Anda di halaman 1dari 42

STEP 7

1. Fisiologi, histologi, anatomi otak ?


File pdf
ANATOMI SISTEM SARAF DAN PERANANNYADALAM
REGULASI KONTRAKSI OTOT RANGKA
Sumber
:
http://library.usu.ac.id/download/fk/06001194.pdf
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM SARAF
Sumber
:
http://staff.unila.ac.id/gnugroho/files/2012/11/ANATOMIFISIOLOGI-SISTEM-SARAF.pdf
2. Bagaimana mekanisme pengaturan kesadaran ?
otak dipengaruhi kesadarannya oleh aras dan kortex
sesuai dengan hukum monro kellie
3. Mengapa ditemukan
setelah kecelakaan

penurunan

kesadaran

pada

pasien

Kecelakaan lalu lintas bisa menyebabkan


trauma
keadaan yg disebabkan oleh luka atau cidera
Cedera mengakibatkan hilangnya kemampuan sirkulasi otak
untuk mengatur volume darah sirkulasi yang tersedia,
menyebabkan iskemia pada beberapa daerah tertentu
dalam otak ( Lombardo, 2003 ).
Hilangnya kesadaran 5-10 detik karena penghentian total
aliran darah ke otak karena tidak adanya pengiriman O2
ke sel otak dan akan menghentikan sebagian besar
metabolism

Respons metabolic terhadap trauma


-

Akibat trauma aktivitas hipotalamus dipacu sehingga terjadi


rangsangan neuroendokrin
Sekresi neurohumoral yang meningkat menyebabkan
lipolisis perifer yang menyebabkan naikknya glukosa , asam
amino dan limbah metabolism berupa asam laktat dalam
plasma
Hati bereaksi dengan meningkatkan produksi glukosa
melalui glikogenlisis dan glukoneogenesis
Produksi glukosa meningkat , sementara penggunaan
jaringan perifer menurun sehingga terjadi intoleransi
glukosa akibat trauma

Sumber : Guyton and


Kedokteran,Ed 11.EGC

Hall.2006.Buku

Ajar

Fisiologi

Dan Sjamsuhidajat dan de Jong .2011.Buku Ajar ilmu


Bedah,ed. 3.EGC
4. Kenapa pasien mengeluh nyeri kepala dan muntah beberapa
kali sebelum dia pingsan lagi ?
Sadar penurunan kesadaran impuls afferent tidak
sampai ke otak
Cedera mengakibatkan hilangnya kemampuan sirkulasi otak
untuk mengatur volume darah sirkulasi yang tersedia,
menyebabkan iskemia pada beberapa daerah tertentu dalam
otak ( Lombardo, 2003 ).

Hilangnya kesadaran 5-10 detik karena penghentian total


aliran darah ke otak karena tidak adanya pengiriman O2 ke
sel otak dan akan menghentikan sebagian besar metabolism
Nyeri kepala
Nyeri kepala merupakan suatu jenis nyeri alih permukaan
kepala yang berasal dari struktur bagian dalam
Beberapa nyeri kepala disebabkan oleh stimulus nyeri yang
berasal dari cranium, tapi yg lainya mungkin juga dari luar
cranium , misalnya sinus nasalis
Ada kecendrungan sebagian nyeri kepala berasal dari dalam
otak itu sendiri
Tegangan pada sinus venosus sekitar otak , kerusakan
tentorium atau regangan duramatris di basis otak dapat
menimbulkan rasa nyeri hebat pada kepala
Atau setiap cidera . trauma atau stimulus regangan terhadap
pembuluh darah selaput otak dapat menimbulkan nyeri kepala
Struktur yang sensitive adalah arteri meningea media
Daerah kepala tempat pengalihan nyeri kepala intarkranial
Perangsangan reseptor rasa nyeri kepala pada tempurung
serebri di atas tentorium akan menimbulkan impuls nyeri
saraf kelima sehingga timbul nyeri alih di separuh bagian
depan kepala di daerah somatosensorik yang diinervasi oleh
nervus cranialis kelima
Sebaliknya impuls nyeri yg berasal dari bagian bawah
tentorium akan memasuki system saraf pusat terutama
melalui system saraf servikal kedua, saraf glosofaringeal dan
saraf vagus menimbulkan nyeri kepala occipital yg
akandialihkan ke bagian posterior kepala
Muntah
Perangsanga n. vagus oleh impuls nyeri yg berasal dari
bagaian bawah tentorium gaster persyarafan n. vagus
perngsangan n. vagus mengakibatikan kenaikan produksi HCL
oleh lambung asam lambung meningkat mntah
3

Sumber : Guyton and Hall.2006.Buku Ajar Fisiologi


Kedokteran,Ed 11.EGC
-

Nyeri kepala
(n II) Papiladema ? pupil ?
Muntah
Trias clasic peningkatan tekanan intrakranial
Lusid interval
Ada ketrkaitan gak dengan gangguan kesadaran

5. Mengapa di dapatkan GCSnya menurun? Derajatnya?


Skala koma Glasgow adalah nilai (skor) yang diberikan pada
pasien trauma kapitis, gangguan kesadaran dinilai secara
kwantitatif pada setiap tingkat kesadaran. Bagian-bagian yang
dinilai adalah;
1. Proses membuka mata (Eye Opening)
2. Reaksi gerak motorik ekstrimitas (Best Motor Response)
3. Reaksi bicara (Best Verbal Response)
Pemeriksaan Tingkat Keparahan Trauma kepala disimpulkan
dalam suatu tabel Skala Koma Glasgow (Glasgow Coma Scale).

Berdasarkan Skala Koma Glasgow, berat ringan trauma kapitis


dibagi atas;
1. Trauma kapitis Ringan, Skor Skala Koma Glasgow 14 15
2. Trauma kapitis Sedang, Skor Skala Koma Glasgow 9 13
3. Trauma kapitis Berat, Skor Skala Koma Glasgow 3 8
a) Trauma Kepala Ringan
Dengan Skala Koma Glasgow >12, tidak ada kelainan dalam
CT-scan, tiada lesi operatif dalam 48 jam rawat inap di Rumah
Sakit (Torner, Choi, Barnes, 1999). Trauma kepala ringan atau
cedera kepala ringan adalah hilangnya fungsi neurologi atau
menurunnya kesadaran tanpa menyebabkan kerusakan lainnya
(Smeltzer, 2001). Cedera kepala ringan adalah trauma kepala
dengan GCS: 15 (sadar penuh) tidak kehilangan kesadaran,
mengeluh pusing dan nyeri kepala, hematoma, laserasi dan
abrasi (Mansjoer, 2000). Cedera kepala ringan adalah cedara
otak karena tekanan atau terkena benda tumpul (Bedong,
2001). Cedera kepala ringan adalah cedera kepala tertutup
yang ditandai dengan hilangnya kesadaran sementara (Corwin,
2000). Pada penelitian ini didapat kadar laktat rata-rata pada
5

penderita cedera kepala ringan 1,59 mmol/L (Parenrengi,


2004).
b) Trauma Kepala Sedang
Dengan Skala Koma Glasgow 9 - 12, lesi operatif dan
abnormalitas dalam CT-scan dalam 48 jam rawat inap di
Rumah Sakit (Torner, Choi, Barnes, 1999). Pasien mungkin
bingung atau somnolen namun tetap mampu untuk mengikuti
perintah sederhana (SKG 9-13). Pada suatu penelitian
penderita cedera kepala sedang mencatat bahwa kadar asam
laktat rata-rata 3,15 mmol/L (Parenrengi, 2004).
c) Trauma Kepala Berat
Dengan Skala Koma Glasgow < 9 dalam 48 jam rawat inap di
Rumah Sakit (Torner C, Choi S, Barnes Y, 1999). Hampir 100%
cedera kepala berat dan 66% cedera kepala sedang
menyebabkan cacat yang permanen. Pada cedera kepala berat
terjadinya cedera otak primer seringkali disertai cedera otak
sekunder apabila proses patofisiologi sekunder yang menyertai
tidak segera dicegah dan dihentikan (Parenrengi, 2004).
Penelitian pada penderita cedera kepala secara klinis dan
eksperimental menunjukkan bahwa pada cedera kepala berat
dapat disertai dengan peningkatan titer asam laktat dalam
jaringan
otak
dan
cairan
serebrospinalis
(CSS)
ini
mencerminkan kondisi asidosis otak (DeSalles et al., 1986).
Penderita cedera kepala berat, penelitian menunjukkan kadar
rata-rata asam laktat 3,25 mmol/L (Parenrengi, 2004)

Hematom epidural dan subdural


Perdarahan Epidural
Perdarahan epidural adalah antara tulang kranial dan
dura mater. Gejala perdarahan epidural yang klasik atau
temporal berupa kesadaran yang semakin menurun,
disertai oleh anisokoria pada mata ke sisi dan mungkin
terjadi hemiparese kontralateral.
Perdarahan epidural di daerah frontal dan parietal atas
tidak memberikan gejala khas selain penurunan
kesadaran (biasanya somnolen) yang membaik setelah
beberapa hari.
Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural adalah perdarahan antara dura
mater dan araknoid, yang biasanya meliputi perdarahan
vena. Terbagi atas 3 bagian iaitu:
6

a) Perdarahan subdural akut


Gejala klinis berupa sakit kepala, perasaan
mengantuk, dan kebingungan, respon yang lambat,
serta gelisah.
Keadaan kritis terlihat dengan adanya perlambatan
reaksi ipsilateral pupil.
Perdarahan subdural akut sering dihubungkan
dengan cedera otak besar dan cedera batang otak.
b) Perdarahan subdural subakut
Perdarahan subdural subakut, biasanya terjadi 7
sampai 10 hari setelah cedera dan dihubungkan
dengan kontusio serebri yang agak berat.
Tekanan serebral yang terus-menerus menyebabkan
penurunan tingkat kesadaran.
c) Perdarahan subdural kronis
Terjadi karena luka ringan.
Mulanya perdarahan kecil memasuki ruang subdural.
Beberapa minggu kemudian menumpuk di sekitar
membran vaskuler dan secara pelan-pelan ia meluas.
Gejala mungkin tidak terjadi dalam beberapa minggu
atau beberapa bulan.
Pada proses yang lama akan terjadi penurunan reaksi
pupil dan motorik.
Sumber
:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25734/
3/Chapter%20II.pdf

6. Mengapa terjadi Echymosis periorbital bilateral ??


7. Apa yang menyebabkan epistaksis dan mekanisme?
Traumalesi primerpada tulang tengkorak tjd fraktur
linierrobekanmenimbulkan aneurisma arteri carotis interna
jika fraktur mengenai lamina cribriform dan daerah telinga
tengah perdarahan lewat hidung, mulut dan telinga
Neurology Klinik Dasar. Prof. DR. Mahar mardjono. Dian Rakyat
Epistaksis
DEFINISI
Perdarahan Hidung (Epistaksis, Mimisan) adalah pardarahan yang
berasal dari hidung.

PENYEBAB
Penyebab epistaksis:

1. Infeksi
- Sinusitis
2. Selaput lendir yang
cedera
- Trauma, misalnya
adanya benda asing
iritasi
oleh
- Patah tulang hidung

lokal
Vestibulitis
kering pada hidung yang mengalami
mengorek hidung, terjatuh, terpukul,
di hidung, trauma pembedahan atau
gas
yang
merangsang

Nosebleeds are due to the rupture of a blood vessel


within the richly perfused nasal mucosa. Rupture may be
spontaneous or initiated by trauma. Nosebleeds are
reported in up to 60% of the population with peak incidences in
those under the age of ten and over the age of 50 and appear
to occur in males more than females.[3

3. Penyakit
Penyempitan
- Tekanan darah tinggi
4. Infeksi
Demam
- Demam tifoid

kardiovaskuler
arteri
(arteriosklerosis)
sistemik

berdarah

Influenza
Morbili

5. Kelainan
darah
Anemia
aplastik
Leukemia
Trombositopenia
Hemofilia)
- Telangiektasi hemoragik herediter
6. Tumor pada hidung, sinus atau nasofaring, baik jinak maupun
ganas
7. Gangguan endokrin, seperti pada kehamilan, menars dan
menopause

8. Pengaruh lingkungan, misalnya perubahan tekanan atmosfir


mendadak (seperti pada penerbang dan penyelam/penyakit
Caisson) atau lingkungan yang udaranya sangat dingin
9. Benda asing dan rinolit, dapat menyebabkan mimisan ringan
disertai ingus berbau busuk
10.
Idiopatik, biasanya merupakan mimisan yang ringan dan
berulang pada anak dan remaja.
GEJALA
Epistaksis dibagi menjadi 2 kelompok:
Epistaksis anterior : perdarahan berasal dari septum (pemisah
lubang hidung kiri dan kanan) bagian depan, yaitu dari pleksus
Kiesselbach
atau
arteri
etmoidalis
anterior.
Biasanya perdarahan tidak begitu hebat dan bila pasien duduk,
darah akan keluar dari salah satu lubang hidung. Seringkali dapat
berhenti spontan dan mudah diatasi.
Epistaksis posterior : perdarahan berasal dari bagian hidung
yang paling dalam, yaitu dari arteri sfenopalatina dan arteri
etmoidalis
posterior.
Epistaksis posterior sering terjadi pada usia lanjut, penderita
hipertensi, arteriosklerosis atau penyakit kardiovaskular.
Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti spontan.
Darah mengalir ke belakang, yaitu ke mulut dan tenggorokan.

10

11

PENGOBATAN
Epistaksis anterior

Penderita sebaiknya duduk tegak agar tekanan vaskular


berkurang dan mudah membatukkan darah dari tenggorokan
Epistaksis anterior yang ringan biasanya bisa dihentikan dengan
cara menekan cuping hidung selama 5-10 menit
Jika tindakan diatas tidak mampu menghentikan perdarahan,
maka dipasang tampon anterior yang telah dibasahi dengan
adrenalin dan lidocain atau pantocain untuk menghentikan
perdarahan dan mengurangi rasa nyeri
Setelah perdarahan berhenti, dilakukan penyumbatan sumber
perdarahan dengan menyemprotkan larutan perak nitrat 20-30%
(atau asam trichloracetat 10%) atau dengan elektrokauter
Bila dengan cara tersebut perdarahan masih terus berlangsung,
maka diperlukan pemasangan tampon anterior yang telah diberi
vaselin atau salep antibiotika agar tidak melekat sehingga tidak
terjadi perdarahan ulang pada saat tampon dilepaskan. Tampon
anterior dimasukkan melalui lubang hidung depan, dipasang secara
berlapis mulai dari dasar sampai puncak rongga hidung dan harus
menekan sumber perdarahan. Tampon dipasang selama 1-2 hari.
Jika tidak ada penyakit yang mendasarinya, penderita tidak
perlu dirawat dan diminta lebih banyak duduk serta
mengangkat kepalanya sedikit pada malam hari. Penderita
lanjut
usia
harus
dirawat.

Epistaksis
posterior
Pada epistaksis posterior, sebagian besar darah masuk ke
dalam mulut sehingga pemasangan tampon anterior tidak
dapat
menghentikan
perdarahan.
Perdarahan posterior lebih sukar diatasi karena perdarahan
12

biasanya hebat dan sulit melihat bagian belakang dari rongga


hidung.
Dilakukan pemasangan tampon posterior (tampon Bellocq),
yaitu tampon yang mempunyai tiga helai benang, 1 helai di
setiap ujungnya dan 1helai di tengah. Tampon dipasang
selama 2-3 hari disertai dengan pemberian antibiotik per-oral
untuk mencegah infeksi pada sinus ataupun telinga tengah.
Pada epistaksis yang berat dan berulang, yang tak dapat
diatasi dengan pemasangan tampon, perlu dilakukan
pengikatan arteri etmoidalis anterior dan posterior atau arteri
maksilaris
interna.
Epistaksis akibat patah tulang atau septum hidung biasanya
berlangsung singkat dan berhenti secara spontan, kadangkadang timbul kembali beberapa jam atau beberapa hari
kemudian
setelah
pembengkakan
berkurang.
Jika hal ini terjadi mungkin perlu dilakukan pembedahan
terhadap
patah
tulang
atau
pengikatan
arteri.
Pada penderita telangiektasi hemoragik herediter (kelainan
bentuk pembuluh darah), epistaksis yang hebat bisa
menyebabkan anemia berat yang tidak mudah dikoreksi
dengan
pemberian
zat
besi
tambahan.
Untuk mengatasi anemia, dilakukan pencangkokan kulit ke
dalam septum hidung.
Sumber :
dr. Ofi Dwi Antoro,
8. Mengapa bisa terjadi ottorhea? kenapa cairannya beda2?
Traumalesi primerpada tulang tengkorak tjd fraktur
linierrobekanmenimbulkan aneurisma arteri carotis interna
jika fraktur mengenai lamina cribriform dan daerah telinga
tengah perdarahan lewat hidung, mulut dan telinga
Neurology Klinik Dasar. Prof. DR. Mahar mardjono. Dian Rakyat
9. Mengapa ditemukan battle s sign?
Traumalesi primerpada tulang tengkorak tjd fraktur
linierrobekanmenimbulkan aneurisma arteri carotis interna
jika fraktur mengenai lamina cribriform dan daerah telinga
tengah perdarahan lewat hidung, mulut dan telinga
Neurology Klinik Dasar. Prof. DR. Mahar mardjono. Dian Rakyat
10.
Mekanisme terjadinya cedera kepala?

13

Beberapa mekanisme yang timbul terjadi trauma kepala


adalah seperti translasi yang terdiri dari akselerasi dan
deselerasi. Akselerasi apabila kepala bergerak ke suatu arah
atau tidak bergerak dengan tiba-tiba suatu gaya yang kuat
searah dengan gerakan kepala, maka kepala akan mendapat
percepatan (akselerasi) pada arah tersebut.
Deselerasi apabila kepala bergerak dengan cepat ke
suatu arah secara tiba-tiba dan dihentikan oleh suatu benda
misalnya kepala menabrak tembok maka kepala tiba-tiba
terhenti gerakannya. Rotasi adalah apabila tengkorak tiba-tiba
mendapat gaya mendadak sehingga membentuk sudut
terhadap gerak kepala. Kecederaan di bagian muka dikatakan
fraktur maksilofasial (Sastrodiningrat, 2009).
Sumber
:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25734/3/Chapt
er%20II.pdf
11.
Cara penegakan diagnosis untuk trauma kepala?
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis
Trauma kapitis dengan atau tanpa gangguan
kesadaran atau dengan interval lucid
Perdarahan / otorrhea / rhinorrhea
Amnesia traumatika (retrograde / anterograde)
2. Hasil pemeriksaan klinis neurologis
3. Foto kepala polos, posisi AP, lateral, tangensial
4. Foto lain dilakukan atas indikasi termasuk foto servikal
Dari hasil foto, perlu diperhatikan kemungkinan adanya
fraktur :
Linier
Impresi
Terbuka/tertutup
5. CT-Scan otak : untuk melihat kelainan yg mungkin tjd
berupa
Gambaran kontusio
Gambaran edema otak
Gambaran perdarahan
Hematoma epidural
Hematoma subdural
Perdarahan subarakhnoid
Hematoma intraserebral
(Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma
Spinal, PERDOSSI)

14

Gejala Klinis Trauma Kepala


Menurut Reissner (2009), gejala klinis trauma kepala adalah
seperti berikut:

Tanda-tanda klinis
dapat membantu mendiagnosa adalah:

yang

a. Battle sign (warna biru atau ekhimosis dibelakang telinga


di atas os mastoid)
b. Hemotipanum (perdarahan di daerah menbran timpani
telinga)
c. Periorbital ecchymosis (mata warna hitam tanpa trauma
langsung)
d. Rhinorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari hidung)
e. Otorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari telinga)

Tanda-tanda atau
klinis untuk yang trauma kepala ringan;

gejala

a. Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama


beberapa saat kemudian sembuh.
15

b.
c.
d.
e.
f.

Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan.


Mual atau dan muntah.
Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun.
Perubahan keperibadian diri.
Letargik.

Tanda-tanda atau
klinis untuk yang trauma kepala berat;

gejala

a. Simptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukkan


peningkatan di otak menurun atau meningkat.
b. Perubahan ukuran pupil (anisokoria).
c. Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi,
depresi pernafasan).
Apabila
meningkatnya
tekanan
intrakranial,
terdapat
pergerakan atau posisi abnormal ekstrimitas.
Sumber
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25734/3/Chapter
%20II.pdf
12.

Jenis2 fraktur pada tulang kepala?


Menurut
American
Accreditation
Health
Care
Commission, terdapat 4 jenis fraktur yaitu simple fracture,
linear or hairline fracture, depressed fracture, compound
fracture. Pengertian dari setiap fraktur adalah sebagai
berikut:
Simple : retak pada tengkorak tanpa kecederaan
pada kulit
Linear or hairline: retak pada kranial yang berbentuk
garis halus tanpa depresi, distorsi dan splintering.
16

Depressed: retak pada kranial dengan depresi ke


arah otak.
Compound : retak atau kehilangan kulit dan
splintering pada tengkorak. Selain retak terdapat
juga hematoma subdural (Duldner, 2008).
Terdapat jenis fraktur berdasarkan lokasi anatomis yaitu
terjadinya retak atau kelainan pada bagian kranium.
Fraktur basis kranii retak pada basis kranium. Hal ini
memerlukan gaya yang lebih kuat dari fraktur linear pada
kranium. Insidensi kasus ini sangat sedikit dan hanya pada
4% pasien yang mengalami trauma kepala berat (Graham
and Gennareli, 2000; Orlando Regional Healthcare, 2004).
Terdapat tanda-tanda yang menunjukkan fraktur basis
kranii yaitu rhinorrhea (cairan serobrospinal keluar dari
rongga hidung) dan gejala raccoons eye (penumpukan
darah pada orbital mata). Tulang pada foramen magnum
bisa retak sehingga menyebabkan kerusakan saraf dan
pembuluh darah. Fraktur basis kranii bisa terjadi pada
fossa anterior, media dan posterior (Garg, 2004).
Fraktur maxsilofasial adalah retak atau kelainan pada tulang
maxilofasial yang merupakan tulang yang kedua terbesar
setelah tulang mandibula. Fraktur pada bagian ini boleh
menyebabkan kelainan pada sinus maxilari (Garg, 2004).
Sumber
:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25734/3/Chapt
er%20II.pdf
13.
Kemungkinan yang terjadi kalau terkena cedera kepala
dan MK?
Trauma Murni atau Multipel
Menurut Barell, Heruti, Abargel dan Ziv (1999), sebanyak
1465 korban mengalami trauma kepala, sedangkan 1795
korban mengalami trauma yang multipel dalam penelitian di
Israel. Kecederaan multipel berkaitan dengan keparahan dan ia
adalah asas dalam mendiagnosa gambaran keseluruhan
kecederaan. Dengan merekam seluruh kecederaan yang
dialami
oleh
korban,
ia
dapat
membantu
dalam
mengidentifikasi kecederaan yang sering mengikut penyebab
trauma pada korban.

17

Trauma Murni
Trauma Murni adalah apabila korban didiagnosa
dengan satu kecederaan pada salah satu regio atau
bagian anatomis yang mayor (Barell, Heruti, Abargel dan
Ziv, 1999).

18

Trauma Multipel
Trauma multipel atau politrauma adalah apabila
terdapat 2 atau lebih kecederaan secara fisikal pada
regio atau organ tertentu, dimana salah satunya bisa
menyebabkan kematian dan memberi impak pada fisikal,
kognitif, psikologik atau kelainan psikososial dan
disabilitas fungsional. Trauma kepala paling banyak
dicatat pada pasien politrauma dengan kombinasi dari
19

kondisi
yang
cacat
seperti
amputasi,
kelainan
pendengaran dan penglihatan, post-traumatic stress
syndrome dan kondisi kelainan jiwa yang lain (Veterans
Health Administration Transmittal Sheet).
1. Trauma servikal, batang otak dan tulang belakang
Trauma yang diakibatkan kecelakaan lalu lintas, jatuh dari
tempat yang tinggi serta pada aktivitas olahraga yang
berbahaya boleh menyebabkan cedera pada beberapa
bagian ini. Antara kemungkinan kecederaan yang bisa
timbul adalah seperti berikut:
Kerusakan pada tulang servikal C1-C7; cedera pada
C3 bisa menyebabkan pasien apnu. Cedera dari C4C6 bisa menyebabkan pasien kuadriplegi, paralisis
hipotonus tungkai atas dan bawah serta syok batang
otak.
Fraktur Hangman terjadi apabila terdapat fraktur
hiperekstensi yang bilateral pada tapak tulang
servikal C2.
Tulang belakang torak dan lumbar bisa diakibatkan
oleh cedera kompresi dan cedera dislokasi.
Spondilosis servikal juga dapat terjadi.
Cedera ekstensi yaitu cedera Whiplash terjadi
apabila berlaku ekstensi pada tulang servikal.
2. Trauma toraks
Trauma toraks bisa terbagi kepada dua yaitu cedera
dinding toraks dan cedera paru.
a) Cedera dinding torak seperti berikut:
Patah tulang rusuk.
Cedera pada sternum atau steering wheel.
Flail chest.
Open sucking pneumothorax.
b) Cedera pada paru adalah seperti berikut:
Pneumotoraks.
hematorak.
Subcutaneous(SQ) dan mediastinal emphysema.
Kontusio pulmonal.
Hematom pulmonal.
Emboli paru.
3. Trauma abdominal
20

Trauma abdominal terjadi apabila berlaku cedera pada


bagian organ dalam dan bagian luar abdominal yaitu
seperti berikut:
Kecederaan yang bisa berlaku pada kuadran kanan
abdomen adalah seperti cedera pada organ hati,
pundi empedu, traktus biliar, duodenum dan ginjal
kanan.
Kecederaan yang bisa berlaku pada kuadran kiri
abdomen adalah seperti cedera pada organ limpa,
lambung dan ginjal kiri.
Kecederaan pada kuadran bawah abdomen adalah
cedera pada salur ureter, salur uretral anterior dan
posterior, kolon dan rektum.
Kecederaan juga bisa terjadi pada organ genital yang
terbagi dua yaitu cedera penis dan skrotum.
4. Tungkai atas
Trauma tungkai atas adalah apabila berlaku benturan
hingga menyebabkan cedera dan putus ekstrimitas.
Cedera bisa terjadi dari tulang bahu, lengan atas, siku,
lengan bawah, pergelangan tangan, jari-jari tangan serta
ibu jari.
5. Tungkai bawah
Kecederaan yang paling sering adalah fraktur tulang pelvik.
Cedera pada bagian lain ekstrimitas bawah seperti patah
tulang femur, lutut atau patella, ke arah distal lagi yaitu fraktur
tibia, fraktur fibula, tumit dan telapak kaki (James, Corry dan
Perry, 2000).
Konkusio
-

Konkusio adalah hilangnya kesadaran (dan kadang


ingatan) sekejap, setelah terajdinya cedera pada otak
yang tidak menyebabkan kerusakan fisik yang nyata.

Konkusio menyebabkan kelainan fungsi otak tetapi tidak


menyebabkan kerusakan struktural yang nyata. Hal ini
bahkan bisa terjadi setelah cedera kepala yang ringan,
tergantung kepada goncangan yang menimpa otak
didalam tulang tengkorak.

Konkusio bisa menyebabkan kebingungan, sakit kepala


dan rasa mengantuk yang abnormal; sebagian besar
21

penderita

mengalami

penyembuhan

total

dalam

beberapa jam atau hari.


Gegar otak (kontusio serebri)
-

merupakan

memar

pada

otak,

yang

biasanya

disebabkan oleh pukulan langsung dan kuat ke kepala.


-

Robekan otak adalah robekan pada jaringan otak, yang


seringkali disertai oleh luka di kepala yang nyata dan
patah

tulang

tengkorak.

Gegar otak dan robekan otak lebih serius daripada


konkusio.
MRI menunjukkan kerusakan fisik pada otak yang bisa
ringan atau bisa menyebabkan kelemahan pada satu
sisi tubuh yang diserati dengan kebingungan atau
bahkan koma.
-

Jika otak membengkak, maka bisa terjadi kerusakan


lebih lanjut pada jaringan otak; pembengkakan yang
sangat hebat bisa menyebabkan herniasi otak.

Pengobatan akan lebih rumit jika cedera otak disertai


oleh cedera lainnya, terutama cedera dada.

Perdarahan Intrakranial
-

Perdarahan intrakranial (hematoma intrakranial) adalah


penimbunan darah di dalam otak atau diantara otak
dengan tulang tengkorak.

Hematoma intrakranial bisa terjadi karena cedera atau


stroke

Hematoma epidural berasal dari perdarahan di arteri yang


terletak diantara meningens dan tulang tengkorak. Hal ini
terjadi karena patah tulang tengkorak telah merobek

22

arteri. Darah di dalam arteri memiliki tekanan lebih tinggi


sehingga lebih cepat memancar.
Hematoma subdural berasal dari perdarahan pada vena di
sekeliling otak. Perdarahan bisa terjadi segera setelah
terjadinya

cedera

kepala

berat

atau

beberapa

saat

kemudian setelah terjadinya cedera kepala yang lebih


ringan. Hematoma subdural yang kecil pada dewasa
seringkali diserap secara spontan.
Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan
gejala-gejala

neurologis

pembedahan.

biasanya

Petunjuk

dikeluarkan

dilakukannya

melalui

pengaliran

perdarahan ini adalah:


- sakit kepala yang menetap
- rasa mengantuk yang hilang-timbul
- linglung
- perubahan ingatan
- kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.
Epilepsi Pasca Trauma
-

Epilepsi pasca trauma adalah suatu kelainan dimana


kejang terjadi beberapa waktu setelah otak mengalami
cedera karena benturan di kepala.

Afasia
-

Afasia

adalah

hilangnya

kemampuan

untuk

menggunakan bahasa karena terjadinya cedera pada


area bahasa di otak.
Apraksia

23

Apraksia adalah ketidakmampuan untuk melakukan


tugas yang memerlukan ingatan atau serangkaian
gerakan.

Agnosia
-

Agnosia merupakan suatu kelainan dimana penderita


dapat melihat dan merasakan sebuah benda tetapi
tidak dapat menghubungkannya dengan peran atau
fungsi normal dari benda tersebut.

Penderita tidak dapat mengenali wajah-wajah yang dulu


dikenalnya

dengan

baik

atau

benda-benda

umum

(misalnya sendok atau pensil), meskipun mereka dapat


melihat dan menggambarkan benda-benda tersebut.
Amnesia
-

Amnesia

adalah

hilangnya

sebagian

atau

seluruh

kemampuan untuk mengingat peristiwa yang baru saja


terjadi atau peristiwa yang sudah lama berlalu.
(www.medicastore.com)
14.

Pemeriksaan penunjang dan interpretasinya?

X-ray Tengkorak
Peralatan diagnostik yang digunakan untuk mendeteksi fraktur
dari dasar tengkoraK atau rongga tengkorak. CT scan lebih
dipilih bila dicurigai terjadi fraktur karena CT scan bisa
mengidentifikasi fraktur dan adanya kontusio atau perdarahan.
X-Ray tengkorak dapat digunakan bila CT scan tidak ada
( State of Colorado Department of Labor and Employment,
2006).

b. CT-Scan
Penemuan awal computed tomography scanner ( CT Scan )
penting dalam memperkirakan prognosa cedera kepala berat
(Alberico dkk, 1987 dalam Sastrodiningrat,, 2007). Suatu CT
24

scan yang normal pada waktu masuk dirawat pada penderitapenderita cedera kepala berat berhubungan dengan mortalitas
yang lebih rendah dan penyembuhan fungsional yang lebih
baik bila dibandingkan dengan penderita-penderita yang
mempunyai CT scan abnormal.
Hal di atas tidaklah berarti bahwa semua penderita dengan CT
scan yang relatif normal akan menjadi lebih baik, selanjutnya
mungkin terjadi peningkata TIK dan dapat berkembang lesi
baru pada 40% dari penderita (Roberson dkk, 1997 dalam
Sastrodiningrat, 2007). Di samping itu pemeriksaan CT scan
tidak sensitif untuk lesi di batang otak karena kecilnya struktur
area yang cedera dan dekatnya struktur tersebut dengan
tulang di sekitarnya. Lesi seperti ini sering berhubungan
dengan outcome yang buruk (Sastrodiningrat, 2007 ).

c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)


Magnetic Resonance Imaging (MRI) juga sangat berguna di
dalam menilai prognosa.
MRI mampu menunjukkan lesi di substantia alba dan batang
otak yang sering luput pada pemeriksaan CT Scan. Ditemukan
bahwa penderita dengan lesi yang luas pada hemisfer, atau
terdapat lesi batang otak pada pemeriksaan MRI, mempunyai
prognosa yang buruk untuk pemulihan kesadaran, walaupun
hasil pemeriksaan
CT Scan
awal normal dan tekanan
intrakranial terkontrol baik (Wilberger dkk., 1983 dalam
Sastrodiningrat, 2007).
Pemeriksaan Proton Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS)
menambah dimensi baru pada MRI dan telah terbukti
merupakan metode yang sensitif untuk mendeteksi Cedera
Akson Difus (CAD). Mayoritas penderita dengan cedera kepala
ringan sebagaimana halnya dengan penderita cedera kepala
yang lebih berat, pada pemeriksaan MRS ditemukan adanya
CAD di korpus kalosum dan substantia alba.
Kepentingan yang nyata dari MRS di dalam menjajaki prognosa
cedera kepala berat masih harus ditentukan, tetapi hasilnya
sampai saat ini dapat menolong menjelaskan berlangsungnya
25

defisit neurologik dan gangguan kognitif pada penderita cedera


kepala ringan ( Cecil dkk, 1998 dalam Sastrodiningrat, 2007 ).
15.

Penangana trauma kepala?


SURVEY PRIMER

Airway (jalan nafas)


Bebaskan jalan nafas dengan memeriksa mulut dan
mengeluarkan darah, gigi yg patah, muntahan, dsb. Bila
perlu lakukan intubasi (waspadai kemungkinan adanya
fraktur tulang leher)

Breathing (pernafasan)
Pastikan pernafasan adekuat. Perhatikan frekuensi, pola
nafas dan pernafasan dada atau perut dan kesetaraan
pengembangan dada kanandan kiri (simetris). Bila ada
gangguan pernafasan, cari penyebab apakah terdapat
gangguan pada sentral (otak dan batang otak) atau
perifer (otot pernafasan atau paru2). Bila perlu berikan
oksigen sesuai dengan kebutuhan dng target saturasi O 2
>92%.

Circulation (sirkulasi)
Pertahankan BP sistolik >90mmHg. Berikan cairan IV
NaCl 0,9% atau Ringer. Hindari cairan hipotonis. Bila
perlu berikan obat vasopresor dan atau inotropik.

Disability (utk mengetahui lateralisasi dan kondisi


umum dng pemeriksaan cepat status umum dan
neurologi)
- Tanda vital : BP, RR, nadi, suhu
- GCS
- Pupil : ukuran, bentuk, dan reflek cahaya
- Pemeriksaan neurology cepat : hemiparesis, refleks
patologis
- Luka2
- Anamnesa : AMPLE (Allergies, Medications, Past
illness, Last meal, Events/Environment related to
the injury)
SURVEY SEKUNDER, meliputi pemeriksaan dan tindakan
lanjutan setelah kondisi pasien stabil
Laboratorium
- Darah : Hb, leukosit, hitung jenis leukosit, trombosit,
ureum, kreatinin, GDS, analisa gas darah dan
elektrolit
- Urine : perdarahan (+) / (-)
- Radiologi : foto polos kepala (AP, lateral, tangensial),
CT scan otak, foto lainnya sesuai indikasi.
26

Manajemen Terapi
- Siapkan untuk operasi pada pasien yang mempunyai
indikasi
- Siapkan untuk masuk ruang rawat
- Penanganan luka2
- Pemberian terapi obat2an sesuai kebutuhan
(Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma
Spinal, PERDOSSI)
A. Kritikal GCS 3-4
Perawatan di Unit Intensif Neurologi (Neurological ICU / ICU)
B. Trauma Kapitis Sedang Berat (GCS 5 - 12)
1. Lanjutkan penanganan ABC
2. Pantau tanda vital (suhu, RR, BP), pupil, GCS, gerakan
ekstremitas sampai pasien sadar.
3. Cegah
kemungkinan
terjadinya
tekanan
tinggi
intracranial
4. Atasi komplikasi
5. Pemberian cairan dan nutrisi adekuat
6. Roboransia, neuroprotektan, nootropik sesuai indikasi.
C. Trauma Kapitis Ringan (Komosio Serebri)
1. Dirawat 2x24jam
2. Tidur dng posisi kepala ditinggikan 30 derajat
3. Obat2 simptomatis spt analgetik, anti emetik, dll sesuai
indikasi
(Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma
Spinal, PERDOSSI)
ABCD
Penanganan pingsan : resusitasi cairan, dexametason
Edem otak : diberi cairan hipertonik(manitol)
Operasi : jika ada epidural hematom, intraserebral
hematom, fraktur terbuka,fraktur dengan laserasi.
Komplikasi :
o
o
o
o

i. kebocoran

cairan

cerebrospinal

dapat

disebabkan

oleh

rusaknyaleptomeningen dan terjadi pada 2-6 % pasien


dengan cedera kepala tertutup.
ii. Fistel

karotis

kavernasus

ditandai

oleh

trias

gejala:

eksolftalmos,kemosis,dan bruit orbita,dapat timbul segera


atau beberapa hari setelah cedera.

27

iii. Diabetes

insipidus

dapat

disebabkan

oleh

kerusakan

traumatic pada tangkai hipofisis,menyebabkan penghantian


sekresi hormon antidiuretik.
iv. Kejang pasca trauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam
pertama),dini (minggu pertama) atau lanjut (setelah satu
minggu).
KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN.jilid 2.FKUI
PR :
kerusakan primer
Kerusakan sekunder
Apakah hanya perlu kerusakan primer aja yang menyebabkan
penurunan kesadaran apakah perlu menjadi yang sekunder dulu
baru terjadi penurunan kesadaran ???????
TRAUMA KEPALA
Pengertian Trauma Kepala
Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda
paksa (trauma) yang menimpa struktur kepala sehingga dapat
menimbulkan kelainan struktural dan atau gangguan
fungsional jaringan otak (Sastrodiningrat, 2009). Menurut
Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah
suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital
ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau
benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau
mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan
kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Langlois, Rutland-Brown,
Thomas, 2006).
Kareteristik Penderita Trauma Kepala
Jenis Kelamin
Pada populasi secara keseluruhan, laki-laki dua kali
ganda lebih banyak mengalami trauma kepala dari
perempuan. Namun, pada usia lebih tua perbandingan
hampir sama. Hal ini dapat terjadi pada usia yang lebih
tua disebabkan karena terjatuh. Mortalitas laki-laki dan

28

perempuan terhadap trauma kepala adalah 3,4:1


(Jagger, Levine, Jane et al., 1984).
Menurut Brain Injury Association of America, lakilaki cenderung mengalami trauma kepala 1,5 kali lebih
banyak daripada perempuan (CDC, 2006).
Umur
Resiko trauma kepala adalah dari umur 15-30
tahun, hal ini disebabkan karena pada kelompok umur
ini banyak terpengaruh dengan alkohol, narkoba dan
kehidupan sosial yang tidak bertanggungjawab (Jagger,
Levine, Jane et al., 1984). Menurut Brain Injury
Association of America, dua kelompok umur mengalami
risiko yang tertinggi adalah dari umur 0 sampai 4 tahun
dan 15 sampai 19 tahun (CDC, 2006).
Trauma Kepala
Jenis Trauma
Luka pada kulit dan tulang dapat menunjukkan lokasi
(area) dimana terjadi trauma (Sastrodiningrat, 2009).
Cedera yang tampak pada kepala bagian luar terdiri dari
dua, yaitu secara garis besar adalah trauma kepala
tertutup dan terbuka. Trauma kepala tertutup merupakan
fragmen-fragmen tengkorak yang masih intak atau utuh
pada kepala setelah luka. The Brain and Spinal Cord
Organization 2009, mengatakan trauma kepala tertutup
adalah apabila suatu pukulan yang kuat pada kepala
secara tiba-tiba sehingga menyebabkan jaringan otak
menekan tengkorak.
Trauma kepala terbuka adalah yaitu luka tampak luka
telah menembus sampai kepada dura mater. (Anderson,
Heitger, and Macleod, 2006). Kemungkinan kecederaan
atau trauma adalah seperti berikut;
a) Fraktur
Menurut
American
Accreditation
Health
Care
Commission, terdapat 4 jenis fraktur yaitu simple fracture,
linear or hairline fracture, depressed fracture, compound
fracture. Pengertian dari setiap fraktur adalah sebagai
berikut:
Simple : retak pada tengkorak tanpa kecederaan
pada kulit
Linear or hairline: retak pada kranial yang berbentuk
garis halus tanpa depresi, distorsi dan splintering.
Depressed: retak pada kranial dengan depresi ke
arah otak.

29

Compound : retak atau kehilangan kulit dan


splintering pada tengkorak. Selain retak terdapat
juga hematoma subdural (Duldner, 2008).
Terdapat jenis fraktur berdasarkan lokasi anatomis yaitu
terjadinya retak atau kelainan pada bagian kranium.
Fraktur basis kranii retak pada basis kranium. Hal ini
memerlukan gaya yang lebih kuat dari fraktur linear pada
kranium. Insidensi kasus ini sangat sedikit dan hanya pada
4% pasien yang mengalami trauma kepala berat (Graham
and Gennareli, 2000; Orlando Regional Healthcare, 2004).
Terdapat tanda-tanda yang menunjukkan fraktur basis
kranii yaitu rhinorrhea (cairan serobrospinal keluar dari
rongga hidung) dan gejala raccoons eye (penumpukan
darah pada orbital mata). Tulang pada foramen magnum
bisa retak sehingga menyebabkan kerusakan saraf dan
pembuluh darah. Fraktur basis kranii bisa terjadi pada
fossa anterior, media dan posterior (Garg, 2004).
Fraktur maxsilofasial adalah retak atau kelainan pada
tulang maxilofasial yang merupakan tulang yang kedua
terbesar setelah tulang mandibula. Fraktur pada bagian ini
boleh menyebabkan kelainan pada sinus maxilari (Garg,
2004).
b) Luka memar (kontosio)
Luka memar adalah apabila terjadi kerusakan jaringan
subkutan dimana pembuluh darah (kapiler) pecah
sehingga darah meresap ke jaringan sekitarnya, kulit tidak
rusak, menjadi bengkak dan berwarna merah kebiruan.
Luka memar pada otak terjadi apabila otak menekan
tengkorak. Biasanya terjadi pada ujung otak seperti pada
frontal, temporal dan oksipital. Kontusio yang besar dapat
terlihat di CT-Scan atau MRI (Magnetic Resonance Imaging)
seperti luka besar. Pada kontusio dapat terlihat suatu
daerah yang mengalami pembengkakan yang di sebut
edema. Jika pembengkakan cukup besar dapat mengubah
tingkat kesadaran (Corrigan, 2004).
c) Laserasi (luka robek atau koyak)
Luka laserasi adalah luka robek tetapi disebabkan oleh
benda tumpul atau runcing. Dengan kata lain, pada luka
yang disebabkan oleh benda bermata tajam dimana
lukanya akan tampak rata dan teratur. Luka robek adalah
apabila terjadi kerusakan seluruh tebal kulit dan jaringan
bawah kulit. Luka ini biasanya terjadi pada kulit yang ada
tulang dibawahnya pada proses penyembuhan dan

30

biasanya pada penyembuhan dapat menimbulkan jaringan


parut.
d) Abrasi
Luka abrasi yaitu luka yang tidak begitu dalam, hanya
superfisial. Luka ini bisa mengenai sebagian atau seluruh
kulit. Luka ini tidak sampai pada jaringan subkutis tetapi
akan terasa sangat nyeri karena banyak ujung-ujung saraf
yang rusak.
e) Avulsi
Luka avulsi yaitu apabila kulit dan jaringan bawah kulit
terkelupas,tetapi sebagian masih berhubungan dengan
tulang kranial. Dengan kata lain intak kulit pada kranial
terlepas setelah kecederaan (Mansjoer, 2000).
Perdarahan Intrakranial
Perdarahan Epidural
Perdarahan epidural adalah antara tulang kranial dan
dura mater. Gejala perdarahan epidural yang klasik atau
temporal berupa kesadaran yang semakin menurun,
disertai oleh anisokoria pada mata ke sisi dan mungkin
terjadi hemiparese kontralateral.
Perdarahan epidural di daerah frontal dan parietal atas
tidak memberikan gejala khas selain penurunan
kesadaran (biasanya somnolen) yang membaik setelah
beberapa hari.
Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural adalah perdarahan antara dura
mater dan araknoid, yang biasanya meliputi perdarahan
vena. Terbagi atas 3 bagian iaitu:
a) Perdarahan subdural akut
Gejala klinis berupa sakit kepala, perasaan
mengantuk, dan kebingungan, respon yang lambat,
serta gelisah.
Keadaan kritis terlihat dengan adanya perlambatan
reaksi ipsilateral pupil.
Perdarahan subdural akut sering dihubungkan
dengan cedera otak besar dan cedera batang otak.
b) Perdarahan subdural subakut
Perdarahan subdural subakut, biasanya terjadi 7
sampai 10 hari setelah cedera dan dihubungkan
dengan kontusio serebri yang agak berat.
31

Tekanan serebral yang terus-menerus menyebabkan


penurunan tingkat kesadaran.
c) Perdarahan subdural kronis
Terjadi karena luka ringan.
Mulanya perdarahan kecil memasuki ruang subdural.
Beberapa minggu kemudian menumpuk di sekitar
membran vaskuler dan secara pelan-pelan ia meluas.
Gejala mungkin tidak terjadi dalam beberapa minggu
atau beberapa bulan.
Pada proses yang lama akan terjadi penurunan reaksi
pupil dan motorik.
Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan antara
rongga otak dan lapisan otak yaitu yang dikenal sebagai
ruang subaraknoid (Ausiello, 2007).
Perdarahan Intraventrikular
Perdarahan intraventrikular merupakan penumpukan
darah pada ventrikel otak. Perdarahan intraventrikular
selalu timbul apabila terjadi perdarahan intraserebral.
Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral merupakan penumpukan darah
pada jaringan otak. Di mana terjadi penumpukan darah
pada sebelah otak yang sejajar dengan hentaman, ini
dikenali sebagai counter coup phenomenon. (Hallevi,
Albright, Aronowski, Barreto, 2008).
Trauma Murni atau Multipel
Menurut Barell, Heruti, Abargel dan Ziv (1999), sebanyak
1465 korban mengalami trauma kepala, sedangkan 1795
korban mengalami trauma yang multipel dalam penelitian di
Israel. Kecederaan multipel berkaitan dengan keparahan dan ia
adalah asas dalam mendiagnosa gambaran keseluruhan
kecederaan. Dengan merekam seluruh kecederaan yang
dialami
oleh
korban,
ia
dapat
membantu
dalam
mengidentifikasi kecederaan yang sering mengikut penyebab
trauma pada korban.

32

Trauma Murni
Trauma Murni adalah apabila korban didiagnosa
dengan satu kecederaan pada salah satu regio atau
bagian anatomis yang mayor (Barell, Heruti, Abargel dan
Ziv, 1999).

33

Trauma Multipel
Trauma multipel atau politrauma adalah apabila
terdapat 2 atau lebih kecederaan secara fisikal pada
regio atau organ tertentu, dimana salah satunya bisa
menyebabkan kematian dan memberi impak pada fisikal,
kognitif, psikologik atau kelainan psikososial dan
disabilitas fungsional. Trauma kepala paling banyak
dicatat pada pasien politrauma dengan kombinasi dari
34

kondisi
yang
cacat
seperti
amputasi,
kelainan
pendengaran dan penglihatan, post-traumatic stress
syndrome dan kondisi kelainan jiwa yang lain (Veterans
Health Administration Transmittal Sheet).
1. Trauma servikal, batang otak dan tulang belakang
Trauma yang diakibatkan kecelakaan lalu lintas, jatuh dari
tempat yang tinggi serta pada aktivitas olahraga yang
berbahaya boleh menyebabkan cedera pada beberapa
bagian ini. Antara kemungkinan kecederaan yang bisa
timbul adalah seperti berikut:
Kerusakan pada tulang servikal C1-C7; cedera pada
C3 bisa menyebabkan pasien apnu. Cedera dari C4C6 bisa menyebabkan pasien kuadriplegi, paralisis
hipotonus tungkai atas dan bawah serta syok batang
otak.
Fraktur Hangman terjadi apabila terdapat fraktur
hiperekstensi yang bilateral pada tapak tulang
servikal C2.
Tulang belakang torak dan lumbar bisa diakibatkan
oleh cedera kompresi dan cedera dislokasi.
Spondilosis servikal juga dapat terjadi.
Cedera ekstensi yaitu cedera Whiplash terjadi
apabila berlaku ekstensi pada tulang servikal.
2. Trauma toraks
Trauma toraks bisa terbagi kepada dua yaitu cedera
dinding toraks dan cedera paru.
a) Cedera dinding torak seperti berikut:
Patah tulang rusuk.
Cedera pada sternum atau steering wheel.
Flail chest.
Open sucking pneumothorax.
b) Cedera pada paru adalah seperti berikut:
Pneumotoraks.
hematorak.
Subcutaneous(SQ) dan mediastinal emphysema.
Kontusio pulmonal.
Hematom pulmonal.
Emboli paru.
3. Trauma abdominal
35

Trauma abdominal terjadi apabila berlaku cedera pada


bagian organ dalam dan bagian luar abdominal yaitu
seperti berikut:
Kecederaan yang bisa berlaku pada kuadran kanan
abdomen adalah seperti cedera pada organ hati,
pundi empedu, traktus biliar, duodenum dan ginjal
kanan.
Kecederaan yang bisa berlaku pada kuadran kiri
abdomen adalah seperti cedera pada organ limpa,
lambung dan ginjal kiri.
Kecederaan pada kuadran bawah abdomen adalah
cedera pada salur ureter, salur uretral anterior dan
posterior, kolon dan rektum.
Kecederaan juga bisa terjadi pada organ genital yang
terbagi dua yaitu cedera penis dan skrotum.
4. Tungkai atas
Trauma tungkai atas adalah apabila berlaku benturan
hingga menyebabkan cedera dan putus ekstrimitas.
Cedera bisa terjadi dari tulang bahu, lengan atas, siku,
lengan bawah, pergelangan tangan, jari-jari tangan serta
ibu jari.
5. Tungkai bawah
Kecederaan yang paling sering adalah fraktur tulang
pelvik. Cedera pada bagian lain ekstrimitas bawah seperti
patah tulang femur, lutut atau patella, ke arah distal lagi
yaitu fraktur tibia, fraktur fibula, tumit dan telapak kaki
(James, Corry dan Perry, 2000).
Tingkat Keparahan Trauma Kepala dengan Skor Koma
Glasgow (SKG)
Skala koma Glasgow adalah nilai (skor) yang diberikan pada
pasien trauma kapitis, gangguan kesadaran dinilai secara
kwantitatif pada setiap tingkat kesadaran. Bagian-bagian yang
dinilai adalah;
1. Proses membuka mata (Eye Opening)
2. Reaksi gerak motorik ekstrimitas (Best Motor Response)
3. Reaksi bicara (Best Verbal Response)
Pemeriksaan Tingkat Keparahan Trauma kepala disimpulkan
dalam suatu tabel Skala Koma Glasgow (Glasgow Coma Scale).

36

Berdasarkan Skala Koma Glasgow, berat ringan trauma kapitis


dibagi atas;
1. Trauma kapitis Ringan, Skor Skala Koma Glasgow 14 15
2. Trauma kapitis Sedang, Skor Skala Koma Glasgow 9 13
3. Trauma kapitis Berat, Skor Skala Koma Glasgow 3 8
a) Trauma Kepala Ringan
Dengan Skala Koma Glasgow >12, tidak ada kelainan dalam
CT-scan, tiada lesi operatif dalam 48 jam rawat inap di Rumah
Sakit (Torner, Choi, Barnes, 1999). Trauma kepala ringan atau
cedera kepala ringan adalah hilangnya fungsi neurologi atau
menurunnya kesadaran tanpa menyebabkan kerusakan lainnya
(Smeltzer, 2001). Cedera kepala ringan adalah trauma kepala
dengan GCS: 15 (sadar penuh) tidak kehilangan kesadaran,
mengeluh pusing dan nyeri kepala, hematoma, laserasi dan
abrasi (Mansjoer, 2000). Cedera kepala ringan adalah cedara
otak karena tekanan atau terkena benda tumpul (Bedong,
2001). Cedera kepala ringan adalah cedera kepala tertutup
yang ditandai dengan hilangnya kesadaran sementara (Corwin,
2000). Pada penelitian ini didapat kadar laktat rata-rata pada
37

penderita cedera kepala ringan 1,59 mmol/L (Parenrengi,


2004).
b) Trauma Kepala Sedang
Dengan Skala Koma Glasgow 9 - 12, lesi operatif dan
abnormalitas dalam CT-scan dalam 48 jam rawat inap di
Rumah Sakit (Torner, Choi, Barnes, 1999). Pasien mungkin
bingung atau somnolen namun tetap mampu untuk mengikuti
perintah sederhana (SKG 9-13). Pada suatu penelitian
penderita cedera kepala sedang mencatat bahwa kadar asam
laktat rata-rata 3,15 mmol/L (Parenrengi, 2004).
c) Trauma Kepala Berat
Dengan Skala Koma Glasgow < 9 dalam 48 jam rawat inap di
Rumah Sakit (Torner C, Choi S, Barnes Y, 1999). Hampir 100%
cedera kepala berat dan 66% cedera kepala sedang
menyebabkan cacat yang permanen. Pada cedera kepala berat
terjadinya cedera otak primer seringkali disertai cedera otak
sekunder apabila proses patofisiologi sekunder yang menyertai
tidak segera dicegah dan dihentikan (Parenrengi, 2004).
Penelitian pada penderita cedera kepala secara klinis dan
eksperimental menunjukkan bahwa pada cedera kepala berat
dapat disertai dengan peningkatan titer asam laktat dalam
jaringan
otak
dan
cairan
serebrospinalis
(CSS)
ini
mencerminkan kondisi asidosis otak (DeSalles et al., 1986).
Penderita cedera kepala berat, penelitian menunjukkan kadar
rata-rata asam laktat 3,25 mmol/L (Parenrengi, 2004).
Gejala Klinis Trauma Kepala
Menurut Reissner (2009), gejala klinis trauma kepala adalah
seperti berikut:

Tanda-tanda klinis
dapat membantu mendiagnosa adalah:

38

yang

f. Battle sign (warna biru atau ekhimosis dibelakang telinga


di atas os mastoid)
g. Hemotipanum (perdarahan di daerah menbran timpani
telinga)
h. Periorbital ecchymosis (mata warna hitam tanpa trauma
langsung)
i. Rhinorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari hidung)
j. Otorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari telinga)

Tanda-tanda atau
klinis untuk yang trauma kepala ringan;

gejala

g. Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama


beberapa saat kemudian sembuh.
h. Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan.
i. Mual atau dan muntah.
j. Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun.
k. Perubahan keperibadian diri.
l. Letargik.

39

Tanda-tanda atau
klinis untuk yang trauma kepala berat;

gejala

d. Simptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukkan


peningkatan di otak menurun atau meningkat.
e. Perubahan ukuran pupil (anisokoria).
f. Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi,
depresi pernafasan).
g. Apabila meningkatnya tekanan intrakranial, terdapat
pergerakan atau posisi abnormal ekstrimitas.
Penyebab Trauma Kepala
Mekanisme Terjadinya Kecederaan
Beberapa mekanisme yang timbul terjadi trauma
kepala adalah seperti translasi yang terdiri dari akselerasi
dan deselerasi. Akselerasi apabila kepala bergerak ke
suatu arah atau tidak bergerak dengan tiba-tiba suatu
gaya yang kuat searah dengan gerakan kepala, maka
kepala akan mendapat percepatan (akselerasi) pada arah
tersebut.
Deselerasi apabila kepala bergerak dengan cepat ke
suatu arah secara tiba-tiba dan dihentikan oleh suatu
benda misalnya kepala menabrak tembok maka kepala
tiba-tiba terhenti gerakannya. Rotasi adalah apabila
tengkorak tiba-tiba mendapat gaya mendadak sehingga
membentuk sudut terhadap gerak kepala. Kecederaan di
bagian
muka
dikatakan
fraktur
maksilofasial
(Sastrodiningrat, 2009).
Penyebab Trauma Kepala
Menurut Brain Injury Association of America,
penyebab utama trauma kepala adalah karena terjatuh
sebanyak 28%, kecelakaan lalu lintas sebanyak 20%,
karena disebabkan kecelakaan secara umum sebanyak
40

19% dan kekerasan sebanyak 11% dan akibat ledakan di


medan perang merupakan penyebab utama trauma
kepala (Langlois, Rutland-Brown, Thomas, 2006).
Kecelakaan lalu lintas dan terjatuh merupakan
penyebab rawat inap pasien trauma kepala yaitu
sebanyak 32,1 dan 29,8 per100.000 populasi. Kekerasan
adalah penyebab ketiga rawat inap pasien trauma kepala
mencatat sebanyak 7,1 per100.000 populasi di Amerika
Serikat ( Coronado, Thomas, 2007). Penyebab utama
terjadinya trauma kepala adalah seperti berikut:
a) Kecelakaan Lalu Lintas
Kecelakaan lalu lintas adalah dimana sebuah kenderan
bermotor bertabrakan dengan kenderaan yang lain atau
benda lain sehingga menyebabkan kerusakan atau
kecederaan kepada pengguna jalan raya (IRTAD, 1995).
b) Jatuh
Menurut KBBI, jatuh didefinisikan sebagai (terlepas)
turun atau meluncur ke bawah dengan cepat karena
gravitasi bumi, baik ketika masih di gerakan turun
maupun sesudah sampai ke tanah.
c) Kekerasan
Menurut KBBI, kekerasan didefinisikan sebagai suatu
perihal atau perbuatan seseorang atau kelompok yang
menyebabkan cedera atau matinya orang lain, atau
menyebabkan kerusakan fisik pada barang atau orang
lain (secara paksaan).
Indikasi CT Scan pada Trauma Kepala
CT-Scan adalah suatu alat foto yang membuat foto suatu
objek dalam sudut 360 derajat melalui bidang datar dalam
jumlah yang tidak terbatas. Bayangan foto akan direkonstruksi
oleh komputer sehingga objek foto akan tampak secara
menyeluruh (luar dan dalam). Foto CT-Scan akan tampak
sebagai penampang-penampang melintang dari objeknya.
Dengan CT-Scan isi kepala secara anatomis akan tampak
dengan jelas. Pada trauma kapitis, fraktur, perdarahan dan
edema akan tampak dengan jelas baik bentuk maupun
ukurannya (Sastrodiningrat, 2009). Indikasi pemeriksaan CTscan pada kasus trauma kepala adalah seperti berikut:
a. Bila secara klinis (penilaian GCS) didapatkan klasifikasi
trauma kepala sedang dan berat.
b. Trauma kepala ringan yang disertai fraktur tengkorak.
c. Adanya kecurigaan dan tanda terjadinya fraktur basis
kranii.
d. Adanya defisit neurologi, seperti kejang dan penurunan
gangguan kesadaran.

41

e. Sakit kepala yang hebat.


f. Adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial
atau herniasi jaringan otak.
g. Kesulitan dalam mengeliminasi kemungkinan perdarahan
intraserebral (Irwan, 2009).
Perdarahan subaraknoid terbukti sebanyak 98% yang
mengalami trauma kepala jika dilakukan CT-Scan dalam waktu
48 jam paska trauma. Indikasi untuk melakukan CT-Scan
adalah jika pasien mengeluh sakit kepala akut yang diikuti
dengan kelainan neurologis seperti mual, muntah atau dengan
SKG (Skor Koma Glasgow) <14 (Haydel, Preston, Mills, et al.,
2000).
Sumber
:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25734/3/Cha
pter%20II.pdf

42

Anda mungkin juga menyukai