Halaman judul
Daftar isi................................................................................................................... 1
Tinjauan pustaka ...................................................................................................... 2
Laporan kasus .......................................................................................................... 11
Tabulasi hasil laboratorium ...................................................................................... 16
Catatan perjalanan penyakit .................................................................................... 19
Pembahasan ............................................................................................................. 21
Kesimpulan dan saran ............................................................................................. 23
Daftar pustaka ........................................................................................................ 24
TINJAUAN PUSTAKA
Hematogen
Limfogen
Dua jalur utama terjadinya ISK adalah hematogen dan ascending, tetapi dari kedua
cara ini ascendinglah yang paling sering terjadi. 1 Kuman penyebab ISK pada
umumnya adalah kuman yang berasal dari flora normal usus. Hidup secara komensal
di dalam introitus vagina, prepusium penis, kulit perineum dan di sekitar anus.
Mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui uretra prostat vas deferens
testis (pada pria) buli-buli ureter, dan sampai ke ginjal
Gambar 1. Masuknya kuman secara ascending ke dalam saluran kemih, (1) Kolonisasi
kuman di sekitar uretra, (2) masuknya kuman melalui uretra ke buli-buli, (3) penempelan
kuman pada dinding buli-buli, (4) masuknya kuman melalui ureter ke ginjal. 2
Faktor-faktor yang berpengaruh pada ISK akut yang terjadi pada wanita tidak dapat
ditemukan. Mikroorganisme yang paling sering ditemukan adalah jenis bakteri aerob.
Selain bakteri aerob, ISK dapat disebabkan oleh virus dan jamur.3 Terjadinya infeksi
saluran kemih karena adanya gangguan keseimbangan antar mikroorganisme
penyebab infeksi sebagai agent dan epitel saluran kemih sebagai host. Gangguan
keseimbangan ini disebabkan oleh karena pertahanan tubuh dari host yang menurun
atau karena virulensi agent meningkat. 2
Kemampuan host untuk menahan mikroorganisme masuk ke dalam saluran kemih
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adalah :
1.
2.
Peranan dari sistem kekebalan tubuh yang terdiri atas kekebalan humoral
maupun imunitas seluler. 2
Pada ISK bagian bawah, keluhan pasien biasanya berupa rasa sakit atau rasa
panas di uretra sewaktu kencing dengan air kemih sedikit-sedikit serta rasa
tidak enak di daerah suprapubik.
Pada ISK bagian atas dapat ditemukan gejala sakit kepala, malaise, mual,
muntah, demam, menggigil, rasa tidak enak, atau nyeri di pinggang.1
Patogenesis
Patogenesis ISK sangat kompleks karena menyangkut interaksi dari
berbagai faktor, baik dari pihak penjamu (host) dan dari faktor virulensi kuman. Pada
bayi, terutama neonatus biasanya bersifat hematogen sebagai akibat terjadinya sepsis.
Sedangkan pada anak-anak infeksi biasanya berasal dari daerah perineum yang
kemudian menjalar secara ascendens sampai ke kandung kemih, ureter atau ke
parenkim ginjal.
Bukti terjadinya ISK dengan jalur asendens adalah ditemukannya strain
bakteri yang sama didaerah perineum penderita ISK, yang tidak ditemukan pada anak
normal. Pada anak laki-laki yang tidak disirkumsisi, bakteri patogen berasal dari flora
di bawah preputium dan frekuensi terjadinya ISK juga lebih besar.3
Gejala ISK
Pada bayi baru lahir, gejalanya tidak khas, sehingga sering tidak terpikirkan, misalnya
suhu tidak stabil (demam atau suhu lebih rendah dari normal), tampak sakit, mudah
terangsang atau irritable, tidak mau minum, muntah, mencret, perut kembung, air
kemih berwarna kemerahan atau tampak kuning.
Pada bayi lebih dari satu bulan, dapat berupa demam, air kemih berwarna
kemerahan, mudah terangsang, tampak sakit, nafsu makan berkurang, muntah, diare,
5
perut kembung atau tampak kuning. Pada anak usia prasekolah atau sekolah, gejala
ISK dapat berupa demam dengan atau tanpa menggigil, sakit di daerah pinggang,
sakit waktu bermih, buang air kemih sedikit-sedikit tetapi sering, rasa ingin berkemih,
air kemih keruh atau berwarna kemerahan.14
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan urinalisis dilakukan untuk menentukan dua parameter penting
ISK yaitu leukosit dan bakteri. Pemeriksaan rutin lainnya seperti deskripsi warna,
berat jenis dan pH, konsentrasi glukosa, protein, keton, darah dan bilirubin tetap
dilakukan.5
Pemeriksaan Dipstik
Pemeriksaan dengan dipstik merupakan salah satu alternatif pemeriksaan
leukosit dan bakteri di urin dengan cepat. Untuk mengetahui leukosituria, dipstik
akan bereaksi dengan leucocyte esterase (suatu enzim yang terdapat dalam granul
primer netrofil). Sedangkan untuk mengetahui bakteri, dipstik akan bereaksi dengan
nitrit (yang merupakan hasil perubahan nitrat oleh enzym nitrate reductase pada
bakteri). Penentuan nitrit sering memberikan hasil false-negative karena tidak semua
bakteri patogen memiliki kemampuan mengubah nitrat atau kadar nitrat dalam urin
menurun akibat obat diuretik. Kedua pemeriksaan ini memiliki angka sensitifitas 6080% dan spesifisitas 70 98 %. Sedangkan nilai positive predictive value kurang dari
80 % dan negative predictive value mencapai 95%. Akan tetapi pemeriksaan ini tidak
lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan mikroskopik urin dan kultur urin.
Pemeriksaan dipstik digunakan pada kasus skrining follow up. Apabila kedua hasil
menunjukkan hasil negatif, maka urin tidak perlu dilakukan kultur.5,6
Pemeriksaan Mikroskopik Urin
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan untuk menentukan jumlah leukosit dan
bakteri dalam urin. Jumlah leukosit yang dianggap bermakna adalah 10/ lapang
pandang besar (LPB). Apabila didapat leukosituri yang bermakna, perlu dilanjutkan
dengan pemeriksaan kultur. Pemeriksaan langsung kuman patogen dalam urin sangat
tergantung kepada pemeriksa. Apabila ditemukan satu atau lebih kuman pada
pemeriksan langsung, perlu dilakukan pemeriksaan kultur.5,7
Pemeriksaan Kultur Urin
Deteksi jumlah bermakna kuman patogen (significant bacteriuria) dari kultur
urin masih merupakan baku emas untuk diagnosis ISK. Bila jumlah koloni yang
tumbuh > 105 koloni/ml urin, maka dapat dipastikan bahwa bakteri yang tumbuh
merupakan penyebab ISK. Sedangkan bila hanya tumbuh koloni dengan jumlah < 10 3
koloni / ml urin, maka bakteri yang tumbuh kemungkinan besar hanya merupakan
kontaminasi flora normal dari muara uretra. Jika diperoleh jumlah koloni antara 10 3
- 105 koloni / ml urin, kemungkinan kontaminasi belum dapat disingkirkan dan
sebaiknya dilakukan biakan ulang dengan bahan urin yang baru. Faktor yang dapat
mempengaruhi jumlah kuman adalah kondisi hidrasi pasien, frekuensi berkemih dan
pemberian antibiotika sebelumnya.1,5
Perlu diperhatikan pula banyaknya jenis bakteri yang tumbuh. Bila > 3 jenis bakteri
yang terisolasi, maka kemungkinan besar bahan urin yang diperiksa telah
terkontaminasi.1
Pengobatan Infeksi Saluran Kemih
Pada ISK yang tidak memberikan gejala klinis tidak perlu pemberian terapi,
namun bila sudah terjadi keluhan harus segera dapat diberikan antibiotika.5
Antibiotika yang diberikan berdasarkan atas kultur kuman dan test kepekaan
antibiotika.1
Tujuan pengobatan ISK adalah mencegah dan menghilangkan gejala,
mencegah dan mengobati bakteriemia, mencegah dan mengurangi risiko kerusakan
jaringan ginjal yang mungkin timbul dengan pemberian obat-obatan yang sensitif,
murah, aman dengan efek samping yang minimal.6
Banyak obat-obat antimikroba sistemik diekskresikan dalam konsentrasi
tinggi ke dalam urin. Karena itu dosis yang jauh di bawah dosis yang diperlukan
untuk mendapatkan efek sistemik dapat menjadi dosis terapi bagi infeksi saluran
kemih.7
Untuk menyatakan adanya ISK harus ditemukan adanya bakteri di dalam
urin. Indikasi yang paling penting dalam pengobatan dan pemilihan antibiotik yang
tepat adalah mengetahui jenis bakteri apa yang menyebabkan ISK. 8 Biasanya yang
paling sering menyebabkan ISK adalah bakteri Gram negatif Escherichia coli. Selain
itu diperlukan pemeriksaan penunjang pada ISK untuk mengetahui adanya batu atau
kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi ISK sehingga mampu
menganalisa penggunaan obat serta memilih obat yang tepat.1
Bermacam cara pengobatan yang dilakukan pada pasien ISK, antara lain :1
- pengobatan dosis tunggal
- pengobatan jangka pendek (10-14 hari)
- pengobatan jangka panjang (4-6 minggu)
- pengobatan profilaksis dosis rendah
- pengobatan supresif
Berikut obat yang tepat untuk ISK :
Sulfonamide :
Sulfonamide dapat menghambat baik bakteri Gram positif dan Gram negatif.
Secara struktur analog dengan asam p-amino benzoat (PABA).7 Biasanya diberikan
per oral, dapat dikombinasi dengan Trimethoprim, metabolisme terjadi di hati dan di
ekskresi di ginjal. Sulfonamide digunakan untuk pengobatan infeksi saluran kemih
dan bisa terjadi resisten karena hasil mutasi yang menyebabkan produksi PABA
berlebihan.9 Efek samping yang ditimbulkan hipersensitivitas (demam, rash,
fotosensitivitas), gangguan pencernaan (nausea, vomiting, diare), Hematotoxicity
(granulositopenia, (trombositopenia, anemia aplastik) dan lain-lain. 9,10 Berdasarkan
waktu paruhnya dibagi 3 jenis :9
- Short acting
- Intermediate acting
- Long acting
Trimethoprim :
Mencegah sintesis THFA, dan pada tahap selanjutnya dengan menghambat
enzim dihydrofolate reductase yang mencegah pembentukan tetrahydro dalam bentuk
aktif dari folic acid. Diberikan per oral atau intravena, di diabsorpsi dengan baik dari
usus dan ekskresi dalam urin, aktif melawan bakteri Gram negatif kecuali
Pseudomonas spp. Biasanya untuk pengobatan utama infeksi saluran kemih.
Trimethoprim dapat diberikan tunggal (100 mg setiap 12 jam) pada infeksi saluran
kemih akut.7,11
Efek samping : anemia megaloblastik, leukopenia, granulositopenia.
Trimethoprim + Sulfamethoxazole (TMP-SMX):
Jika kedua obat ini dikombinasikan, maka akan menghambat sintesis folat,
mencegah resistensi, dan bekerja secara sinergis. Sangat bagus untuk mengobati
infeksi pada saluran kemih, pernafasan, telinga dan infeksi sinus yang disebabkan
oleh Haemophilus influenza dan Moraxella catarrhalis.7,9,10 Karena Trimethoprim
lebih bersifat larut dalam lipid daripada Sulfamethoxazole, maka Trimethoprim
memiliki volume distribusi yang lebih besar dibandingkan dengan Sulfamethoxazole.
Dua tablet ukuran biasa (Trimethoprim 80 mg + Sulfamethoxazole 400 mg) yang
diberikan setiap 12 jam dapat efektif pada infeksi berulang pada saluran kemih bagian
atas atau bawah.7 Dua tablet per hari mungkin cukup untuk menekan dalam waktu
lama infeksi saluran kemih yang kronik, dan separuh tablet biasa diberikan 3 kali
seminggu untuk berbulan-bulan sebagai pencegahan infeksi saluran kemih yang
berulang-ulang pada beberapa wanita.7
Efek samping : pada pasien AIDS yang diberi TMP-SMX dapat menyebabkan
demam, kemerahan, leukopenia dan diare.9
Fluoroquinolones :
Mekanisme kerjanya adalah memblok sintesis DNA bakteri dengan
menghambat topoisomerase II (DNA gyrase) topoisomerase IV. Penghambatan DNA
gyrase mencegah relaksasi supercoiled DNA yang diperlukan dalam transkripsi dan
Pseudomonas,
Neisseria.
Setelah
pemberian
per
oral,
Fluoroquinolon diabsorpsi dengan baik dan didistribusikan secara luas dalam cairan
tubuh dan jaringan, walaupun dalam kadar yang berbeda-beda. Fluoroquinolon
terutama diekskresikan di ginjal dengan sekresi tubulus dan dengan filtrasi
glomerulus. Pada insufisiensi ginjal, dapat terjadi akumulasi obat.7
Efek samping yang paling menonjol adalah mual, muntah dan diare. Fluoroquinolon
dapat merusak kartilago yang sedang tumbuh dan sebaiknya tidak diberikan pada
pasien di bawah umur 18 tahun.7
10
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PENDERITA :
Nama : Tn. S
Umur
: 17 tahun
: C3.D
MRS
: 04 November 2011
ANAMNESIS :
Keluhan Utama: Demam
Riwayat Penyakit Sekarang :
Demam dialami pasien sejak 2 hari yang lalu, demam mendadak tinggi naik turun
disertai menggigil, sakit kepala, muntah (-), mual (-), nyeri telan (-), batuk (-), sesak
(-), nyeri dada (-), nyeri hulu hati (-), nyeti perut (+), BAB normal, BAK warna
kuning dan agak keruh, kadang kadang terasa nyeri dan minum agak kurang.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat DM (-)
- Riwayat Hipertensi (-)
- Riwayat batuk lama (-)
Riwayat Sosial Ekonomi :
-
PEMERIKSAAN FISIK
Tanda vital : TD : 100/60 mmHg
N
: 90 x/menit, reguler
RR : 20 x/menit
T : 38,3C
11
Mulut : bibir sianosis (-); ginggiva pucat (-); ginggiva hipertrofi (-)
Thorax :
Jantung
I : Ictus cordis tidak tampak
Pa : Ictus cordis di sela intercosta V2cm linea midclavicula sinistra
Pc : Konfigurasi jantung dalam batas normal
A : BJ I-II murni, gallop (-), bising (-)
Abdomen
I : Datar, venektasi (-)
A : Bising usus (+) normal
Pa : Supel, hepar tidak teraba, lien normal
Pc : Timpani, pekak alih (-), pekak sisi (-)
Ekstremitas :
Superior
Inferior
Sianosis
-/-
-/-
Bengkak
-/-
-/-
Petekie
-/-
-/-
12
Nyeri otot
-/-
-/-
Eritema
-/-
-/-
: 13,10 gr%
(13-16 gr%)
Ht
: 40,8 %
(40-54%)
Eritrosit
: 4,96 juta/mmk
MCH
: 27,50 pg
(27 32 pg)
MCV
: 82,40 fL
(76 - 97 fL)
MCHC
: 32,10 g/dl
(29-36 g/dl)
Lekosit
: 8,11 ribu/mmk
(4-11 ribu/mmk)
Trombosit
: 220,0 ribu/mmk
(150-400 ribu/mmk)
RDW
: 14,20 %
(11,60 14,80 %)
MPV
: 8,31 fL
(4,00-11,00 fL)
Sekresi ekskresi
Urin lengkap
Warna
BJ
: 1,025
pH
: 6,00
Protein
: 30 mg/dl
Reduksi
: negatif
Urobilinogen
: negatif
Bilirubin
: negatif
Aseton
: negatif
Nitrit
: +/positif
Sed : Epitel
: 13-15 /LPK
Leukosit
: 8-10 /LPB
Eritrosit
: 2-3/LPB
13
Ca Oxalat
: negatif
Asam urat
: negatif
Triple fosfat
: negatif
Amorf
: urat (+)
Sil. Hyalin
: negatif
: negatif
: negatif
Sil. Epitel
: negatif
Sil. Eritrosit
: negatif
Bakteri
: +/positif
Lain-lain
: negatif
Kimia Klinik
GDS
: 107 mg/dL
(80-110 mg/dl)
Ureum
: 27 mg/dL
(15-39 mg/dl)
Kreatinin
: 1,04 mg/dL
(0,60-1,30 mg/dl)
(136-145 mmol/L)
Kalium
: 3,8 mmol/L
(3-5-5,1 mmol/L)
Klorida
: 106 mmol/L
(98-107 mmol/L)
Radiologi
Pemeriksaan X Photo Thoraks AP/ Lateral
Cor
Pulmo
Kesan
14
Cefepime
Cefetaxime
Cefoxitin
Ciproflosacim
Cotrimoxazole
Gentamicin
Meropenem
Oxacyllin
Vancomycin
Tigecycline
Linezolid
PROBLEM :
-
Febris 2 hari
Kolik Abdomen
TERAPI :
-
Infus RL 30 tetes/menit
Omeprazol 2 X 20 mg
15
04/11/2011
05/11/2011
08/11/2011
13,10
40,8
4,96
27,50
82,40
32,10
8,11
220
14,20
8,31
107
27
1,04
138
3,8
106
Kuning agak
keruh
1,025
6.00
30 mg/dl
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
+/Pos
13-15/LPK
8-10/LPB
2-3/LPB
Neg
Neg
Neg
Urat (+)
Neg
Neg
Neg
16
Sil. Epitel
Sil. Eritrosit
Sil. Lekosit
Bakteri
Bakteriologi II
Kultur sensitifitas
Hitung kuman : 65000
Neg
Neg
Neg
+/pos
Staphylococcus
epidermidis
Amicasin
Cefepime
Cefotaxime
Cefoxitin
Ciproflosacim
Cotrimoxazole
Gentamicin
Meropenem
Oxacyllin
Vancomycin
Tigecycline
Linezolid
S
S
S
S
S
R
S
S
S
S
S
S
17
18
KLINIS
Keluhan : Panas tinggi
PROGRAM
- Kultur urin
- Urin Rutin
abdomen
TD : 100/60 mmHg
Suspek ISK
: 90x/menit, reguler
RR : 22 x/menit
- Omeprital 2x20 mg
T : 38,3C
- Metoclop K/P
- Urin rutin
Tanda vital :
- Kultur urin
- Kultur darah
- Paracetamol 3x500 mg
- Konsul bedah
TD : 110/70 mmHg
N
07/11
TERAPI
- Inf RL30 tts/menit
Tanda vital :
N
05/11
PROBLEM
- Febris dan kolik
Idem
: 90 x/menit
RR : 20 x/menit, T : 36,6C
Keluhan :demam
- Urin rutin
- Kultur urin
TD : 140/90 mmHg
- Kultur darah
- Paracetamol 3x500 mg
- USG Abd
Tanda vital :
: 64 x/menit
RR : 20 x/menit, T : 36,5C
idem
digestif
19
08/11
ISK
- Kultur darah
- Konsul bedah
TD : 130/80 mmHg
- Paracetamol 3x500 mg
- USG Abd
- Darah Rutin
: 80 x/menit
RR : 18 x/menit, T : 36,5C
digestif
ACC Pulang
20
PEMBAHASAN
Seorang laki-laki, 17 tahun dengan keluhan demam sejak 2 hari, demam
mendadak tinggi naik turun disertai menggigil, sakit kepala, muntah (-), mual
(-), nyeri telan (-), batuk (-), sesak (-), nyeri dada (-), nyeri ulu hati (-), nyeri
perut (+), BAB normal, BAK warna kuning dan agak keruh, kadang kadang
terasa nyeri dan minum agak kurang.
Pemeriksaan fisik didapatkan TD : 100/60 mmHg, N : 90 x/menit, RR : 20
x/menit, suhu : 38,3 0C
Selama perawatan di RS, hasil laboratorium didapatkan :
1.
2.
3.
Pemeriksaan Urinalisis :
-
21
pelvis renalis.
3. Epitel tubulus berasal dari tubulus ginjal
Peningkatan jumlah leukosit dalam urin berkaitan dengan proses
inflamasi/infeksi pada saluran kemih, dehidrasi dan demam. Hal ini
karena meningkatnya kecepatan ekskresi leukosit karena perubahan
permeabilitas glomerulus atau perubahan motilitas leukosit. Dengan
kemampuan gerakan ameboidnya, leukosit dapat menuju daerah
inflamasi dan melakukan penetrasi ke daerah yang berdekatan. Adanya
lekosit dalam urin dengan jumlah banyak dan bergerombol mengarah
pada infeksi akut seperti pielonefritis, sistitis atau uretritis. Apabila
ditemukan juga silinder lekosit atau silinder campuran (lekosit dan
22
23
SIMPULAN
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium dapat
disimpulkan penderita menderita infeksi saluran kemih.
SARAN
1.
2.
Daftar Pustaka
24
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Tessy A, Ardaya, Suwanto. Infeksi Saluran Kemih. In: Suyono HS. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam 3rd edition. Jakarta, FKUI. 2001.
Purnomo BB: Dasar-Dasar Urologi 2nd Edition . Jakarta, Sagung Seto. 2003
Hooton TM, Scholes D, Hughes JP, Winter C, Robert PL, stapleton AE,
Stergachis A, Stamm WE. A Prospective Study of Risk Factor for Symtomatic
Urinary Tract Infection in Young Women. N Engl J Med 1996; 335: 468-474.
Burke JP. Infection Control- A Problem for Patient Safety. N Engl J Med
2008; 348: 651-656.
Kennedy ES. Pregnancy,Urinary Tract infections. http://www.eMedicine.com.
last updated 8 August 2007. accesed 22 February 2008.
Stamm WE. An Epidemic of Urinary Tract Infections? N Engl J Med 2001;
345: 1055-1057.
Jawetz E. Sulfonamid dan trimetoprim. In: Katzung BG (Ed): Farmakologi
dasar dan klinik. Jakarta, EGC.2002.
Hanno PM et al. Clinical manual of Urology 3 rd edition. New york, Mcgrawhill.2001.
Trevor AJ, Katzung BG, Mastri SB. Katzung and Trevors Pharmacology
Examination and Board Review 7th Edition. Newyork, Mcgrtaw-hill.2005.
Katzung BG (Ed). Lange Medical Book. Basic and Clinical Pharmacology 9th
Edition, Newyork, Mcgraw-hill.2001.
Carruthers SG et al. Melmon and Morrellis Clinical Pharmacology 4 th
edition, Newyork, Mcgraw-hill.2000.
Urinary Tract Infection. http://www.wikipedia.com. last updated on February
19 2008. accesed on February 22 2008.
Fihn SD. Acute Uncomplicated Urinary Tract Infection in Women. N Engl J
Med 2003; 349: 259-265.
http://www.pantirapih.or.id/buku-ajar-ilmu-penyakit-dalam/Jilid II, hal 369376, 2004.
25