Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang kompleks, kekompleksitasan manusia itu tiada
taranya di muka bumi ini. Manusia lebih rumit dari makhluk apapun yang bisa
dijumpai dan jauh lebih rumit dari mesin apapun yang bisa dibuat. Manusia juga sulit
dipahami karena keunikannya. Dengan keunikannya, manusia adalah makhluk
tersendiri dan berbeda dengan makhluk apapun. Juga dengan sesamanya. Tetapi,
bagaimanapun sulitnya atau apapun hambatannya, manusia ternyata tidak pernah
berhenti berusaha menemukan jawaban yang dicarinya itu. Dan barang kali sudah
menjadi ciri atau sifat manusia juga untuk selalu mencari tahu dan tidak pernah puas
dengan pengetahuan-pengetahuan yang diperolehnya, termasuk pengetahuan tentang
dirinya sendiri dan sesamanya. Sekian banyak upaya yang telah diarahkan untuk
memahami manusia. Tetapi tidak semua upaya tersebut membawa hasil, namun upaya
pemahaman tentang manusia tetap memiliki arti penting dan tetap harus
dilaksanakan. Bisa dikatakan bahwa kualitas hidup manusia, tergantung kepada
peningkatan pemahaman kita tentang manusia. Dan psikologi, baik secara terpisah
maupun sama-sama dengan ilmu-ilmu lain, sangat berperan secara mendalam dalam
penganganan masalah kemanusiaan ini.

Page 1 of 22

B. Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Adapun rumusan amsalah yang kami angkat pada makalah ini, yaitu :
Bagaiamana teori perkembangan emosi?
Bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi emosi?
Bagaimana upaya pengembangan aspek emosi?
Bagaimana teori perkembangan kepribadian?
Bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian?
Bagaimana upaya pengembangan aspek kepribadian?

C. Tujuan Penulisan
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Adapun tujuan penulisan makalah ini, yaitu :


Untuk mengetahui teori perkembangan emosi.
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi emosi.
Untuk mengetahui upaya pengembangan aspek emosi.
Untuk mengetahui teori perkembangan kepribadian.
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian
Untuk mengetahui upaya pengembangan aspek kepribadian.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori Perkembangan Emosi
Terdapat beberapa teori perkembangan emosi, diantaranya yaitu :
1. Teori James-Lange

Page 2 of 22

Teori ini dicetuskan oleh dua orang yaitu William James dari Amerika Serikat
dan Carl Lange dari Denmark. Carl Lange (dalam Sarlito, 2000:8586)
mengemukakan bahwa emosi identik dengan perubahanperubahan dalam sistem
peradaran darah. Pendapat ini kemudian dikembangkan oleh James dengan
mengatakan bahwa emosi adalah hasil persepsi sesseorang terhadap perubahan
perubahan yang terjadi pada tubuh sebagai respon terhadap rangsangan
rangsangan yang datang dari luar. Teori ini menekankan emosi sebagai respon
dari perubahan faal yang terjadi pada dirinya.
Contohnya, jika seseorang misalnya melihat harimau, reaksinya adalah
peredaran darah makin cepat karena denyut jantung makin cepat, paruparu
lebih cepat memompa udara dan sebagainya. Responrespon tubuh ini
kemudian dipersepsikan dan timbullah rasa takut. Mengapa rasa takut yang
timbul? Ini disebabkan oleh hasil pengalaman dan proses belajar. Orang
bersangkutan dari hasil pengalamannya mengetahui bahwa harimau adalah
makhluk yang berbahaya, karena itu debaran jantung dipersepsikan sebagai
rasa takut.
Emosi menurut kedua ahli ini, terjadi adanya perubahan pada sistem
vasomotor (otototot). Suatu peristiwa dipersepsikan menimbulkan
perubahan
fisiologis dan perubahan psikologis yang disebut emosi. Dengan kata lain
menurut James Lange, seseorang bukan tertawa karena senang, melainkan ia
senang karena tertawa.
James Lange mengemukakan prosesproses terjadinya emosi dihubungkan
dengan faktor fisik dengan urutan sebagai berikut :
Mempersepsikan situasi di lingkungan yang mungkin menimbulkan emosi
Memberikan reaksi terhadap situasi dengan pola khusus melalui aktivitas

fisik
Mempersiapkan pola aktivitas fisik yang mengakibatkan munculnya

emosi secara khusus.


Uraian ini disingkat menjadi :
Lingkungan Otak Perubahan pada tubuh + emosi

Page 3 of 22

James Lange menghasilkan lima tingkatan emosi dalam proses emosi


yang terdiri dari :
Situasi
Persepsi tentang situasi
Perubahanperubahan dalam tubuh
Perbuatan yang terlihat, misalkan melarikan diri dari bahaya
Keadaan sadar dari emosi
Dapat disimpulkan bahwa teori JamesLange menempatkan aspek persepsi
terhadap respon fisiologis yang terjadi ketika ada rangsangan datang sebagai
pemicu emosi yang dialami oleh manusia. Perubahanperubahan fisiologis itu
diterjemahkan menjadi emosi. Pertanyaan mendasar terhadap teori adalah bahwa
dalam kenyataan sehari hari terjadi perubahan fisiologis yang sama, tapi emosi
yang dialami berbeda. Misalnya tentang berdebarnya jantung seseorang, jantung
akan berdebar ketika kita bertemu dengan harimau, jantung juga akan berdebar
ketika kita bertemu dengan orang yang kita kagumi. Tapi dari kedua kedaan itu
emosi yang terjadi berbeda. Jadi apakah berdebarnya jantung itu pasti
memunculkan rasa takut? Pertanyaan inilah yang memancing penolakan teori
JamesLange. Tokoh yang sangat menentang teori ini adalah W. B. Cannon yang
kemudian menyusun teori baru yang bertolak belakang dengan teori James
Lange. Kemudian Philip Bard ikut mendukungnya.
2. Teori Emergency Canon
Teori CannonBard hendak menjelaskan bahwa persepsi terhadap obyek yang
dapat menimbulkan emosi diproses secara simultan oleh dua instansi yakni
sistem syaraf otonom dan cerebal cortex. Degup jantung bulu roma berdiri, atau
nafas berat terengaengah terjadi bersamaan dengan emosi takut. Jadi emosi
dengan perubahan fisiologis terjadi secara simultan. Jadi menurut teori ini tidak
mungkin terjadi perubahan faali yang menyebabkan munculnya emosi
sebagaimana deskripsi teori JamesLange.
Melihat dari dua teori diatas maka kita dapat melihat bahwa kedua teori diatas
adalah bertentangan.sehingga Atkinson menanggapi tentang masalah ini: pengalaman
sadar kita tentang emosi melibatkan integrasi informasi tentang keadaan fisiologi

Page 4 of 22

tubuh dan informasi tentang situasi yang membangkitkan emosi. Kedua macam
informasi itu cenderung berkesinambungan dalam waktu, dan integrasinya
menentukan intensitas serta sifat keadaan emosional yang kita rasakan. Dalam
kerangka konseptual ini, perbedaan waktu yang dibuat oleh teori JamesLange dan
CannonBard tidak terlalu berarti. Pada saat tertentu, seperti bila tibatiba orang
berada dalam keadaan bahaya, tandatanda awal pengalaman emosional dapat
didahului oleh aktifitas otonom (dalam hal ini, JamesLange yang benar). Pada
kesempatan lain, kesadaran akan adanya emosi jelasjelas mendahului aktifitas
otonom (dalam hal ini, Cannon Bard yang benar). Dengan demikian, kedua teori ini
sebenarnya tidak perlu dipertentangkan karena samasama bisa terjadi dalam
kehidupan manusia.
3. Teori Scahcter-Singer
Teori ini dikenal sebagai teori yang paling klasik yang berorientasi
pada rangsangan. Reaksi fisiologik dapat saja sama (hati berdebar, tekanan
darah naik, nafas bertambah cepat, adrenalin dialirkan dalam darah dan
sebagainya) namun jika rangsangannya menyenangkan seperti diterima di
perguruan tinggi yang diminati, emosi yang timbul dinamakan senang.
Sebaliknya jika rangsangannya membahayakan (misalnya melihat ular yang
berbisa) emosi yang timbul dinamakan takut. Para ahli psikologi melihat
teori ini lebih sesuai dengan teori kognisi.
Menurut Berkowitz (1993), banyak pemikiran saat ini tentang peran
ateribusi dalam emosi mulai dengan sebuah teori kognitif yang sangat
dikenal yang dipublikasikan oleh Stanley Schachter dan Jerome Singer pada
tahun 1962 . Konsepsi Berkowitz tentang bagaimana pikiran tingkat tinggi
menentukan pembentukan suasana emosional setelah munculnya reaksi saraf,
relatif primitif dan emosional dipengaruhi oleh formula ini.
Schachter dan Singer mengemukakan bahwa emosi tertentu merupakan
fungsi dari reaksireaksi tubuh tertentu. Menurutnya pula kita tidak merasa
marah karena ketegangan otot, rahang yang berderak, denyut nadi kita

Page 5 of 22

menjadi cepat, dan sebagainya tetapi karena kita secara umum jengkel dan
kita mempunyai beberapa kognisi tertentu tentang sifat kejengkelan kita.

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Emosi


Perkembangan emosi seseorang pada umumnya tampak jelas pada
perubahan tingkah lakunya. Kualitas atau fluktuasi gejala yang tampak dalam
tingkah laku itu sangat tergantung pada tingkat fluktuasi emosi yang ada
padaindividu tersebut. Dalam kehidupan seharihari sering kita lihat beberapa
tingkah laku emosional, misalnya: agresif, rasa takut yang berlebihan, sikap
apatis, dan tingkah laku menyakitidiri seperti : melukai diri sendiri, memukulmukul
kepala sendiri, dan sejenisnya. Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi
perkembangan emosi remaja yaitu sebagai berikut :
1. Perubahan jasmani
Perubahan jasmani yang ditunjukan dengan adanya pertumbuhan yang
sangat cepat dari anggota tubuh memiliki pengaruh besar terhadap
perkembangan emosi. Pada taraf permulaan, pertumbuhan ini hanya terbatas
pada begianbagian tertentu saja yang mengakibatkan postur tubuh menjadi
tidak seimbang. Ketidakseimbangan tubuh ini sering mempunyai akibat yang
tidak terduga pada perkembangan emosi . Tidak setiap orang dapat
menerima perubahan kondisi tubuh seperti itu, lebihlebih jika perubahan
tersebut menyangkut perubahan kasar . Hormonhormon tertentu mulai
berfungsi sejalan dengan perkembangan alat kelaminnya sehingga dapat
menyebabkan rangsangan di dalam tubuh dan seringkali menimbulkan masalah
dalam perkembangan emosinya
2. Perubahan Pola Interaksi dengan Oramg Tua
Pola interaksi orangtua dengan anak, termasuk remaja, sangat bervariasi.
Ada yang pola interaksinya menurut apa yang dianggap terbaik oleh dirinya
sendiri saja sehingga ada yang bersifat mamaksakan kehendak, memanjakan
anak, acuh tak acuh, tetapi ada juga yang dangan penuh cinta kasih.
Perbedaan pola intereksi orang tua seperti ini sangat berpengaruhterhadap
perbedaan perkembangan emosi remaja. Cara memberikan hukuman,

Page 6 of 22

misalnya, ketika dulu masih anakanak, orang tua bisa memukul anak jika
anak berbuat nakal, tetapi pada saat remaja cara cara semacam itu justru
dapat menimbulkan ketegangan yang lebih berat antara remaja dengan orang
tuanya. Dalam konteks ini Gardner (1992) mengibaratkan dengan kalimat:
To Big To Spank yang maknanya bahwa remaja

itu sudah terlalu besar

untuk terpukul.
Pemberontakan terhadap orang tua menunjukan bahwa mereka berada
dalam keadaan konflik dan ingin melepaskan diri dari pengawasan orang tua.
Mereka tidak merasa puas kalau tidak pernah sama sekali menunjukan
perlawanan terhadap orang tua karena ingin menunjukan bahwa dirinya telah
berhasil menjadi orang yang lebih dewasa. Jika mereka berhasil dalam
perlawanan terhadap orang tua sehingga orang tuanya marah, maka
merekapun belum merasa puas karena orang tua tidak menunjukan pengertian
yang mereka inginkan. Keadaan semacam ini sangat berpengaruh terhadap
perkembangan emosi remaja.
3. Perubahan Interaksi Dengan Temanteman
Remaja seringkali membangun interaksi sesama teman sebayanya secara
khas dengan cara berkumpul untuk melakukan aktivitas bersama dan
membentuk semacam gang .Interaksi antar anggota dalam suatu kelompok
gang biasanya sangat intens serta memiliki kohesivitas dan solidaritas yang
sangat tinggi. Pembentukan kelompok dalam bentuk gang seperti ini
sebaiknya diusahakan terjadi pada masa remaja awal saja karena biasanya
bertujuan positif, yaitu untuk memenuhi minat mereka bersama. Usahakan
dapat menghindarkan pembentukan kelompok gang itu ketika sudah
memasuki masa remaja tengah atau remaja akhir karena masa ini para
anggotanya biasanya membutuhkan temanteman untuk melawan otoritas,
melakukan perbuatan yang tidak baik,atau bahkan kejahatan bersama.
Faktor yang sering mendatangkan masalah emosi pada masa remaja
adalah hubungan cinta dangan teman lawan jenis. Gejala ini sebenarnya
sehat bagi remaja, tetapi juga tidak jarang menimbulkan konflik atau
Page 7 of 22

gangguan emosi pada remaja jika tidak diikuti dengan bimbingan dari orang
tua atau orang yang lebih dewasa. Gangguan emosional
dapat terjadi ketika cinta remaja tidak terjawab,

yang mendalam

ditolak, atau karena

pemutusan hubungan cinta sepihak sehingga banyak mendatangkan


kecemasan bagi orang tua dan bagi remaja itu sendiri.
4. Perubahan Pandangan Luar
Faktor penting yang dapat mempengaruhi perkembangan emosi remaja
selain perubahanperubahan yang terjadi dalam diri remaja itu sendiri adalah
pandangan dunia luar dirinya. Ada sejumlah perubahan pandangan dunia
luar yang dapat menyebabkan konflik konflik emosional dalam diri remaja,
yaitu sebagai berikut:
Sikap dunia luar terhadap remaja sering tidak konsisten. Kadangkadang mereka dianggap sudah dewasa, tetapi mereka tidak
mendapat kebebasan penuh atau peran yang wajar sebagaimana
orang dewasa. Seringkali mereka masih dianggap anak kecil
sehingga berakibat timbulnya kejengkelan pada diri remaja.
Kejengkelan yang mendalam dapat berubah menjadi tingkah laku

emosional.
Dunia luar atau masyarakat masih menerapkan nilainilai yang berbeda
untuk remaja lakilaki dan perempuan. Jika remaja lakilaki memiliki
teman banyak perempuan, mereka mendapat predikat popular dan
mendatangkan kebanggaan. Sebaliknya, apabila remaja putri
mempunyai banyak teman lakikaki sering dianggap tidak baik atau
bahkan mendapat predikat yang kurang baik juga. Penerapan nilai
yang berbeda semacam ini jika tidak disertai dengan pemberian
pengertian secara bijaksana dapat menyebabkan remaja bertingkah laku

emosional.
Seringkali kekosongan remaja dimanfaatkan oleh pihak luar yang
tidak bertanggung jawab yaitu dengan cara melibatkan remaja
tersebut kedalam kegiatankegiatan yang merusak dirinya dan

Page 8 of 22

melanggar nilainilai moral , seperti : penyalahgunaan obat terlarang,


minumminuman keras, atau tindak kriminal dan kekerasan.
Perlakuan dunia luar semacam ini akan sangat merugikan bagi
perkembangan emosional remaja.
5. Perbedaan Individual dalam Perkembangan Emosi
Perkembangan emosional individu sebenarnya merupakan perkembangan
yang paling sulit untuk diklasifikasikan. Ini tampak pada gejala kehidupan
seharisehari bahwa tidak jarang orang dewasa pun mengalami kesulitan
untuk menyatakan perasaan. Fenomena semacam ini menyebabkan sulitnya
untuk mencari perbedaan individual dalam perkembangan emosi. Lagi pula,
munculnya emosi seseorang sangat tergantung atau dipengaruhi lingkungan,
pengalaman, kebudayaan dan lain sebagainya, sehingga untuk mengukur
emosi amat sulit pula.
Proses kematangan perkembangan emosi mempunyai hubungan erat
dengan pertumbuhan dan perkembangan. Sejak lahir sampai kirakira umur
15 bulan, kebutuhan utama mereka adalah mendapatkan kepercayaan dan
kepastian bahwa dirinya diterima oleh lingkungan. Penerimaan lingkungan
pada fase ini sangat menentukan bagi perkembangan hidup selanjutnya.
Kepercayaan yang diperoleh dari penerimaan lingkungan ini dapat menjadi
dasar bagi kepercayaan terhadap diri sendiri dan kesehatan perkembangan
emosionalnya. Apabila kondisi orang tua saat ini dapat melakukan
hubungan yang penuh cinta kasih atau secara naluriah memberikan
kepercayaan bahwa kehadiran bayi tersebut sangat diinginkan dan dikasihi
maka diharapkan akan dapat hidup dalam lingkungan kasih sayang.
Sebaliknya, jika kehadiran bayi berikutnya, orang tua bersikap kurang dapat
menerima, acuh tak acuh, apalagi penuh kebencian, dan sebagainya,
tentunya kehidupan emosionalnya terganggu. Dengan demikian secara
individual, kedua anak tersebut akan mengalami perbedaan perkembangan
emosi pada masamasa selanjutnya.
Disiplin yang tegas tetapi disertai kasih sayang akan membantu anak
dalam perkembangan emosinya. Sebaliknya jika disiplin dilakukan dengan
Page 9 of 22

kaku dan tanpa kasih sayang akan menimbulkan sikap keraguraguan pada
diri anak dan bahkan akan kehilangan kepercayaan pada dirinya. Apabila
ini terjadi pada dua anak dalam satu keluarga (seayah/seibu) secara
individual perkembangan emosinya akan jelas bisa dibedakan.

C. Upaya Pengembangan Aspek Emosi


Intervensi pendidikan untuk mengembangkan emosi agar dapat berkembang
kearah memiliki kecerdasan emosional, salah satu diantaranya menggunakan
intervensi yang dikemukakan oleh W.T.Grant Consortium tentang Unsurunsur
Aktif Program Pencegahan, yaitu sebagai berikut :
1. Pengembangan Keterampilan Emosional
Cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan keterampilan
emosional individu adalah :
Mengidentifikasikan dan memberi namanama atau label perasaan.
Mengungkapkan perasaan
Menilai Intensitas perasaan
Mengelola perasaan
Menunda pemuasan
Mengendalikan dorongan hati
Mengurangi stress
Memahami perbedaan antara perasaan dan tindakan
2. Pengembangan Keterampilan Kognitif
Cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan keterampilan kognitif
individu adalah:
Belajarlah melakukan dialog batin sebagai cara untuk menghadapi dan

mengatasi suatu masalah atau memperkuat perilaku diri sendiri.


Belajarlah membaca dan menafsirkan isyaratisyarat sosial misalnya:
menganali pengaruh sosial terhadap perilaku dan melihat diri sendiri

dalam perspektif masyarakat yang lebih luas.


Belajarlah menggunakan langkahlangkah penyelesaian masalah dan
pengambilan keputusan misalnya: mengendalikan dorongan hati,

Page 10 of 22

menentukan sasaran, mengidentifikasi tindakantindakan alternatif, dan

memperhitungkan akibatakibat yang mungkin timbul.


Belajarlah memahami sudut pandang orang lain ( empati ).
Belajarlah memahami sopan santun, yakni perilaku mana yang dapat

diterima dan mana yang tidak.


Belajarlah bersiakp positif terhadap kehidupan.
Belajarlah mengembangkan kesadaran diri misalnya mengembangkan

harapan harapan yang realistis terhadap diri sendiri


3. Pengembangan Keterampilan Perilaku
Cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kerterampilan perilaku
individu adalah
Belajar keterampilan komunikasi nonverbal, misalnya: berkomunikasi
melalui hubungan pandangan mata, ekspresi wajah, gerakgerik, posisi

tubuh, dan sejenisnya.


Belajarlah keterampilan komunikasi verbal, misalnya: mengajukan
permintaan permintaan dengan jelas, menanggapi kritik secara efektif,
menolak pengaruh negatif, mendengarkan orang lain, ikut serta dalam
kelompokkelompok kegiatan positif yang banyak menggunakan
komunikasi verbal, dan sejenisnya.
Cara lain yang dapat digunakan sebagai intervensi edukatif untuk

mengembangkan emosi remaja agar dapat berkembang ke arah memiliki


kecerdasan emosional adalah dengan mengembangkan kegiatan yang didalamnya
mengundang materi yang dikembangkan oleh Daniel Golemen (1995) yang
kemudian diberi nama SelfScience Curriculum, yaitu sebagaimana dipaparkan
berikut ini:
a. Belajarlah mengembangkan kesadaran diri: caranya adalah dengan
mengamati diri Anda dan mengenali perasaanperasaan anda menghimpun
kosa kata untuk mengungkapkan perasaan memahami hubungan antara
pikiran, perasaan, dan reaksi emosional.
b. Belajarlah mengambil keputusan pribadi: caranya adalah mencermati
tindakan tindakan dan akibatakibatnya memahami apa yang
menguasai suatu keputusan, atau perasaan menerapakan pemahaman
Page 11 of 22

ini ke masalahmasalah yang cukup berat,seperti masalah seks dan obat


terlarang.
c. Belajarlah mengelola perasaan: caranya adalah memantau
pembicaraan sendiri untuk menangkap pesanpesan negatif yang
terkandung didalamnya( misalnya : Sakit hati yang mendorong amarah ).
d. Belajarlah menangani stress: caranya adalah mempelajari pentingnya
berolrahraga. Perenungan yang terarah, dan metode relaksasi.
e. Belajar berempati: caranya adalah memahami perasaan dan masalah
orang lain dan berpikir dengan sudut pandang orang lain.
f. Belajarlah berkomonikasi
g. Belajarlah membuka diri
h. Belajarlah mengembangkan pemahaman
i. Belajarlah menerima diri sendiri
j. Belajarlah mengembangkan tanggungjawab pribadi
k. Belajarlah mengembangkan ketegasan
l. Belajar dinamikadinamika kelompok,dan
m. Belajarlah menyelesaikan konflik
Mendidik anak menjadi orang yang kreatif adalah upaya menyukseskan
masa depan mereka. Banyak anak yang menjadi korban akibat dari salah didik yang
berorientasi ke mata pelajaran yang menempa aspek kognitif semata atau
menggembirakan hati yang sesaat. Dengan alasan mencoba meningkatkan harga
diri anak melalui pujian dan penghargaan, kita manjadi permissif (membiarkan)
dalam hal disiplin dan menuntut terlalu sedikit. Dalam upaya memberi mereka
dunia yang serba menyenangkan seperti dialam mimpi, kita lupa bahwa stress
dan ketidak nyamanan adalah bagian yang sama penting dalam pengalaman
manusia seperti cinta dan kasih sayang, dan ketika kita membebaskan mereka
dari kesempatan belajar tentang keterampilan mengatasi masalah yang penting
dalam menghadapi rintanagan dan kekecewaan yang tak terhindarkan dalam
dunia mereka kelak.
Banyak anak yang kelihatannya sukses dalam menerima pelajaran tapi
ketika dihadapkan kepada kemampuan untuk memecahkan masalah dengan cara
baru tidak memperoleh kemampuan sama sekali. Padahal ketika menjalani

Page 12 of 22

kehidupan jusru persoalan kreatif menjadi lebih penting lebihlebih dalam era yang
serba tidak menentu.

D. Teori Perkembangan Kepribadian


Ada beberapa teori yang membahas mengenai perkembangan kepribadian
dalam proses sosialisasi. Teori-teori tersebut antara lain Teori Tabula Rasa, Teori
Cermin Diri, Teori Diri Antisosial, Teori Ralph Conton, dan Toeri Subkultural
Soerjono Soekanto.
a. Teori Tabula Rasa
Pada tahun 1690 John Locke mengemukakan Teori Tabula Rasa dalam
bukunya yang berjudul An Essay Concerning Human Understanding.
Menurut teori ini, manusia yang baru lahir seperti batu tulis yang bersih
dan akan menjadi seperti apa kepribadian seseorang ditentukan oleh
pengalaman yang didapatkannya. Teori ini mengandaikan bahwa semua
individu pada waktu lahir mempunyai potensi kepribadian yang sama.
Kepribadian seseorang setelah itu semata-mata hasil pengalaman sesudah
lahir (Haviland, 1989:398).
Perbedaan pengalaman yang dialami seseorang itulah yang menyebabkan
adanya bermacam-macam kepribadian dan adanya perbedaan kepribadian
antar inividu yang satu dengan individu yang lain.
Teori tersebut tidak dapat diterima seluruhnya. Kita tahu bahwa setiap
orang memiliki kecenderungan khas sebagai warisan yang dibawanya sejak
lahir yang akan memengaruhi kepribadiannya pada waktu dewasa. Akan
tetapi juga harus diingat bahwa warisan genetik hanya menentukan potensi
kepribadian setiap orang. Tumbuh dan berkembangnya potensi itu tidak
seperti garis lurus, namun ada kemungkinan terjadi penyimpangan.
Kepribadian seseorang tidak selalu berkembang sesuai dengan potensi yang
diwarisinya. Warisan genetik itu memang memengaruhi kepribadian, tetapi
tidak mutlak menentukan sifat kepribadian seseorang. Pengalaman hidup,
khususnya pengalaman-pengalaman yang diperoleh pada usia dini, sangat
menetukan kepribadian individu.
b. Teori Cermin Diri

Page 13 of 22

Teori Cermin Diri (The Looking Glass Self ) ini dikemukakan oleh
Charles H.Cooley. Teori ini merupakan gambaran bahwa seseorang hanya
bisa berkembang dengan bantuan orang lain. Ada tiga langkah dalam proses
pembentukan cermin diri.
Imajinasi tentang pandangan orang lain terhadap diri seseorang, seperti

bagaimana tingkah lakunya di mata orang lain.


Imajinasi terhadap penilaian orang lain tentang apa yang terdapat pada

diri masing-masing orang. Misalnya, pakaian yang dipakai.


Perasaan seseorang tentang penilaian-penilaian itu, seperti bangga,

kecewa, gembira, atau rendah hati.


c. Teori Diri Antisosial
Teori ini dikemukakan oleh Sigmund Freud. Dia berpendapat bahwa diri
manusia mempunyai tiga bagian, yaitu id, superego, dan ego.
Id adalah pusat nafsu serta dorongan yang bersifat naluriah, tidak social,

rakus, dan antisosial.


Ego adalah bagian yang bersifat sadar dan rasional yang mengatur
pengendalian superego terhadap id. Ego secara kasar dapat disebut

sebagai akal pikiran.


Superego adalah kompleks dari cita-cita dan nilai-nilai sosial yang
dihayati seseorang serta membentuk hati nurani atau disebut sebagai

kesadaran sosial.
d. Teori Ralph dan Conton
Teori ini mengatakan bahwa setiap kebudayaan menekankan serangkaian
pengaruh umum terhadap individu yang tumbuh di bawah kebudayaan itu.
e. Teori Subkultural Soerjono Soekanto
Teori ini mencoba melihat kaitan antara kebudayaan dan kepribadian
dalam ruang lingkup yang lebih sempit, yaitu kebudayaan khusus
(subcultural). Dia menyebutkan ada beberapa tipe kebudayaan khusus yang
memengaruhi kepribadian, yaitu sebgai berikut.
Kebudayaan khusus atas dasar faktor kedaerahan.
Cara hidup di kota dan di desa yang berbeda.
Kebudayaan khusus kelas sosial.
Kebudayaan khusus atas dasar agama.

Page 14 of 22

Kebudayaan khusus atas dasar pekerjaan atau keahlian.

E. Faktor yang Mempengaruhi Kepribadian


1. Faktor Biologis
Faktor biologis merupakan faktor yang berhubungan dengan keadaan
jasmani, atau seringkali pula disebut faktor fisiologis seperti keadaan
genetik, pencernaan, pernafasaan, peredaran darah, kelenjar-kelenjar, saraf,
tinggi badan, berat badan, dan sebagainya. Kita mengetahui bahwa keadaan
jasmani setiap orang sejak dilahirkan telah menunjukkan adanya perbedaanperbedaan. Hal ini dapat kita lihat pada setiap bayi yang baru lahir. Ini
menunjukkan bahwa sifat-sifat jasmani yang ada pada setiap orang ada yang
diperoleh dari keturunan, dan ada pula yang merupakan pembawaan anak/orang
itu masing-masing. Keadaan fisik tersebut memainkan peranan yang penting
pada kepribadian seseorang.
2. Faktor Sosial
Faktor sosial yang dimaksud di sini adalah masyarakat yakni manusiamanusia lain disekitar individu yang bersangkutan. Termasuk juga kedalam
faktor sosial adalah tradisi-tradisi, adat istiadat, peraturan-peraturan, bahasa,
dan sebagainya yang berlaku dimasyarakat itu.
Sejak dilahirkan, anak telah mulai bergaul dengan orangorang
disekitarnya. Dengan lingkungan yang pertama adalah keluarga. Dalam
perkembangan anak, peranan keluarga sangat penting dan menentukan bagi
pembentukan kepribadian selanjutnya. Keadaan dan suasana keluarga yang
berlainan memberikan pengaruh yang bermacam-macam pula terhadap
perkembangan kepribadian anak.
Pengaruh lingkungan keluarga terhadap perkembangan anak sejak kecil
adalah sangat mendalam dan menentukan perkembangan pribadi anak
selanjutnya. Hal ini disebabkan karena pengaruh itu merupakan pengalaman
yang pertama, pengaruh yang diterima anak masih terbatas jumlah dan luasnya,
intensitas pengaruh itu sangat tinggi karena berlangsung terus menerus,
serta umumnya pengaruh itu diterima dalam suasana bernada emosional.
Kemudian semakin besar seorang anak maka pengaruh yang diterima dari
Page 15 of 22

lingkungan sosial makin besar dan meluas. Ini dapat diartikan bahwa faktor
sosial mempunyai pengaruh terhadap perkembangan dan pembentukan
kepribadian.
3. Faktor Kebudayaan
Perkembangan dan pembentukan kepribadian pada diri masing-masing
orang tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan masyarakat di mana
seseorang itu dibesarkan. Beberapa aspek kebudayaan yang sangat
mempengaruhi perkembangan dan pembentukan kepribadian antara lain:

Nilai-nilai (Values)
Di dalam setiap kebudayaan terdapat nilai-nilai hidup yang dijunjung

tinggi oleh manusia-manusia yang hidup dalam kebudayaan itu. Untuk


dapat diterima sebagai anggota suatu masyarakat, kita harus memiliki
kepribadian yang selaras dengan kebudayaan yang berlaku di masyarakat itu.
Adat dan Tradisi.
Adat dan tradisi yang berlaku disuatu daerah, di samping
menentukan nilai-nilai yang harus ditaati oleh anggota-anggotanya, juga
menentukan pula cara-cara bertindak dan bertingkah laku yang akan
berdampak pada kepribadian seseorang
Pengetahuan dan Keterampilan.
Tinggi rendahnya pengetahuan dan keterampilan seseorang atau suatu
masyarakat mencerminkan pula tinggi rendahnya kebudayaan masyarakat
itu. Makin tinggi kebudayaan suatu masyarakat makin berkembang pula
sikap hidup dan cara-cara kehidupannya.
Bahasa
Di samping faktor-faktor kebudayaan yang telah diuraikan di atas, bahasa
merupakan salah satu faktor yang turut menentukan cirri-ciri khas dari suatu
kebudayaan. Betapa erat hubungan bahasa dengan kepribadian manusia
yang memiliki bahasa itu. Karena bahasa merupakan alat komunikasi dan
alat berpikir yang dapat menunukkan bagaimana seseorang itu bersikap,
bertindak dan bereaksi serta bergaul dengan orang lain.

Page 16 of 22

Milik Kebendaan (material possessions)


Semakin maju kebudayaan suatu masyarakat/bangsa, makin maju dan

modern pula alat-alat yang dipergunakan bagi keperluan hidupnya. Hal


itu semua sangat mempengaruhi kepribadian manusia yang memiliki
kebudayaan itu.

F. Upaya Pengembangan Aspek Kepribadian


Secara umum, kepribadian itu pada dasarnya dibentuk oleh pendidikan,
karena pendidikan menanamkan tingkah laku yang kontinyu dan berulang-ulang
sehingga menjadi kebiasaan, ketika ia dijadikan norma, kebiasaan itu berubah
menjadi adat, membentuk sifat, sifat-sifat seseorang merupakan tabiat atau
watak, tabiat rohaniah dan sifat lahir membentuk kepribadian. Hal ini, sesuai
dengan definisi pendidikan, yaitu usaha sadar, teratur, dan sistematik yang
dilakukan oleh orangorang yang diserahi tanggung jawab untuk mempengaruhi
anak agar mempunyai sifat dan tabi'at sesuai dengan cita-cita pendidikan. Amir
Daien Indrakusuma (1973:108), menegaskkan bahwa kepribadian itu dapat
dibentuk oleh pendidikan, dan pendidikan itu sendiri bersumber pada tiga pusat
pendidikan, yaitu lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Terbentuknya kepribadian pada diri seseorang, itu berlangsung melalui
perkembangan yang terus menerus. Seluruh perkembangan itu, tampak bahwa
tiap perkembangan maju muncul dalam cara-cara yang kompleks dan tiap
perkembangan didahului oleh perkembangan sebelumnya. Ini berarti, bahwa
perkembangan itu tidak hanya kontiyu, tapi juga perkembangan fase yang satu
diikuti dan menghasilkan perkembangan pada fase berikutnya. Menurut Ahmad
D.Marimba (1989: 88) pembentukan kepribadian merupakan suatu proses yang
terdiri atas tiga taraf, yaitu:
1. Pembiasaan
Pembiasaan ialah latihan-latihan tentang sesuatu supaya menjadi biasa.
Pembiasaan hendaknya ditanamkan kepada anak-anak sejak kecil, sebab
pada masa itu merupakan masa yang paling peka bagi pembentukan
kebiasaan.Pembiasaan yang ditanamkan kepada anak-anak, itu harus
Page 17 of 22

disesuaikan dengan perkembangan jiwanya. Pendidikan yang diberikan kepada


anak sejak kecil, merupakan upaya dalam rangka pembentukan kepribadian
yang baik. Hal ini, sebagaimana dikemukakan oleh M. Athiyah al-Abrasy
(1990:105-107) bahwa para filosof Islam merasakan betapa pentingnya
periode kanak-kanak dalam pendidikan budi pekerti, dan membiasakan
anak-anak kepada tingkah laku yang baik sejak kecilnya. Mereka ini semua
berpendapat bahwa pendidikan anak-anak sejak dari kecilnya harus
mendapat perhatian penuh.
Ibnu Qoyyim Al-Jauzi, sebagaimana dikutip oleh M. Athiyah al-Abrasy
(1990:107) mengemukakan, bahwa pembentukan yang utama ialah waktu
kecil, maka apabila seorang anak dibiarkan melakukan sesuatu (yang kurang
baik) dan kemudian telah menjadi kebiasaannya, maka akan sukarlah
meluruskannya.
Tujuan utama dari kebiasaan ini, adalah penanaman kecakapankecakapan berbuat dan mengucapkan sesuatu agar cara-cara yang tepat
dapat dikuasai oleh siterdidik yang terimplikasi mendalam bagi pembentukan
selanjutnya. Kebiasaan Baik dapat membentuk kepribadian anak atau
kepribadian siswa
2. Pembentukan minat dan sikap
Dalam taraf kedua ini, pembentukan lebih dititik beratkan pada
perkembangan akal (pikiran, minat, dan sikap atau pendirian). Menurut
Ahmad D. Marimba (1989:88) bahwa pembentukan pada taraf ini terbagi dalam
tiga bagian, yaitu:
a. Formil
Pembentukan secara formil, dilaksanakan dengan latihan secara
berpikir, penanaman minat yang kuat, dan sikap (pendirian) yang tepat.
Tujuan dari pembentukan formil ini adalah:
Terbentuknya cara-cara berpikir yang baik, dapat menggunakan
metode berpikir yang tepat, serta mengambil kesimpulan yang logis.

Page 18 of 22

Terbentuknya minat yang kuat, yang sejajar dengan terbentuknya


pengertian. Minat merupakan kecenderungan jiwa ke arah sesuatu

karena sesuatu itu mempunyai arti bukan karena terpaksa.


Terbentuknya sikap (pendirian) yang tepat. Sikap terbentuk bersamasama dengan minat. Sikap yang tepat, ialah bagaimana seharusnya
seseorang itu bersikap terhadap agamanya, nilai-nilai yang ada di
dalamnya, terhadap nilainilai kesulitan, dan terhadap orang lain yang

berpendapat lain.
b. Materil
Pembentukan materil sebenarnya telah dimulai sejak masa kanakkanak, jadi sejak pembentukan taraf pertama, namun barulah pada taraf
kedua ini (masa intelek dan masa sosial). Anak-anak yang telah cukup
besar dan mampu menepis mana yang berguna dan mana yang tidak,
harusnya dilatih berpikir kritis.
c. Intensil
Pembentukan intensil yaitu pengarahan, pemberian arah, dan tujuan
yang jelas bagi pendidikan Islam, yaitu terbentuknya kepribadian muslim.
Untuk membentuk ke arah mana kepribadian itu akan dibawa, maka di
samping pemberian pengetahuan juga tentang nilai-nilai. Jadi, bukan
hanya merupakan pemberian perlengkapan, tetapi juga pemberian tujuan
ke arah mana perlengkapan itu akan dibawa. Pada segi lain,
pembentukan intensil ini lebih progresif lagi, yaitu nilai-nilai yang
mengarahkan sudah harus dilaksanakan dalam kehidupan. Mungkin masih
dengan pengawasan orang tua, tetapi lebih baik lagi jika atas keinsyafan
sendiri.
3. Pembentukan kerohanian yang luhur
Pada taraf ini, pembentukan dititik beratkan pada aspek kerohanian untuk
mencapai kedewasaan rohaniah, yaitu dapat memilih, memutuskan, dan
berbuat atas dasar kesadaran sendiri dengan penuh rasa tanggung jawab,
kecenderungan ke arah berdiri sendiri yang diusahakan pada taraf yang lalu,

Page 19 of 22

misalnya peralihan dari disiplin luar ke arah disiplin sendiri, dari menerima
teladan ke arah mencari teladan, pada taraf ini diintensifkan.
Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa yang diberikan
oleh orang tua dalam keluarga, baik dalam bentuk bimbingan, pendidikan,
maupun perhatian merupakan salah satu upaya yang dapat membentuk
kepribadian anak atau kepribadian siswa. Selain itu, terdapat pula cara lain
yang dapat dipergunakan dalam membentuk kepribadian, yaitu pembiasaan, yang
bertujuan untuk menanamkan kecakapan-kecakapan berbuat, mengucapkan sesuatu
dengan tepat, dan dapat dikuasai oleh si anak serta mempunyai implikasi yang
mendalam bagi pembentukan kepribadian pada tahap selanjutnya.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat kami tarik pada makalah ini, yaitu :
1. Teori perkembangan emosi, diantaranya :
Teori James-Lange
Teori Emergency Canon
Teori Scahcter Singer
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi emosi, diantaranya:
Perubahan jasmani

Page 20 of 22

3.

4.

5.

6.

Perubahan pola interaksi denga orang tua


Perubahan interaksi dengan teman-teman
Perubahan pandangan luar
Upaya pengembangan aspek emos, diantaranya:
Pengembangan keterampilan emosional
Pengembangan keterampilan kognitif
Pengembangan keterampilan perilaku
Teori perkembangan kepribadian, diantaranya:
Teori tabula rasa
Teori cermin diri
Teori antisocial
Teori Ralph dan Conton
Teori subkultural Soerjono Soekanto
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian, diantaranya:
Faktor biologis
Faktor social
Faktor kebudayaan
Upaya pengembangan aspek kepribadian, diantaranya :
Pembiasaan
Pembentukan minat dan sikap
Pembentukan kerohanian yang luhur

B. Saran
Adapun saran yang dapat kami berikan pada makalah ini, yaitu :
1. Manajemen emosi anda dengan baik. Karena keberhasilan sesorang tidak
hanya ditentukan kecerdasannya semata tetapi emosi juga berpengaruh
besar terhadap kesuksesan anda.
2. Gunakan manajemen emosi ini untuk membimbing peserta didik agar
dapat optimal dalam mengolah emosinya.

Page 21 of 22

DAFTAR PUSTAKA
M, Asrori. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Untan Press : Pontianak
U, Husna Asmara. 2004. Penulisan Karya Ilmiah. Fahruna Bahagia : Pontianak
Fatimah, Enung. 2008. Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta
Didik).Bandung: CV. Pustaka Setia
Agus, Sujanto.1986. Psikologi Kepribadian, Jakarta: Aksara Baru.
Defabj.blogspot.co.id/2013/03/makalahteoriperkembanganemosi.html
Tiarprasetia.blogspot.co.id/2013/05/perkembanganemosiremaja.html

Page 22 of 22

Anda mungkin juga menyukai