada 2 sadapan EKG
Saat ini ada beberapa macam obat trombolisis yaitu streptokinase,
urokinase, aktivator plasminogen jaringan yang direkombinasi (r-TPA) dan
anisolated plasminogen activator complex (ASPAC). Yang terdapat di
Indonesia hanya streptokinase dan r-TPA. R-TPA ini bekerja lebih spesifik
pada fibrin dibandingkan streptokinase dan waktu paruhnya lebih pendek.
Kontraindikasi :
- Perdarahan aktif organ dalam
- Perkiraan diseksi aorta
- Resusitasi kardio pulmonal yang berkepanjangan dan traumatik
- Trauma kepala yang baru atau adanya neoplasma intrakranial
- Diabetic hemorrhage retinopathy
- Kehamilan
- TD > 200/120 mmHg
- Telah mendapat streptokinase dalam jangka waktu 12 bulan
b. Antikoagulan dan antiplatelet
Beberapa hari setelah serangan IMA, terdapat peningkatan resiko untuk
terjadi tromboemboli dan reinfark sehingga perlu diberikan obat-obatan
pencegah. Heparin dan Aspirin referfusion trias menunjukkan bahwa heparin
(intravena) diberikan segera setelah trombolitik dapat mempertahankan
potensi dari arteri yang berhubungan dengan infark. Pada infus intravena
20
21
kardiovaskular multipel
diagnosis.
4) Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat penyakit dahulu akan sangat mendukung kelengkapan data kondisi
saat ini. Data ini diperoleh dengan mengkaji apakah klien pernah menderita
nyeri dada, hipertensi, diabetes melitus, atau hiperlipidemia. Tanyakan
mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh pasien pada masa yang lalu
yang masih relevan dengan obat-obatan anti angina seperti nitrat dan
penhambat beta serta obat-obatan antihipertensi. Catat adanya efek samping
yang terjadi dimasa lalu, alergi obat dan reaksi alergi yang timbul.
Seringkali pasien menafsirkan reaksi alergi sebagai efek samping obat.
5) Riwayat penyakit keluarga
Perawat senantiasa harus menanyakan tentang penyakit yang pernah
dialami keluarga, anggota keluarga yang meninggaldan penyebab kematian.
Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia muda
merupakan faktor risiko utama terjadinya penyakit jantung iskemik pada
keturunannya.
6) Riwayat Psikososial
Perawat perlu menanyakan kebiasaan sosial dengan menanyakan pola
hidup misalnya minum alkohol atau obat tertentu. Keiasaan merokok
dikaji dengan menanyakan kebiasaan merokok sudah berapa lama,
berapa batang perhari, dan jenis rokok.
Dalam mengajukan pertanyaan pada pasien, hendaknya perhatikan
kondisi klien. Bila pasien dalam keadaan kritis, maka pertanyaan yang
diajukan adalah pertanyaan tertutup atau pertanyaan yang dapat dijawab
dengan gerakan tubuh seperti mengangguk atau menggelengkan kepala.
Perubahan integritas ego yang perlu dikaji dalam hal ini adalah pasien
menolak, menyangkal, cemas, gelisah, marah atau fokus pada diri
sendiri.
Perubahan interaksi sosial yang dialami pasien terjadi karena stress yang
dialami pasien dari berbagai aspek seperti keluarga, pekerjaan, kesulitan
biaya ekonomi atau kesulitan koping dengan stresor yang ada.
7)
22
b) Nutrisi
Mulai dari proses ingesti dan asimilasi makanan untuk mempertahankan
fungsi, meningkatkan pertumbuhan dan mengganti jaringan yang injuri.
eperti keluhan pasien tentang nafsu makan yang menurun, adanya rasa
mual, warna konjungtiva, data antropometri seperti TB dan BB, jumlah
porsi makanan yang dihabiskan, data penunjang seperti Hemoglobin.
c) Eliminasi
Yaitu ekskresi hasil dari metabolisme dari instestinal dan ginjal. Keluhan
pasien tentang BAK dan BAB, adanya gangguan yang dirasakan.
d) Aktivitas dan istirahat
Kebutuhan keseimbangan aktivitas fisik dan istirahat yang digunakan
untuk mengoptimalkan fungsi fisiologis dalam memperbaiki dan
memulihkan semua komponen-komponen tubuh. Menggambarkan pola
latihan,aktivitas,fungsi
pernafasan
dan
sirkulasi,
23
pentingnya
Rasa lemah, cepat lelah, aktivitas berat timbul sesak (nafas pendek), sulit
tidur, demam, menggigil, berkeringat pada malam hari.
Objektif :
Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak.
e) Proteksi
Sebagai dasar defens tubuh termasuk proses imunitas dan struktur
integumen ( kulit, rambut dan kuku) dimana hal ini penting sebagai
fungsi proteksi dari infeksi, trauma dan perubahan suhu.
f) Sensasi
Penglihatan, pendengaran, perkataan, rasa dan bau memungkinkan
seseorang berinteraksi dengan lingkungan . Sensasi nyeri penting
dipertimbangkan dalam pengkajian perasaan.
g) Cairan dan elektrolit
Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalamnya termasuk air, elektrolit,
asam basa dalam seluler, ekstrasel dan fungsi sistemik. Sebaliknya
inefektif fungsi sistem fisiologis dapat menyebabkan ketidakseimbangan
elektrolit. Menggambarkan adanya keluhan mual muntah, asupan cairan
tiap hari, adanya edema, keringat pada malam hari, data penunjang
Laboratorium: seperti Ureum, Kreatinin, Na, K, Cl.
h) Fungsi neurologi
Hubungan-hubungan neurologis merupakan bagian integral dari
regulator koping mekanisme seseorang. Mereka mempunyai fungsi
untuk mengendalikan dan mengkoordinasi pergerakan tubuh, kesadaran
dan proses emosi kognitif yang baik untuk mengatur aktivitas organorgan tubuh. Tingkat kesadaran, status kognitif, koordinasi dan kontrol
gerakan tubuh, fungsi sensorik dan motorik .
i) Fungsi endokrin
Aksi endokrin adalah pengeluaran horman sesuai dengan fungsi
neurologis, untuk menyatukan dan mengkoordinasi fungsi tubuh.
Aktivitas endokrin mempunyai peran yang signifikan dalam respon
stress dan merupakan dari regulator koping mekanisme. Adanya riwayat
penyakit keluarga seperti DM, keluhan-keluhan pada sistem endokrin.
8) Mode Konsep diri
24
perhatian
dan
saling
menghargai.
Interdependensi
yaitu
berinisiatif
untuk
melakukan
tindakan
bagi
dirinya.
25
melambat
dengan
pemberian
analgesic
yang
adekuat.
26
hipotensi maka hal tersebut merupakan akibat dari aktivitas vagus berlebih,
dehidrasi, infark ventrikel kanan, atau tanda dari syok kardiogenik.
3) Pemeriksaan jantung
Terdangar bunyi jantung S4 dan S3 , atau mur-mur. Bunyi gesekan perikard
jarang terdengar hingga hari kedua atau ketiga atau lebih lama lagi (hingga
6 minggu) sebagai gambatan dari sindrom Dressler.
4) Pemeriksaan paru
Ronkhi akhir pernafasan bisa terdengar, walaupun mungkin tidak terdapat
gambaran edema paru pada radiografi. Jika terdapat edema paru, maka hal
itu merupakan komplikasi infark luas, biasanya anterior.
c. Uji Diagnostik
Dengan pemeriksaan EKG, Laboraturium, biomarker kerusakan jantung dan
coronary angiography.
11. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang biasanya muncul pada sindrom koroner akut antara
lain :
a. Nyeri dada b.d. ketidakseimbangan suplay darah dan oksigen dengan kebutuhan
miokardium akibat sekunder dari penurunan suplay darah ke miokardium,
peningkatan produksi asam laktat.
b. Aktual/risiko tinggi penurunan curah jantung yang berhubungan dengan
perubahan frekuensi, irama, konduksi elektrikal.
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d iskemik, kerusakan otot jantung,
penyempitan/penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria.
d. Gangguan pertukaran gas b.d gangguan aliran darah ke alveoli atau kegagalan
utama paru, perubahan membran alveolar-kapiler.
e. Intoleransi aktivitas b.d penurunan perfusi perifer akibat sekunder dari
ketidakseimbangan suplay oksigen dengan kebutuhan miokardium.
f. Cemas b.d ancaman aktual terhadap integritas biologis.
g. Kurang pengetahuan b/d kurang informasi tentang penyakit/ implikasi
penyakit jantung.
12. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri dada b.d. ketidakseimbangan suplay darah dan oksigen dengan kebutuhan
miokardium akibat sekunder dari penurunan suplay darah ke miokardium,
peningkatan produksi asam laktat.
Tujuan : nyeri dada terkontrol
27
28
NOC : perfusi adekuat ke jaringan dengan tanda kulit hangat, nadi perifer
kuat, tanda-tanda vital dalam batas normal (TD 120/80 mmhg, nadi 60-100
x/menit, respirasi 16-20 x/menit, suhu 36-370C), tidak ada edema.
NIC : kaji perubahan tibaa-tiba tingkat kecemasan, gelisah, bingung, pingsan.
Lihat pucat, cianotis, kulit dingin dan lembab. Kaji tanda Homan, edema, dan
eritema. Dorong latihan kak pasif/aktif. Pantau pernafasan dan catat kerja
pernafasan. Kaji fungsi gastrointestinal, apaka ada mual, muntah distensi
abdomen. Catat Intake dan Output dan periksa berat jenis urine. Kolaborasi :
pantau laboratorium, misal AGD, elektrolit, ureum kreatinin. pemberian obatobatan sesuai indikasi, ranitidine (zantac).
d. Gangguan pertukaran gas b.d gangguan aliran darah ke alveoli atau kegagalan
utama paru, perubahan membran alveolar-kapiler.
Tujuan : tidak terjadi gangguan pertukaran gas
NOC : pertukaran gas adekuat dengan kriteria hasil pasien
mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi
yang adekuat, memelihara kebersihan paru paru dan bebas
dari tanda tanda distress pernafasan, mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis
dan
dyspneu
(mampu
mengeluarkan
sputum,
mampu
pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi,
penggunaan
dan
otot
intercostals,
tambahan,
Monitor
retraksi
pola
otot
nafas
29
tingkatan
aktivitas
yang
dapat
dilakukan.
Batasi
30
kaji
tingkat
pengetahuan
pasien/orang
terdekat
dan
31
32
DAFTAR PUSTAKA
Andra. (2006). Sindrom Koroner Akut: Pendekatan Invasif Diit atau Konservatif.
http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews.197
diakses tanggal 23 April 2015
Bare & Smeltzer.(2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol 2,
Jakarta: EGC.
Griffin, Brian P. Dkk. (2004). Manual of Cardiovaskuler Medicine, Second Edition.
Piladelphia. Lippincoott William & Wilkins.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.(2008). Riskesdas. Jakarta
Kristen J. (2005) Acute Coronary Syndrome. AJN. May 2009 Vol. 109, No. 5
Doengoes, Marilynn E, dkk. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3,
Jakarta, EGC.
Lilly LS. (2011). Pathophysiology of Heart Disease: Acute Coronary Syndrome.
2011. P:162-75).
Nursalam. (2001). Proses Dan Dokumentasi Keperawatan Konsep Dan Praktik.
Jakarta: Salemba Medika.
33
34
35