Anda di halaman 1dari 6

Leukimia Mielositik Akut

Leukimia adalah sejenis penyakit kloning maligna dari sel stem hemopoietik.
Berdasarkan tingkat diferensiasi dan maturasi sel leukemik serta perjalanan penyakitnya,
leukemia dibagi dua golongan besar yaitu jenis akut dan jenis kronik. Pada leukemia akut (AL),
diferensiasi sel berhenti pada sel blast dan sel promielosit, progresi penyakit cepat, perjalanan
penyakit hanya beberapa bulan. Leukimia kronik (CL), diferensiasi sel berhenti pada fase yang
lebih matur, progresi penyakit lambat, perjalanan penyakit dapat mencapai beberapa tahun.
Menurut seri sel utama yang terkena leukemia akut dapat dibagi lebih lanjut menjadi leukemia
limfoblastik akut (LLA) dan Leukimia Mielositik Akut (LMA).1
Leukimia Mielositik Akut terdiri atas sekelompok keganasan yang dicirikan dengan
penggantian sumsum tulang normal dengan sel hematopoetik primitive abnormal. Apabila tidak
diobati, kelainan ini menyebabkan kematian, yang biasanya karena infeksi atau perdarahan.
Meskipun angka keberhasilan pengobatan meningkat, terapi berkaitan dengan morbiditas dan
mortalitas. Angka kesintasan hidup jangka panjang untuk pasien anak hampir 60%. Kematian
merupakan konsekuensi kelainan yang progresif atau toksisitas akibat terapi.2
Klasifikasi LMA dapat dibagi menurut subtype dari temuan pada sumsum tulang
belakang. Beberapa dari subtipe ini memiliki gambaran klinis yang khas. Klasifikasi FrenchAmerica-British (FAB classification) mengenal 7 tipe primer LMA (M1-M7), yang ditegakkan
berdasarkan morfologi dari pemeriksaan sumsum tulang belakang. Berikut ini adalah klasifikasi
primer LMA2:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

M1 leukimia mieloblastik akut tanpa maturasi


M2 leukimia mieloblastik akut dengan maturasi
M3 leukimia promieloblastik akut
M4 leukimia mielomonositik akut
M5 leukimia monositik akut
M6 Eritroleukimia
M7 Leukimia megakariositik akut

Insidensi
Leukimia myeloid akut (LMA) merupakan jenis leukemia akut tersering pada dewasa dan angka
kejadian menjadi semakin meningkat seiring usia dengan usia rata-rata pada 65 tahun. Jenis
LMA ini hanya merupakan fraksi kecil (10-15%) dari seluruh jenis leukemia pada anak-anak.
Kelainan sitogenik dan respons terhadap terapi awal berpengaruh besar terhadap prognosis.3
Etiopatologi
Pada sebagian besar kasus, etiologi dari AML tidak diketahui. Meskipun demikian ada
beberapa factor yang diketahui dapat menyebabkan atau setidaknya menjadi factor predisposisi
AML pada populasi tertentu. Benzene, suatu senyawa kimia yang banyak digunakan pada

industry penyamakan kulit dinegara berkembang, diketahui merupakan zat leukogenik untuk
AML. Selain itu radiasi ionic juga diketahui dapat menyebabkan AML. Ini diketahui dari
penelitian tentang tingginya insidensi kasus AML pada orang-orang yang selamat dari seragan
bom atom Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945. Efek leukogenik dari paparan ion radiasi
tersebut mulai tampak sejak 1,5 tahun sesudah pengeboman dan mencapai puncaknya 6-7 tahun
sesudah pengeboman. Faktor lain yang diketahui merupakan predisposisi untuk AML adalah
trisomi kromosom 21 yang dijumpai pada penyakit sindroma down. Pasien sindroma down
dengan trisomi kromosom 21 mempunyai resiko 10-18 kali lebih tinggi untuk menderita
leukemia khusunya AML tipe M7. Selain itu beberapa sindrom genetic seperti sindrom Bloom
dan anemia fanconi juga diketahui memiliki resiko yang jauh lebih tinggi dibandingkan populasi
normal untuk penderita AML. Faktor lain yang dapat memicu terjadinya AML adalah
pengobatan dengan kemoterapi tumor padat. Leukimia mieloid akut akibat terap adalah
komplikasi jangka panjang yang serius dari pengobatan limfoma, myeloma multiple, kanker
payudara, kanker ovarium dan kanker testis. Jenis kemoterapi yang paling sering memicu
timbulya AML adalah golongan alkylating agent dan topoisomerase inhibitor . 4
Patogenesis utama AML adalah blockade maturitas yang menyebabkan proses
diferensiasi sel-sel mieloid terhenti pada sel-sel muda (blast) dengan akibat terjadi akumulasi
blast di sumsum tulang. Keadaan ini akan menyebabkan gangguan hematopoiesis normal yang
pada gilirannya akan mengakibatnkan sindrom kegagalan sumsum tulang yang ditandai dengan
adanya sitopenia. Adanya anemia akan menyebabkan pasien mudah lelah dan pada kasus yang
berat dapat disertai dengans sesak napas, adanya trombositopenia akan menyebabkan tandatanda perdarahan sedang adanya leucopenia akan menyebabkan pasien rentan terhadap infeksi,
termasuk infeksi oportunitis dari for a normal yang ada di dalama tubuh manusia. Selain itu selsel blast yang terbentuk juga punya kemampuan untuk migrasi keluar sumsum tulang dan
berinfiltrasi ke organ-organ lain seperti kulit, tulang, jaringan lunak, dan system saraf pusat serta
merusak organ-organ tersebut dengan segala akibatnya.4
Manifestasi Klinis
Anamnesis
Tanda dan gejala pada pasien LMA biasanya tidak spesifik dan berjalan singkat. Anoreksia,
kelelahan, gelisah dan demam hilang timbul. Nyeri tulang atau sendi, pada ekstremitas bawah
biasanya juga dikeluhkan. Nyeri tulang bersifat persisten. Gejala dapat berdurasi beberapa bulan
dan (jarang) dan terlokalisasi pada tulang atau sendi dan mungkin terdapat pembengkakan sendi.
Pasien biasanya memiliki riwayat infeksi saluran pernapasan atas berulang 1-2 bulan
sebelumnya. Dalam perkembangannya, gejala dan tanda kegagalan sumsum tulang menjadi lebih
jelas yang berupa tampilan fisis pucat, fatigue, memar atau mimisan dan demam yang mungkin
diakibatkan oleh infeksi.2,3

Gambar 1A. Infeksi orbita pada seorang wanita. B. Gusi bengkak dan berdarah karena infiltrasi
oleh sel leukemik. C.Purpura
Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisis, tampak pucat, lesu, purpura dan petekie pada kulit dan perdaraan
membrane muksa merefleksikan kegagalan sumsum tulang. Aktivitas proliferative dari penyakit
dapat bermanifestasi sebagai limfadenopati, hepatomegali dan splenomegali. Pada pasien dengan
nyeri tulang dan sendi, pada palpasi dapat ditemukan pembengkakan sendi dan efusi. Tidak
jarang terjadi peningkatan TIK, yang ditandai dengan papiledema, perdarahan retina dan
kelumpuhan nervus cranial. Distres pernapasan biasanya berkaitan dengan anemia tetapi
kadangkala terjadi pada pasien dengan obstruksi jalan napas oleh massa limfoblastik pada
mediastinum yang berukuran besar. Gejala yang jarang adalah nudul subkutan atau lesi blueberry
muffin, infiltrasi pada gusi, koagulasi intravaskuler diseminata dan massa diskret, yang disebut
dengan chloroma atau sarcoma granulositik. Massa ini terjadi tanpa keterlibatan sumsum tulang
dan biasanya berkaitan dengan subkategori LMA M2 dengan translokasi kromosom t(8,21).2
Hemologi
Pada umumnya didapatkan anemia yang parah. Derajat keparahan tersebut terlepas dari temuan
hematologi, splenomegali atau durasi dari gejala. Anemia yang terjadi biasanya normositik
normokrom. Penurunan eritropoiesis seringkali menurunkan jumlah retikulosit dan sel darah
merah (SDM) yang beredar pada pembuluh darah menurun akibat destruksi. Perdarahan aktif
juga mempengaruhi timbulnya anemia 1 . 26 Rata-rata pada hitung leukosit didapatkan
15.000/L. Sekitar 25-40% pasien didapatkan hitung leukosit < 5000/ L dan >100.000/ L.
Kurang dari 5% tidak terdeteksi sel leukemia dalam darahnya. Morfologi sel ganas bervariasi,
pada AML seringkali sitoplasmanya terutama mengandung granula (nonspesifik), nukleus tajam,
kromatinnya kasar dengan satu atau lebih nukleolus yang menandakan sel immature. Granula

rod-shaped abnormal disebu auer rods tidak selalu ada, namun jika ada hampir selalu merupakan
mieloid yang diturunkan4.

Gambar 2. Morfologi sel AML. A. Populasi sel myeloblas dengan kromatin imatur, nucleolus
pada beberapa sel, dan didominasi granula sitoplasmik. B. Myeloblas leukemik yang
mengandung auer rod. C. Sel promyelositik leukemia dengan sitoplasma prominen yang
didominasi granula. D. Pewarnaan peroksidase menunjukkan warna biru gelap yang merupakan
karakteristik granula pada AML
Hitung platelet <100.000/L ditemukan pada 75% pasien AML, dan sekitar 25% didapatkan
hitung platelet <25.000/L. Morfologi dan fungsi abnormal platelet dapat diobservasi, termasuk
besar dan bentuk yang aneh dengan granulasi abnormal dan ketidakmampuan platelet untuk
agregasi (berumpul) dan adesi (menempel) secara normal antara yang satu dengan yang lain4
Pemeriksaan Penunjang
Analisis aspirasi sumsum tulang belakang dan spesimen biopsy dengan LMA menunjukkan
gambaran sumsum tulang hiperselular terdiri atas pola mononton dengan gambaran dominan
sesuai subtype. Pewarnaan khusus membantu identifikasi sel yang mengandung
mieloperoksidase, sehingga dapat mengonfirmasi sel dari galur myeloperoksidase, sehingga
dapat mengonfirmasi sel dari galur myeloid dan diagnosis. Beberapa abnormalitas kromosomal
dan marker genetic molekuler akan bersifat spesifik untuk masing-masing subtipe.2
Tatalaksana

Penatalaksanaan diberikan baik pendukung maupun khusus:2,3


1.Terapi pendukung umum untuk kegagalan sumsum tulang perlu dilakukan, meliputi
pemasangan kanul vena sentral, pemberian produk darah dan pencegahan sindrom lisis tumor.
Jumlah trombosit dipertahankan di atas 10 x 109/L dan hemoglobin di atas 8g/dL. Setiap gejala
demam harus diatasi dengan seksama.
2.Tujuan pengobatan pada leukemia akut adalah memicu perbaikan sempurna (blast di sumsum
tulang <5%, hitung sel darah normal dan status klinis) dan kemudian digabungkan dengan
pengobatan intensif, dengan harapan dapat menghilangkan penyakit
3. Pengobatan khusus LMA ditentukan oleh usia dan keadaan umum pasien juga lesi genetik
pada tumor. Pengobatan pada pasien muda terutama dengan kemoterapi intensif . Kemoterapi
multiagen agresif dapat menginduksi remisi pada 80% pasien. Sekitar 10% pasien meninggal
karena infeksi atau perdarahan sebelum sel punca setelah remisi mencapai remisi dapat dicapai.
Sumsum tulang dari saudara kandung yang cocok atau transplantasi long-term-disease-free
survival pada 60-70% pasien. Kemoterapi berkelanjutan pada pasien yang tidak memiliki donor
yang cocok kurang efektif dibandingkan transplantasi sumsum tulang. Leukimia akut
premielositik yang ditandai dengan perubahan susunan gen yang berkaitan dengan reseptor asam
retinoat sangat responsive terhadap asam retinoat yang dikombinasikan dengan antrasiklin.
Terapi suportif sangat dibutuhkan untuk pasien LMA.
Prognosis
Hasil akhir pada pasien LMA bergantung pada sejumlah faktor seperti usia dan hitung jumlah
leukosit saat pemeriksaan. 3

Daftar Pustaka
1. Desen, Wan, 2011. Buku Ajar Onkologi Klinik, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
2. Tanto, Chris, 2014. Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV, Balai Penerbit FKUI, Jakarta
3. Hoffbrand.A.V & P.A.H. Moss, Kapita Selekta Hematologi Edisi 6, 2010, EGC, Jakarta
4. Sucipto, Nur, Laporan Kasus Leukimia Mieloid Akut, 2011, FK Universitas Jember,
Jember.

Anda mungkin juga menyukai