Lapkas 2 Meningoensefalitis Word Siti Halimah
Lapkas 2 Meningoensefalitis Word Siti Halimah
TINJAUAN PUSTAKA
dasar
klinik
namun
keduanya
sering
bersamaan
sehingga
disebut
Etiologi Meningoensefalitis
Agen penyebab umum meningoensefalitis sebagai berikut:
Tabel 2.1. Etiologi Penyebab Meningoensefalitis
Penyebab karena Mumpsvirus ditularkan melalui kontak langsung, titik ludah
atau muntahan penderita, serta dikeluarkan melalui urin penderita yang terinfeksi.
Penularan Mumpsvirus terjadi sekitar 4 hari sebelum sampai 7 hari sesudah timbulnya
gejala klinik. Diperlukan kontak yang lebih erat dengan penderita agar terjadi
penularan Mumpsvirus, bila dibandingkan dengan penularan virus Measles atau
Varicella-zoster.
Penyebab karena Togavirus dalam siklus biologiknya membutuhkan
invertebrata/arthropoda pengisap darah, misalnya nyamuk dan caplak. Infeksi pada
manusia terjadi melalui gigitan arthropoda, misalnya nyamuk yang mengandun
Togavirus. Manusia adalah hospes alami Herpes simpleks virus, namun banyak strain
yang patogenik terhadap berbagai hewan percobaan, misalnya kelinci, tikus, marmot,
anak ayam dan kera. Virus ini mencapai otak melalui saraf olfaktoris, kemudian
menyebar dari sel ke sel sehingga menimbulkan nekrosis neuron yang luas.
Ensefalitis virus dibagi dalam 3 kelompok yaitu: ensefalitis primer yang bisa
disebabkan oleh infeksi virus kelompok Herpes simpleks, Virus Influenza, ECHO,
Coxsackie dan Arbovirus. Ensefalitis primer yang belum diketahui penyebabnya dan
ensefalitis para infeksiosa, yaitu ensefalitis yang timbul sebagai komplikasi penyakit
virus yang sudah dikenal, seperti Rubela, Varisela, Herpes zooster, Parotitis
epidemika, Mononukleosis infeksiosa.
kelompok umur, dan pada penderita umur lebih dari 40 tahun merupakan agen
penyebab yang paling sering.
araknoid dan piameter disebut subaraknoid. Pada reaksi radang ruangan ini berisi
sel radang. Disini mengalir cairan serebrospinalis dari otak ke sumsum tulang
belakang.
mendapat infeksi melalui plasenta oleh virus rubela atau cytomegalovirus. Di dalam
tubuh manusia virus memperbanyak diri secara lokal, kemudian terjadi viremia yang
menyerang susunan saraf pusat melalui kapilaris di pleksus koroideus. Cara lain ialah
melalui saraf perifer atau secara retrograde axoplasmic spread misalnya oleh virusvirus herpes simpleks, rabies dan herpes zoster. Di dalam susunan saraf pusat virus
menyebar secara langsung atau melalui ruang ekstraseluler. Infeksi virus dalam otak
dapat menyebabkan meningitis aseptik dan ensefalitis (kecuali rabies). Pada
ensefalitis terdapat kerusakan neuron dan glia dimana terjadi peradangan otak, edema
otak, peradangan pada pembuluh darah kecil, trombosis, dan mikroglia.
Amuba meningoensefalitis diduga melalui berbagai jalan masuk, oleh karena
parasit penyebabnya adalah parasit yang dapat hidup bebas di alam. Kemungkinan
besar infeksi terjadi melalui saluran pernapasan pada waktu penderita berenang di air
yang bertemperatur hangat.
28
toksoplasma dapat timbul dari penularan ibu-fetus. Mungkin juga manusia mendapat
toksoplasma karena makan daging yang tidak matang. Dalam tubuh manusia, parasit
ini dapat bertahan dalam bentuk kista, terutama otot dan jaringan susunan saraf pusat.
Pada fetus yang mendapat toksoplasma melalui penularan ibu-fetus dapat timbul
berbagai manifestasi serebral akibat gangguan pertumbuhan otak, ginjal dan bagian
tubuh lainnya. Maka manifestasi dari toksoplasma kongenital dapat berupa: fetus
meninggal dalam kandungan, neonatus menunjukkan kelainan kongenital yang nyata
misalnya mikrosefalus, dll.
perubahan kesadaran, konvulsi, dan kadang-kadang tanda neurologik fokal, tandatanda peningkatan tekanan intrakranial atau gejala-gejala psikiatrik. Kualitas
kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan parameter yang
paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat kesadaran klien dan respons
terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem
persarafan. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien biasanya berkisar pada
tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma maka
penilaian GCS (The Glasgow Coma Scale) sangat penting untuk menilai tingkat
kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk memantau pemberian asuhan keperawatan.
Dalam klinik dikenal tingkat-tingkat kesadaran : compos mentis, incompos mentis
(apatis, delirium, somnolen, sopor, coma).
Pada riwayat pasien meliputi demam, muntah, sakit kepala, letargi, lekas
marah dan kaku kuduk. Neonatus memiliki gambaran klinik berbeda dengan anak dan
orang dewasa. Meningitis karena bakteri pada neonatus terjadi secara akut dengan
panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernafasan, kejang, nafsu makan berkurang,
minum sangat berkurang, konstipasi, diare. Kejang terjadi pada lebih kurang 44%
anak dengan penyebab Haemophilus influenzae, 25% oleh Streptococcus pneumonia,
78% oleh streptokok dan 10% oleh infeksi meningokok. Gangguan kesadaran berupa
apatis, letargi, renjatan, koma. Pada bayi dan anak-anak (usia 3 bulan hingga 2 tahun)
yaitu demam, malas makan, muntah, mudah terstimulasi, kejang, menangis dengan
merintih, ubun-ubun menonjol, kaku kuduk dan tanda Kernig dan Brudzinski positif.
Pada anak-anak dan remaja terjadi demam tinggi, sakit kepala, muntah yang diikuti
oleh perubahan sensori, fotofobia, mudah terstimulasi dan teragitasi, halusinasi,
perilaku agresif, stupor, koma, kaku kuduk, tanda Kernig dan Brudzinski positif. Pada
anak yang lebih besar dan orang dewasa permulaan penyakit juga terjadi akut dengan
panas, nyeri kepala yang bisa hebat sekali, malaise umum, kelemahan, nyeri otot dan
nyeri punggung. Biasanya dimulai dengan gangguan saluran pernafasan bagian atas.
Selanjutnya terjadi kaku kuduk, opistotonus, dapat terjadi renjatan, hipotensi dan
takikardi karena septikimia.
Meningitis yang disebabkan Mumpsvirus ditandai dengan anoreksia dan
malaise, diikuti pembesaran kelenjar parotid sebelum terjadinya invasi ke susunan
saraf pusat. Pada meningitis yang disebabkan oleh Echovirus ditandai dengan keluhan
sakit kepala, sakit tenggorok, nyeri otot, dan demam, disertai dengan timbulnya ruam
kulit makulo papular yang tidak disertai gatal terdapat pada wajah, leher, dada dan
badan.
Keluhan utama pada penderita ensefalitis yaitu sakit kepala, demam, kejang
disertai penurunan kesadaran. Ensefalitis yang disebabkan oleh infeksi Famili
Togavirus (memiliki gejala yang sangat bervariasi, mulai dari yang tanpa gejala
sampai terjadinya sindrom demam akut disertai demam berdarah dan gejala-gejala
sistem saraf pusat). Western Equine Virus (WEE) pada umumnya menimbulkan
infeksi yang sangat ringan, gejala pada orang dewasa dapat berupa letargi, kaku
kuduk dan punggung, serta mudah bingung dan koma yang tidak tetap. Gejala berat
pada anak berupa konvulsi, muntah dan gelisah, yang sesudah sembuh akan
menimbulkan cacat fisik dan mental yang berat. Gejala yang mungkin tampak dengan
penyebab Japanese B enchephalitis virus adalah panas mendadak, nyeri kepala,
kesadaran yang menurun, fotofobi, gerak tidak terkoordinasi, hiperhidrosis.
Pemeriksaan laboratorium berupa uji serologis misalnya ELISA terhadap bahan atau
cairan serebrospinal menunjukkan adanya IgM. Uji fiksasi komplemen menunjukkan
nilai titer yang meningkat 4 kali lipat. Tanda Kernig positif: Ketika klien dibaringkan
dengan paha dalam keadaan fleksi ke arah abdomen, kaki tidak dapat diekstensikan
sempurna. Tanda Brudzinski: tanda ini didapat apabila leher klien difleksikan, maka
hasilnya fleksi lutut dan pinggul; bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas yang
berlawanan. Proses radang pada ensefalitis virus selain terjadi jaringan otak saja, juga
sering mengenai jaringan selaput otak. Pada umumnya terdapat 4 jenis atau bentuk
manifestasi klinik, yaitu:
2.5.1.
Bentuk asimtomatik
Bentuk fulminan
Bentuk ini berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari yang berakhir
dengan kematian. Pada stadium akut terdapat demam tinggi, nyeri kepala difus yang
hebat, apatis, kaku kuduk, sangat gelisah dan dalam waktu singkat masuk ke dalam
koma yang dalam.
2.5.4.
Bentuk ini mulai secara bertahap dengan gejala awal nyeri kepala ringan,
demam, gejala infeksi saluran nafas bagian atas. Kemudian muncul tanda radang
Sistem Saraf Pusat (SSP) seperti kaku kuduk, tanda Kernig positif, gelisah, lemah,
sukar tidur. Selanjutnya kesadaran mulai menurun sampai koma, dapat terjadi kejang
fokal atau umum, hemiparesis, gangguan koordinasi, gangguan bicara, gangguan
mental.
Manifestasi klinis yang disebabkan oleh jamur Cryptococcus neoformans
berupa nyeri kepala akut atau subakut, demam dan kadang kejang tetapi jarang
ditemukan defisit neurologis fokal. Gejala awal pada amuba meningoensefalitis
adalah radang hidung dan sakit tenggorokan yang diikuti oleh demam dan sakit
kepala, muntah, kaku kuduk dan gangguan kesadaran yang dapat diikuti oleh
kematian penderita 1 minggu kemudian.
2.6. Epidemiologi Meningoensefalitis
2.6.1. Distribusi Frekuensi Meningoensefalitis
a. Orang/Manusia
Meningoensefalitis yang disebabkan oleh Mycobakterium tuberkulosa varian
hominis dapat terjadi pada segala umur, yang tersering adalah pada anak umur 6
bulan - 5 tahun. Insiden meningoensefalitis mumps lebih banyak ditemui pada lakilaki yaitu sekitar 3-5 kali lebih banyak. Usia yang tersering ialah tujuh tahun dan 40%
berusia di atas 15 tahun. Meningoensefalitis yang disebabkan oleh Japanese B
encephalitis virus banyak menyerang anak berusia antara 3 tahun dan 15 tahun.
Ensefalitis herpes virus dapat terjadi pada semua umur, paling banyak kurang dari 20
tahun dan lebih dari 40 tahun.
Ensefalitis herpes virus memiliki angka mortalitas 15-20% dengan pengobatan
dan 70-80% tanpa pengobatan. Neonatus masih mempunyai imunitas maternal. Tetapi
setelah umur 6 bulan imunitas itu lenyap dan bayi dapat mengidap gingivo-stomatitis
virus herpes simpleks. Infeksi dapat hilang timbul dan berlokalisasi pada perbatasan
mukokutaneus antara mulut dan hidung. Infeksi-infeksi tersebut jinak sekali. Tetapi
apabila neonatus tidak memperoleh imunitas maternal terhadap virus herpes simpleks
atau apabila pada partus neonatus ketularan virus herpes simpleks dari ibunya yang
mengidap herpes genitalis, maka infeksi dapat berkembang menjadi viremia. H.
influenzae penyebab yang paling sering di Amerika Serikat, mempunyai insiden
tahunan 32-71/100.000 anak di bawah 5 tahun. Insiden ini jauh lebih tinggi pada
anak-anak
Indian
Navayo
dan
Eskimo Alaska
(masing-masing
173
dan
infeksi H. influenzae juga empat kali lebih besar pada orang kulit hitam daripada
orang kulit putih.
b. Tempat
Frekuensi penyakit yang tinggi dilaporkan pada orang-orang Afrika-Amerika,
penduduk asli Amerika, dan masyarakat di daerah pedesaan. Sekitar 20.000 kasus
ensefalitis terjadi di Amerika Serikat setiap tahun, dengan ensefalitis herpes simpleks
menyebabkan sekitar 10% dari kasus ini. Meningoensefalitis yang disebabkan oleh
Tick born encephalitis dengan CFR di Asia yaitu 20% dan di Eropa (1-5%).
Meningoensefalitis yang disebabkan oleh Ensefalitis Jepang tersebar luas di
Asia Timur dari Korea sampai Indonesia, Cina, India dan Kepulauan Pasifik Barat.
Infeksi West Nile Virus meningkat di Amerika Serikat dengan kasus pertama
dilaporkan di New York pada tahun 1999. Tahun 2002 ada 4.161 kasus yang
dilaporkan di 41 negara, dan dari catatan 8.500 kasus dilaporkan pada tahun 2003.
Infeksi Plasmodium falciparum tersebar di Afrika, Amerika Selatan, Asia Tenggara.
Taenia Solium tersebar di Amerika Latin dan Rickettsia di Amerika bagian tenggara.
c. Waktu
Meningoensefalitis arbovirus sebagian besar terjadi selama bulan-bulan
musim panas karena penularan virus terjadi oleh arthropoda seperti nyamuk atau kutu
yang aktif selama waktu itu. Infeksi virus parotitis lebih sering pada akhir musim
dingin dan awal musim semi. Infeksi herpes virus dan virus imunodefisiensi manusia
terjadi sporadis selama setahun. Infeksi dengan mumps virus bersifat endemik
sepanjang tahun. Di daerah 4 musim, puncak periode terjadi pada musim dingin dan
musim semi.
Bakteri dengan penyebab N. meningitidis dan S. pneumoniae yang memuncak
pada bulan-bulan musim dingin, H.influenzae memperlihatkan penyebaran bifasik
yang memuncak pada permulaan musim dingin dan musim semi dan L.
monocytogenes yang terjadi paling sering pada bulan-bulan musim panas. Penjelasan
atas pola musiman ini terletak pada cara penularan organisme; Meningokokus,
Pneumokokus, dan Haemofilus menyebar melalui jalur pernapasan biasa, dan
Listeria didapat akibat kontaminasi melalui makanan atau akibat berkontak dengan
hewan ternak.
tuberculosa
dan
Cryptococcus
pada pasien
yang
immunosuppressed.
Meningoensefalitis mumps disebabkan oleh virus RNA yang termasuk famili
Paramyxoviridae yang merupakan virus RNA. Virus mumps stabil pada Ph 5,8-8 dan
0
tetap hidup bertahun-tahun pada suhu < -20 - 70 C. Virulensi virus mumps akan
0
hilang bila virus ini dipanaskan pada suhu 55 C sampai dengan 60 C, selama 20
menit. Virus mumps dapat diisolasi dari kelenjar air liur, hasil swab dari orificium
ductus Stensen atau dari mulut, darah, kencing, air susu ibu dan cairan otak.
Meningoensefalitis biasanya terjadi setelah 3-10 hari pembesaran kelenjar parotis.
Meskipun demikian pernah dilaporkan bahwa meningoensefalitis dapat terjadi lebih
awal, bahkan dapat terjadi tanpa adanya pembesaran kelenjar.
Di daerah endemik, meningoensefalitis yang disebabkan oleh Japanese B
encephalitis virus termasuk dalam kelompok virus yang ditularkan oleh serangga atau
arthropoda lainnya, serangga penular di Indonesia adalah nyamuk Culex
tritaeniohynchus. Sebelum tahun 1974, semua strain H. influenzae sensitif terhadap
ampisilin. Pada waktu tersebut, akibat munculnya strain penghasil -laktamase, terapi
akibat organisme ini diperluas hingga meliputi ampisilin dan kloramfenikol sampai
uji kepekaan selesai. Beberapa belahan dunia sekarang melaporkan bahwa insidensi
organisme yang resisten terhadap ampisilin dan kloramfenikol sudah melebihi 50%,
sehingga regimen pengobatan ini sudah tidak dapat digunakan di daerah tersebut.
Menurut statistik dari 214 ensefalitis 54% (115 orang) dari penderita adalah anakanak. Virus yang paling sering ditemukan ialah virus Herpes simpleks (31%), yang
disusul oleh virus ECHO (17%). Ensefalitis primer dengan penyebab yang tidak
diketahui dan ensefalitis para-infeksiosa masing-masing mencakup 40% dan 41% dari
semua kasus ensefalitis yang telah diselidiki.
Enterovirus adalah penyebab signifikan dari meningoensefalitis pada periode
neonatal, tetapi jarang menyebabkan ensefalitis pada bayi yang lebih tua, anak-anak
atau orang dewasa. Penyebab amuba meningoensefalitis adalah amuba terutama
Naegleria fowleri. N.fowleri merupakan organisme termofilik golongan amuba
flagelata yang hidup bebas di air tawar yang panas. Infeksi saraf yang disebabkan
oleh infeksi oportunistik telah dilaporkan menjadi manifestasi utama dari AIDS.
Tabel 2.3. Resiko Infeksi Oportunistik Sistem Saraf Pusat pada Pasien dengan
45
HIV/AIDS berdasarkan jumlah CD4
No.
1.
Jumlah CD4
Jumlah CD4<100
2.
- Primary Amoeba
Meningoencephalitis, Epstein
Barr virus
- Cytomegalovirus
Toxoplasma gondii memiliki 3 macam bentuk, menyebabkan bermacammacam cara penularan penyakit dan patogenesis yang berbeda-beda. Bentuk takhizoit
adalah bentuk proliferatif yang ditemukan selama infeksi akut. Bentuk bradizoit ada
dalam kista jaringan. Bentuk ookista ditemukan hanya dalam usus kucing. Ookista
menjadi infeksius sesudah mengalami sporulasi yang terjadi dari 1 sampai 21 hari
pasca defekasi. Hanya sekitar 10% individu yang terinfeksi menunjukkan gejalagejala.
c. Lingkungan
Infeksi meningokokus dan H.influenzae berkolerasi dengan kontak antar
individu. Kolonisasi nasofaringeal dari N.meningitidis meningkat jumlahnya jika
banyak anak muda wajib dinas militer dikumpulkan di barak-barak. Amuba
meningoensefalitis dapat bersangkut paut dengan berenang di danau segar yang
mengandung amuba. Infeksi arbovirus terjadi jika ada kontak dengan vektor yang
berupa arthropoda yang telah terinfeksi. Binatang peliharaan sering terinfeksi
Toksoplasma gondii dan mudah menularkan infeksinya kepada manusia di
sekelilingnya.
Meningoensefalitis (tuberkulosa) banyak terdapat pada penduduk dengan
keadaan sosio-ekonomi rendah, penghasilan tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari,
perumahan tidak memenuhi syarat kesehatan minimal, hidup dan tinggal atau tidur
berdesakan, higiene yang buruk, dan tidak mendapat fasilitas imunisasi.
2.7. Prognosis Meningoensefalitis
Prognosis meningoensefalitis bergantung pada kecepatan dan ketepatan
pertolongan, di samping itu perlu dipertimbangkan pula mengenai kemungkinan
penyulit seperti hidrosefalus, gangguan mental, yang dapat muncul selama perawatan.
Bila meningoensefalitis (tuberkulosa) tidak diobati, prognosisnya jelek sekali.
Penderita dapat meninggal dalam waktu 6-8 minggu. Angka kematian pada umumnya
50%. Prognosisnya jelek pada bayi dan orang tua. Prognosis juga tergantung pada
umur dan penyebab yang mendasari, antibiotik yang diberikan, hebatnya penyakit
pada permulaannya, lamanya gejala atau sakit sebelum dirawat, serta adanya kondisi
patologik lainnya. Tingkat kematian virus mencakup 40-75% untuk herpes simpleks,
10-20% untuk campak, dan 1% untuk gondok.
Penyakit pneumokokus juga lebih sering menyebabkan gejala sisa jangka
panjang (kurang dari 30% kasus) seperti hidrosefalus, palsi nervus kranials, defisit
visual dan motorik, serta epilepsi. Gejala sisa penyakit terjadi pada kira-kira 30%
penderita yang bertahan hidup, tetapi juga terdapat predileksi usia serta patogen,
dengan insidensi terbesar pada bayi yang sangat muda serta bayi yang terinfeksi oleh
bakteri gram negatif dan S. pneumoniae. Gejala neurologi tersering adalah tuli, yang
terjadi pada 3-25% pasien; kelumpuhan saraf kranial pada 2-7% pasien; dan cedera
berat seperti hemiparesis atau cedera otak umum pada 1-2% pasien. Lebih dari 50%
pasien dengan gejala sisa neurologi pada saat pemulangan dari rumah sakit akan
membaik seiring waktu, dan keberhasilan dalam implan koklea belum lama ini
memberi harapan bagi anak dengan kehilangan pendengaran.
2.8. Komplikasi
Komplikasi dari meningitis tuberkulosa adalah hidrosefalus, epilepsi,
gangguan jiwa, buta karena atrofi N.II, kelumpuhan otot yang disarafi N.III, N.IV,
N.VI, hemiparesis. Komplikasi dari meningitis purulenta adalah efusi subdural, abses
otak, hidrosefalus, paralisis serebri, epilepsi, ensefalitis, tuli, renjatan septik.
C.
over crowded (luas lantai > 4,5 m /orang), dan pencahayaan yang cukup.
Pencegahan untuk Virus Japanese B Encephalitis yaitu vaksinasi inaktif
diberikan pada anak-anak, karena kelompok tersebut sensitif terhadap infeksi virus.
Selain itu dilakukan pencegahan terhadap gigitan nyamuk dan dilakukan prosedur
pengamanan tindakan dan pekerjaan laboratorium.
2.9.2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak awal, saat
masih tanpa gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal dapat menghentikan
perjalanan penyakit. Deteksi dini anak-anak yang mengalami kelainan neurologis
sangat penting karena adanya kemungkinan untuk mengembangkan potensinya di
kemudian hari melalui program intervensi diri. Untuk mengenal kelainan neurologik,
pemeriksaan neurologik dasar merupakan bagian integral yang tidak dapat
dipisahkan.
a. Diagnosis
a.1.
Pemeriksaan Penunjang