2001,maka tindak Pidana Korupsi itu dapat dilihat dari dua segi yaitu korupsi Aktif dan
Korupsi Pasif, Adapun yang dimaksud dengan Korupsi Aktif adalah sebagai berikut :
Secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau Korporasi
yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara (Pasal 2
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)
Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau Korporasi yang
menyalahgunakan kewenangan,kesempatan atau dapat merugikan keuangan
Negara,atau perekonomian Negara (Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun
1999)
Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau Penyelenggara negara karena atau
berhubung dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya dilakukan atau
tidak dilakukan dalam jabatannya (Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor
20 Tagun 2001)
Pemborong,ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan atau penjual bahan
bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan,melakukan perbuatan
curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang atau keselamatan
negara dalam keadaan perang (Pasal (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 tahun
2001)
Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara nasional
Indonesia atau Kepolisian negara Reublik Indonesia melakukan perbuatan curang
yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang (Pasal 7 ayat
(1) huruf c Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
Pegawai negeri atau selain pegawai negeri yyang di tugaskan menjalankan suatu
jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu,dengan sengaja
menggelapkan uang atau mebiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau
digelapkan oleh orang lain atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut
(Pasal 8 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
Pegawai negeri atau selain Pegawai Negeri yang diberi tugas menjalankan suatu
jabatan umum secara terus menerus atau sementara waktu,dengan sengaja memalsu
buku-buku atau daftar-daftar khusus pemeriksaan administrasi (Pasal 9 Undangundang Nomor 20 Tahun 2001)
Pegawai negeri atau orang selain Pegawai Negeri yang diberi tugas menjalankan
suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu dengan
sengaja menggelapkanmenghancurkan,merusakkan,atau mebuat tidak dapat dipakai
barang,akta,surat atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan
di muka pejabat yang berwenang yang dikuasai karena jabatannya atau membiarkan
orang lain menghilangkan,menghancurkan,merusakkan,attau membuat tidak dapat
dipakai barang,akta,surat atau daftar tersebut (Pasal 10 Undang-undang Nomor 20
tahun 2001)
Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan
hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang
memberikan sesuatu atau menerima pembayaran dengan potongan atau
mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri (pasal 12 e undang-undang Nomor 20
tahun 2001)
b.
Pada
waktu
menjalankan
tugas
meminta,menerima
atau
memotong
pembayaran kepada pegawai Negeri atau Penyelenggara negara yang lain atau
kas umum tersebut mempunyai hutang kepadanya.padahal diketahui bahwa hal
tersebut bukan mrupakan hutang (huruf f)
c.
d.
persewaan
yang
pada
saat
dilakukan
Orang yang menerima penyerahan bahan atau keparluan tentara nasional indonesia,
atau kepolisisan negara republik indonesia yang mebiarkan perbuatan curang
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau c Undang-undang nomor 20
tahun 2001 (Pasal 7 ayat (2) Undang-undang nomor 20 tahun 2001)
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal
diketahui atau patut diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut
diberikan utnuk mengerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam
jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya,atau sebaga akibat atau
disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya
yang bertentangan dengan kewajibannya (pasal 12 huruf a dan huruf b Undangundang nomor 20 tahun 2001)
Hakim yang menerima hadiah atau janji,padahal diketahui atau patut diduga bahwa
hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang
diserahkan kepadanya untuk diadili (pasal 12 huruf c Undang-undang nomor 20
tahun 2001)
Advokat yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga,bahwa
hadiah atau janji itu diberikan untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat uang
diberikan berhubungan dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk
diadili (pasal 12 huruf d Undang-undang nomor 20 tahun 2001)
Setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi yang
diberikan berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau
tugasnya (pasal 12 Undang-undang nomor 20 tahun 2001).
negara
400
miliar
mengalir
ke
Yayasan
Dana
Mandiri
antara
tahun 1996 dan 1998. Asalnya dari pos Dana Reboisasi Departemen Kehutanan dan pos
bantuan presiden. Dalam berkas kasus Soeharto, terungkap bahwa Haryono Suyono,
yang saat itu Menteri Negara Kependudukan dan Kepala Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional, mengalihkan dana itu untuk yayasan. Ketika itu, dia masih menjadi
wakil ketua di Dana Mandiri. Bambang Trihatmodjo, yang menjadi bendahara yayasan
ini, bersama Haryono, ternyata mengalirkan lagi dana Rp 400 miliar yang telah masuk
ke yayasan itu ke dua bank miliknya, Bank Alfa dan Bank Andromeda, pada 1996-1997,
dalam bentuk deposito.
Dari data dalam berkas Soeharto, Bob Hasan paling besar merugikan keuangan negara,
diduga mencapai Rp 3,3 triliun. Hal ini juga terungkap dari pengakuan Ali Affandi,
Sekretaris Yayasan Supersemar, ketika diperiksa sebagai saksi kasus Soeharto. Dia
membeberkan, Yayasan Supersemar, Dakab, dan Dharmais memiliki saham di 27
perusahaan Grup Nusamba milik Bob Hasan. Sebagian saham itu masih atas nama Bob
Hasan pribadi, bukan yayasan.
Hutomo Mandala Putra, putra bungsu Soeharto bersama bersama Tinton Suprapto,
pernah memanfaatkan nama Yayasan Supersemar untuk mendapatkan lahan 144 hektare
diCiteureup, Bogor, guna pembangunan Sirkuit Sentul. Sebelumnya, Tommy dan Tinton
berusaha menguasai tanah itu lewat Pemerintah Provinsi Jawa Barat, tapi gagal.
Contoh Kasus 2
Pertamina (dahulu bernama Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi
Negara) adalah sebuah BUMN yang bertugas mengelola penambangan minyak dan gas
bumi di Indonesia. Pertamina masuk urutan ke 122 dalam Fortune Global 500 pada
tahun 2013.
Pertamina pernah mempunyai monopoli pendirian SPBU di Indonesia, namun monopoli
tersebut telah dihapuskan pemerintah pada tahun 2001. Perusahaan ini juga
mengoperasikan 7 kilang minyak dengan kapasitas total 1.051,7 MBSD, pabrik
petrokimia dengan kapasitas total 1.507.950 ton per tahun dan pabrik LPG dengan
kapasitas total 102,3 juta ton per tahun.
Pertamina adalah hasil gabungan dari perusahaan Pertamin dengan Permina yang
didirikan pada tanggal 10 Desember 1957. Penggabungan ini terjadi pada 1968.
Direktur
utama
(Dirut)
yang
menjabat
Agustiawan yang
dilantik
oleh
Menneg
BUMN
Syofan
Djalil
pada 5
Februari 2009 menggantikan Dirut yang lama Ari Hernanto Soemarno. Pelantikan
Karen Agustiawan ini mencatat sejarah penting karena ia menjadi wanita pertama yang
berhasil menduduki posisi puncak di perusahaan BUMN terbesar milik Indonesia
itu. Karen Agustiawan mengundurkan diri sebagai Dirut pada 1 Oktober 2014 dan
menjadi dosen guru besar di Harvard University, Boston, Amerika Serikat. Selanjutnya
pada 28 November 2014, Presiden Joko Widodo memilih Dwi Soetjipto sebagai
Direktur Utama PT Pertamina (Persero). Ia menggantikan Karen Agustiawan yang
mengundurkan diri.
Contoh Kasus 3
HPH dan Dana Reboisasi Hasil audit Ernst & Young
Kasus HPH dan Dana Reboisasi Hasil audit Ernst & Young pada 31 Juli 2000 tentang
penggunaan dana reboisasi mengungkapkan ada 51 kasus korupsi dengan kerugian
negara Rp 15,025 triliun (versi Masyarakat Transparansi Indonesia). Yang terlibat dalam
kasus tersebut, antara lain, Bob Hasan, Prajogo Pangestu, sejumlah pejabat Departemen
Kehutanan,dan Tommy Soeharto.
Bob Hasan telah divonis enam tahun penjara. Bob dinyatakan bersalah dalam kasus
korupsi proyek pemetaan hutan senilai Rp 2,4 triliun. Direktur Utama PT Mapindo
Pratama itu juga diharuskan membayar ganti rugi US$ 243 juta kepada negara dan
denda Rp 15 juta. Kini Bob dikerangkeng di LP Nusakambangan, Jawa Tengah. Prajogo
Pangestu diseret sebagai tersangka kasus korupsi dana reboisasi proyek hutan tanaman
industri (HTI) PT Musi Hutan Persada, yang diduga merugikan negara Rp 331 miliar.
Dalam pemeriksaan, Prajogo, yang dikenal dekat dengan bekas presiden Soeharto,
membantah kerastuduhan korupsi. Sampai sekarang nasib kasus taipan kakap ini tak
jelas kelanjutannya.
Contoh Kasus 4
Penyimpangan BLBI Rp 138,4 Trilyun
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan sejumlah penyimpangan, kelemahan
sistem, dan kelalaian dalam mekanisme penyaluran dana Bantuan Likuiditas Bank
Indonesia (BLBI) senilai Rp 144,5 trilyun kepada 48 bank per 29 Januari 1999.
Akibatnya, terjadi potensi kerugian negara sebesar Rp 138,4 trilyun atau 95,7 persen
dari total dana BLBI yang dikucurkan tersebut. Sementara dari audit investigasi
terhadap 48 bank penerima, BPK juga menemukan penyimpangan penggunaan BLBI
senilai Rp 84,8
trilyun.
Demikian diungkapkan oleh anggota BPK, Bambang Wahyudi, dalam keterangan pers
yang dilakukan setelah penyampaian laporan hasil audit investigasi BLBI oleh Ketua
BPK Satrio B Joedono kepada Ketua DPR Akbar Tandjung dan Jaksa Agung Marzuki
Darusman di Jakarta, Jumat (4/8). Bambang Wahyudi diserahi tanggung jawab untuk
mengoordinasi pelaksanaan audit investigasi tersebut.
Potensi kerugian itu terjadi karena dana BLBI sudah menjadi beban pemerintah,
sehingga setiap tahunnya pemerintah harus membayar bunga kepada Bank Indonesia
(BI) sebesar tiga persen per tahun. Selain itu, alasan lain adalah karena bank-bank
penerima itu belum mengembalikan BLBI.
Berdasarkan Pedoman Akuntansi Bank Indonesia apabila BLBI tidak dialihkan menjadi
kewajiban pemerintah, maka untuk BLBI kepada bank beku operasi (BBO)/bank beku
kegiatan usaha (BBKU)/ bank dalam likuidasi (BDL), harus ada penyisihan cadangan
untuk kerugian sebesar 100 persen. bank-bank penerima BLBI disyaratkan menyisihkan
cadangan kerugian sebesar 100 persen dan 2-20 persen.
Contoh Kasus 5
Gubernur NAD non aktif, Abdullah Puteh bersama Kepala Biro Hukum dan Humas
Setwil Prov. NAD, Hamid Zein ditetapkan oleh Kejaksaan Tinggi Provinsi NAD
sebagai tersangka kasus korupsi penyimpangan dana APBD NAD tahun 2004 senilai
Rp.4,130 miliar.
Kedua tersangka tersebut dinyatakan bersalah oleh Andi Amar Achmad, Kepala Kejati
NAD, karena menggunakan dana perubahan APBD tahun 2004 untuk kegiatan bantuan
hukum Abdullah Puteh. Dana senilai Rp. 4,130 miliar tersebut diambil dari dana
bantuan hukum yang diposkan pada Biro Hukum dan Humas Setda Prov. NAD dalam
perubahan APBD 2004 yang total anggarannya Rp.4,8 miliar. Dana tersebut seharusnya
digunakan untuk membantu masyarakat yang tidak mampu membiayai pengacara dalam
pembelaan sesuatu kasus, dan kasus perdata yang melibatkan lembaga pemerintah.
Oleh karena itu dana tersebut tidak bisa digunakan untuk membayar pengacara
Abdullah Puteh, karena ia terlibat kasus pidana, kata Kepala Kejati Prov. NAD.
Dengan ditetapkannya dua tersangka tersebut, maka kasus tersebut berubah dari
penyelidikan menjadi menyidikan, kata Andi Amir. Kasus tersebut terungkap setelah
dalam proses penyelidikan. Pihak intel Kajati NAD melakukan pemeriksaan terhadap
lima pejabat Setdaprov NAD. Intel tersebut menemukan terjadinya penyimpangan dana
APBD tahun 2004. Ada kemungkinan jumlah tersangka akan bertambah karena pihak
Kejati kini akan terus melakukan pengembangan terhadap kasus tersebut.
Disebutkan, bahwa dalam perkara itu, ada kemungkinan anggota DPRD NAD periode
1999-2004 terlibat, karena menyetujui anggaran belanja tambahan (ABT) bantuan
hukum senilai Rp.4,8 miliar. Sebelum ada perubahan, anggaran untuk bantuan hukum
tersebut dianggarkan hanya Rp.90 juta, tetapi setelah terjadi perubahan mencapai Rp.4,8
miliar dan disetujui oleh DPRD. Kami akan menyelidiki semuanya, kata Kepala
Kejaksaan Tinggi Prov NAD.
Menurut Kajati, Andi Amir, penggunaan dana itu tidak tepat dan cacat hukum, apalagi
kasus Abdullah Puteh dalam kapasitas pribadi, bukan kapasitas sebagai gubernur. Oleh
karena itu biaya tersebut tidak bisa dibebankan ke dalam APBD NAD. Kejadian itu,
termasuk tindak pidana korupsi.
Kasus penyelewengan anggaran penyuluhan dan pelayanan bantuan hukum ini,
terungkap ketika Pokja V Panitia Anggaran DPRD NAD meminta keterangan Karo
Hukum dan Humas Setda NAD yang menggunakan anggaran tersebut sebesar Rp.4,8
miliar dari Rp.5,7 miliar untuk membiayai pembelaan Gubernur NAD non aktif Puteh.
Contoh Kasus 6
Tim Gegana Komisi IV DPR RI, yaitu Azwar Chesputra, Hilman Indra dan Fahri Andi
Lelusa. Mejelis Hakim Pengadilan Tipikor menjatuhkan hukuman kepada tiga anggota
Tim Gegana Komisi IV DPR RI, yaitu Azwar Chesputra, Hilman Indra dan Fahri Andi
Lelusa masing-masing dihukum empat tahun penjara dan denda Rp200 juta. Ketiga
terdakwa terbukti menerima hadiah yaitu berupa uang dari pihak lain terkait persetujuan
alih fungsi hutan lindung Pantai Air Telang dan persetujuan PAGU anggaran pengadaan
SKRT di Dephut. Hakim menyatakan secara sah dan menyakinkan para terdakwa
TUGAS
HUKUM PIDANA KHUSUS
KORUPSI
DISUSUN OLEH :
I PUTU ARYA WIWAHA
STB. D 101 12 427
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TADULAKO
2015