3 Kelainan Temporomandibular
3.3.1 Definisi
Definisi dari kelainan temporomandibular merupakan kelainan pada
bagian sendi temporomandibular dimana hal tersebut menyebabkan terjadinya
keabnormalan pada fungsi dan anatomi dari sendi temporomandibular tersebut.
Gangguan pada TMJ merupakan kondisi yang bersifat progresif.
Secara garis besar gangguan pada sendi temporomandibular akan
menyebabkan rasa sakit, rasa sakit itulah yang disebut arthalgia dimana rasa sakit
itu hanya bersal dari nociceptor yang berada di jaringan lunak sekitar sendi discal
ligament, capsular ligament, dan retrodiscal tissue. Jika ligament ini elongasi atau
tertekan maka nosiseptor akan meneruskan implus sehingga timbul rasa sakit
dimana penderita tidak akan bsa membedakan sumber rasa sakit yang pasti karena
semua diartikan sebagai sakit sendi. Jika rasa sakit timbul maka gerakan
mandibula akan terhambat (reflex nociceptive). Pada rasa sakit kronis, gerakan
rahang menjadi terbatas dan penderita
3.3.2 Etiologi
1. Kondisi oklusi.
Relasi faktor oklusal dalam TMD sangat penting, karena hubungan dan
stabilitas oklusi adalah dasar dari normalnya fungsi mastikasi. Saat
mengevaluasi hubungan antara faktor oklusal dan TMD, kondisi oklusal
harus dipertimbangkan secara statis dan dinamis. Stabilitas terjadi ketika
ICP (Intercuspal Position) stabil, gigi berada pada keadaan harmonis
dengan posisi condylus dalam fossa. Ketika tidak terjadi hal seperti ini
bisa terjadi kerusakan jaringan. Karena keseimbangan oklusal adalah dasar
dari fungsi (mengunyah, menelan, dan berbicara), mandibula diubah ke
posisi yang dapat berkontak oklusal secara maksimum (ICP). Tujuannya
adalah untuk mendapatkan stabilitas oklusal
2. Trauma
Trauma dapat dibagi menjadi dua :
1) Macrotrauma : Trauma besar yang tiba-tiba dan mengakibatkan perubahan
struktural, seperti pukulan pada wajah atau kecelakaan.
2) Microtrauma : Trauma ringan tapi berulang dalam jangka waktu yang
lama, seperti bruxism dan clenching. Kedua hal tersebut dapat
menyebabkan microtrauma pada jaringan yang terlibat seperti gigi, sendi
rahang, atau otot.
3. Stress emosional
Keadaan sistemik yang dapat mempengaruhi fungsi pengunyahan adalah
peningkatan stres emosional. Pusat emosi dari otak mempengaruhi fungsi
otot. Hipotalamus, sistem retikula, dan sistem limbic adalah yang paling
bertanggung jawab terhadap tingkat emosional individu. Stres sering
memiliki peran yang sangat penting pada TMD. Stres adalah suatu tipe
energi. Bila terjadi stres, energi yang timbul akan disalurkan ke seluruh
tubuh. Pelepasan secara internal dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
psikotropik seperti hipertensi, asma, sakit jantung, dan/atau peningkatan
tonus otot kepala dan leher. Dapat juga terjadi peningkatan aktivitas otot
nonfungsional seperti bruxism atau clenching yang merupakan salah satu
etiologi TMD.
4. Deep pain input
Deep pain input dapat secara sentral membangkitkan batang otak untuk
memproduksi ko-kontraksi produktif. Contohnya, pasien yang menderita
sakit atau nyeri, seperti sakit gigi memiliki keterbatasan dalam membuka
mulut. Ini menggambarkan respon tubuh untuk melindungi bagian yang
luka dengan membatasi penggunaannya. Ketika sakit gigi hilang,
pembukaan mulut dapat kembali normal. Keterbatasan pembukaan mulut
ini hanya merupakan respon sekunder pada kejadian deep pain. Jika
pekerja klinik tidak dapat mengenali fenomena ini, ia mungkin akan
menyimpulkan bahwa keterbatasan pembukaan mulut ini adalah masalah
primer TMD, dan perawatannya juga dapat salah arah.
5. Aktivitas Parafungsional
Aktivitas parafungsional adalah semua aktivitas di luar fungsi normal
(seperti mengunyah, bicara, dan menelan), dan tidak mempunyai tujuan
fungsional. Contohnya adalah bruxism, dan kebiasaankebiasaan lain
seperti menggigit-gigit kuku, pensil, bibir, mengunyah satu sisi, tongue
thrust, dan bertopang dagu. Aktivitas yang paling berat dan sering
menimbulkan masalah adalah bruxism, termasuk clenching dan grinding.
2.
(1)
(2)
(3)
(4)
3. Closed Lock
Closed lock merupakan akibat dari pergeseran discus ke anterior yang
terus bertahan. Bila pita posterior dari discus yang mengalami deformasi
tertahan di anterior processus condylaris, akan terbentuk barier mekanis
untuk pergeseran processus condylaris yang normal. Closed lock dapat
terjadi sebentar-sebentar dengan disela oleh clicking dan locking, atau
bisa juga bersifat permanen.
4. Closed lock akut
Keadaan closed lock yang akut biasanya diakibatkan oleh trauma yang
menyebabkan processus condylaris terdorong ke posterior dan akibat
terjadi cedera pada perlekatan posterior. Rasa sakit atau tidak enak yang
ditimbulkan dapat sangat parah, dan keadaan ini kadang disebut sebagai
discitis. Discitis ini lebih menggambarkan keradangan pada perlekatan
discus daripada keadaan discus yang avaskular/aneural.
3.3.4 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala gangguan TMJ adalah :
1. Sakit atau perih di sekitar sendi rahang
2. Rasa sakit di sekitar telinga
mulut.
Rahang terkunci, kaku, sehingga mulut sulit dibuka atau ditutup.
Sakit kepala.
Gigitan yang rasanya tidak pas.
Gigi-gigi tidak mengalami perlekatan yang sama karena ada sebagian gigi
yang mengalami kontak prematur.
Bisa saja pasien merasakan sakit ketika tidak menggerakkan rahang sekalipun.
Tapi pada kebanyakan kasus, rasa sakit baru terasa ketika rahang mulai
digerakkan. Clicking rahang sering juga terjadi pada rahang normal dan belum
tentu menandakan sebuah masalah. Jika tidak ada nyeri atau kekakuan yang
membatasi pergerakan rahang, bisa jadi memang tidak ada gangguan TMJ.
3.3.5 Diagnosis
1. Anamnesis
Bagian yang paling penting
rasa sakit pada sistem mastikasi hampir selalu merupakan suatu respons
pada beberapa bentuk kelainan struktural (structural disorder). Sebuah
proses diagnosis membutuhkan sebuah struktur dengan analisis struktur
untuk menentukan jaringan mana yang merupakan sumber dari penyakit
tersebut.
2. Pemeriksaan Klinis
1) Auskultasi
Memeriksa pada waktu mandibula bergerak anteroposterior dan
esentrik (eccentric) sehingga clicking dan crepitus dari sendi dapat
terdiagnosa.
2) Palpasi
Palpasi selama
bergerak
membuka
akan
menampakan
4) Pemeriksaan Radiografis
Jika diperkirakan terdapat suatu kelainan sendi berdasarkan
pemeriksaan klinis dan anamnesa, maka diindikasikan untuk
melakukan pemeriksaan sinar-X.
3.3.6
5. Terapi Occlusal
Pada umumnya suatu alat acrylic yang dibuat sesuai pesanan dipasang
pada gigi-gigi, ditetapkan untuk malam hari namun mungkin diperlukan
sepanjang hari. Ia bertindak untuk mengimbangi gigitan dan mengurangi
atau mengeliminasi kertakan gigi (grinding) atau bruxism.
6. Koreksi Kelainan Gigitan
Terapi koreksi gigi, seperti orthodontics, mungkin diperlukan untuk
mengkoreksi
gigitan
yang
abnormal.
Restorasi
gigi
membantu
menciptakan suatu gigitan yang lebih stabil. Penyesuaian dari bridges atau
crowns bertindak untuk memastikan kesejajaran yang tepat dari gigi-gigi.
7. Operasi
Operasi diindikasikan pada kasus-kasus dimana terapi medis gagal. Ini
dilakukan sebagai jalan terakhir. TMJ arthroscopy, ligament tightening,
restrukturisasi rahang (joint restructuring), dan penggantian rahang (joint
replacement) dipertimbangkan pada kebanyakan kasus yang berat dari
kerusakan rahang atau perburukan rahang.
8. Mengubah kebiasaan buruk.
Ingatkan pasien untuk lebih memperhatikan kebiasaan-kebiasaan pasien
sehari-hari. Misalnya kebiasaan menggemertakkan gigi, bruxism, atau
menggigit-gigit sesuatu. Kebiasaan ini harus digantikan dengan kebiasaan
baik seperti membiarkan otot mulut dalam kondisi rilex dengan gigi atas
dan bawah tidak terlalu rapat, lidah menyentuh langit-langit dan berada
tepat di belakang gigi atas pasien.