Presentasi Kasus - Ileus Obstruksti Total
Presentasi Kasus - Ileus Obstruksti Total
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Inisial Nama
: Ny. EM
Usia
: 38 tahun
Jenis Kelamin
: Wanita
Agama
: Islam
Status Pernikahan
: Menikah
Kebangsaan
: Indonesia
: RSUS.00-65-07-37
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Tidak bisa BAB sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Medikasi
Pasien sebelumnya sempat berobat ke Puskesmas dan hanya
diberi obat untuk lambung.
Pasien sempat berobat alternatif. Disana pasien mengaku dipijat
tangan dan kakinya.
C. PEMERIKSAAN FISIK
a. STATUS GENERALIS
Keadaan Umum
Kesadaran
Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah
Laju Nadi
Laju Nafas
Suhu
Saturasi O2
Berat Badan
Tinggi Badan
Indeks Massa Tubuh
: Sakit sedang
: Compos mentis, GCS 15 (E4 M6 V5)
: 170/100 mmHg
: 106x/menit
: 20x/menit
: 36.6C
: 98%
: 57 kg
: 155 cm
: 23.75
b. STATUS LOKALIS
Kepala
: Dalam batas normal
Wajah
: Dalam batas normal
Mata
: Dalam batas normal
Hidung
: Dalam batas normal
Mulut
: Dalam batas normal
Leher
: Dalam batas normal
Dada
: Dalam batas normal
Abdomen
Inspeksi
RT
tidak kolaps/menjepit, nyeri tekan (-). Pada sarung tangan: darah (-),
feses (-)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Lab Darah
TEST
Haemoglobin
Hematocrit
RBC
WBC
Basophil
Eosinophil
Band Neutrophil
Segment Neu.
Lymphocyte
Monocyte
Platelet Count
ESR
MCV
MCH
MCHC
PT Control
PT Patient
INR
APTT Control
APTT Patient
SGOT (AST)
SGPT (ALT)
Ureum
Creatinine
eGFR
Blood Random Glu.
Sodium (Na)
Potasium (K)
Chloride (Cl)
RESULT
14.44 g/dL
46.53%
6.72 10^6/L
14.16 10^3/L
1%
0%
3%
76%
17%
3%
455.20 10^3/L
4 mm/hours
69.30 pg
21.50 pg
31.02 g/dL
11.70 seconds
9.70 seconds
0.94
33.60 seconds
31.00 seconds
15 U/L
16 U/L
17.0 mg/dL
0.66 mg/dL
106.5 mL/mnt/1.73m^2
103.0 mg/dL
139 mmol/L
4.6 mmol/L
106 mmol/L
RANGE
11.70 11.50
35.00 47.00
3.80 5.20
3.60 11.00
01
13
26
50 70
25 40
28
150.00 440.00
0 20
80.00 100.00
26.00 34.00
32.00 36.00
9.3 12.5
9.4 11.3
27.1 36.7
31.00 47.00
5 34
0 55
<50.00
0.5 1.1
>= 60
< 200.0
137 145
3.6 5.0
98 - 107
Radiologi
Thorax AP/PA
E. RESUME
Pasien Ny. EM, wanita, usia 38 tahun, datang dengan keluhan tidak
bisa BAB sejak 1 minggu SMRS, yang disertai dengan keluhan
adanya rasa penuh dan nyeri pada perut, dengan punctum maksimum
at regio LLQ, serta perut yang terlihat semakin membesar, dan juga
tidak bisa buang gas. Pasien sempat berobat ke puskesmas dan diberi
obat lambung, kemudian 3 hari setelah keluhan utama timbul
pasien sempat BAB 1 kali dengan konsistensi cair dengan volume
kurang dari gelas Aqua dalam 2 hari. 2 hari SMRS, pasien tidak
bisa buang gas dan BAB sama sekali dan perut semakin besar. 1
malam SMRS, pasien mengalami mual dan muntah-muntah
sebanyak lebih dari 10 kali dengan isi muntahan berupa makanan
dan cairan.
Pasien memiliki riwayat nyeri perut berulang, namun tidak ada
penurunan berat badan yang mendadak, tidak ada perubahan
kebiasaan BAB, tidak ada riwayat operasi sebelumnya, ini
merupakan pertama kalinya pasien mengeluh sakit seperti ini.
F. DIAGNOSIS
Ileus obstruksi total ec suspek hernia interna dd/ tumor kolon sinsitra
G. TATA LAKSANA
Dipasang IV line, kateter, dan NGT pada pasien saat pertama kali
diterima di IGD RSU Siloam dari NGT keluar cairan berwarna
kehijauan dengan volume 50 cc. Dari kateter keluar urin berwarna
Aqua.
Diberikan obat Ranitidine 50 mg IV dan Ceftriaxone 1 gr dalam NaCl
bebas
tumor, (b)
adenocarcinoma
well
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Obstruksi usus merupakan suatu gangguan pasase yang dapat
disebabkan oleh adanya sumbatan pada usus halus atau pun usus besar baik
sebagian ataupun seluruhnya. Obstruksi usus atau yang dikenal juga sebagai
ileus obstruksi umumnya disebabkan oleh berbagai macam penyebab seperti
adhesi, neoplasma, hernia, Crohns disease, volvulus, intususepsi, adanya
benda asing, diverticulitis, hematoma, atau akibat adanya gangguan kongenital.
B. ANATOMI
Sistem digestif terbagi menjadi dua kelompok besar berupa traktus
gastrointestinal dan organ digestif asesoris. Keduanya merupakan sebuah
saluran yang memanjang dari mulut hingga ke anus, melalui rongga toraks dan
abdominopelvis. Organ-organ traktus gastrointestinal mencakup mulut,
sebagian besar faring, esophagus, lambung, usus halus, dan usus besar.
Sedangkan organ digestif asesoris mencakup gigi, lidah, kelenjar ludah, liver,
empedu, dan pankreas. Panjang traktus digestivus berkisar antara 5-7 meter.
Pada karya tulis ini, pembahasan akan dipersempit pada organ ileus (usus halus
dan usus besar), yang bersinggungan langsung dengan masalah ileus obstruksi.
Usus halus merupakan suatu struktur tubular yang memanjang dari
pylorus hingga ke sekum. Panjang usus halus pada manusia yang masih hidup
berkisar antara 4-6 meter. Usus halus terbagi menjadi tiga segmen yaitu
duodenum, jejunum, dan ileum. Duodenum merupakan segmen paling
10
Setelah usus halus, ada usus besar yang terletak memanjang dari
katup ileosekal sampai ke anus. Usus besar ini kemudian berdasarkan anatomi
dan fungsinya dibagi menjadi kolon, rektum, dan anal kanal. Dinding dari
kolon dan rektum terdiri atas 5 lapisan yaitu lapisan mukosa, submukosa, otot
sirkuler interna, otot longitudinal eksterna, dan serosa. Pada kolon, otot
longitudinal ekseterna dibedakan menjadi teniae coli yang mengarah menuju
ke bagian proksimal dari appendiks, dan distal terhadap rektum. Pada bagian
distal rektum, lapisan otot polos interna akan bergabung dan membentuk
sfingter ani interna. Kolon dimulai dari tempat bertemunya ileum terminal dan
sekum kemudian memanjang (3-5 kaki) ke rektum. Kolon kemudian terbagi
menjadi 4 yaitu, kolon asendens, kolon transversum, kolon desendens, dan
kolon sigmoid. Persimpangan rektosigmoid berada pada daerah promontori
sacrum dan pada daerah inilah ketiga teniae coli kemudian menyatu dan
membentuk lapisan otot polos longitudinal eksterna pada rektum. Sekum
merupakan daerah terlebar dari kolon yang normalnya berukuran 7.5-8.5 cm
dan memiliki dinding dengan lapisan otot yang paling tipis, sehingga sekum
sangat rentan untuk mengalami perforasi, tetapi jarang untuk mengalami
obstruksi.
Kolon asendens terletak di daerah retroperitoneum dan fleksura
hepatika kemudian memberi batas transisi dari kolon asendens menjadi kolon
transversum. Kolon transversum yang terletak di intraperitoneal relative mobile
11
C. EPIDEMIOLOGI
Kasus ileus obstruksi dapat dibedakan menjadi obstruksi usus besar
dan obstruksi usus halus (termasuk duodenum). Selain itu, berdasarkan
sumbatannya, ileus obstruksi dibedakan menjadi ileus obstruksi parsial dan
12
ileus obstruksi total. Ileus obstruksi parsial terjadi apabila lumen usus
mengalami penyempitan, namun sebagian isi usus masih dapat lewat ke arah
distal. Sedangkan ileus obstruksi total terjadi apabila seluruh lumen usus
mengalami sumbatan sehingga tidak ada isi usus yang dapat lewat ke arah
distal. Pada kasus ileus obstruksi total, resiko terjadinya gangguan vaskular
atau strangulasi akan meningkat sehingga pada kondisi ini, pasien
membutuhkan penanganan operatif sesegera mungkin.
Berdasarkan data yang tercatat, 15% kasus ileus obstruksi yang
terjadi pada orang dewasa di AS, seringkali disebabkan oleh adanya sumbatan
pada usus besar dan angka kejadiannya semakin meningkat seiring dengan
pertambahan usia. Sumbatan dapat terjadi akibat adanya kelainan patologis
aktual yang terjadi pada dinding usus besar seperti keganasan dan striktur, atau
akibat masalah mekanikal seperti volvulus, hernia inkarserata, intususepsi, atau
karena faktor intraluminal seperti impaksi benda asing atau feses. Secara
singkat dapat dikatakan bahwa ada 3 penyebab utama terjadinya obstruksi usus
besar yaitu akibat adanua keganasan (adenokarsinoma 65%), diverticulitis
(20%), dan volvulus (5%).
Sedangkan obstruksi usus halus umumnya disebabkan oleh
masalah mekanikal dan secara anatomis dapat dibedakan menjadi sumbatan
intraluminal (seperti akibat adanya benda asing, batu empedu, atau meconium),
intramural (seperti akibat adanya tumor, striktur yang terjadi akibat proses
inflamasi yang berhubungan dengan Crohns disease), dan ekstrinsik (seperti
akibat adanya adhesi, hernia, atau karsinomatosis). Dari semua masalah
tersebut, obstruksi usus halus 75% disebabkan oleh adhesi intra abdominal
yang dapat disebabkan karena adanya prosedur operasi yang pernah dijalani
sebelumnya.
D. ETIOLOGI
Obstruksi usus halus memiliki banyak penyebabnya, namun seperti
yang telah disebutkan sebelumnya, maka obstruksi usus halus secara anatomi
dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu, sumbatan intraluminal,
sumbatan intramural, dan sumbatan ekstrinsik. Sumbatan intraluminal dapat
disebabkan oleh karena adanya benda asing, batu empedu, atau meconium.
13
14
Indonesia, obstruksi usus halus akibat adanya parasit pada intralumen cukup
tinggi, mengingat masih banyak daerah dengan tingkat sanitasi yang kurang.
Obstruksi usus akibat parasit cenderung lebih sering ditemukan pada anak
ketimbang dewaasa.
Pada usus besar, data mencatat ada 3 penyebab obstruksi yang
paling sering terjadi yaitu adenokarsinoma, diverticulitis, dan volvulus.
Adenokarsinoma merupakan penyebab kanker kolorektal yang paling sering
ditemukan pada sistem gastrointestinal. Kanker kolorektal ini paling sering
terjadi pada orang dewasa yang berusia di atas 50 tahun (90%), namun tidak
menutup kemungkinan bagi orang dewasa yang berusia di bawah 50 tahun
untuk mengalami kondisi ini. Berdasarkan data yang ada, 80% kanker
kolorektal terjadi secara acak, namun 20% disebabkan oleh faktor keturunan.
Selain itu, pola makan dan kebiasaan sehari-hari juga berkontribusi dalam
mengakibatkan terjadinya kanker kolorektal.
Penyebab obstruksi usus besar lainnya adalah diverticulits, yang
berdasarkan data dapat ditemukan pada 10% - 25% pasien dengan
diverticulosis. Diverticulitis merupakan kondisi dimana pasien memiliki
diverticulum dan kemudian terjadi infeksi dan inflamasi pada diverticulum
tersebut. Infeksi peridivertikular dan perikolik dapat disebabkan oleh terjadinya
perforasi diverticulum sehingga menyebabkan kontaminasi, inflamasi, dan
infeksi. Diverticulitis dibagi menjadi 2 yaitu uncomplicated dan complicated.
Uncomplicated diverticulitis biasanya ditandai dengan nyeri pada kuadran kiri
bawah dan umumnya bisa sembuh tanpa intervensi pembedahan. Sedangkan
complicated diverticulitis, biasanya telah memiliki abses, menyebabkan
obstruksi, dan tidak jarang dapat ditemukan difus peritonitis. Pada kasus
complicated diverticulitis, penanganan berupa intervensi pembedahan yang
segera selalu dilakukan, terutama pada kasus dengan abses yang tidak dibisa
dilakukan drainase perkutaneus, pasien yang mengalami perburukan kondisi,
atau pasien yang mengalami peritonitis.
Penyebab lain dari obstruksi usus besar adalah volvulus. Volvulus
terjadi apabila air-filled segment dari kolon mengalami pemuntiran pada
mesenterinya. Pemuntiran ini 90% terjadi pada kolon sigmoid, namun dapat
juga terjadi pada sekum atau kolon transversum (<20%). Volvulus ini sendiri
15
dapat sembuh secara spontan, namum pada umumnya volvulus pada akhirnya
akan menyebabkan obstruksi dan lama kelamaan akan bertambah parah
sehingga usus dapat mengalami strangulasi, iskemik, dan perforasi.
E. PATOFISIOLOGI
Mekanisme terjadinya obstruksi usus halus dan usus besar secara
umum tidak berbeda meskipun penyebab dan lokasi obstruksi bisa berbedabeda seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Pada saat terjadi obstruksi, gas
dan cairan akan terakumulasi di dalam lumen intestinal pada bagian proksimal
dari tempat terjadinya obstruksi. Dengan adanya oklusi tersebut, aktivitas usus
akan meningkat dengan tujuan untuk mengeluarkan sumbatan yang ada di
dalam lumen usus tersebut, sehingga pada pasien akan timbul nyeri kolik
abdomen dan diare (pada pasien-pasien tertentu, diare dapat terjadi meskipun
obstruksi total telah terjadi). Gas dan cairan yang terakumulasi ini berasal dari
lumen usus sendiri, dimana saat terjadi oklusi lumen usus akan terus menerus
mengeluarkan sekresi gastrointestinal (epithelial intestin akan mensekresikan
air) sehingga lama kelamaan usus akan mengalami distensi dan tekanan
intraluminal serta intramural dari usus juga akan mengalami peningkatan. Pada
tahap ini, motilitas usus dapat mengalami penurunan.
Selain itu, secara fisiologis pada usus terdapat flora normal yang
steril yang hidup disana. Pada kondisi obstruksi, flora normal tersebut
kemudian akan terkolonisasi dan berubah sehingga dapat menyebabkan infeksi
dan translokasi ke kelenjar getah bening sekitarnya. Dengan kondisi obstruksi
yang terjadi terus menerus ini, suatu saat tekanan intramural dapat menjadi
sangat tinggi dan pada akhirnya akan mengganggu perfusi mikrovaskular usus,
yang pada akhirnya akan menyebabkan iskemia dan bahkan nekrosis. Pada
kondisi ini dapat dikatakan bahwa pasien telah mengalami strangulasi. Ketika
usus mengalami obstruksi parsial, dimana hanya sebagian dari lumen usus
yang mengalami oklusi, gas yang terakumulasi di dalam lumen usus masih
dapat dikeluarkan, sehingga proses patofisiologis akan berjalan lebih lambat
dan kemungkinan pasien untuk mengalami strangulasi lebih kecil dibandingkan
pada pasien dengan obstruksi usus yang total. Closed-loop obstruction
16
merupakan salah satu bentuk obstruksi usus yang juga sangat berbahaya,
karena pada obstruksi jenis ini segmen dari usus mengalami obstruksi di daerah
distal dan proksimal (volvulus). Pada kondisi ini gas dan cairan yang
terakumulasi tidak dapat dikeluarkan dan berpindah sehingga tekanan luminal
akan mengalami peningkatan secara cepat dan proses strangulasi pun akan
sangat cepat terjadi.
F. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis yang dapat ditemukan pada pasien dengan
keluhan ileus obstruksi adalah nyeri kolik abdomen, mual, muntah, dan
obstipasi. Pada obstruksi letak tinggi (daerah proksimal) keluhan muntah lebih
prominen dibandingkan dengan obstruksi letak rendah (daerah distal).
Karakteristik dari muntahan ini pun penting untuk dilihat karena dapat
menggambarkan tingkat keparahan obstruksi yang terjadi (obstruksi total dan
parah apabila isi muntahan berbau dan berupa feses, menandakan adanya
bacterial overgrowth). Keluhan lainnya adalah kesulitan dalam buang gas
(flatus) atau buang air besar. Apabila pasien masih dapat flatus dan buang air
besar antara 6 12 jam setelah keluhan muncul maka dapat dikatakan bahwa
obstruksi yang terjadi pada pasien tersebut adalah obstruksi parsial. Pada
pemeriksaa fisik pasien ileus obstruksi dapat ditemukan tanda distensi
abdomen, dimana tanda ini merupakan tanda yang khas pada obstruksi usus,
terutama pada daerah distal dari ileum. Selain itu, dapat juga ditemukan
peningkatan bunyi bising usus pada fase awal ileus obstruksi. Namun seiring
dengan perjalanan penyakit, bunyi bising usus lama kelamaan akan mengalami
penurunan atau menghilang sama sekali.
Pada pemeriksaan laboratorium, umumnya akan ditemukan tandatanda deplesi volume intravascular dan gangguan elektrolit. Selain itu pada
pasien juga tidak jarang akan ditemukan leukostiosis ringan. Ada pula gejala
lain yang dapat ditemukan yaitu berupa takikardia, nyeri abdomen yang
terlokalisasi, demam, leukositosis, dan asidosis. Berdasarkan manifestasi klinis
17
yang ada, maka diharapkan agar klinisi dapat mengetahui kondisi pasien
dengan baik sehingga dapat diputuskan apakah pasien telah mengalami
strangulasi atau tidak, dan rencana terapi dapat diberikan sesuai dengan
kebutuhan pasien.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pasien dengan kasus ileus obstruksi pemeriksaan penunjang
yang biasa dilakukan adalah berupa pemeriksaan laboratorium darah rutin dan
foto polos abdomen 3 posisi. Selain itu dapat juga ditambahkan pemeriksaan
foto polos toraks sebagai pemeriksaan penunjang sebelum dilakukannya
operasi. Pada pemeriksaan laboratorium darah dapat dicari apakah ada tandatanda infeksi atau anemia pada pasien. Selain itu pemeriksaan darah juga dapat
menjadi alat ukur untuk melihat derajat gangguan keseimbangan elektrolit
yang dialami pasien. Pada foto polos abdomen 3 posisi yang dilihat adalah
penyebaran udara usus, dilatasi dinding usus, dan gambaran khas ileus
obstruksi (bila ada) berupa gambaran step-ladder. 3 posisi yang dilakukan pada
saat foto polos abdomen dilakukan adalah posisi berdiri (erect), terlentang
(supine), atau miring ke arah kiri (left lateral decubitus). Namun untuk alasan
kenyamanan, posisi LLD ini sudah jarang dilakukan. Alasan lain adalah karena
dengan posisi berdiri dan terlentang saja seringkali sudah dapat terlihat adanya
gambaran khas pada kasus ileus obstruksi.1,6,8
H. TATA LAKSANA
Penatalaksanaan awal untuk kasus ileus obstruksi adalah berupa
resusitasi cairan mengingat pasien dengan obtruksi usus biasanya mengalami
deplesi volume intravascular akibat kurangnya asupan nutrisi per oral, muntah,
dan sekuestrasi cairan di lumen usus. Cairan yang dipilih berupa cairan isotonic
yang diberikan melalui intravena dan juga harus dipasang kateter untuk melihat
produksi urin yang dihasilkan oleh pasien. Pemberian antibiotik spectrum luas
18
19
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA