Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Anatomi Saraf1


Saraf perifer merupakan suatu kumpulan akson yang menghantarkan impuls
eferen (motorik) dari sel di cornu anterior medulla spinalis menuju otot, dan impuls
aferen (sensorik) dari reseptor perifer melalui sel di root ganglia posterior medulla
spinalis. Saraf juga menghantarkan serabut sudomotor dan vasomotor dari sel ganglion di
jalur simpatis. Beberapa saraf cenderung bersifat motoris, beberapa lainnya bersifat
sensoris, trunchus yang lebih besar merupakan gabungan dari akson motoris dan sensoris
yang berjalan dalam rangkaian yang terpisah.
Masing-masing akson merupakan sebuah proses perpanjangan dari sebuah sel
saraf atau neuron. Badan sel dari motor neuron yang mensuplai otot-otot perifer
mengelompok di cornu anterior medulla spinalis; sebuah motor neuron beserta akson-nya
panjangnya bisa berukuran hingga satu meter. Badan sel dari neuron sensoris yang
mensuplai trunchus dan ekstremitas, terletak di dorsal root ganglia dan tiap neuron
memiliki akson yang memanjang dari perifer ke badan sel dan yang lainnya dari badan sel
ke medulla spinalis.
Akhiran perifer dari seluruh neuron kemudian bercabang. Sebuah motor neuron
dapat menginnervasi dari 10 sampai beberapa ribu serabut otot, rasionya bergantung pada
derajat

kebutuhan dari otot-otot tertentu (semakin kecil rasio, semakin baik

pergerakannya). Yang tidak jauh berbeda, cabang-cabang perifer dari masing-masing


neuron sensoris dapat menginnervasi dari hanya sebuah bundle otot sampai permukaan
kulit yang cukup luas.
Sinyal atau potensial aksi yang dibawa oleh motor neuron ditransmisikan menuju
serabut otot melalui pelepasan neurotransmitter, asetilkolin, di ujung terminal dari saraf.
Sinyal sensoris dihantarkan ke dorsal root ganglia dan dari sini kemudian menuju
columna ipsilateral dari medulla spinalis, melalui batang otak dan thalamus, menuju
korteks (sensoris) yang berlawanan. Impuls proprioseptif dari bundle otot dan sendi
melewati jalur ini dan dibawa menuju sel di cornu anterior medulla spinalis sebagai
bagian dari reflekslokal. Keuntungan dari sistem ini untuk meyakinkan bahwa survival
1

mechanism, seperti sistem keseimbangan dan sistem sensoris posisi terhadap ruang,
diaktivasi dengan cepat.

Gambar 1. Struktur penampang melintang saraf perifer


Pada saraf perifer, seluruh akson motorik dan akson sensorik yang peka terhadap
sentuhan, nyeri dan proprioseptif, diselubungi oleh myelin, sebuah membran lipoprotein
berlapis yang berasal dari sel Schawann. Setiap millimeter dari selubung myelin tersusun
terputus-putus, meninggalkan segmen pendek dari akson bebas yang disebut Nodus
Ranvier. Impuls saraf meloncat dari nodus ke nodus dengan kecepatan elektrik, bahkan
bisa lebih cepat apabila akson tidak diselubungi. Sebagai konsekuensi, berkurangnya
selubung nielin dapat menyebabkan penurunan kecepatan atau bahkan hambatan total dari
konduksi aksonal.
Sebagian besar akson, terutama serabut dengan diameter kecil yang membawa
sensasi kasar dan serabut simpatis eferen, tersusun tanpa myelin namun diselubungi oleh
sitoplasma sel Schawnn. Kerusakan pada akson ini dapat menyebabkan sensasi tidak
nyaman dan berbagai macam efek sudomotor dan vasomotor.
Diluar dari membran sel Schwann, akson diselubungi oleh lapisan jaringan ikat
yang disebut endoneurium. Akson yang menyusun sebuah saraf dibagi menjadi bundles/

fasikel oleh sebuah membran yang cukup tebal yang disebut perineurium. Pada
penampang melintang dari saraf, fasikel terlihat di permukaan, selubung perineuralnya
jelas terlihat dan cukup kuat untuk dipegang menggunakan instrumen bedah saat operasi
nerve repair. Sekelompok fasikel yang menyusun trunchus saraf diselubungi oleh lapisan
jaringan ikat yang lebih tebal yang disebut epineurium. Epineurium berbeda-beda dalam
ketebalannya dan cukup kuat dimana saraf berfungsi pada pergerakan dan traksi,
misalnya saraf di dekat persendian.
Saraf divaskularisasi oleh cukup banyak pembuluh darah yang berjalan secara
longitudinal di epineurium sebelum menembus beberapa lapisan sehingga menjadi kapiler
endoneurial. Pembuluh darah kecil ini dapat rusak oleh tarikan atau perlakuan kasar pada
saraf, namun pembuluh darah ini dapat menahan mobilisasi ekstensif dari saraf, sehingga
membuatnya mungkin untuk diperbaiki atau mengganti segmen yang rusak melalui
operasi transposisi atau neurotisasi.pembuluh darah yang kecil ini memiliki suplai saraf
simpatisnya sendiri yang berasal dari saraf induk dan stimulasi dari serabut-serabut ini
(menyebabkan vasokonstriksi intraneural) merupakan hal yang penting pada kondisi
seperti distrofi reflex simpatis dan sindrom nyeri lainnya.
Saraf dapat cedera dikarenakan beberapa sebab, diantaranya karena iskemia,
kompresi, traksi, laserasi atau terbakar. Kerusakan dapat terjadi dalam berbagai tingkat
dari yang ringan dan diikuti proses pemulihan yang cepat sampai interupsi total dan
degenerasi.
II. 2. Klasifikasi Cedera Saraf
Terdapat 2 klasifikasi nerve injuries. Klasifikasi pertama dipublikasikan oleh
Seddon pada tahun 1943, kemudian yang kedua dipublikasikan oleh Sunderland tahun
1951.Klasifikasi
cedera.Klasifikasi

Seddon

digunakan

Sunderland

baik

untuk
untuk

memahami
menentukan

dasar

anatomi

prognosis

dan

dari

strategi

pengobatan.Kombinasi klasifikasi ini membagi nerve injury menjadi 5 tingkat.


a. Tingkat 1 (neuropraxia)
Neuropraxia adalah nerve injury yang paling sering terjadi.Lokasi kerusakan
pada serabut myelin, hanya terjadi gangguan kondisi saraf tanpa terjadinya degenerasi
wallerian.Karakteristiknya, defisit motorik lebih besar daripada sensorik.Saraf akan

sembuh dalam hitungan hari setelah cedera, atau sampai dengan 4 bulan.
Penyembuhan akan pulih sempurna tanpa ada masalah motorik dan sensorik.
b. Tingkat 2 (axonotmesis)
Pada axonotmesis (axon cutting) terjadi diskotinuitas myelin dan aksonal,
tidak melibatkan jaringan encapsulating, epineurium, dan perineurium, juga akan
sembuh sempurna. Bagaimanapun, penyembuhan akan terjadi lebih lambat daripada
cedera tingkat pertama.
c. Tingkat 3
Cedera ini melibatkan kerusakan myelin, akson, dan endoneurium. Cedera
juga

akan

sembuh

dengan

lambat,

tetapi

penyembuhannya

hanya

sebagianpenyembuhan akan tergantung pada beberapa faktor, sepertisemakin rusak


saraf, semakin lama pula penyembuhan terjadi.
d. Tingkat 4
Cedera ini melibatkan kerusakan myelin, akson, endoneurium, dan
perineurium. Cedera derajat ini terjadi bila terdapat skar pada jaringan saraf, yang
menghalangi penyembuhan.
e. Tingkat 5 (neurotmesis)
Cedera pada neurotmesis (nerve cutting) melibatkan pemisahan sempurna dari
saraf, seperti nerve avulsion. Cedera saraf tingkat 4 dan 5 memerlukan tindakan
operasi untuk sembuh.

Tabel 1. Klasifikasi cedera saraf.

Derajat cedera saraf

Myelin Akson

Endoneurium

Perineurium

Epineurium

I (Neuropraksia)

+/-

Tidak

Tidak

Tidak

Tidak

II (Axonotmesis)

Ya

Ya

Tidak

Tidak

Tidak

III

Ya

Ya

Ya

Tidak

Tidak

IV

Ya

Ya

Ya

Ya

Tidak

V (Neurotmesis)

Ya

Ya

Ya

Ya

Ya

Tabel 2.Tabel perbedaan cedera saraf.

Derajat

Sembuh

Waktu penyembuhan

Pembedahan

Penuh

Dalam hitungan hari sampai 4 bulan setelah cedera

Tidak

Penuh

Regenerasi kira-kira 1 inci per bulan

Tidak

III

Parsial

Regenerasi kira-kira 1 inci per bulan

Ya

IV

Tidak ada

V (Neurotmesis)

Tidak ada

I (Neuropraxia)

II
(Axonotmesis)

spontan

Setelah tindakan bedah, regenerasi terjadi kira-kira 1 inci per

Ya

bulan

Setelah tindakan bedah, regenerasi terjadi kira-kira 1 inci per

Ya
5

bulan.

II. 3. Neuropati Kompresif1


Dimanapun berada, bila sebuah saraf perifer melewati terowongan yang tersusun
dari jaringan fibro-osseous, saraf tersebut berisiko mengalami jebakan atau kompresi,
terutama jika jaringan di sekitarnya membengkak (seperti pada kehamilan, miksedema
atau rheumatoid arthritis) atau jika terdapat obstruksi local (ganglion atau osteofit).
Kompresi pada saraf menghambat aliran darah epineural dan konduksi aksonal,
sehingga muncul gejala seperti kebas, parestesia dan kelemahan otot; adanya pemulihan
dari

iskemia

menjelaskan

perbaikan

mendadak

dari

gejala

setelah

operasi

dekompresi.Kompresi yang berat atau memanjang menyebabkan demielinasi segmental,


atrofi otot setempat dan fibrosis saraf, sehingga gejala tersebut sulit berkurang walaupun
setelah dilakukan dekompresi.
Neuropati kompresif berhubungan dengan penyakit umum seperti diabetes atau
konsumsi alkohol, sehingga menyebabkan saraf tersebut lebih sensitif terhadap efek
kompresi. Terdapat bukti bahwa kompresi proksimal (discogenic root compression)
mengganggu sintesis dan transport substansi neural, sehingga merupakan predisposisi
terjadinya jebakan saraf bagian distal, atau disebut juga double-crush syndrome.
Regio yang paling sering terjadi kompresi saraf antara lain carpal tunnel (Nervus
Medianus) dan cubital tunnel (Nervus Ulnaris), sedangkan yang jarang terjadi antara lain
tarsal tunnel (posterior nervus tibialis), ligamentum inguinale (nervus cutaneous lateral
femur),suprascapular

notch(nervus

suprascapularis),

dan

bular

neck

(nervus

peroneuscommunis). Sebuah kasus khusus yaitu thoracic outlet, dimana arteri subklavia
dan root dari pleksus brakhialis berjalan menyilangi costae pertama diantara otot scalenus
anterior dan medius.Pada kasus ini terdapat tanda dan gejala vaskuler serta neurologis.
II. 4. Patofisiologi, Histologi, Dan Biokimia Dari Neuropati Kompresif2

Suatu saraf perifer terdiri dari akson yang termielinasi dan tidak bermielin, yang
bermula dari ganglion pada dorsal root (serabut sensoris) dan pada substansia gricea dari
anterior horn (serabut motoris) untuk membentuk suatugabungan saraf perifer. Beberapa
serabut otonom juga dibawa oleh saraf tersebut. Peran dari jaringan ikat sangatlah penting
dalam diskusi ini.
Kompresi dari suatu saraf dalam region tertentu dapat berlanjut menjadi suatu
kaskade perubahan fisiologis yang berdampak pada situasi patologis dan kemudian terjadi
perubahan anatomis pada tahapan selanjutnya. Pada akhirnya akan ada bahaya yang
cukup berat pada fungsi saraf bila tidak segera ditangani. Mackinnon pada artikel
seminarnya mengenai patofisiologi telah mendiskusikan hal ini.
Akson tersebut awalnya adalah neuroektodermal, sementara jaringan ikat berawal
dari mesodermal. Masing-masing akson ditutupi oleh endoneurium, suatu kumpulanakson
yang dikelilingi oleh perineurium yang merupakan lapisan paling penting dalam
neurofisiologi dimana lapisan tersebut mewakili Sawar Darah-Saraf atau Blood-Nerve
Barrier. Di antara fasikel terdapat epineurium internal, dan keseluruhan saraf ditutupi
oleh epineurium, jaringan ikat di sekitar saraf adalah mesoneurium, dan seringkali
membawa suplai darah segmental untuk saraf tersebut. Saraf memiliki vaskularisasi
aksial dan segmental sepanjang perambatannya dan adanya kompresi berdampak pada
perubahan tekanan di dalam pembuluh darah dan di dalam saraf, menyebabkan sindrom
kompartemen internal dan/atau suatu kerusakan blood-nerve barrier dengan konsekuensi
berupa kebocoran.
II. 5. Blood-Nerve Barrier
Lapisan dalam dari perineurium dan sel endotelial dari pembuluh darah mikro
endoneurial membentuk Sawar Darah-Saraf. Sel-sel tersebut memiliki lapisanpadat yang
tidak mudah ditembus banyak substansi. Karenanya, Sawar Darah-Saraf memberikan
lingkungan khusus di dalam ruang endoneurial. Tidak terdapat pembuluh limfatik dalam
ruang endoneurial maupun perineurial.
Kerusakan pada Sawar Darah-Saraf akan berdampak pada akumulasi protein dan
menyusupnya limfosit, fibroblas, dan makrofag sebagai suatu reaksi pada antigen yang
sebelumnya terlindung di dalam ruang perineurial. Hal ini akan mengawali reaksi
7

inflamasi dan akhirnya pembentukan skar atau bekas luka. Bila lokasi barrier pada lapisan
dalam perineurium masih relatif utuh, hal ini akan menyebabkan peningkatan tekanan
cairan dan sindrom kompartemen di dalam fasikel.
II. 6. Neuropati KompresifAkut4
Rydevik et al mempelajari efek dari kompresi bertahap dari aliran darah
intraneural dan menunjukkan bahwa tekanan eksternal sebesar 20 mmHg mengurangi
aliran darah venula epineural, tekanan sebesar 30 mmHg menginhibisi transport aksonal
baik anterograd maupun retrograd, dan dengan tekanan sampai 80 mmHg, semua aliran
darah intraneural terhenti. Perubahan ini bersifat sementara dan karenanya dapat pulih
seperti semula dalam waktu singkat. Peningkatan tekanan akut yang memanjang dapat
menyebabkan kerusakan yang bertahan lebih lama. Tourniquet Palsy merupakan contoh
klinis yang baik dari kompresi akut yang menyebabkan defisit.Tourniquet Palsy bisa
sembuh dalam 3-6 minggu tapi bisa juga tidak.
II. 7. Neuropati KompresifKronis4
Sebuah model dari kompresi saraf kronis telah dicoba menggunakan kaf/cuff
silastik yang ditempatkan pada nervus skiatik mencit dan nervus medianus pada hewan
primata.4-9 Hasil dari studi ini mirip dengan yang disebutkan di atas dengan catatan
hubungan dosis-respon antara durasi kompresi dan cedera saraf. Perubahan awal yaitu
rusaknya sawar darah-saraf, diikuti oleh edema subperineural dan fibrosis; terlokalisir,
kemudan difus, muncul demielinasi, dan akhirnya terjadi degenerasi Wallerian.
Perubahan-perubahan ini paling jelas terlihat pada saraf perifer yang berada tepat di
bawah area kompresi. Hal ini mungkin menjelaskan mengapa nervus medianus dari
serabut jari tengah menjadi tempat munculnya gejala pertama.
Histopatologi dari kompresi saraf kronis mengikuti suatu kesatuan yang sejalan
dengan keluhanrespons sensoris pasien, yang berkembang dari parestesia hilang timbul
menjadi kebas yang menetap. Perkembangan keluhan respons motorik berawal dari nyeri
sampai menjadi kelemahan dan kemudian menjadi atrofi. Sunderland mengutip 2 laporan
langka dimana tersedia material nekropsi. Suatu deskripsi singkat dari temuannya adalah
sebagai berikut: terjadi suatu pelebaran neuromatous tepat di atas retinakulum dengan
suatu reduksi mendadak dari ukuran terowongan, sebelah distal dari lokasi dimana saraf
tersebut mencapai ukuran normalnya. Bundel saraf di bawah retinakulum menipis dengan
8

peningkatan dalam endoneurium yang telah merusak selubung myelin. Adanya


pembengkakan menunjukkan peningkatan jaringan ikat yang cukup besar, baik epineurial
maupun

intrafunikular,

walaupun

peningkatan

pembengkakan

telah

terjadi

sebelumnya.Thomas dan Fullerton (1963) melaporkan suatu kasus bilateral dimana saraf
sebelah kanan (gejala yang ditandai) memiliki gambaran yang mirip dengan yang
dilaporkan oleh Marie dan Foix (1913) namun saraf kiri (gejala yang lebih ringan)
tampak normal.Pemeriksaan histologis dari kedua bagian saraf di bawah retinakulum
menunjukkan peningkatan jaringan ikat baik perineurial dan endoneurial dan penurunan
ukuran serabut saraf.
Sud et al telah mendiskusikan susunan biokimia dari kompresi saraf dan efek
resultan pada saraf dan sinovium di sekitarnya. Mereka menyebutkan bahwa serum dan
kadar radikal oksigen bebas malondialdehida bis dietil asetat (free oxygen radical
malondialdehyde bis diethyl acetate (MDA)) pada jaringan didapatkan lebih tinggi pada
orang-orang yang terus-menerus mengalami stres oksidatif. Cedera seluler yang dibuat
karena jenis oksigen reaktif tersebut menginisiasi metabolisme asam arakhidonat menjadi
produk siklooksigenase seperti PGE2, suatu vasodilator kuat yang diketahui
meningkatkan sensitivitas akhiran saraf pada stimulus kimia dan mekanis yang
berkontribusi dalam stimulus nyeri pada pasien dengan CTS. Kerusakan seluler
menyebabkan iskemia neural dan sinovial yang berkontribusi pada produksi sitokin.
Kadar IL-6 yang tinggi menyebabkan proliferasi fibroblas dan penebalan sinovial.

Gambar 2. Histopatologi dari kompresi saraf kronis menunjukkan suatu spektrum


perubahan yang diawali dari rusaknya sawar darah-saraf dan dengan kompresi
berkelanjutan menyebabkan terjadinya degenerasi aksonal. Tanda dan gejala pasien dan
pemeriksaan sensorik akan berparalel dengan perubahan histopatologi yang terjadi di
saraf.
Karenanya, cedera reperfusi yang diinduksi oleh iskemia memainkan peran
penting dalam tanda dan gejala CTS. Temuan ini menekankan pada pembengkakan flexor
tenosinovium dengan kompresi tidak langsung pada saraf. Histologi dari sinovium selalu
merupakan inflamasi non-spesifik dan rantai perubahan kimia yang telah disebutkan
sebelumnya menjelaskan fenomena ini.

II. 8. Pembengkakan Sinovium


Penurunan awal dalam aliran darah epineural selanjutnya akan diikuti oleh
berkurangnya aliran darah endoneural dan edema.17Dalam proses ini,sebagian mungin
ireversibel, dan berimbas pada munculnya impuls abnormal, keterlambatan konduksi atau
blok total.18 Karenanya terdapat suatu spektrum keseluruhanmengenai patofisiologi
neuropati kompresif, dan tergantung pada tingkat keparahan dan durasi kompresinya,
tingkat kerusakan dapat diketahui. Pada akhirnya, dapat disimpulkan bahwa kompresi
saraf kronis dengan kelemahan otot berkepanjangan dan gangguan sensoris terkadang
menunjukkan pemulihan seperti sedia kala dengan sangat cepat setelah operasi
dekompresi saraf. Temuan ini menunjukkan keberadaan blok metabolik lokal di dalam
segmen saraf yang terkompresi. Reversibilitas cepat ini mengindikasikan bahwa
gangguan semacam itu mungkin berdasarkan gangguan mikrovaskuler temporer di bagian
saraf yang terkompresi sebagai tambahan dari perubahan mielin lokal.
II. 9. Double Crush Syndrome
Hipotesis Double Crush diperkenalkan oleh Upton dan McComas yang
menyatakan bahwa kompresi saraf proximal dapat menyebabkan lokasi distal menjadi
lebih rapuh terhadap kompresi. Mereka mencatat tingginya insidensi sindroma
terowongan karpal dan kubital yang berhubungan dengan cedera saraf servikal. Mereka
menyimpulkan bahwa sumasi kompresi sepanjang saraf akan berdampak pada perubahan
aliran aksoplasmik dan patologi serta simptomatologi berikutnya. Kemungkinan kompresi
10

saraf pada situs distal yang membuat saraf proksimalnya rentan terhadap kompresi
sekunder telah diajukan: suatu himpitan rangkap terbalik. Hampir serupa, penyakit
sistemik seperti diabetes dapat dipertimbangkan untuk menurunkan ambang batas
terjadinya kompresi saraf. Karenanya, apapun yang secara hipotesis dapat mengubah
transport aksoplasmik akan membuat saraf menjadi lebih rentan mengalami neuropati
kompresif dan bertindak sebagai suatu himpitan.
Konsep himpitan rangkap atau multipel ini penting secara klinis pada pasienpasien yang mendemonstrasikan berbagai derajat kmpresi saraf, dimana kegagalan dalam
mendiagnosis dan menerapi berbagai derajat cidera akan berdampak pada kegagalan
menangani gejala yang dialami pasien. Kondisi sistemik seperti obesitas, diabetes,
penyakit tiroid, alkoholisme, artritis reumatoid, dan neuropati lain akan sama-sama
membuat seorang individu menjadi lebih rentan terkena CTS dan kompresi lain.

Peningkatan dalam tekanan atau kompresi saraf


Carpal tunnel
Cubital tunnel
Median nerve of forearm
Radial sensory
Brachial plexus

Posisi/postur abnormal
Trauma
postural

Penurunan panjang otot


Sternocleidomastoid
Serratus anterios
Pronator teres
Scalene muscles
Pectoralis minor

Peningkatan panjang otot


Middle trapezius
Lower trapezius

Kelemahan otot
Middle trapezius
Lower trapezius
Serratus anterior

Penggunaan otot berlebih


Upper trapezius
Levator scapulae

Gambar 3. Postur dan posisi abnormal akan memiliki 3 efek utama: (1) sarafterkompresi
atau berada bawah tekanan dan berkembang menjadi kompresi saraf kronis, (2) otot pada
posisi memendek sehingga menekan saraf, (3) otot pada posisi memanjang atau
11

memendek akan melemah sehingga jarang digunakan. Otot lain akan mengkompensasi
kelemahan tersebut dan menjadi overuse, sehingga menyebabkan pola ketidakseimbangan
otot.
II. 10. Elektrodiagnosis Dalam Neuropati Kompresif
Adanya jepitan mengimplikasikan kompresi kronis dan seringkali meningkat
perlahan dari saraf ketika saraf tersebut melewati suatu spatium fibrooseous contoh
paling umum yaitu CTS. Garis besar abnormalitas yang dideteksi dalam evaluasi
elektroneuromyografik dari sindroma jepitan saraf dijabarkan dalam bagian ini. Kompresi
kronis saraf biasanya berimbas pada kombinasi demielinisasi fokal (tepat di bawah
tempat jepitan) dan degenerasi akson, tergantung kronisitasi dan tingkat keparahan lesi.
Perubahan ini bertanggungjawab dalam abnormalitas yang terdeteksi dalam evaluasi
elektrofisiologis.
Elektroneuromografi terdiri dari suatu serial pemeriksaan yang dilakukan
berurutan untuk membangu diagnosis disfungsi neuromuskuler. Pemeriksaan ini
membantu melokalisir situs lesi secara akurat, menegakkan diagnosis obyektif, membantu
menilai

tingkat

keparahan,

menentukan

patofisiologi

predominan

dan

lanjut,

menyediakan dasar perbandingan dan mengenali defek minal. Paling penting yaitu
pemeriksaan ini merupakan satu-satunya tes untuk menilai fungsi saraf. Pemeriksaan
yang dilakukan merupakan studi konduksi saraf untuk saraf sensorik dan motorik dan
elektromyografi jarum (needle electromyography).
Studi konduksi saraf sensorik merupakan yang paling awal untuk menunjukkan
abnormalitas perlambatan (demielinisasi lokal) dalam saraf yang melintasi situs jepitan.
Abnormalitas konduksi motorik umumnya didapatkan nanti dengan perlambatan pada
situs lokasi diikuti oleh hiangnya akson (baik sensorik maupun motorik) bila jepitan
tersebut tidak segera dilepaskan. Elektromiografi digunakan untuk mendeteksi hilangnya
akson yang bersifat kronis kecuali terdapat tekanan eksternal akut super yang
ditambahkan ke saraf yang telah terjebak sebelumnya.
II. 11. Brachial Neuralgia
Brachial Neuralgia (BN) dikenal lewat kondisi scapula alata atau winging
scapula.BN umumnya memerlukan waktu dari beberapa minggu sampai bulan untuk
menimbulkan

gejala,

maka

dari

itu

diagnosis

dari

penyakit

ini

biasanya
12

tertunda.Penegakkan diagnosis yang efisien diperlukan karena penangangan awal akan


membuat kondisi pasien dan pemulihannya lebih baik. Namun, hal ini tidak selalu mudah
dilakukan dengan mempertimbangkan bahwa penyakit ini bersifat multifocal dan
memiliki cakupan klinis yang bervariasi.Adapun gejala khas dari penyakit ini diantaranya
adanya nyeri berat seperti rasa terbakar yang muncul tiba-tiba di region bahu dan lengan
atas, yang diikuti gejala sensoris dan kelemahan otot-otot yang diinervasi pleksus
brakhialis.
I.

11. 1. Etiologi
Etiologi dari Brachial Neuralgia masih belum jelas, namun imunitas yang dimediasi
sel T dan sel B ikut terlibat. Onset dari penyakit ini berhubungan dengan infeksi virus,
vaksinasi (terutama terhadap tetanus), interleukin-2 dan terapi interferon, trauma,
neoplasma dan terapi radiasi..Efek samping dari terapi interleukin-2 termasuk
leukoencephalopathy disertai fokal demielinisasi perivaskuler dan infiltrasi limfosit-T,
yang mendukung pemikiran kemungkinan reaksi imunologis pada myelin.Sebuah
penelitian terhadap pasien dengan BN yang sebelumnya dilakukan biopsy pleksus
brakhialis menunjukkan keberadaan infiltrasi mononuclear disekitar pembuluh darah
epineural dan endoneural namun tanpa disertai tanda yang pasti dari vaskulitis. Proses
infiltrasi berisi limfosit-T.

II.

11. 2. Gambaran Klinis


Brachial Neuralgia (BN) dapat terjadi pada otot di region manapun yang diinervasi
oleh pleksus brakhialis, dalam berbagai kumpulan gejala, yang mengindikasikan
keterlibatan dari lesi multifocal. Sebagai tambahan dari gambaran klinis yang beragam,
terdapat pula gambaran dimana serangan BN dapat terjadi pada saraf motoric maupun
sensorik, dan dapat dimungkinkan saraf-saraf yang tidak berkaitan langsung dengan
pleksus brakhialis juga ikut terlibat, sehingga menyebabkan sulitnya menegakkan
diagnosis. BN terkadang sulit untuk dikanali, terutama pada onset awal, sehingga kadang
dapat disalahartikan menjadi penyakit lain yang berasal dari vertebra servikal atau lengan.
a. Fase Akut
Nyeri muncul tiba-tiba dan tanpa dipicu seperti nyeri terbakar, dan kadang hingga
membangunkan pasien jika saat tidur posisi lengan pasien tertindih badan.Nyeri yang
dirasakan sangat intens, tidak tertahankan atau kadang dirasakan berbeda dari nyeri
13

sebelumnya, kecuali pada serangan brachial neuralgia sebelumnya.Pada skala nyeri dari
1-10, pasien biasanya menilai nyerinya pada skala 7 atau lebih.Nyeri inisial biasanya
berlanjut dan mencapai puncaknya dalam beberapa jam.Nyeri ini berlangsung di malam
hari, biasanya saat antara tengah malam sampai pukul 7 pagi keesokan harinya dan nyeri
biasanya semakin bertambah saat malam hari, dan mengganggu istirahat pasien. Nyeri
tersebut bermanifestasi dengan penyebaran di cabang upper, middle atau lower dari
pleksus brakhialis atau kombinasi diantaranya.
Nyeri yang muncul awalnya muncul di region bahu dan menjalar sampai lengan, namun
bisa juga muncul dari vertebra cervical, dan kemudian menjalar sampai lengan, di daerah
scapula yang menjalar hingga ke dagu atau lengan, dan dapat juga muncul pada daerah
yang diinervasi pleksus brakhialis ekstremitas inferior, lengan medial, aksila dan tangan.
Nyeri berlangsung rata-rata hingga 27 hari.Durasi rata-rata nyeri dua kali lebih lama pada
pria dibandingkan pada wanita; pada pria dilaporkan nyeri berlangsung rata-rata selama
45 hari sedangkan pada wanita rata-rata 23 hari.
Pada pemeriksaan neurologis, tidak terdapat keterbatasan selama rotasi pasif atau baduksi
dari sendi bahu. Selain itu, nyeri tidak bertambah saat bergerak atau karena penekanan
pada likasi nyeri, sehingga stretching test biasanya negative, Flexion-adduction sign (Waxman) biasanya khas, dimana bahu dan lengan pasien dalam posisi adduksi dan sendi
siku fleksi. Refleks fisiologis seringkali menurun pada BN.

b. Fase Kronis
Fase akut dari penyakit ini berlangsung tiga sampai empat minggu.Pada fase kronis
dimana berlangsung dari bulan bahkan tahun, pasien biasanya mengeluhkan kelemahan
tanpa disertai nyeri dan diikuti tanda berupa atrofi otot local dan dislokasi scapula.
14

Nyeri yang muncul berasal dari origo otot setempat yang kemudian berkembang menjadi
paresis otot di region periscapular, cervical atau occipital yang menyerupai nyeri
radikuler.Nyeri ini kadang terasa lebih berat dibandingkan kelemahan otot residual.
I.

11. 3. Paresis dan Atrofi


Setiap otot yang diinervasi pleksus brakhialis dapat terjadi paresis dan atrofi karena
BN. Kelemahan kadang berkembang dalam 24 jam pertama setelah onset nyeri.
Kelemahan otot biasanya terjadi pada otot-otot berikut ini: infraspinatus (72%), seratus
anterior (70%), biseps (60%), deltoid (50%), trapezius (20%) dan pektoralis mayor
(15%), sedangkan otot sternokleidomastoideus terpengaruh hanya pada 7% kasus.
Fasikulasi yang terjadi pada otot yang terkena BN tidak selalu terjadi, namun biasanya
muncul bersamaan dengan kelemahan otot, mungkin dikarenakan hipersensitivitas
denervasi, namun dapat juga muncul pada fase kronis dalam bentuk yang lebih
berat.Atrofi otot muncul dalam lima minggu. Kelemahan pada otot seratus anterior yang
menyebabkan winging scapula biasanya dapat terlihat. Proses pemulihan pada fungsi
motoris biasanya dimulai pada bulan keenam hingga ketujuh dari onset awal penyakit.

Gangguan Fungsi Sensoris


Hiperestesia bersamaan dengan parestesia merupakan gejala sensoris yang biasanya
muncul.Allodynia jarang terjadi dan hanya muncul pada sebagian kecil kasus. Pada
pasien dengan keluhan nyeri dan gangguan fungsi sensoris, keluhan biasanya muncul
pada daerah yang diinervasi nervus cutaneous lateral di sendi siku. Pada pasien tanpa
keluhan gangguan fungsi sensoris, nervus thoracic longus paling sering terkena.
Gangguan Sistem Otonom
Gejala otonom biasanya bermanifestasi dalam bentuk disfungsi vasomotor, perubahan
kondisi kulit, rambut dan kuku, edema, disregulasi suhu tubuh, serta peningkatan
perspirasi.Gejala tersebut lebih umum terjadi pada pasein dengan keterlibatan pleksus
brakhialis segmen bawah.
15

I.

11. 4. Diagnosis
Diagnosis dari Brachial Neuralgia ditegakkan terutama secara klinis, namun
pemeriksaan radiologis, laboratorium dan pemeriksaan neurofisiologis tertentu dapat
sangat membantu dalam memastikan diagnosis dan membedakan Brachial Neuralgia
dengan penyakit lain.

16

Anda mungkin juga menyukai

  • Kuisioner
    Kuisioner
    Dokumen4 halaman
    Kuisioner
    Umar Kharisma
    Belum ada peringkat
  • Dapus
    Dapus
    Dokumen2 halaman
    Dapus
    Umar Kharisma
    Belum ada peringkat
  • Analisis Puput
    Analisis Puput
    Dokumen9 halaman
    Analisis Puput
    Umar Kharisma
    Belum ada peringkat
  • Analisis Puput
    Analisis Puput
    Dokumen9 halaman
    Analisis Puput
    Umar Kharisma
    Belum ada peringkat
  • Makalah Sumber Daya Alam
    Makalah Sumber Daya Alam
    Dokumen8 halaman
    Makalah Sumber Daya Alam
    Yuniar Hastuti
    Belum ada peringkat
  • Word Zat
    Word Zat
    Dokumen3 halaman
    Word Zat
    Umar Kharisma
    Belum ada peringkat
  • Makalah Sumber Daya Alam
    Makalah Sumber Daya Alam
    Dokumen8 halaman
    Makalah Sumber Daya Alam
    Yuniar Hastuti
    Belum ada peringkat
  • Sumber 2 (Pdgi) PDF
    Sumber 2 (Pdgi) PDF
    Dokumen50 halaman
    Sumber 2 (Pdgi) PDF
    Elvira Purnamasari
    Belum ada peringkat
  • Antomi Saraf
    Antomi Saraf
    Dokumen13 halaman
    Antomi Saraf
    Umar Kharisma
    Belum ada peringkat
  • SARAF
    SARAF
    Dokumen10 halaman
    SARAF
    Umar Kharisma
    Belum ada peringkat
  • Nerve
    Nerve
    Dokumen12 halaman
    Nerve
    Umar Kharisma
    Belum ada peringkat
  • Anatomi Saraf Perifer
    Anatomi Saraf Perifer
    Dokumen10 halaman
    Anatomi Saraf Perifer
    Umar Kharisma
    Belum ada peringkat
  • Saraf
    Saraf
    Dokumen16 halaman
    Saraf
    Umar Kharisma
    Belum ada peringkat
  • Compression
    Compression
    Dokumen26 halaman
    Compression
    Umar Kharisma
    Belum ada peringkat
  • Edisi kh1
    Edisi kh1
    Dokumen10 halaman
    Edisi kh1
    Umar Kharisma
    Belum ada peringkat
  • Hikmah Puasa Dari Aspek Kesehatan
    Hikmah Puasa Dari Aspek Kesehatan
    Dokumen2 halaman
    Hikmah Puasa Dari Aspek Kesehatan
    Umar Kharisma
    Belum ada peringkat
  • Compression
    Compression
    Dokumen26 halaman
    Compression
    Umar Kharisma
    Belum ada peringkat