Anda di halaman 1dari 20

SASARAN BELAJAR

LI 1 Memahami dan menjelaskan hipersensitivitas


LO 1.1 Definisi
LO 1.2 Etiologi
LO 1.3 Klasifikasi
LI 2 Memahami dan menjelaskan hipersenitivitas tipe I
LO 2.1 Definisi
LO 2.2 Mekansime
LO 2.3 Manifestasi klinis
LO 2.4 Respon imun
LO 2.5 Terapi
LI 3 Memahami dan menjelaskan hipersensitivitas tipe II
LO 3.1 Definisi
LO 3.2 Mekansime
LO 3.3 Manifestasi klinis
LO 3.4 Respon imun
LO 3.5 Terapi
LI 4 Memahami dan menjelaskan hipersensitivtas tipe III
LO 4.1 Definisi
LO4.2 Mekansime
LO 4.3 Manifestasi klinis
LO 4.4 Respon imun
LO 4.5 Terapi
LI 5 Memahami dan menjelaskan hipersensitivitas tipe IV
LO 5.1 Definisi
LO 5.2 Mekansime
LO 5.3 Manifestasi klinis

LO 5.4 Respon imun


LO 5.5 Terapi
LI 6 Memahami dan menjelaskan antihistamin dan kortikosteroid
LO 6.1 Farmakokinetik
LO 6.2 Farmakodinamik
LO 6.3 Indikasi
LO 6.4 Kontraindikasi
LO 6.5 Efek samping
LI 7 Memahami dan menjelaskan batasan hukum Islam dalam menentukan alternatif
diantara dua pilihan

LI 1 Memahami dan menjelaskan hipersensitivitas


LO 1.1 Definisi

Hipersensitivitas adalah aktivasi berlebihan oleh antigen atau gangguan mekanisme


pertahanan tubuh yang akan menimbulkan suatu keadaan imunopatologik.
Hipersensitivitas adalah respon imun yang dapat menyebabkan cedera pada jaringan
dan menimbulkan penyakit.

LO 1.2 Etiologi

Autoimunitas
Secara normal, sistem imun tidak bekerja untuk melawan antigen individu sendiri.
Fenomena ini disebut self-tolerance, yaitu kita mentoleransi antigen kita sendiri.
Terkadang terjadi kegagalan pada self-tolerance, yang mengakibatkan reaksi melawan
sel tubuh dan jaringan sendiri dan ini disebut autoimunitas.
Reaksi melawan mikroba
Terdiri dari banyak tipe reaksi melawan antigen mikroba yang dapat menyebabkan
penyakit. Dalam beberapa kasus, reaksi muncul berlebihan atau antigen mikroba tetap
ada. Jika antibody dibentuk melawan antigen tersebut, maka antibody akan mengikat
antigen mikroba dan membentuk kompleks imun, yang dapat mengendap apda
jaringan dan memicu inflamasi. Sel T merespon melawan mikroba yang akan
meningkatkan inflamasi hingga parah, terkadang dengan adanya formasi granuloma
yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan di tuberculosis dan penyakit infeksi
lainnya.
Reaksi melawan antigen di lingkungan
Sebagian besar individu sehat tidak bereaksi secara kuat untuk melawan zat yang
umum pada lingkungan ( contoh : serbuk, bulu binatang, debu), tetapi hampir 20%

dari populasi alergi terhadap zat tersebut. Alergi adalah penyakit yang disebabkan
oleh berlebihannya respon imun terhadap beberapa beberapa jenis yang tidak
infeksius yang sebaliknya tidak berbahaya.
LO 1.3 Klasifikasi

LI 2 Memahami dan menjelaskan hipersenitivitas tipe I


LO 2.1 Definisi
Hipersensitivitas tipe I atau disebut immediate hypersensitivity adalah reaksi jaringan yang
terjadi sangat cepat setelah interaksi antara antigen dengan antibogi IgE yang akan mengikat
pada sel mast di host sensitized. Reaksi hipersensitivtas tipe I, atau tipe cepat ini ada yang
membagi menjadi reaksi anafilaktik (tipe Ia) dan reaksi anafilaktoid (tipe Ib). Untuk
terjadinya suatu reaksi selular yang berangkai pada reaksi tipe Ia diperlukan interaksi antara
IgE spesifik yang berikatan dengan reseptor IgE pada sel mast atau basophil dengan allergen
yang bersangkutan.
Reaksi anafilaktoid terjadi melalui degranulasi sel mast atau basophil tanpa peran IgE.
Sebagai contoh misalnya reaksi anafilaktoid akibat pemberian zat kontras atau akibat
anafilayoksin yang dihasilkan pada proses aktivasi komplemen.

LO 2.2 Mekansime
Menurut jarak waktu timbulnya, reaksi tipe I dibagi menjadi 2, yaitu fase cepat dan fase
lambat,

1. Reaksi hipersensitivitas tipe I fase cepat


Reaksi hipersensitivitas tipe I fase cepat biasanya terjadi beberapa menit setelah
pajanan antigen yang sesuai. Reaksi ini akan bertahan dalam beberapa jam walaupun
tanpa kontak dengan alergen lain. Setelah masa refrakter sel mast dan basofil yang
berlangsung selama beberapa jam, dapat terjadi
resistensi
mediator
farmakologik
reaksi
hipersensitivitas, yang kemudian dapat responsif
lagi terhadap alergen.
Secara in vitro terlihat bahwa pelepasan
mediator ini dipermudah oleh adanya proses
penurunan siklik adenosin monofosfata (cAMP).
Beberaoa obat golongan andergenik terutama adregenik selektif dapat meningkatkan kadar
cAMP sehingga menghambat
pembebasan
histamin, selanjutnya cAMP dipecah oleh enzim
fosfodiesterase sehingga kadar cAMP tetap tinggi
karena tidak dipecah. Tingginya kadar cAMP ini
menyebabkan rendahnya kadar histamin yang
dibebaskan. Secara in vitro ini juga dibktikan
peran kalsium dan magnesium pada proses
pelepasan histamin dari sel mast atau basofil
yang tersensitisasi. Kompleks ikatan IgE dan
alergen pada sel mast tidak mengaktivasi
komplemen melalui jalur klasik, akan tetapi
kemungkinan dapat terjadi melalui jalur
anlternatif yang selanjutnya melalui C3a dan C5a
dapat menyebabkan degranulasi sek mast.
2. Reaksi hipersensitivitas tipe I fase lambat
Sel mast masih merupakan sel yang menentukan terjadinya reaksi ini seperti terbukti
bahwa sel alergi tipe lambat jarang terjadi tanpa didahului reaksi alergi fase cepat. Sel
mast dapat membebaskan mediator kemotaktik dan sitokin yang menarik sel radang
ke tempat terjadinya reaksi alergi. Mediator fase aktif dar sel mast tersebut akan
meningkatkan permeabilitas kapiler yang meningkatkan sel radang.
Limfosit mungkin memegang peranan dalam timbulnya reaksi alergi fase
lambat dibandingkan dengan sel mast. Limfosit dapat melepaskan histamin relasing
factor dan sitokin lainnya yang akan meningkatkan pelepasan mediator-mediator dari
sel mast dan sel lain.

LO 2.3 Manifestasi klinis

Obstruksi saluran nafas yang reversible (balik spontan atau dengan


pengobatan)

Batuk mengi

Sesak nafas

Diameter lumen mengecil karena edema dinding bronkus , peradangan mukus,


kontaksi dan hipertropo otot polos mukus

Inflamasi saluran nafas

Peningkatan respon
(hiperaktivitas)

saluran

nafas

terhadap

berbagai

rangsangan

Reaksi tipe 1 dapat terjadi sebagai suatu gangguan sistemik atau reaksi local. Seringkali hal
ini ditentukan oleh rute pajanan antigen. Emberian antigen protein atau obat (misalnya bias
lebah atau penisilin) secara sistemik (parenteral) menimbulkan anafilaksis. Dalam beberapa
menit stelah pajanan pada pejamu yang tersensitisasi akan muncul rasa gatal, urtikaria (bintik
merah dan bengkak), dan eritema kulit, diikuti kesulitan bernapas berat yang disebabkan oleh
bronkokonstriksi paru dan diperkuat dengan hipersekresi mucus. Edema laring dapat
memperberat persoalan dengan menyebabkan obstruksi saluran pernapasan bagian atas.
Salian itu, otot semua saluran pencernaan dapat terserang, dan mengakibatkan vomitus, kaku
perut dan diare.
Tanpa intervensi segera, dapat terjadi vasodilatasi sistemik (syok anafilaksis), dan
penderita dapat mengalami kegagalan sirkulasi dan kemtian dalam beberapa menit. Reaksi
local biasanya terjadi bila antigen hanya terbatas pada tempat tertentu sesuai dengan jalur
pemajannya, seperti kulit (kontak, menyebabkan urtikaria), traktus gastrointestinal (ingesti,
menyebabkan diare), atau paru (inhalasi, menyebabkan bronkokonstriksi). Kerentanan
terhadap reaksi tipe 1 yang terlokalisasi dikendalikan secara genetic, dan istilah atopi
digunakan untuk menunjukkan kecenderungan familial terhadap reaksi terlokalisasi tersebut.
Pasien yang menderita alergi nasobronkial (seperti asma) seringkali mempunyai
riwayat keluarga yang menderita kondisi serupa. Dasar genetic atopi belum dimengerti secara
jelas; namun studi menganggap adanya suatu hubungan dengan gen sitokin pada kromosom
5q yang mengatur pengeluaran IgE dalam sirkulasi.

LO 2.4 Respon imun


a. Reaksi lokal
Reaksi hipersensitifitas tipe 1 lokal terbatas pada jaringan atau organ
spesifik yang biasanya melibatkan permukaan epitel tempat alergan masuk.
Kecenderungan untuk menunjukkan reaksi Tipe 1 adalah diturunkan dan disebut
atopi. Sedikitnya 20% populasi menunjukkan penyakit yang terjadi melalui IgE
seperti rinitis alergi, asma dan dermatitis atopi. IgE yang biasanya dibentuk dalam
jumlah sedikit, segera diikat oleh sel mast/basofil. IgE yang sudah ada pada
permukaan sel mast akan menetap untuk beberapa minggu. Sensitasi dapat pula
terjadi secara pasif bila serum (darah) orang yang alergi dimasukkan ke dalam

kulit/sirkulasi orang normal. Reaksi alergi yang mengenai kulit, mata, hidung dan
saluran nafas.
b. Reaksi sistemik anafilaksisi
Anafilaksisi adalah reaksi Tipe 1 yang dapat fatal dan terjadi dalam
beberapa menit saja. Anafilaksis adalah reeaksi hipersensitifitas Gell dan Coombs
Tipe 1 atau reaksi alergi yang cepat, ditimbulkan IgE yang dapat mengancam
nyawa. Sel mast dan basofil merupakan sel efektor yang melepas berbagai
mediator. Reaksi dapat dipacu berbagai alergan seperti makanan (asal laut, kacangkacangan), obat atau sengatan serangga dan juga lateks, latihan jasmani dan bahan
anafilaksis, pemicu spesifiknya tidak dapat diidentifikasi.
c. Reaksi pseudoalergi atau anafilaktoid
Reaksi pseudoalergi atau anafilaktoid adalah reaksi sistemik umum yang
melibatkan pengelepasan mediator oleh sel mast yang terjadi tidak melalui IgE.
Mekanisme pseudoalergi merupakan mekanisme jalur efektor nonimun. Secara
klinis reaksi ini menyerupai reaksi Tipe I seperti syok, urtikaria, bronkospasme,
anafilaksis, pruritis, tetapi tidak berdasarkan atas reaksi imun. Manifestasi
klinisnya sering serupa, sehingga kulit dibedakan satu dari lainnya. Reaksi ini tidak
memerlukan pajanan terdahulu untuk menimbulkan sensitasi. Reaksi anafilaktoid
dapat ditimbulkan antimikroba, protein, kontras dengan yodium, AINS, etilenoksid,
taksol, penisilin, dan pelemas otot.
Reaksi Alergi
Jenis Alergi

Alergen Umum

Gambaran

Anafilaksis

Obat, serum, kacang-kacangan

Edema dengan peningkatan


permeabilitas kapiler, okulasi
trakea , koleps sirkulasi yang dapat
menyebabkan kematian

Urtikaris akut

Sengatan serangga

Bentol, merah

Rinitis alergi

Polen, tungau debu rumah

Edema dan iritasi mukosa nasal

Asma

Polen, tungau debu rumah

Konstriksi bronkial, peningkatan


produksi mukus, inflamasi saluran
nafas

Makanan

Kerang, susu, telur, ikan, bahan Urtikaria yang gatal dan potensial
asal gandum
menjadi anafilaksis

Ekzem atopi

Polen, tungau debu runah,


beberapa makanan

Inflamasi pada kulit yang terasa


gatal, biasanya merah dan ada
kalanya vesikular

Mediator pada hipersensitivitas tipe I ini adalah:


1. Mediator primer

Amino biogenik (misalnya, histamin) yang menyebabkan kntraksi otot polos


bronkus, peningkatan permeabilitas serta dilatasi vaskuler, dan peningkatan
sekresi kelenjar mukosa.

Mediator kemotaktik (misalnya faktor kemotaktik eosinofil dan neutrofil)

Enzim-enzim yang terdapat di dalam matriks granul (misalnya,


kimase,triptase) yang menghasilkan kimin dan komplemen aktif lewat
kerjanya pada protein prekursornya

Proteoglikan (misalnya, heparin)

2. Mediator sekunder
-

Mediator Lipid
a. Leukotrien B4, bersifat sangat kemotaktik terhadap netrofil, monosit, dan
eosinofil
b. Leukotrien C4,D4, dan E4, meningkatkan ermeabilitas vaskuler dan
menyebabkan kontraksi otot polos bronchial
c. Prostaglandin D2 menyebabkan bronkospasme berat, vasodilatasi dan
sekresi mucus
d. Platelet-activating factor menyebabkan agregasi trombosit, pelepasan
histamin

Mediator sitokin, merekrut dan mengaktifkan sel inflamasi (meliputi: tumor


necrosis factor (TNF)-, berbagai interleukin (IL1, IL3, IL4, IL5,IL6), GMCSF, dan kemokin (protein kemoatraktan).

LO 2.5 Terapi

LI 3 Memahami dan menjelaskan hipersensitivitas tipe II


LO 3.1 Definisi
Hipersenstivitas tipe II atau bisa disebut antibody-mediated hypersensitivity adalah kelainan
yang disebabkan oleh antibody antibody yang berikatan dengan target antigeenya yang ada
pada permukaan sel atau komponen jaringan lain.
LO 3.2 Mekansime
Antibody yang menyebabkan penyakit dengan mentargetkan sel untuk fagositosis, dengan
mengaktivasi sistem komplemen, dan bertentangan dengan fungsi normal sel. Antibody yang

bertanggung jawab adalah antibody yang khas dengan afinitas yang tinggi dapat
mengaktivasi komplemen dan mengikat Fc reseptor untuk melakukan fagositosis.

LO 3.3 Manifestasi klinis

LO 3.4 Respon imun


a. Terbentuknya ab terhadap antigen pada permukaan sel/ komponen jaringan
b. Pengaktifan dari komplemen
Reaksi transfusi
a.
b.

Sejumlah besar protein dan glikoprotein pada membran SDM disandi oleh
berbagai gen.
Individu golongan darah A mendapat transfusi golongan B terjadi reaksi
transfusi, karena anti B isohemaglutinin berikatan dengan sel darah B yagn
menimbulka kerusakan darah direk oleh hemolisis masif intravaskular

Reaksi dapat cepat/ lambat


Reaksi cepat:
Disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah ABO yang dipacu
oleh IgM.
Dalam beberapa jam hemoglobin bebas dapat ditemukan dalam plasma
dan disaring melalui ginjal dan menimbulkan hemaglobinuria.
Beberapa hemaglobin diubah menjadi bilirubin yang pada kadar tinggi
bersifat toksik.
Gejala khas:
Demam, menggigil, nausea, bekuan dalam pembuluh darah, nyeri
pinggang bawah, dan hemoglobinuria.
Reaksi lambat:
Terjadi pada orang yang mendapat transfusi berulang dengan darah
yang kompatibel ABO namun inkompatibel dengan golongan darah
yang lain.
Terjadi 2-6 hari setelah transfusi.
Darah yagn ditransfusikan memacu pembentukan IgG terhadap
berbagai antigen membran golongan darah, tersering adalah golongan
resus, Kidd, Kell, dan Duffy

Penyakit hemolitik pda bayi baru lahir


Ditimbulkan oleh inkompatibilitas Rh dalam kehamilan, yaitu pada ibu dengan
golongan darah rhesus dn janin dengan rhesus (+).
Anemia hemolitik
a. Antibiotika tertentu seperti penisilin, sefalosporin, dan streptomisin dapat
diabsorbsi non spesifik pada protein membran SDM yang membentuk kompleks
serupa kompleks molekul hapten pembawa
b. Pada beberapa penderita, kompleks membentuk ab yang selanjutnya mengikat
obat pada SDM dan dengan bantuan komplemen menimbulkan lisis dengan dan
anemia progresif.
LO 3.5 Terapi
Tatalaksana dan pengobatan ditujukan terutama untuk mengurangi atau menghambat proses
inflamasi dan kerusakan jaringan yang diakibatkannya dengan menggunakan kortikosteroid.
Pada kasus yang berat, digunakan plasmapheresis untuk mengurangi kadar autoantibodi atau
kompleks imun yang beredar dalam darah.

LI 4 Memahami dan menjelaskan hipersensitivtas tipe III


LO 4.1 Definisi

Reaksi hipersensitivitas tipe III atau yang disebut juga reaksi kompleks imun adalah reaksi
imun tubuh yang melibatkan kompleks imun yang kemudian mengaktifkan komplemen
sehingga terbentuklah respons inflamasi melalui infiltrasi masif neutrofil.
LO4.2 Mekansime
Dalam keadaan normal, kompleks imun yang terbentuk akan diikat dan diangkut oleh
eritrosit ke hati, limpa dan paru untuk dimusnahkan oleh sel fagosit dan PMN. Kompleks
imun yang besar akan mudah untuk di musnahkan oleh makrofag hati. Namun, yang menjadi
masalah pada reaksi hipersensitivitas tipe III adalah kompleks imun kecil yang tidak bisa atau
sulit dimusnahkan yang kemudian mengendap di pembuluh darah atau jaringan.
1. Komleks Imun Mengendap di Dinding Pembuluh Darah
Makrofag yang diaktifkan kadang belum dapat menyingkirkan kompleks imun sehingga
makrofag dirangsang terus menerus untuk melepas berbagai bahan yang dapat merusak
jaringan. Kompleks yang terjadi dapat menimbulkan:

Agregasi trombosit

Aktivasi makrofag

Perubahan permeabilitas vaskuler

Aktivasi sel mast

Produksi dan pelepasan mediator inflamasi

Pelepasan bahan kemotaksis

Influks neutrofil

2. Kompleks Imun Mengendap di Jaringan

Hal yang memungkinkan kompleks imun mengendap di jaringan adalah ukuran kompleks
imun yang kecil dan permeabilitas vaskuler yang meningkat. Hal tersebut terjadi karena
histamin yang dilepas oleh sel mast.
LO 4.3 Manifestasi klinis

LO 4.4 Respon imun


Reaksi-reaksi yang ditimbulkan oleh hipersensitivitas tipe III memiliki dua
bentuk
reaksi, yaitu lokal dan sistemik.
A. Reaksi Lokal atau Fenomena Arthus
Pada mulanya, Arthus menyuntikkan serum kuda ke kelinci secara berulang di
tempat yang sama. Dalam waktu 2-4 jam, terdapat eritema ringan dan edem pada
kelinci. Lalu setelah sekitar 5-6 suntikan, terdapat perdarahan dan nekrosis di tempat
suntikan. Hal tersebut adalah fenomena Arthus yang merupakan bentuk reaksi
kompleks imun. Antibodi yang ditemukan adalah presipitin. Reaksi Arthus dalam
kilinis dapat berupa vaskulitis dengan nekrosis.
Mekanisme pada reaksi arthus adalah sebagai berikut:
1. Neutrofil menempel pada endotel vaskular kemudian bermigrasi ke jaringan
tempat kompleks imun diendapkan. Reaksi
yang timbul yaitu berupa pengumpulan cairan
di jaringan (edema) dan sel darah merah
(eritema) sampai nekrosis.
2. C3a dan C5a yag terbentuk saat aktivasi
komplemen meningkatkan permeabilitas
pembuluh darah sehingga memperparah
edema. C3a dan C5a juga bekerja sebagai
faktor kemotaktik sehingga menarik neutrofil
dan trombosit ke tempat reaksi. Neutrofil dan
trombosit ini kemudian menimbulkan statis
dan obstruksi total aliran darah.

3. Neutrofil akan memakan kompleks imun kemudian akan melepas bahan-bahan


seperti protease, kolagenase dan bahan-bahan vasoaktif bersama trombosit
sehingga akan menyebabkan perdarahan yang disertai nekrosis jaringan setempat.
B. Reaksi Sistemik atau Serum Sickness
Antibodi yang berperan dalam reaksi ini adalah IgG atau IgM dengan
mekanisme sebagai berikut:
1. Komplemen yang telah teraktivasi melepaskan anafilatoksin (C3a dan C5a)
yang memacu sel mast dan basofil melepas histamin.
2. Kompleks imun lebih mudah diendapkan di daerah dengan tekanan darah
yang tinggi dengan putaran arus (contoh: kapiler glomerulus, bifurkasi
pembuluh darah, plexus koroid, dan korpus silier mata)
3. Komplemen juga menimbulkan agregasi trombosit yang membentuk
mkrotrombi kemudian melepas amin vasoaktif. Bahan-bahan vasoaktiv
tersebut mengakibatkan vasodilatasi, peningkatan permeabilitas pembuluh
darah dan inflamasi.
4. Neutrofil deikerahkan untuk menghancurkan kompleks imun. Neutrofil yang
terperangkap di jaringan akan sulit untuk memakan kompleks tetapi akan
tetap melepaskan granulnya (angry cell) sehingga menyebabkan lebih banyak
kerusakan jaringan.
5. Makrofag yang dikerahkan ke tempat tersebut juga meleaskan mediatormediator antara lain enzim-enzim yang dapat merusak jaringan
Dari mekanisme diatas, beberapa hari minggu setelah pemberian serum asing akan mulai
terlihat manifestasi panas, gatal, bengkak-bengkak, kemerahan dan rasa sakit di beberapa
bagian tubuh sendi dan kelenjar getah bening yang dapat berupa vaskulitis sistemik (arteritis),
glomerulonefritis, dan artiritis. Reaksi tersebut dinamakan reaksi Pirquet dan Schick.
LO 4.5 Terapi

LI 5 Memahami dan menjelaskan hipersensitivitas tipe IV


LO 5.1 Definisi
Peranan dari limfosit T pada penyakit imunologis pada manusia telah semakin dikenal dan
diketahui. Pathogenesis dan tatalaksana penyakit autoimun pada manusia pada saat ini lebih
ditujukan pada kerusakan jaringan yang disebabkan terutama oleh limfosit T.
Etiologi dari penyakit T cell mediated
Hampir semua penyakit yang diperantarai T cell disebabkan oleh mekanismen autoimun.
Reaksi autoimun biasanya ditujukan langsung terhadap antigen pada sel yang distribusinya
terbatas pada jaringan organ tertentu. Oleh karena itu penyakit T-cell mediated cenderung

terbatas mengenai organ-organ tertentu dan biasanya tidka bersifar sistemis. Kerusakan organ
juga dapat terjadu menyertai reaksi sel T
terhadap
reaksi
mikroba.
Inflamasi
granulomatous yang terjadi mengakibatkan
kerusakan jaringan pada tempat infeksi.

LO 5.2 Mekansime

Pada penyakit yang diperantarai oleh sel T, kerusakan jaringan dapat disebabkan oleh reaksi
hipersensitivitas tipe lambat yang diperantarai oleh sel T CD4+ atau sel lisis oleh CD8+
CTLs. Mekanisme dari kerusakan jaringan sama dengan mekanisme yang digunakan oleh sel
T untuk mengeliminasi sel yang berkaitan dengan mikroba. Sel T CD4+ bereaksi terhadap
antigen pada sel atau jaringan, terjadi sekresi sitokin yang menginduksi inflamasi dan
mengaktivasi makrofag. Kerusakan jaringan disebabkan oleh sekresi sitokin dari makrofag
dan sel sel inflamasi yang lain. Sel T CD8+ dapat menghancurkan sel yang berikatan
dengan antigen asing. Pada banyak penyakit autoimun yang diperantarai oleh sel T, terdapat
sel T CD4+ dan sel T CD8+ yang spesifik untuk antigen diri, dan keduanya berperan pada
kerusakan jaringan.
LO 5.3 Manifestasi klinis

LO 5.4 Respon imun


-

Dematitis kontak
Merupakan penyakit CD8+ yang terjadi akibat kontak dengan bahan
yang tidak berbahaya seperti formaldehid, nikel, bahan aktif pada cat
rambut (contoh reaksi DTH).

Hipersensitivitas tuberkulin
Bentuk alergi spesifik terhadap produk filtrat (ekstrak/PPD) biakan
Mycobacterium tuberculosis yang apabila disuntikan ke kulit (intrakutan),
akan menimbulkan reaksi ini berupa kemerahan dan indurasi pada tempat
suntikan dalam 12-24 jam. Pada individu yang pernah kontak dengan M.
tuberkulosis, kulit akan membengkak pada hari ke 7-10 pasca induksi.
Reaksi ini diperantarai oleh sel CD4+.

Reaksi Jones Mote


Reaksi terhadap antigen protein yang berhubungan dengan infiltrasi
basofil yang mencolok pada kulit di bawah dermis, reaksi ini juga disebut
sebagai hipersensitivitas basofil kutan. Reaksi ini lemah dan nampak
beberapa hari setelah pajanan dengan protein dalam jumlah kecil, tidak
terjadi nekrosis jaringan. Reaksi ini disebabkan oleh suntikan antigen larut
(ovalbumin) dengan ajuvan Freund.

Penyakit CD8+
Kerusakan jaringan terjadi melalui sel CD8+/CTL/Tc yang langsung
membunuh sel sasaran. Penyakit ini terbatas pada beberapa organ saja dan
biasanya tidak sistemik, contoh pada infeksi virus hepatitis

LO 5.5 Terapi
Pengobatan penyakit yang disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas yang diperantarai oleh sel
T adalah mengurangi inflamasi dengan menggunakan kortikosteroid, antagonis sitokin (anti
TNF) dan untuk menghambat respon sel T digunakan obat immunosupresif seperti
siklosporin. Antagonis terhadap TNF telah dibuktikan bermanfaat pada pasien artristis
rheumatoid dan imflammatory bowel disease.
LI 6 Memahami dan menjelaskan antihistamin dan kortikosteroid

LO 6.1 Farmakokinetik

AH 1
Efek yang ditimbulkan dari antihistamin 15-30 menit setelah pemberian oral dan
maksimal setelah 1-2 jam. Lama kerja AH1 umumnya 4-6 jam. Kadar tertinggi
terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot, dan kulit kadarnya
lebih rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 ialah hati. AH1 disekresi melalui
urin setelah 24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya.

AH 2
Absorpsi simetidin diperlambat oleh makan, sehingga simetidin diberikan bersama
atau segera setelah makan dengan maksud untuk memperanjang efek pada periode
pascamakan. Ranitidn mengalami metabolisme lintas pertama di hati dalam jumlah
cukup besar setelah pemberian oral. Ranitidin dan metabolitnya diekskresi terutama
melalui ginjal, sisanya melalui tinja.

Kortikosteroid
Perubahan struktur kimia sangat mempengaruhi kecepatan absorpsi, mulai kerja dan
lama kerja karena juga mempengaruhi afinitas terhadap reseptor dan ikatan protein.
Glukokortikoid dapat di absorpsi melalui kulit, sakus konjungtiva dan ruang sinovial.
Penggunaan jangka panjang atau pada daerah kulit yang luas dapat menyebabkan efek
sistematik, antara lain supresi korteks adrenal.

LO 6.2 Farmakodinamik

AH 1
AH1 menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus, bermacam otot
polos, selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas atau
keadaan lain yang disertai penglepasan histamin endogen berlebihan
AH 2
Simetadin dan ranitidin menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversible.
Kerjanya menghambat sekresi asam lambung. Simetadin dan ranitidin juga
mengganggu volume dan kadar pepsin cairan lambung.
Kortikosteroid
-

Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein, dan


lemak.selain itu juga mempengaruhi fungsi sistem kardiovaskular, ginjal, otot
lurik, sistem saraf dan organ lain.

Dalam klinik umumnya kortikosteroid dibedakan menjadi dua golongan besar


yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid.

Efek utama glukokortikoid ialah pada penyimpanan glikogen hepar


dan efek anti-inflamasi, sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan
air dan elektrolit kecil.

Efek pada mineralokortikoid ialah terhadap keseimbangan air dan


elektrolit, sedangkan pengaruhnya pada penyimpanan glikogen hepar
sangat kecil.

Sediaan kortikosteroid dapat dibedakan menjadi 3 golongan berdasarkan


massa kerjanya.

Sediaan kerja singkat mempunyai masa paruh biologis kurang dari 12 jam.

Sediaan kerja sedang mempunyai masa paruh biologis antara 12-36 jam.

Sediaan kerja lama mempunyai masa paruh biologis lebih dari 36 jam.

LO 6.3 Indikasi

AH 1
AH1 berguna untuk pengobatan simtomatik berbagai penyakit alergi dan mencegah
atau mengobati mabuk perjalanan.
AH 2
Efektif untuk mengtasi gejala akut tukak duodenum dan mempercepat
penyembuhannya. Selain itu, juga efektif untuk mengatasi gejala dan mempercepat
penyembuhan tukak lambung. Dapat pula untuk gangguan refluks lambung-esofagus.

LO 6.4 Kontraindikasi

Kortikosteroid
Sebenarnya sampai sekarang tidak ada kontraindikasi absolut kortikosteroid.
Pemberian dosis tunggal besar bila diperlukan selalu dapat dibenarkan, keadaan yang
mungkin dapat merupakan kontraindikasi relatif dapat dilupakan, terutama pada
keadaan yang mengancam jiwa pasien. Bila obat akan diberikan untuk beberapa hari
atu beberapa minggu, kontraindikasi relatif yaitu diabetes melitustukak
peptik/duodenum, infeksi berat, hipertensi atau gangguan sistem kardiovaskular
lainnya.

LO 6.5 Efek samping

AH 1
Efek samping yang berhubungan dengan AH1 adalah vertigo, tinitus, lelah, penat,
inkoordinasi, penglihatan kabur, diplopia, euforia, gelisah, insomnia, tremor, nafsu
makan berkurang, mual, muntah, keluhan pada epigastrium, konstipasi atau
diare,mulut kering, disuria, palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat, dan lemah
pada tangan.

AH 2
Efek sampingnya rendah, yaitu penghambatan terhadap resptor AH2, seperti nyeri
kepala, pusing, malaise, mialgia, mual, diare, konstipasi, ruam, kulit, pruritus,
kehilangan libido dan impoten.

Kortikosteroid

Efek samping dapat timbul karena peenghentian pemberian secara tiba-tiba atau
pemberian terus-menerus terutama dengan dosis besar.

Pemberian kortikosteroid jangka lama yang dihentikan tiba-tiba dapat menimbulkan


insifisiensi adrenalm akut dengan gejala demam, malgia, artralgia dan malaise.

Komplikasi yang timbul akibat pengobatan lama ialah gangguan cairan dan
elektrolit,hiperglikemia dan glikosuria, mudah mendapat infeksi terutama
tuberkulosis, pasien tukak peptik mungkin dapat mengalami pendarahan atau
perforasi, osteoporosis dll.

Alkalosis hipokalemik jarang terjadi pada pasien dengan pengobatan derivat


kortikosteroid sintetik.
o Tukak peptik ialah komplikasi yang kadang-kadang terjadi pada pengobatan
dengan kortikosteroid. Sebab itu bila bila ada kecurigaan dianjurkan untuk
melaakukan pemeriksaan radiologik terhadap saluran cerna bagian atas
sebelum obat diberikan

LI 7 Memahami dan menjelaskan batasan hukum Islam dalam menentukan alternatif


diantara dua pilihan
Kitab al-Mustashfa, Imam al-Ghazali mengemukakan penjelasan tentang al-maslahah yaitu:
Pada dasarnya al-maslahah adalah suatu gambaran untuk mengabil manfaat atau
menghindarkan kemudaratan, tapi bukan itu yang kami maksudkan, sebab meraih manfaat
dan menghindarkan kemudaratan terseut bukanlah tujuan kemasalahatan manusia dalam
mencapai maksudnya. Yang kami maksud dengan maslahah adalah memelihara tujuan
syara.

Ungkapan al-Ghazali ini memberikan isyarat bahwa ada dua bentuk kemaslahatan, yaitu:
Kemasalahatan menurut manusia, dan
Kemaslahatan menurut syariat.

Dalam sebuah riwayat dari Abu Hurairah dikisahkan bahwa seorang Anshar terluka di perang
Uhud. Rasulullah pun memanggil dua orang dokter yang ada di kota Madinah, lalu bersabda,
Obatilah dia.
Dalam riwayat lain ada seorang sahabat bertanya,Wahai Rasulullah, apakah ada kebaikan
dalam ilmu kedokteran? Rasullah menjawab, Ya,

Begitu pula yang diriwayatkan dari Hilal bin Yasaf bahwa seorang lelaki menderita sakit di
zaman Rasulullah. Mengetahui hal itu, beliau bersabda, Panggilkan dokter. Lalu Hilal
bertanya, Wahai Rasulullah, apakah dokter bisa melakukan sesuatu untuknya? Ya, jawab
beliau. (HR Ahmad dalam Musnad: V/371 dan Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf: V/21)
Hilal meriwayatkan bahwa Rasulullah mnjenguk orang sakit lalu bersabda, Panggilkan
dokter! kemudian ada yang bertanya, Bahkan engkau mengatakan hal itu, wahai
Rasulullah? Ya, jawab beliau.
Berdasarkan pemaparan di atas, tampak jelas bagaimana Rasulullah menganjurkan kita untuk
berobat dan berusaha menggunakan ilmu kedokteran yang diciptakan Allah untuk kita. Kita
juga ditekankan agar tidak menyerah pada penyakit karena Rasulullah bersabda, Seorang
mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah. (HR
Muslim (34) dan Ahmad: II/380)
Di antaranya yang ada di Musnad Ahmad. Hadits Ziyadah bin Alaqah dari Usamah bin
Syuraik menuturkan,Aku berada bersama Nabi lalu datanglah sekelompok orang Badui dan
bertanya,Wahai Rasulullah, apakah kita boleh berobat? Rasulullah menjawab, Ya, wahai
hamba Allah, berobatlah. Sesungguhnya Allah tidak menciptakan penyakit kecuali Allah
menciptakan obatnya, kecuali satu macam penyakit. Mereka bertanya,Apa itu? Rasulullah
menjawab,Penyakit tua.(HR Ahmad dalam Musnad : IV/278, Tirmidzi dalam Sunan
(2038))
Nabi bersabda,Setiap penyakit pasti ada obatnya. Jika obat tepat pada penyakitnya maka ia
akan sembuh dengan izin Allah. (HR Muslim: I/191)
Abu Hurairah meriwayatkan secara marfu, Tidaklah Allah menurunkan panyakit kecuali
menurunkan obatnya.(HR Bukhari: VII/158)
Dari Ibnu Abbas, Nabi bersabda, Kesembuhan ada pada tiga hal, minum madu, pisau
bekam, dan sengatan api. Aku melarang umatku menyengatkan api. (HR Bukhari dan
Muslim)
Dari firman Allah disini dapat dipahami: bahwasanya agama islam di bagun untuk
kemaslahatan artinya : semua syariat dalam perintah dan larangannya serta hukumhukumnya adalah untuk mashoolihi (manfaat-manfaat) dan makna masholihi adalah :
jamak dari maslahat artinya : manfaat dan kebaikan.
Misal : Allah melarang minuman keras dan judi karena mudharat (bahayanya) lebih besar
dari pada manfaatnya, sebagaimana dikatakan dalam QS : Al-Baqorah :219

2:219. Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: Pada keduanya
itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar
dari manfaatnya.

Al-Quran obat terbaik

Dan Kami turunkan dari Al-Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman. Dan Al-Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang zalim
selain kerugian. (Al-Isra:82)
Dalam hal ini Rasulullah bersabda, Di dalam tubuh terdapat segumpal darah, jika ia baik
maka seluruh tubuh akan menjadi baik.(HR Bukhari: I/153 (53) dalam Fathul Bari)

Mafsadah
Al-mafsadah, yaitu sesuatu yang banyak keburukkannya.

Daftar Pustaka
Akib, A.A.P., Munasir, Z., dan Kurniati, N. 2010. Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak. Edisi
Kedua. Ikatan Dokter Anak Indonesia:Jakarta.
Kumar, V., Abbas, A., Fausto, N. and Mitchell, R.N., 2007. Robbins Basic Pathology 8th
Edition. Elsevier:Philadelphia.
Rani, Aziz. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai