Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Hipertensi merupakan faktor resiko utama bagi terjadinya serangan penyakit pembuluh darah lainnya.
Umumnya masyarakat awam sudah mengetahui hal tersebut. Namun sebagian besar masyarakat belum menyadari
bahwa hipertensi juga memiliki kaitan erat dengan kesehatan ginjal. Bagaikan siklus ayam telur, hipertensi
merupakan faktor pemicu utama penyakit ginjal dan gagal ginjal. Sebaliknya,saat fungsi ginjal mengalami
gangguan maka tekanan darah pun akan meningkat dan dapat menimbulkan hipertensi.
Pada kebanyakan kasus, hipertensi terdeteksi saat pemeriksaan fisik karena alasan penyakit tertentu,
sehingga sering disebut sebagai silent killer. Tanpa disadari penderita mengalami komplikasi pada organ-organ
vital seperti jantung, otak ataupun ginjal.
Saat ini hipertensi diderita oleh lebih dari 800juta orang di seluruh dunia. Sekitar 10-30% penduduk
dewasa di hampir semua negara mengalami hipertensi. Beban kesehatan global akibat hipertensi juga sangat besar
karena merupakan pemicu utama dari stroke, serangan jantung, gagal jantung, gagal ginjal.
Dari 4.000 penderita hipertensi, sekitar 17 persen di antaranya juga menyumbang penyakit gagal ginjal.
Kejadian hipertensi tertinggi ada pada usia di atas 60 tahun dan terendah pada usia di bawah 40 tahun. Deteksi
penyakit dan sadar penyakit harus dilakukan sejak masih muda. Di Indonesia, penyakit hipertensi terus mengalami
peningkatan karena tingkat kesadaran dan kewaspadaan masyarakat akan kesehatan masih rendah. Di negara
berkembang, sekitar 80 persen penduduk negara mengidap hipertensi. Untuk penyakit ginjal kronik, peningkatan
terjadi sekitar 2-3 kali lipat dari tahun sebelumnya.
I.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah yaitu bagaimana patofisiologi
hipertensi dapat menimbulkan gagal ginjal, bagaimana pencegahan dan penatalaksanaan yang baik untuk
mencegah hipertensi sehingga tidak menimbulkan gangguan ginjal.
I.3 Tujuan
Tujuan dari referat ini adalah untuk mengetahui patofisiologi hipertensi yang dapat menimbulkan gagal
ginjal sehingga dari pengetahuan ini dapat ditentukan pencegahan dan penatalaksanaan yang baik untuk mencegah
hipertensi sehingga tidak menimbulkan gangguan ginjal.
BAB II

HIPERTENSI GINJAL
II.1 DEFINISI HIPERTENSI
Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah
di dalam arteri. (Hiper artinya Berlebihan,Tensi artinya Tekanan/Tegangan; Jadi,
Hipertensi adalah Gangguan sistem peredaran darah yang menyebabkan kenaikan
tekanan darah diatas nilai normal). Hipertensi didefinisikan oleh Joint National
Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JIVC)
sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140 / 90 mmHg.
Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih tinggi diperoleh pada saat
jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik).
Tekanan darah ditulis sebagai tekanan sistolik garis miring tekanan diastolik, misalnya 120/80 mmHg, dibaca
seratus dua puluh per delapan puluh. Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan
tekanan darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat
sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis.Tekanan darah dalam
kehidupan seseorang bervariasi secara alami. Bayi dan anak-anak secara normal memiliki tekanan darah yang jauh
lebih rendah daripada dewasa. Tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik, dimana akan lebih tinggi pada
saat melakukan aktivitas dan lebih rendah ketika beristirahat. Tekanan darah dalam satu hari juga berbeda; paling
tinggi di waktu pagi hari dan paling rendah pada saat tidur malam hari.

STROKE
by Mohd Syis Bin Zulkipli
Definisi
Stroke adalah suatu ganguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala
klinis baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat menimbulkan
kematian, disebabkan oleh ganguan peredaran darah otak. Berdasarkan etiologinya, stroke dibagi
menjadi stroke non hemorrhagic (TIA, RIND,S toke progressive, Complete Stroke) dan stroke
hemorrhagic (Intraserebral dan subarachnoid bleeding).
Pathofisiologi
Stroke non hemorragik adalah stroke yang biasanya disebabkan kerana adanya sumbatan pada
pembuluh darah otak yang dapat berupa emboli maupun kalsifikasi ditambah dengan kerusakan
vaskuler oleh lipid. Sumbatan ini menyebabkan terjadinya edema di daerah yang mengalami
iskemik berupa edema vasogenik. Stroke jenis ini paling banyak disebabkan oelh emboli
ekstrakranial atau thrombosis intracranial. Namun dapat juga disebabkan oleh penurunan aliran
darah serebri.
Infark merukan kematian jaringan akibat influx Ca2+ dan pelepasan radikel bebas kerana terjadi
suplai O2 ke jaringan terhambat. Bila jaringan otak kekurangan O2, akan terjadi pelunakan dan
edema baik intrasel maupun ekstrasel. Pada daerah otak yang mengalami infark kita akan
menemukan daerah yang disebut Umbra (daerah sel neuronnya sudah mati dan dikenali sebagai
daerah infark) dan Penumbra ( daerah yang neuronnya masih setengah hidup dan setengah mati
dipanggil pre-infark).
Stroke hemoragik pula adalah stroke yang terjadi kerana pecahnya aneurisma pada pembuluh darah
yang memvaskularisasi otak. Pecahnya pembuluh darah seringkali disebabkan ileh naiknya tekanan
intravaskuler sehingga dinding pembuluh darah tidak mampu menahan regangan. Kerusakan pada

dinding pembuluh darah mengakibatkan darah keluar dari vasa ke ruang interstitial, kemudian
menimbulkan tekanan ke jaringan sekitarnya dan mengalami konsolidasi dan pembekuan.
Gambaran Radiologis
1. Stroke Non-hemoragik : CT-Scan
a. Pada stadium awal sampai 6 jam pertama, tak tampak kelainan pada CT-Scan. Kadang kadang
sampai 3 hari belum tampak gambaran yang jelas. Sesudah 4 hari tampak gambaran lesi hipodens
( warna hitam), batas tidak tegas.
b. Fase lanjut, densitas akan semakin turun, batas juga akan semakin tegas, dan bentuk semakin
sesuai dengan area arteri yang tersumbat.
c. Fase akhir, terlihat sebagai daerah hipodens dengan densitas sesuai dengan densitas liquordan
berbatas tegas.
2. Stroke Hemoragik : CT-Scan
a. Terlihat gambaran lesi hiperdens warna putih dengan batas tegas.
b. Pada stadium lanjut akan terlihat edema disekitar perdarahan ( edem perifokal) yang akan
menyebabkan pendesakan. Jika terjadi absorbs lengkap, gambarannya akan menjadi hipodens.
Referensi
Ekayuda, Iwan, Sjahriar Rasad, editor. Radiologi Diagnostik. Edisi 2. Jakarta : Divisi
Radiodiagnostik, Departmen Radioligi FK UI-RSCM, 2005. Hal : 382,385
Joseph U, MD. Stroke Ischemic. www.emedicine.com
Nassisi, Denise, MD. Stroke Hemorragic. www.emedicine.com
STROK NONHEMORAGIK

PE N DAH U LUAN

Strok adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresi cepat, berupa defisit
neurologis fokal dan/atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan
kematian, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. Bila
gangguan peredaran darah otak ini berlangsung sementara, beberapa detik hingga beberapa jam
(kebanyakan 10 - 20 menit), tapi kurang dari 24 jam, disebut sebagai serangan iskemia otak sepintas
(transient ischemic attack TIA).1
Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologis yang utama di Indonesia.
Serangan otak ini merupakan kegawatdaruratan medis yang harus ditangani secara cepat, tepat, dan
cermat.1
Secara umum, terdapat dua jenis stroke, yaitu:
1. Stroke nonhemoragik atau stroke iskemik, dimana didapatkan penurunan aliran darah sampai di
bawah titik kritis, sehingga terjadi gangguan fungsi pada jaringan otak.
2. Stroke hemoragik, dimana salah satu pembuluh darah di otak (aneurisma, mikroaneurisma,
kelainan pembuluh darah kongenital) pecah atau robek.2

Dalam referat ini, kami akan membahas lebih dalam mengenai Stroke Nonhemoragik atau Stroke
Iskemik.

EPIDEMIOLOGI
Setiap tahunnya, 200 dari tiap 100.000 orang di Eropa menderita strok, dan menyebabkan kematian
275.000 - 300.000 orang Amerika. Di pusat-pusat pelayanan neurologi di Indonesia jumlah
penderita gangguan peredaran darah otak (GPDO) selalu menempati urutan pertama dari seluruh
penderita rawat inap. Stroke nonhemoragik lebih sering didapatkan dari stroke hemoragik.2,3
Insidensi menurut umur, bisa mengenai semua umur, tetapi secara keseluruhan mulai meningkat
pada usia dekade ke-5. Insidensi juga berbeda menurut jenis gangguan. Gangguan pembuluh darah
otak pada anak muda juga banyak didapati akibat infark karena emboli, yaitu mulai dari usia di
bawah 20 tahun dan meningkat pada dekade ke 4 hingga ke 6 dari usia, lalu menurun, dan jarang
dijumpai pada usia yang lebih tua.3

ETIOLOGI
Stroke sebagai diagnosa klinis untuk gambaran manifestasi lesi vaskular serebral, dapat dibagi
dalam:
1.
Transient Ischemic Attack (TIA): Gejala neurologi yang timbul akan hilang dalam waktu
kurang dari 24 jam
2.
Reversible Ishemic Neurological Deficit (RIND) : Gejala neurologi yang timbul akan
hilang dalam waktu lebih 24 jam, tetapi tidak lebih 1 minggu
3.

Stroke in evolution

4.

Completed Stroke, dimana gejala sudah menetap, yang bisa dibagi lagi dalam:

Completed stroke yang hemoragik

Completed stroke yang non-hemoragik4

Penyebab dari strok non-hemoragik, antara lain:3


1.

Infark otak

Emboli (15-20%)
Emboli dapat terbentuk dari gumpalan darah, kolesterol, lemak, fibrin, trombosit, udara, tumor,

metastase, bakteri, atau benda asing.3


a.

Emboli kardiogenik

Fibrilasi atrium atau aritmia lain

Thrombus mural ventrikel kiri

Penyakit katup mitral atau aorta

Endokarditis (infeksi atau non-infeksi)

b.

Emboli paradoksal (foramen ovale paten)

c.

Emboli arkus aorta

Trombosis (75-80%)
Oklusi vaskular hampir selalu disebabkan oleh trombus, yang terdiri dari trombosit, fibrin, sel
eritrosit, dan leukosit.3
a.

Penyakit ekstrakranial

Arteri karotis interna

Arteri vertebralis

b.

Penyakit intracranial

Arteri karotis interna

Arteri serebri media

Arteri basilaris

Lakuner (oklusi arteri perforans kecil)3

2.

Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan) (5%)

Trombosis sinus dura

Diseksi arteri karotis atau vertebralis

Vaskulitis sistem saraf pusat

Penyakit moya-moya

Migren

Kondisi hiperkoagulasi3

PATOFISIOLOGI STROK ISKEMIK

Vaskularisasi Serebrum
Arteri Otak
Otak disuplai oleh dua a. Carotis interna dan dua a. Vertebralis. Keempat arteri ini beranastomosis
pada permukaan inferior otak dan membentuk circulus Willisi (circulus arteriosus).5

Arteri Carotis Interna


A.carotis interna keluar dari sinus cavernosus pada sisi medial processus clinoideus anterior dengan
menmbus duramater. Kemudian arteri ini membelok ke belakang menuju sulcus cerebri lateralis. Di
sini, arteri ini bercabang menjadi a.cerebri anterior dan a.cerebri media.5

Vasc-02
Vaskularisasi Serebrum
(Dikutip dari kepustakaan no.6)

Cabang-cabang serebral a.carotis interna:


A.opthalmicus dipercabangkan sewaktu a.carotis interna keluar dari sinus cavernosus. Pembuluh ini
masuk orbita melalui canalis opticus, di bawah dan lateral terhadap n.opticus.
A.communicans posterior adalah pembuluh kecil yang berjalan ke belakang untuk bergabung
dengan a.cerbri posterior.
A.choroidea, sebuah cabang keci, berjalan ke belakang, masuk ke dalam cornu inferior ventrikulus
lateralis, dan berakhir di dalam plexus choroideus.
A.cerebri anterior berjalan ke depan dan medial, masuk ke dalam fisura longitudinalis cerebri.

Arteri tersebut bergabung dengan arteri yang sama dari sisi yang lain melalui a.communicans
anterior. Pembuluh ini membelok ke belakang di atas corpus callosum, dan cabang-cabang
korikalnya menyuplai permukaan medial korteks serebri sampai ke sulcus parietoociptalis.
Pembuluh ini juga menyuplai sebagian cortex selebar 1 inci pada permukaan lateral yang
berdekatan. Dengan demikian a.cerebri anterior menyuplai area tungkai gyrus precentralis.
A.cerebri media, adalah cabang terbesar dari a.carotis interna, berjalan ke lateral dalam sulcus
lateralis. Cabang-cabang cortical menyuplai seluruh permukaan lateral hemisfer, kecuali daerah
sempit yang disuplai oleh a.cerebri anterior, polus occipitalis dan permukaan inferolateral hemisfer
yang disuplai oleh a.cerebri posterior. Dengan demikian, arteri ini menyuplai seluruh area motoris
kecuali area tungkai.5

Arteri Vertebralis
A.vertebralis, cabang dari bagian pertamaa a.subclavia, berjalan ke atas melalui foramen processus
transversa vertebra C1-6. Pembuluh ini masuk tengkorak melalui foramen magnum dan berjalan ke
atas, depan, dan medial medula oblongata. Pada bagian bawah pons, arteri ini bergabung dengan
arteri dari sisi lainnya membentuk a.basilaris.5

Arteri Basilaris
A.basilaris, dibentuk dari gabungan kedua a.vertebralis, berjalan naik di dalam alur pada permukaan
anterior pons. Pada pinggir atas pons bercabang dua menjadi a.cerebri posterior. A.cerebri posterior
pada masing-masing sisi melengkung ke lateral dan belakang di sekeliling mesencephalon. Cabangcabang kortikal menyuplai permukaan inferolateral lobus temporalis dan permukaan lateral dan
medial lobus occipitalis. Jadi menyuplai korteks visual.5

Circulus Willisi
Circulus Willisi terletak di dalam fossa interpeduncularis pada dasar otak. Circulus ini dibentuk oleh
anastomosis antara kedua a.carotis interna dan kedua a.vertebralis. A.communicans anterior,
a.cerebri anterior, a.carotis interna, a.communicans posterior, a.cerebri posterior, dan a.basilaris ikut
membentuk circulus ini. Circulus Willisi ini memungkinkan darah yang masuk melalui a.carotis
interna atau a.vertebralis didistribusikan ke etiap bagian dari kedua hemisferium cerebri.5

Vasc-03
Circulus Willisi
(dikutip dari kepustakaan no.6)

Vena Otak
Vena-vena otak keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus cranialis. Terdapat vena-vena
cerebri, cerebelli, dan batang otak. V.magna cerebri dibentuk dari gabungan kedua v.interna cerebri
dan bermuara ke dalam sinus rectus.5

Mekanisme terjadinya stroke iskemik


Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di
satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan
(trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh atau organ distal. Pada
trombus vaskular distal, bekuan dapat terlepas, atau mungkin terbentuk di dalam suatu organ seperti
jantung, dan kemudian dibawa melalui sistem aretri ke otak sebagai suatu embolus.7
Sumbatan aliran di arteri karotis interna sering merupakan penyebab stroke pada orang usia lanjut,
yang sering mengalami pembentukan plak aterosklerotik di pembuluh darah sehingga terjadi
penyempitan atau stenosis. Pangkal arteri karotis interna (tempat arteri karotis komunis bercabang
menjadi arteri karotis interna dan eksterna) merupakan tempat tersering terbentuknya
aterosklerosis.8
Penyebab lain stroke iskemik adalah vasospasme, yang sering merupaka respon vaskuler reaktif
terhadap perdarahan ke dalam ruang antara lapisan araknoid dan piamater meninges.9

Stroke Trombotik
Trombosis pembuluh darah besar dengan aliran lambat adalah salah satu subtipe stroke
iskemik. Sebagian besar dari stroke jenis ini terjadi saat tidur, saat pasien relatif mengalami
dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik
yang menyebabkan stenosis di arteri karotis interna, atau, yang lebih jarang, di pangkal arteri
serebri media atau di taut arteri vertebralis dan basilaris. Tidak seperti trombosis arteri koronaria
yang oklusi pembuluh darahnya cenderung terjadi mendadak dan total, trombosis pembuluh darah
otak cenderung memiliki awitan bertahap, bahkan berkembang dalam beberapa hari. Pola ini
menyebabkan timbulnya istilah stroke-in-evolution.7
Akibat dari penyumbatan pembuluh darah karotis bervariasi dan sebagian besar tergantung
pada fungsi sirkulus Willisi. Bila sistem anastomosis arterial pada dasar otak ini dapat berfungsi
normal, maka sumbatan arteri karotis tidak akan memberikan gejala, seperti yang terjadi pada
kebanyakan penderita. Sirkulasi pada bagian posterior tidak memiliki derajat perlindungan
anastomosis yang sama, dan penyumbatan aterosklerotik dari arteri basilaris selalu mengakibatkan
kejadian yang lebih berat, dan biasanya fatal. Penyumbatan arteri vertebralis, boeh jadi tidak
memberikan gejala.7
Mekanisme lain pelannya aliran pada arteri yang mengalami trombosis parsial adalah defisit
perfusi yang dapat terjadi pada reduksi mendadak curah jantung atau tekanan darah sistemik. Agar
dapat melewati lesi stenotik intraarteri, aliran darah mungkin bergantung pada tekanan intravaskular

yang tinggi. Penurunan mendadak tekanan tersebut dapat menyebabkan penurunan generalisata
CBF, iskemia otak, dan stroke. Dengan demikian, hipertensi harus diterapi secara hati-hati dan
cermat, karena penurunan mendadak tekanan darah dapat memicu stroke atau iskemia arteri
koronaria atau keduanya.7

Stroke Embolik
Stroke embolik diklasifikasikan berdasarkan arteri yang terlibat, atau asal embolus. Asal
stroke embolik dapat suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang terjadi akibat embolus biasanya
menimbulkan defisit neurologik mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya
serangan terjadi saat pasien beraktivitas. Trombus embolik ini sering tersangkut di bagian pembuluh
darah yang mengalami stenosis. Stroke kardioembolik, yaitu jenis stroke embolik tersering,
didiagnosis apabila diketahui adanya kausa jantung seperti fibrilasi atrium atau apabila pasien baru
mengalami infark miokardium yang mendahului terjadinya sumbatan mendadak pembuluh besar
otak. Embolus berasal dari bahan trombotik yang terbentuk di dinding rongga jantung atau katup
mitralis. Karena biasanya adalah bekuan yang sangat kecil, fragmen-fragmen embolus dari jantung
mencapai otak melalui arteri karotis atau vertebralis. Dengan demikian, gejala klinis yang
ditimbulkannya bergantung pada bagian mana dari sirkulasi yang tersumbat dan seberapa dalam
bekuan berjalan di percabangan arteri sebelum tersangkut.7
Selain itu, embolisme dapat terurai dan terus mengalir sepanjang pembuluh darah sehingga
gejala-gejala mereda. Namun, fragmen kemudian tersangkut di sebelah hilir dan menimbukan
gejala-gejala fokal. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki resiko yang lebih besar menderita
stroke hemoragik di kemudian hari, saat terjadi perdarahan petekie atau bahkan perdarahan besar di
jaringan yang mengalami infark beberapa jam atau mungkin hari setelah proses emboli pertama.
Penyebab perdarahn tersebut adalah bahwa struktur dinding arteri sebelah distal dari oklusi embolus
melemah atau rapuh karena kekurangan perfusi. Dengan demikian, pemulihan tekanan perfusi dapat
menyebabkan perdarahan arteriol atau kapiler di pembuluh tersebut.7

Stroke-3

Mekanisme Kerusakan Sel-Sel Saraf pada Stroke Iskemik7


Sebagian besar stroke berakhir dengan kematian sel-sel di daerah pusat lesi (infark) tempat aliran
darah mengalami penurunan drastis sehingga sel-sel tersebut biasanya tidak dapat pulih. Ambang
perfusi ini biasanya terjadi apabila CBF hanya 20% dari normal atau kurang. CBF normal adalah
sekitar 50ml/100g jaringan otak / menit. Mekanisme cedera sel akibat stroke adalah sebagai berikut:
1.
Tanpa obat-obat neuroprotektif, sel-sel saraf yang mengalami iskemia 80% atau lebih (CBF
10ml/100g jaringan otak / menit) akan mengalami kerusakan ireversibel dalam beberapa menit.
Daerah ini disebut pusat iskemik. Pusat iskemik dikelilingi oleh daerah lain jaringan yang disebut

penumbra iskemik dengan CBF antara 20% dan 50% normal (10 sampai 25ml/100g jaringan otak /
menit). Sel-sel neuron di daerah ini berada dalam bahaya tetapi belum rusak secara ireversibel.
Terdapat bukti bahwa waktu untuk timbulnya penumbra pada stroke dapat bervariasi dari 12 sampai
24 jam.

2. Secara cepat dalam pusat infark, dan setelah beberapa saat di daerah penumbra, cedera dan
kematian sel otak berkembang sebagi berikut:
Tanpa pasokan darah yang memadai, sel-sel otak kehilangan kemampuan untuk menghasilkan
energi, terutama adenosin trifosfat (ATP)
Apabila terjadi kekurangan energi ini, pompa natrium-kalium sel berhenti berfungsi, sehingga
neuron membengkak

Salah satu cara sel otak berespon terhadap kekurangan energi ini adalah dengan meningkatkan
konsentrasi kalsium intrasel. Yang memperparah masalah adalah proses eksitotoksisitas, yaitu selsel otak melepaskan neurotransmitter eksitatorik glutamat yang berlebihan. Glutamat yang
dibebaskan ini merangsang aktivitas kimiawi dan listrik di sel otak lain dengan melekat ke suatu
molekul di neuron lain, reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA). Pengikatan reseptor ini memicu
pengaktifan enzim nitrat oksida sintase (NOS), yang menyebabkan terbentuknya gas nitrat oksida
(NO). Pembentukan NO dapat terjadi secara cepat dalam jumlah besar sehingga terjadi pengurian
dan kerusakan struktur-struktur yang vital. Proses ini terjadi melalui perlemahan asam
deoksiribnukleosida (DNA) neuron.

NO dalam jumlah berlebihan dapat menyebabkan kerusakan dan kematian neuron. Obat yang
dapat menghambat NOS atau produksi NO mungkin akan bermanfaat untuk mengurangi kerusakan
otak akibat stroke.

Sel-sel otak akhirnya mati akibat kerja berbagai protease (enzim yang mencerna protein sel)
yang diaktifkan oleh kalsium, lipase (enzim yang mencerna membran sel), dan radikal bebas yang
terbentuk akibat jejas iskemik.7

MANIFESTASI KLINIS
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung pada berat
ringannya gangguan pembuluh darah dan lokalisasinya. Sebagian besar kasus terjadi secara
mendadak, sangat cepat, dan menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit.9,10
Gejala utama stroke iskemik akibat trombosis serebri ialah timbulnya defisit neurologik secara
mendadak/subakut, terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tidak
menurun. Biasanya terjadi pada usia lebih dari 50 tahun. Sedangkan stroke iskemik akibat emboli
serebri didapatkan pada usia lebih muda, terjadi mendadak dan pada waktu beraktifitas. Kesadaran
dapat menurun bila emboli cukup besar.9,10
Vaskularisasi otak dihubungkan oleh 2 sistem yaitu sistem karotis dan sistem vertebrobasilaris.
Gangguan pada salah satu atau kedua sistem tersebut akan memberikan gejala klinis tertentu.11

A. Gangguan pada sistem karotis


Pada cabangnya yang menuju otak bagian tengah (a.serebri media) dapat terjadi gejala:
Gangguan rasa di daerah muka dan sesisi atau disertai gangguan rasa di lengan dan tungkai sesisi
Gangguan gerak dan kelumpuhan dari tingkat ringan sampai total pada lengan dan tungkai sesisi
(hemiparesis/hemiplegi)
Gangguan untuk berbicara baik berupa sulit mengeluarkan kata-kata atau sulit mengerti
pembicaraan orang lain, ataupun keduanya (afasia)
Gangguan pengelihatan dapat berupa kebutaan satu sisi, atau separuh lapangan pandang
(hemianopsia)

Mata selalu melirik ke satu sisi

Kesadaran menurun

Tidak mengenal orang-orang yang sebelumnya dikenalnya11

Pada cabangnya yang menuju otak bagian depan (a.serebri anterior) dapat terjadi gejala:
Kelumpuhan salah satu tungkai dan gangguan saraf perasa
Ngompol (inkontinensia urin)
Penurunan kesadaran
Gangguan mengungkapkan maksud11

Pada cabangnya yang menuju otak bagian belakang (a.serebri posterior), dapat memberikan gejala:
Kebutaan seluruh lapangan pandang satu sisi atau separuh lapangan pandang pada satu sisi atau
separuh lapangan pandang pada kedua mata. Bila bilateral disebut cortical blindness.
Rasa nyeri spontan atau hilangnya persepsi nyeri dan getar pada separuh sisi tubuh.
Kesulitan memahami barang yang dilihat, namun dapat mengerti jika meraba atau mendengar
suaranya.11

B. Gangguan pada sistem vertebrobasilaris


Gangguan pada sistem vertebrobasilaris dapat menyebabkan gangguan penglihatan, pandangan
kabur atau buta bila gangguan pada lobus oksipital, gangguan nervus kranialis bila mengenai batang

otak, gangguan motorik, gangguan koordinasi, drop attack, gangguan sensorik dan gangguan
kesadaran.9,10
Selain itu juga dapat menyebabkan:
Gangguan gerak bola mata, hingga terjadi diplopia, sehingga jalan sempoyongan
Kehilangan keseimbangan
Vertigo
Nistagmus11
Bila lesi di kortikal, akan terjadi gejala klinik seperti afasia, gangguan sensorik kortikal, muka dan
lengan lebih lumpuh, deviasi mata, hemiparese yang disertai kejang. Bila lesi di subkortikal, akan
timbul tanda seperti; muka, lengan dan tungkai sama berat lumpuhnya, distonic posture, gangguan
sensoris nyeri dan raba pada muka lengan dan tungkai (tampak pada lesi di talamus). Bila disertai
hemiplegi, ini berarti terdapat lesi pada kapsula interna.9
Bila lesi di batang otak, gambaran klinis berupa hemiplegi alternans, tanda-tanda serebelar,
nistagmus, dan gangguan pendengaran. Selain itu juga dapat terjadi gangguan sensoris, disartri,
gangguan menelan, dan deviasi lidah.9

Berikut ini akan dijelaskan macam-macam faktor risiko strok nonhemoragik berulang.
Usia
Kemunduran sistem pembuluh darah meningkat seiring dengan bertambahnya usia hingga makin
bertambah usia makin tinggi kemungkinan mendapat strok. Dalam statistik faktor ini menjadi 2 x
lipat setelah usia 55 tahun. Dari berbagai penelitian, diketahui bahwa semakin tua usia, semakin
besar pula risiko terkena strok. Hal ini berkaitan dengan adanya proses degenerasi (penuan) yang
terjadi secara alamiah dan pada umumnya pada orang lanjut usia, pembuluh darahnya lebih kaku
oleh sebab adanya plak (atherosklerosis).7
Kelainan Jantung
Infark miokardial
Antara 34% penderita infark miokardial di kemudian hari mengalami strok embolik. Risiko
terbesar berada dalam satu bulan setelah terjadi infark miokardial. Aterosklerosis mendasari
terjadinya infark miokardial maupun strok iskemik. Infark miokardial akan menimbulkan kerusakan
pada dinding jantung ataupun fibrilasi atrium yang menetap; keduanya memudahkan terjadinya
trombus yang pada suatu saat dapat terlepas atau pecah dan berubah menjadi emboli untuk
kemudian masuk ke dalam aliran darah otak.7
Fibrilasi atrial
Seorang penderita yang mengalami fibrilasi atrial memiliki risiko 35 kali lipat untuk mengalami
strok. Secara keseluruhan, 15% kasus strok iskemik disebabkan oleh fibrilasi atrial. Denyut jantung

yang tidak efektif karena adanya fibrilasi atrial akan menyebabkan darah mengumpul di dinding
jantung; hal demikian ini akan memudahkan terbentuknya trombus dan pada suatu saat trombus ini
dapat terlepas dari dinding jantung dan berubah menjadi emboli untuk kemudian masuk ke dalam
aliran darah otak.7
Hipertensi
Strok berulang sering terjadi pada pasien yang kurang kontrol tekanan darah. Makin tinggi tensi
darah makin tinggi kemungkinan terjadinya strok, baik strok nonhemoragik maupun strok
hemoragik. Hipertensi merupakan faktor risiko strok yang paling penting, meningkatkan risiko
strok 24 kali lipat, tidak tergantung pada faktor risiko lainnya. Peningkatan tekanan sistolik
maupun diastolik berkaitan dengan risiko yang lebih tinggi. Untuk setiap kenaikan tekanan diastolik
sebesar 7,5 mmHg maka risiko strok meningkat 2 kali lipat. Apabila hipertensi dapat dikendalikan
dengan baik maka risiko strok turun sebanyak 2838%.7
Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus meningkatkan risiko strok sebanyak 13 kali lipat dibandingkan dengan orang
yang tidak mengalami diabetes mellitus. Diabetes mellitus meningkatkan risiko strok melalui
beberapa mekanisme yang saling berkaitan, yang bermuara pada terbentuknya plaque
aterosklerotik. Plaque pada diabetes mellitus banyak dijumpai di cabangcabang arteri serebral yang
kecil. Plaque tersebut akan menyempitkan diameter pembuluh darah kecil yang kemudian dapat
menimbulkan strok.
Pada penderita diabetes mellitus, terjadi hiperviskositas darah, kerusakan kronik aliran darah otak
dan autoregulasi, deformabilitas sel darah merah dan putih yang menurun, disfungsi sel endotel,
hiperkoagulabilitas, terganggunya sintesa prostasiklin yang menyebabkan meningkatnya agregasi
trombosit dan kemungkinan disfungsi otot polos arterioler kortikal dan endotelium yang penting
untuk kolateral.7
Dislipidemia
Hiperlipidemia menunjukkan adanya kadar kolesterol total lebih dari 240 mg%. Hiperlipidemia
bukan merupakan faktor risiko strok secara langsung. Hal ini berbeda dengan penyakit koroner
yang jelas berhubungan dengan hiperlipidemia. Namun demikian, dari berbagai penelitian
terungkap bahwa dengan menurunkan kadar kolesterol total maka risiko untuk terjadinya strok juga
menurun.7
Sehubungan dengan penyakit serebrovaskular secara spesifik, meningginya kadar kolesterol total
dan low density lipoprotein (LDL) berkaitan erat dengan terjadinya aterosklerosis karotis;
sementara itu peningkatan kadar high density lipoprotein (HDL) menimbulkan dampak
sebaliknya.7

Kolesterol: Pada umumnya dikatakan bahwa tak ada hubungan bermakna antara kolesterol plasma
dan risiko strok, hanya The Copenhagen City Heart Study mengatakan bahwa kolesterol
berhubungan dengan risiko strok non hemoragik, bila kolesterol lebih dari 8 mmol/l (310 mg
persen).7
HDL Kolesterol: Pada umumnya dikatakan bahwa terdapat hubungan terbalik antara HDL

kolesterol dari risiko strok. Hanya Framingham study mengatakan tak ada efek protektif dan HDL
kolesterol yang tinggi untuk strok iskemik.7
LDL Kolesterol: LDL kolesterol adalah faktor risiko yang penting untuk timbulnya aterosklerosis
dan secara tak langsung mempengaruhi strok iskemik Trigliserida: Terdapat pertentangan pendapat,
penyelidikan terbaru mengatakan bahwa trigliserida postprandial yang tinggi hubungan dengan
aterosklerosis dari arteria karotis eksterna.7

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Dilakukan pemeriksaan darah perifer lengkap, gula darah sewaktu, fungsi ginjal (ureum, kreatinin,
dan asam urat), fungsi hati (GOT/GPT), protein darah (albumin, globulin), profil lipid (kolesterol
total, HDL, LDL, trigliserida), analisa gas darah, dan elektrolit. Pada pungsi lumbal, ditemukan
likuor serebrospinalis jernih, tekanan normal, dan eritrosit kurang dari 500.8,9,12

Radiologis
Pemeriksaan rontgen dada untuk melihat ada atau tidaknya infeksi paru maupun kelainan jantung.
Sedangkan pada pemeriksaan CT Scan Kepala: dapat dilihat adanya daerah hipodens yang
menunjukkan infark/iskemik dan edema.10,12

AA02

Pemeriksaaan penunjang lainnya:


EKG
Echocardiography
Transcranial Doppler12

PENEGAKAN DIAGNOSIS
Ditetapkan dari anamnesis dan pemeriksaan neurologis dimana didapatkan gejala-gejala yang sesuai
dengan waktu perjalanan penyakitnya dan gejala serta tanda yang sesuai dengan daerah pendarahan
pembuluh darah otak tertentu.9,10,11
Anamnesis:
Defisit neurologis yang terjadi secara tiba-tiba, saat aktifitas/istirahat, onset, nyeri kepala/tidak,
kejang/tidak, muntah/tidak, kesadaran menurun, serangan pertama atau berulang. Juga bisa
didapatkan informasi mengenai faktor resiko stroke. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
adalah usia, jenis kelamin, ras, dan genetik. Sementara faktor resiko yang dapat diubah adalah
hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, riwayat TIA/ stroke sebelumnya, merokok, kolesterol
tinggi dalam darah, dan obesitas.10,12
Pemeriksaan fisis:
Keadaan umum, kesadaran (Glasgow Coma Scale), tanda vital.
Pemeriksaan neurologis dapat dilakukan untuk melihat apakah ada deficit neurologis, tanda-tanda
perdarahan, tanda-tanda peningkatan TIK, ataupun tanda-tanda ransang meninges.10,12

Alat bantu skoring: Skor Hasanuddin.


Penggunaan skor Hasanuddin turut dilakukan dalam membantu mendiagnosa stroke pada sebelum
atau tanpa adanya CT scan. Bagi stroke iskemik skornya kurang atau sama dengan15.9

Skor Hasanuddin
Kesadaran menurun
Menit 1 jam

= 10

1 jam 24 jam

= 7,5

Sesaat tapi pulih kembali

=6

>= 24 jam

=1

Tidak ada

=0

Waktu serangan
Sedang beraktifitas

= 6,5

Tidak beraktifitas

=1

Sakit kepala
Sangat hebat

= 10

Hebat

= 7,5

Ringan

=1

Tidak ada

=0

Muntah proyektil
Menit 1 jam

= 10

1 jam - 24 jam

= 7,5

>24 jam

=1

Tidak ada

=0

Tekanan darah saat serangan


> 220/110

= 7,5

< 220/110

=1

Pemeriksaan penunjang:
Penggunaan CT-Scan adalah untuk mendapatkan etiologi dari stroke yang terjadi. Pada stroke nonhemoragik, ditemukan gambaran lesi hipodens dalam parenkim otak. Sedangkan dengan
pemeriksaan MRI menunjukkan area hipointens.10
Menurut perjalanan penyakitnya, diagnosis dapat dibedakan menjadi:
1. Transient Ischemic Attack (TIA)
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak yang akan
menghilang dalam waktu 24 jam. Diagnosa T.I.A berimplikasi bahwa lesi vascular yang terjadi
bersifat reversible dan disebabkan embolisasi.9,11

2. Reversible Ishemic Neurological Deficit (RIND).


Gejala neurologik yeng timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tapi tidak
lebih dari seminggu. Ini menggambarkan gejala yang beransur-ansur dan bertahap. RIND ini pula
berimplikasi bahwa lesi intravaskular yang sedang menyumbat arteri serebral berupa timbunan oleh
fibrin dan trombosit.9,11

3.

Stroke in evolution

Gejala klinis semakin lama semakin berat. Ini dikarenakan gangguan aliran darah yang makin
berat.11
4.

Completed Stroke

Gejala klinis sudah menetap. Kasus completed stroke ini ialah hemiplegi dimana sudah
memperlihatkan sesisi yang sudah tidak ada progresi lagi. Dalam hal ini, kesadaran tidak
terganggu.9,11

DIAGNOSIS BANDING
1.

Strok Hemoragik

2.

Ensefalopati toksik/metabolik

3.

Ensefalitis

4.

Lesi struktural intrakranial (hematoma subdural, hematoma epidural, tumor otak)

5.

Kelainan non neurologis / fungsional (contoh: kelainan jiwa)

6.

Trauma kepala

7.

Ensefalopati hipertensif

8.

Migren hemiplegik

9.

Abses otak

10.

Sklerosis multipel11,12

PENATALAKSANAAN
Strok adalah suatu kejadian yang berkembang, karena terjadinya jenjang perubahan metabolik yang
menimbulkan kerusakan saraf dengan lama bervariasi setelah terhentinya aliran darah kesuatu
bagian otak. Dengan demikian, untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas perlu dilakukan
intervensi secara cepat. Salah satu tugas terpenting dokter sewaktu menghadapi devisit neurologik
akul, fokal, dan nonkonvulsif adalah menentukan apakah kausanya perdarahan atau iskemia-infark.
Terapi darurat untuk kedua tipe stroke tersebut berbeda, karena terapi untuk pembentukan trombus
dapat memicu perdarahan pada stroke hemoragik. Pendekatan pada terapi darurat memiliki tiga
tujuan: (1) mencegah cedera otak akut dengan memuliihkan perfusi kedaerah iskemik noninfark, (2)
membalikkan cedera saraf sedapat mungkin, (3) mencegah cedera neurologik lebih lanjut dengan
melindungi sel dari daerah penumbra iskemik dari kerusakan lebih lanjut oleh jenjang glutamat.7

Terapi pada stroke iskemik dibedakan pada fase akut dan pasca akut.

Adapun penatalaksanaannya sebagai berikut:


Fase akut (hari 0-14 sesudah onset penyakit)
Pada stroke iskemik akut, dalam batas-batas waktu tertentu sebagian besar cedera jaringan neuron
dapat dipulihkan.Mempertahankan fungsi jaringan adalah tujuan dari apa yang disebut sebagai
strategi neuroprotektif.7
Sasaran pengobatan : menyelamatkan neuron yang menderita jangan sampai mati dan agar proses
patologik lainnya yang menyertai tidak mengganggu / mengancam fungsi otak. Tindakan dan obat
yang diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak justru berkurang. Secara
umum dipakai patokan 5B, yaitu:3
1.

Breathing

Harus dijaga jalan nafas bersih dan longgar, dan bahwa fungsi paru-paru cukup baik. Pemberian
oksigen hanya perlu bila kadar oksigen darah berkurang.3

2.

Brain

Posisi kepala diangkat 20-30 derajat.


Udem otak dan kejang harus dihindari. Bila terjadi udem otak, dapat dilihat dari keadaan penderta
yang mengantuk, adanya bradikardi, atau dengan pemeriksaan funduskopi.3

3.

Blood

Jantung harus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG.


Tekanan darah dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau jangan sampai menurunkan perfusi
otak.
Kadar Hb harus dijaga cukup baik untuk metabolisme otak
Kadar gula yang tinggi pada fase akut, tidak diturunkan dengan drastis, lebih-lebih pada penderita
dengan diabetes mellitus lama.
Keseimbangan elektrolit dijaga.3,10

4.

Bowel

Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Nutrisi per oral hanya boleh diberikan setelah hasil tes
fungsi menelan baik. Bila tidak baik atau pasien tidak sadar, dianjurkan melalui pipa nasogastrik.10

5.

Bladder

Jika terjadi inkontinensia, kandung kemih dikosongkan dengan kateter intermiten steril atau kateter
tetap yang steril, maksimal 5-7 hari diganti, disertai latihan buli-buli.10

Penatalaksanaan komplikasi:
Kejang harus segera diatasi dengan diazepam/fenitoin iv sesuai protokol yang ada, lalu diturunkan
perlahan.
Ulkus stres: diatasi dengan antagonis reseptor H2
Peneumoni: tindakan fisioterapi dada dan pemberian antibiotik spektrum luas
Tekanan intrakranial yang meninggi diturunkan dengan pemberian Mannitol bolus: 1 g/kg BB
dalam 20-30 menit kemudian dilanjutkan dengan 0,25-0,5 g/kg BB setiap 6 jam selama maksimal
48 jam. Steroid tidak digunakan secara rutin.10

Penatalaksanaan keadaan khusus:

Hipertensi

Penurunan tekanan darah pada stroke fase akut hanya bila terdapat salah satu di bawah ini:
Tekanan sitolik >220 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit

Tekanan diastolik >120 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit
Tekanan darah arterial rata-rata >130-140 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit
Disertai infark miokard akut/gagal jantung
Penurunan tekanan darah maksimal 20% kecuali pada kondisi keempat, diturunkan sampai batas
hipertensi ringan.
Obat yang direkomendasikan: golongan beta bloker, ACE inhibitor, dan antagonis kalsium.10

Hipotensi harus dikontrol sampai normal dengan dopamin drips dan diobati penyebabnya.10
Hiperglikemi harus diturunkan hingga GDS: 100-150 mg% dengan insulin subkutan selama 2-3
hari pertama.10
Hipoglikemi diatasi segera dengan dekstrose 40% iv sampai normal dan penyebabnya diobati,10
Hiponatremia dikoreksi dengan larutan NaCl 3%.10

Penatalaksanaan spesifik:

Pada fase akut dapat diberikan:

Pentoksifilin infus dalam cairan ringer laktat dosis 8mg/kgbb/hari


Aspirin 80 mg per hari secara oral 48 jam pertama setelah onset
Dapat dipakai neuroprotektor: piracetam, cithicolin, nimodipin.10

Fase Pasca Akut


Pada fase paska akut dapat diberikan:
Pentoksifilin tablet: 2 x 400 mg
ASA dosis rendah 80-325 mg/hari
Neuroprotektor 10

Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititikberatkan pada tindakan rehabilitasi penderita,
dan pencegahan terulangnya strok.9

Rehabilitasi
Strok merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka paling penting pada
masa ini ialah upaya membetasi sejauh mungkin kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan
fisioterapi, terapi wicara dan psikoterapi. Rehabilitasi segera dimulai begitu tekanan darah, denyut
nadi, dan pernafasan penderita stabil.9

Tujuan rehabilitasi ialah:


Memperbaiki fungsi motoris, bicara, dan fungsi lain yang terganggu
Adaptasi mental, sosial dari penderita stroke, sehingga hubungan interpersonal menjadi normal
Sedapat mungkin harus dapat melakukan aktivitas sehari-hari9

Prinsip dasar rehabilitasi:

Mulai sedini mungkin

Sistematis

Ditingkatkan secara bertahap

Rehabilitasi yang spesifik sesuai dengan defisit yang ada9

Terapi preventif
Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru. Ini dapat dicapai dengan
jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor risiko strok :
1.

Pengobatan hipertensi

2.

Mengobati diabetes mellitus

3.

Menghindari rokok, obesitas, stress, dll

4.

Berolahraga teratur.

PENCEGAHAN
A.

Pencegahan primer

1.
Strategi kampanye nasional yang terintegrasi dengan program pencegahan penyakit vaskular
lainnya
2.

Memasyarakatkan gaya hidup sehat bebas stroke:

Menghindari: rokok, stres mental, alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebihan, obat
golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya
Mengurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan
Mengendalikan: hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit vaskular aterosklerotik
lainnya.
Menganjurkan: konsumsi gizi seimbang dan olahraga teratur
B.

Pencegahan sekunder

1.

Modifikasi gaya hidup beresiko strok dan faktor resiko lainnya

Hipertensi: diet, obat antihipertensi yang sesuai


Diabetes melitus: diet, OHO/insulin
Dislipidemia: diet rendah lemak dan obat antidilipidemia
Berhenti merokok
Hindari alkohol, kegemukan, dan kurang gerak
Hiperurisemia: diet, antihiperurisemia
2.

Melibatkan peran serta keluarga seoptimal mungkin.

3.

Obat-obatan yang digunakan:

Asetosal (asam asetil salisilat) digunakan sebagi obat pilihan pertama, dengan dosis berkisar 80-320
mg/hari
Antikoagulan oral (warfarin/dikumarol) diberikan pada pasien dengan faktor risiko penyakit
jantung.1

PROGNOSIS

Prognosis stroke secara umum adalah ad vitam. Tergantung berat stroke dan komplikasi yang
timbul.12
Sepertiga penderita dengan infark otak akan mengalami kemunduran status neurologik setelah
dirawat. Sebagian disebakan edema otak dan iskemi otak. Sekitar 10% pasien dengan stroke
iskemik akan membaik dengan fungsi normal. Prognosis lebih buruk pada pasien dengan kegagalan
jantung kongestif dan penyakit jantung koroner.9

SIMPULAN

Strok adalah suatu keadaan hilangnya sebagian atau seluruh fungsi neurologis (deficit neurologis
fokal atau global) yang terjadi secara mendadak, berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan
kematian, yang semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak karena berkurangnya
suplai darah (strok nonhemoragik / strok iskemik) atau pembuluh darah spontan (stok hemoragik).
Penyebab strok iskemik dikarenakan trombus dan emboli. Gejala klinik yang dapat diperlihatkan
oleh penderita strok iskemik terdiri dari 2 bagian yakni gangguan pada sistem karotis dan gangguan
pembuluh darah vertebrobasilaris. Kebanyakan pada penderita strok iskemik pasien datang dengan
defisit neurologis yang telah ada yang didahului gejala prodromal, terjadi pada waktu istirahat dan
kesadaran biasanya tidak menurun. Insidens penyakit strok iskemik hampir 55% terkena pada usia
tua dengan umur 75 tahun. Sisanya yaitu sebanyak 35,8% adalah mereka yang berumur 65 tahun.
Pengobatan iskemik strok dibagi menjadi 2 bagian yakni pengobatan pada fase akut dan fase sub
akut. Pada fase akut (hari 0-14 sesudah onset penyakit) sedangkan fase paska akut diberikan setelah
fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititikberatkan pada tindakan rehabilitasi penderita, dan
pencegahan terulangnya strok. Adapun pencegahan dari strok itu sendiri yakni pertama, dengan
menjalankan perilaku hidup sehat sejak dini. Kedua, pengendalian faktor-faktor risiko secara
optimal harus dijalankan. Ketiga, melakukan medical check up secara rutin dan berkala dan si
pasien harus mengenali tanda-tanda dini strok.

DAFTAR PUSTAKA

1.
Anonim. Stroke. Dalam: eds. Mansjoer A. Kapita selekta kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta:
Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2000. h.17-26.
2.
Tobing SML. Penanggulangan bencana peredaran darah di otak. Dalam: Cermin dunia
kedokteran. [online]. 1984. [cited 14 Mei 2010]. Nomor 34. Available from URL:
http://www.kalbe.co.id/files/cak/files/07.PenanggulanganBencanaPeredaranOtak.pdf/07G
3.
Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran umum tentang gangguan peredaran
darah otak. Dalam: eds. Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Edisi ke-2. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press; 2005. h.81-82.
4.
Anonim. Mekanisme gangguan vaskular susunan saraf. Dalam: eds. Mardjono M, Sidharta P.
Neurologi klinis dasar. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat; 2004. h. 274-8.
5.
Snell RS. Kepala dan leher. Dalam: Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi 6.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006. h.761-2
6.
Lisal, JI. Vaskularisasi SSP. Dalam: Kumpulan slide kuliah anatomi sistem neuropsikiatri.
Makassar: Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2007.
7.
Hartwig M. Penyakit serebrovaskular. Dalam: Price SA,eds. Patofisiologi konsep klinis
proses-proses penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2005.h.110530.
8.
Morris JH. Sistem saraf. Dalam: Robbins SL, Kumar V,eds. Buku ajar patologi. Volume 2.
Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC; 2002. h.474-510.
9.
Anonimus. Gejala, diagnosa & terapi stroke non hemoragik (serial online) 2009 [cited 2010
May 15]. Available from: http://www.jevuska.com/2007/04/11/gejala-diagnosa-terapi-stroke-nonhemoragik.
10. Anonim. Strok. Dalam: ed. Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin/RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. Standar pelayanan medik. Makassar: Bagian Ilmu
Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin/RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo;

2010. h.2-4.
11. Anonim. Tanda-tanda dini gpdo. Dalam: eds.Harsono. Buku ajar neurologi klinis. Edisi ketiga.
Yogyakarta: Gadjah mada university press; 2005. h.67-70.
12. Anonim. Stroke. Dalam: eds.Misbach J, Hamid A. Standar pelayanan medis dan standar
prosedur operasional 2006. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia; 2006. h.19-23.
You might also like:

Anda mungkin juga menyukai