Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN SIFILIS

Dosen pengampu: Ns. Dwi Kusyati, S.Kep

Disusun oleh :
Aysyah

( 1301010 )

Eko Wahyu Arifin

( 1301018 )

Fika Amalia

( 1301022 )

Setyo Budianto

( 1301054 )

Siti Lestari

( 1301058 )

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA


PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN
SEMARANG
2015

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1 Definisi
Sifilis adalah salah satu penyakit menular seksual. Penyakit tersebut ditularkan
melalui hubungan seksual, penyakit ini bersifat Laten atau dapat kambuh lagi sewaktuwaktu selain itu bisa bersifat akut dan kronis. Penyakit ini dapat cepat diobati bila sudah
dapat dideteksi sejak dini. Kuman yang dapat menyebabkan penyakit sifilis dapat
memasuki tubuh dengan menembus selaput lendir yang normal dan mampu menembus
plasenta sehingga dapat menginfeksi janin. ( Soedarto, 1990 ).
Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Treponema pallidum.
Penyakit menular seksual adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual.
Penyakit ini sangat kronik, bersifat sistemik dan menyerang hampir semua alat tubuh dapat
menyerupai banyak penyakit, mempunyai masa laten dan dapat ditularkan dari ibu ke
janin.
2

Epidemiologi
Asal penyakit sifilis ini tidak jelas. Sebelum tahun 1492 belum dikenal di Eropa.
Pada tahun 1494 terjadi epidemi di Napoli. Pada abad ke-18 baru diketahui bahwa
penularan sifilis melelui hubungan seksual. Pada abad ke-15 terjadi wabah di Eropa.
Sesudah tahun 1860, morbilitas sifilis menurun cepat. Selama perang dunia II, kejadian
sifilis meningkat dan puncaknya pada tahun 1946, kemudian menurun setelah tahun
1946.Kasus sifilis di Indonesia adalah 0,61%. Penderita yang terbanyak adalah stadium
laten, disusul sifilis stadium I yang jarang, dan yang langka ialah sifilis stadium II.

Etiologi
Etiologi dari Penyakit Sifilis, antara lain: Penyebab sifilis ditemukan oleh SCHAUDINN
dan HOFMAN ialah Treponema palidum yang termasuk ordo Spirochaetaceae dan genus
Treponema bentuknya spiral panjang antara 6-15 um dan lebar 0,15 um terdiri atas 8-24
lekukan. Gerakannya berupa rotasi sepanjang aksis dan maju seperti gerakan pembuka
botol membiak secara pembelahan melintang, pada stadium aktif terjadi setiap 30 jam.
Pembiakan pada umumnya tidak dapat dilakukan diluar badan. Diluar badan kuman
tersebut mudah mati sedangkan dalam darah untuk transfusi dapat hidup sampai 72 jam.
4 Faktor Predisposisi
a

Hubungan seksual yang bebas (Genitogenital, Orogenital maupun Anogenital).

Sering berganti pasangan.

Melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan alat kontrasepsi yang aman.

Melakukan hubungan seksual dengan orang yang mengidap sifilis.

Janin yang orang tuanya menderita sifilis.

Kurangnya kebersihan diri .

Virulensi kuman yang tinggi.

Kontak langsung dengan lesi yang mengandung Bakteri Treponema Pallidum.

Patofisologi
Bakteri Treponema masuk ke dalam tubuh manusia mengalami kontak, organisme
dengan cepat menembus selaput lendir normal atau suatu lesi kulit kecil dalam beberapa
jam. Kuman akan memasuki limfatik dan darah dengan memberikan manifestasi infeksi
sistemik. Pada tahap sekunder, SSP merupakan target awal infeksi, pada pemeriksaan
menunjukkan bahwa lebih dari 30 % dari pasien memiliki temuan abnormal dalam cairan
cerebrospinal (CSF).
Selama 5-10 tahun pertama setelah terjadinya infeksi primer tidak diobati, penyakit
ini akan menginvasi meninges dan pembuluh darah, sehingga dapat mengakibatkan
neurosifilis meningovaskuler. Kemudian parenkim otak dan sumsum tulang belakang
mengalami kerusakan sehingga terjadi kondiri parenchymatous neurosifilis. Terlepas dari
tahap penyakit dan lokasi lesi, hispatologi dari sifilis menunjukkan tanda- tanda
endotelialarteritis. Endotelialarteritis disebabkan oleh pengikatan spirochaeta dengan sel
endotel yang dapat sembuh dengan jaringan parut.

Klasifikasi
Klasifikasi dari Penyakit Sifilis secara khusus, antara lain:
a

Sifilis Stadium I : Terjadi efek primer berupa papul, tidak nyeri (indolen). Sekitar 3
minggu kemudian terjadi penjalaran ke kelenjar inguinal medial.Timbul lesi pada alat
kelamin, ekstragenital seperti bibir, lidah, tonsil, puting susu, jari dan anus, misalnya
pada penularan ekstrakoital.

Sifilis Stadium II : Gejala konstitusi seperti nyeri kepala, subfebris, anoreksia, nyeri
pada tulang, leher, timbul macula, papula, pustul, dan rupia. Kelainan selaput lendir, dan
limfadenitis yang generalisata.

Sifilis Stadium III : Terjadi guma setelah 3 7 tahun setelah infeksi. Guma dapat timbul
pada semua jaringan dan organ, membentuk nekrosis sentral juga ditemukan di organ
dalam, yaitu lambung, paru-paru, dll. Nodus di bawah kulit (dapat berskuma), tidak
nyeri.

Sifilis Kongenital :
1

Sifilis Kongenital Dini : Dapat muncul beberapa minggu (3 minggu) setelah bayi
dilahirkan. Kelainan berupa vesikel, bula, pemfigus sifilitika, papul, skuma, secret
hidung yang sering bercampur darah, adanya osteokondritis pada foto roentgen.

Sifilis Kongenital Lanjut : Terjadi pada usia 2 tahun lebih. Pada usia 7 9 tahun
dengan adanya keratitis intersial (menyebabkan kebutaan), ketulian, gigi Hutchinson,
paresis, perforasi palatum durum, serta kelainan tulang tibia dan frontalis.

Sifilis Stigmata : Terdapat garis-garis pada sudut mulut yang jalannya radier, gigi
Hutchinson, gigi molar pertama berbentuk murbai dan penonjolan tulang frontal
kepala (frontal bossing).

Sifilis Kardiovaskular : Umumnya bermanifestasi selama 10 20 tahun setelah infeksi.


Biasanya disebabkan oleh nekrosis aorta yang berlanjut ke arah katup dan ditandai oleh
insufisiensi aorta atau aneureksma, berbentuk kantong pada aorta torakal.

Neurosifilis :
1

Neurosifilis asimtomatik. : Pada sifilis ini tidak ada tanda dan gejala kerusakan
susunan saraf pusat. Pemeriksaan sumsum tulang belakang menunjukan kenaikan sel,
protein total dan tes serologis reaktif.

Neurosifilis meningovaskuler : Adanya tanda kerusakan susunan saraf pusat yakni


kerusakan pembuluh darah serebru, infark dan ensefalomalasia. Pemeriksaan
sumsum tulang belakang menunjukan kenaikan sel, protein total dan tes serologis
reaktif.

Neurosifilis parekimatosa yang terdiri dari paresis dan tabes dorsalis : Gejala dan
tanda

paresis

sangatlah

banyak

dan

menunjukan

penyebaran

kerusakan

parenkimatosa. Gejala tabes dorsalis, yaitu parestesia, ataksia, arefleksia, gangguan


kandungan kemih, impotensi dan perasaan nyeri.
7

Gejala Klinis
a Sifilis primer: Berlangsung selama 10 - 90 hari sesudah infeksi ditandai oleh Chancre
sifilis dan adenitis regional. Papula tidak nyeri tampak pada tempat sesudah masuknya
Treponema pallidum. Papula segera berkembang menjadi ulkus bersih, tidak nyeri
dengan tepi menonjol yang disebut chancre. Infeksinya sebagai lesi primer akan terlihat
ulserasi (chancre) yang soliter, tidak nyeri, mengeras, dan terutama terdapat di daerah
genitalia disertai dengan pembesaran kelenjar regional yang tidak nyeri. Chancre
biasanya pada genitalia berisi Treponema pallidum yang hidup dan sangat menular,
chancre extragenitalia dapat juga ditemukan pada tempat masuknya sifilis primer.
Chancre biasanya bisa sembuh dengan sendirinya dalam 4 6 minggu dan setelah
sembuh menimbulkan jaringan parut. Penderita yang tidak diobati infeksinya
berkembang ke manifestasi sifilis sekunder.

b Sifilis Sekunder : Terjadi sifilis sekunder, 210 minggu setelah chancre sembuh.
Manifestasi sifilis sekunder terkait dengan spiroketa dan meliputi ruam, mukola papuler
non pruritus, yang dapat terjadi diseluruh tubuh yang meliputi telapak tangan dan
telapak kaki; Lesi pustuler dapat juga berkembang pada daerah yang lembab di sekitar
anus dan vagina, terjadi kondilomata lata (plak seperti veruka, abuabu putih sampai
eritematosa). Dan plak putih disebut (Mukous patkes) dapat ditemukan pada membran
mukosa, gejala yang ditimbulkan dari sifilis sekunder adalah penyakit seperti flu seperti
demam ringan, nyeri kepala, malaise, anoreksia, penurunan berat badan, nyeri
tenggorokan, mialgia, dan artralgia serta limfadenopati menyeluruh sering ada.
Manifestasi ginjal, hati, dan mata dapat ditemukan juga, meningitis terjadi 30%
penderita. Sifilis sekunder dimanifestasikan oleh pleositosis dan kenaikan cairan
protein
c

serebrospinal (CSS), tetapi penderita tidak dapat menunjukkan gejala

neurologis sifilis laten.


Relapsing sifilis : Kekambuhan penyakit sifilis terjadi karena pengobatan yang tidak
tepat dosis dan jenisnya. Pada waktu terjadi kekambuhan gejala gejala klinik dapat
timbul kembali, tetapi mungkin juga tanpa gejala hanya perubahan serologinya yaitu
dari reaksi STS (Serologis Test for Syfilis) yang negatif menjadi positif. Gejala yang
timbul kembali sama dengan gejala klinik pada stadium sifilis sekunder. Relapsing
sifilis yang ada terdiri dari :
a Sifilis laten :Fase tenang yang terdapat antara hilangnya gejala klinik sifilis sekunder
dan tersier, ini berlangsung selama 1 tahun pertama masa laten (laten awal). Tidak
terjadi kekambuhan sesudah tahun pertama disertai sifilis lambat yang tidak
mungkin bergejala. Sifilis laten yang infektif dapat ditularkan selama 4 tahun
pertama sedang sifilis laten yang tidak menular berlangsung setelah 4 tahun tersebut.
Sifilis laten selama berlangsung tidak dijumpai gejala klinik hanya reaksi STS
positif.
b Sifilis tersier : Sifilis lanjut ini dapat terjadi bertahun tahun sejak sesudah gejala
sekunder menghilang. Pada stadium ini penderita dapat mulai menunjukkan
manifestasi penyakit tersier yang meliputi neurologis, kardiovaskuler dan lesi
gummatosa, pada kulit dapat terjadi lesi berupa nodul, noduloulseratif atau gumma.
Gumma selain mengenai kulit dapat mengenai semua bagian tubuh sehingga dapat

terjadi aneurisma aorta, insufisiensi aorta, aortitis dan kelainan pada susunan syaraf
c

pusat (neurosifilis).
Sifilis kongenital : Sifilis kongenital yang terjadi akibat penularan dari ibu hamil
yang menderita sifilis kepada anaknya melalui plasenta. Ibu hamil dengan sifilis
dengan pengobatan tidak tepat atau tidak diobati akan mengakibatkan sifilis
kongenital pada bayinya. Infeksi intrauterin dengan sifilis mengakibatkan anak lahir
mati, infantille congenital sifilis atau sifilis timbul sesudah anak menjadi besar dan
bahkan sesudah dewasa. Pada infantil kongenital sifilis bayi mempunyai lesi lesi
mukokutan. Kondiloma, pelunakan tulang tulang panjang, paralisis dan rinitis yang
persisten. Sedangkan jika sifilis timbul sesudah anak menjadi besar atau dewasa
maka kelainan yang timbul pada umumnya menyangkut susunan syaraf pusat
misalnya parasis atau tabes, atrofi nervous optikus dan tuli akibat kelainan syaraf
nervous kedelapan, juga interstitial keratitis, stig mata tulang dan gigi, saddel nose,
saber shin ( tulang kering terbentuk seperti pedang ) dan kadang kadang gigi
Hutchinson dapat dijumpai. Prognosis sifilis kongenital tergantung beratnya infeksi
tetapi kelainan yang sudah terjadi akibat neurosifilis biasanya sudah bisa
disembuhkan. (Soedarto, 1990).

Pemeriksaan Fisik
a

Pemeriksaan fisik : Keadaan umum, Kesadaran, status gizi, TB, BB, suhu, TD, nadi,
respirasi.

Pemeriksaan sistemik : Kepala (mata, hidung, telinga, gigi&mulut), leher (terdapat


perbesaran tyroid atau tidak), tengkuk, dada (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi),
genitalia, ekstremitas atas dan bawah.

Pemeriksaan penunjang
Untuk menentukan diagnosis sifilis maka dilakukan pemeriksaan klinik, serologi atau
pemeriksaan dengan mengunakan mikroskop lapangan gelap (darkfield microscope). Pada

kasus tidak bergejala diagnosis didasarkan pada uji serologis treponema dan non
protonema. Uji non protonema seperti Venereal Disease Research Laboratory ( VDRL ).
Untuk mengetahui antibodi dalam tubuh terhadap masuknya Treponema pallidum. Hasil uji
kuantitatif uji VDRL cenderung berkorelasi dengan aktifitas penyakit sehingga amat
membantu dalam skrining, titer naik bila penyakit aktif (gagal pengobatan atau reinfeksi)
dan turun bila pengobatan cukup. Kelainan sifilis primer yaitu chancre harus dibedakan
dari berbagai penyakit yang ditularkan melalui hubungan kelamin yaitu chancroid,
granuloma inguinale, limfogranuloma

venerium, verrucae acuminata, skabies, dan

keganasan (kanker).
a

Pemeriksaan laboratorium (kimia darah, ureum, kreatinin, GDS, analisa urin, darah
rutin)
1

pemeriksaan T Palidum
Cara pemeriksaannya adalah : mengambil serum dari lesi kulit dan dilihat bentuk dan
pergerakannya dengan microskop lapangan gelap. Pemeriksaan dilakukan 3 hari
berturut-turut jika pada hasil pada hari 1 dan 2 negatif sementara itu lesi dikompres
dengan larutan garam saal bila negative bukan selalu berarti diagnosisnya bukan

sifilis , mungkin kumannya terlalu sedikit.


2 pemeriksaan TSS
TSS atau serologic test for sifilis . TSS dibagi menjadi 2 :
a Test non treponemal : pada test ini digunakan antigen tidak spesifik yaitu
kardiolopin yang dikombinasikan dengan lesitin dan kolesterol, karena itu test ini
dsdapat memberi Reaksi Biologik Semu (RBS) atau Biologic Fase Positif (BFP).
Contoh test non treponemal :
Test fiksasi komplemen : Wasseman (WR) kolmer
Test flokulasi : VDRL (Venereal Disease Research Laboratories). Kahn, RPR

1
2

(Rapid Plasma Reagin), ART (Automated Reagin Test), dan RST (Reagin
b

Screen Test).
Tes treponemal
Test ini bersifat spesifik karena antigennya ialah treponema atau ekstratnya dan
dapat digolongkan menjadi 4 kelompok :
1 Tes immobilisasi : TPI (Treponemal Pallidium Immbolization Test)
2 Test Fiksasi Komplemen : RPCF (Reiter Protein Complement Fixation Test)

Tes Imunofluoresen : FTA-Abs (Fluorecent treponemal Antibody Absorption


Test), ada dua : IgM, IgG; FTA-Abs DS (Fluorecent treponemal Antibody

Absorption Double Staining)


Tes hemoglutisasi : TPHA (Treponemal pallidum Haemoglutination
Assay),19S IgM SPHA (Solid-phase Hemabsorption Assay), HATTS
(Hemagglutination

Treponemal

Test

for

Syphilis),

MHA-TP

(Microhemagglutination Assay for Antibodies to Treponema pallidum).


Pemeriksaan Yang Lain
Sinar Rontgen dipakai untuk melihat kelainan khas pada tulang, yang dapat terjadi pada

sifilis kongenital. Juga pada sifilis kardiovaskuler, misalnya untuk melihat aneurisma
aorta. Pada neurosifilis,test koloidal emas sudah tidak dipakai lagi karena tidak khas.
Pemeriksaan jumlah sel dan protein total pada likuor serebrospinalis hanya menunjukan
adanya tanda inflamasi pada susunan saraf pusat dan tidak selalu berarti terdapat
neurosifilis. Harga normal iyalah 0-3 sel/mm3, Jika limfosit melebihi 5/mm3 berarti ada
peradangan. Harga normal protein total ialah 20-40 mg/100 mm3, jika melebihi 40
mg/mm3 berarti terdapat peradangan:
1

Histopatologi
Kelainan yang utama pada sifilis ialah proliferasi sel-sel endotel terutama terdiri atas
infiltrate perivaskular tersusun oleh sel-sel limpoid dan sel-sel plasma.
Imunologi
Pada percobaan kelinci yang disuntik dengan T.Pallidium secara intradermal, yang
sebelumnya telah diberi serum penderita sifilis menunjukan adanya antibody.
Terdapat dua antibody yang khas yaitu terhadap T. Pallidum dan yang tidak khas yaitu
yang ditujukan pada golongan antigen protein Spirochaetales yang pathogen

10 Penatalaksanaan
a Penatalaksanaan Medis : Penderita sifilis diberi antibiotik penisilin (paling
efektif). Bagi yang alergi penisillin diberikan tetrasiklin 4500 mg/hr, atau
eritromisin 4500 mg/hr, atau doksisiklin 2100 mg/hr. Lama pengobatan 15 hari
bagi S I & S II dan 30 hari untuk stadium laten. Eritromisin diberikan bagi ibu
hamil, efektifitas meragukan. Doksisiklin memiliki tingkat absorbsi lebih baik dari
tetrasiklin yaitu 90-100%, sedangkan tetrasiklin hanya 60-80%. Obat lain adalah

golongan sefalosporin, misalnya sefaleksin 4500 mg/hr selama 15 hari,


Sefaloridin memberi hasil baik pada sifilis dini, Azitromisin dapat digunakan untuk
S I dan S II.
1 Sifilis primer dan sekunder
a
Penisilin benzatin G dosis 4,8 juta unit IM (2,4juta unit/kali) dan diberikan 1
b

x seminggu
Penisilin prokain dalam aqua dengan dosis 600.000 unit injeksi IM sehari

selama 10 hari.
Penisilin prokain +2% alumunium monostearat, dosis total 4,8 juta unit,
diberikan 2,4 juta unit/kali sebanyak dua kali seminggu.
2) Sifilis laten
a) Penisilin benzatin G dosis total 7,2 juta unit
b) Penisilin G prokain dalam aqua dengan dosis total 12 juta unit (600.000 unit
sehari).
c) Penisilin prokain +2% alumunium monostearat, dosis total 7,2 juta unit
(diberikan 1,2 juta unit/kali, dua kali seminggu).
3) Sifilis III
a) Penisilin benzatin G dosis total 9,6 juta unit
b) Penisilin G prokain dalam aqua dengan dosis total 18 juta unit (600.000 unit)
c) Penisilin prokain + 2% alumunium monostearat, dosis total 9,6 juta unit
(diberikan 1,2 juta unit/kali, dua kali seminggu)
4) Untuk pasien sifilis I dan II yang alergi terhadap penisilin, dapat diberikan:
a) Tertrasiklin 500mg/oral, 4x sehari selama 15 hari.
b) Eritromisin 500mg/oral, 4x sehari selama 15 hari.
5) Untuk pasien sifilis laten lanjut (> 1 tahun) yang alergi terhadap penisilin, dapat
diberikan:
a) Tetrasiklin 500mg/oral, 4x sehari selama 30 hari
b) Eritromisin 500mg/oral, 4x sehari selama 30 hari.
*Obat ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil, menyusui, dan anak-anak.

Penatalaksanaan Keperawatan
Memberikan pendidikan kepada pasien dengan menjelaskan hal-hal sebagai berikut:
1 Bahaya PMS dan komplikain
2 Pentingnya mamatuhi pengobatan yang diberikan
3 Cara penularan PMS dan pengobatan untuk pasangan seks tetapnya

1
2
3
4
5
6
7

Hindari hubungan seks sebelum sembuh dan memakai kondom jika tidak dapat

5
6

dihindarkan lagi.
Pentingnya personal hygiene khususnya pada alat kelamin
Cara-cara menghindari PMS di masa mendatang.

11 Program Diet
Kebutuhan zat gizi ditambah 10-25% dari kebutuhan minimum.
Ps diberikan porsi makanan kecil tetapi sering.
Konsumsi protein berkualitas tinggi dan mudah dicerna.
Sayuran dan buah-buah untuk jus.
Susu rendah lemak dan sudah dipasteurisasi setiap hari (susu sapi atau kedelai).
Hindari makanan di awetkan atau beragi.
Makanan bebas dari pestisida atau zat kimia.
8 Rendah serat, makanan lunak atau cair, jika ada gangguan saluran pencernaan.
9 Rendah laktosa dan lemak jika ps diare.
10 Hindari rokok, kafein dan alcohol.
12 Komplikasi
Tanpa pengobatan, sifilis dapat membawa kerusakan pada seluruh tubuh.
Sifilis juga meningkatkan resiko infeksi HIV, dan bagi wanita, dapat menyebabkan
gangguan selama hamil. Pengobatan dapat membantu mencegah kerusakan di masa
mendatang tapi tidak dapat memperbaiki kerusakan yang telah terjadi.
a Benjolan kecil atau tumor: Disebut gummas, benjolan-benjolan ini dapat
berkembang dari kulit, tulang, hepar, atau organ lainnya pada sifilis tahap laten.
b

Jika pada tahap ini dilakukan pengobatan, gummas biasanya akan hilang.
Masalah Neurologi: Pada stadium laten, sifilis dapat menyebabkan beberapa
masalah pada nervous sistem, seperti:
1 Stroke
2 Infeksi dan inflamasi membran dan cairan di sekitar otak dan spinal cord

(meningitis)
3 Koordinasi otot yang buruk
4 Numbness (mati rasa)
5 Paralysis
6 Deafness or visual problems
7 Personality changes
8 Dementia
Masalah kardiovaskular: Ini semua dapat meliputi bulging (aneurysm) dan
inflamasi aorta, arteri mayor, dan pembuluh darah lainnya. Sifilis juga dapat
menyebabkan valvular heart desease, seperti aortic valve stenonis.

Infeksi HIV
Orang dewasa dengan penyakit menular seksual sifilis atau borok genital lainnya
mempunyai perkiraan dua sampai lima kali lipat peningkatan resiko mengidap
HIV. Lesi sifilis dapat dengan mudah perdarahan, ini menyediakan jalan yang

sangat mudah untuk masuknya HIV ke aliran darah selama aktivitas seksual.
Komplikasi kehamilan dan bayi baru lahir
Sekitar 40% bayi yang mengidap sifilis dari ibunya akan mati, salah satunya
melalui keguguran, atau dapat hidup namun dengan umur beberapa hari saja.
Resiko untuk lahir premature juga menjadi lebih tinggi.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a) Identitas
Sifilis bisa menyerang pada semua usia dan jenis kelamin.
b) Keluhan Utama
Biasanya klien mengeluh demam, anoreksia dan terdapat lesi pada kulit.
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya klien mengeluh demam, anoreksia dan terdapat lesi pada kulit.
d) Riwayat Penyakit Dahulu
e) Riwayat Penyakit Keluarga
f) Riwayat adanya penyakit sifilis pada anggota keluarga lainnya sangat menentukan.

a)

b)
c)

d)

Pengkajian Persistem
Sistem integument
Kulit : biasanya terdapat lesi. Berupa papula, makula, postula.
Kepala dan Leher
Kepala : Biasanya terdapat nyeri kepala
Mata : Pada sifilis kongenital terdapat kelainan pada mata (keratitis inter stisial).
Hidung : Pada stadium III dapat merusak tulang rawan pada hidung dan palatum.
Telinga : Pada sifilis kengenital dapat menyebabkan ketulian.
Mulut : Pada sifilis kongenital, gigi hutchinson (incisivus I atas kanan dan kiri
bentuknya seperti obeng).
Leher : Pada stadium II biasanya terdapat nyeri leher.
Sistem Pernafasan
Sistem kardiovaskuler
Kemungkinan adanya hipertensi, arteriosklerosis dan penyakit jantung reumatik
sebelumnya.
Sistem penceranaan

Biasanya terjadi anorexia pada stadium II.


Sistem muskuloskeletal
Pada neurosifilis terjadi athaxia.
f) Sistem Neurologis
Biasanya terjadi parathesia.
g) Sistem perkemihan
Biasanya terjadi gangguan pada sistem perkemihan.
h) Sistem Reproduksi
Biasanya terjadi impotensi.
e)

2.

DIAGNOSA
Diagnosa yang kemungkinan muncul pada diagnosa sifilis
a) Gangguan integritas kulit sehubungan dengan diagnosa sifilis.
b) Gangguan rasa nyaman nyeri sehubungan dengan proses peradangan.
c) Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan infasi kuman.
d) Gangguan gambaran diri sehubungan dengan anatomi kulit dan bentuk tubuh.
3. INTERVENSI
a) Gangguan integritas kulit sehubungan dengan diagnosa sifilis.
Kriteria hasil : Kembalinya kulit normal.
Intervensi :
1) Anjurkan menggunakan baju katun dan hindari baju ketat.
R/ : Menurunkan iritasi
2) Pertahankan kecukupan masukan cairan untuk hidrasi yang adekuat.
R/ :Untuk menyeimbangkan cairan.
3) Berikan dengan latihan rentang gerak.
R/ : Mencegah kerusakan lebih lanjut.
4) Kolaborasi dengan tim medis lain.
R/ : Untuk mempercepat proses penyembuhan.
b) Gangguan rasa nyaman nyeri sehubungan dengan proses peradangan.
Kriteria hasil : Nyeri berkurang
Intervensi :
1 Kaji tingkat nyeri
R/ : Untuk mengetahui rasa sakit akut dan ketidaknyamanan.
2 Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
R/ : Tekhnik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri.
3 Berikan posisi yang nyaman
R/ : posisi yang nyaman dapat meningkatkan relaksasi sehingga membantu menurunkan
nyeri.
4 Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat golongan penisilin.
R/ : Memberikan penurunan rasa nyeri.

c)

1)
2)
3)
4)

Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan infasi kuman.


Kriteria hasil : Suhu tubuh normal (36 37o)
Intervensi :
Anjurkan pasien untuk memakai baju tipis.
R/ : Agar terjadi pemindahan panas.
Pantau suhu tubuh pasien
R/ : Mengetahui adanya infeksius akut.
Beri pasien kompres hangat.
R/ : Untuk menurunkan suhu tubuh.
Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat anti piretik.
R/ : Untuk mengurangi demam / menurunkan suhu tubuh

Gangguan gambaran diri sehubungan dengan anatomi kulit dan bentuk tubuh.
Kriteria hasil :
Dapat mengungkapkan penerimaan pada diri sendiri dalam situasi.
Mengenali penggabungan peruaban dalam konsep diri dalam cara yang akurat tanpa
menimbulkan harga diri negatif.
Intervensi:
1) Anjurkan pasien untuk mengekspresikan perasaannya termasuk rasa marah.
R/ : Membantu pasien untuk mengenal dan mulai memahami perasaan.
2) Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang baik.
R/ : Membantu peningkatkan [erasaan harga diri dan kontrol atas salah satu bagian
kehidupan.
3) Dorong orang terdekat agar memberi kesempatan pada klien melakukan sesuatu untuk
dirnya sendiri.
R/ : membangun kembali rasa kemandirian dan menerima kebanggan diri sendiri dan
meningkatkan proses rehabilitasi.
d)

DAFTAR PUSTAKA
Djuanda,Adhi.2007.Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.Jakarta:FKUI
Doenges,Marilyin E.1999. Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta:EGC
Mansjoer,Arif.2001.Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta:Medis Aesculapius
NANDA Internasional. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 20122014. Jakarta:EGC.
Price,Sylvia Anderson.2005.Patofisiologi.Jakarta:EGC
Siregar, R.S. 2004. Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC
Smeltzer,Suzzanne C 2001.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai