Anda di halaman 1dari 6

Intensification with Bolus Insulin

Sugiarto
Devisi Endokrinologi, Metabolik dan Diabetes Fakultas Kedokteran
/RSUD Dr Moewardi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pendahuluan
Diabetes mellitus tipe 2 (DM tipe2) merupakan penyakit kronis dan progresif
dengan kegagalan sel beta pancreas untuk mensekresi insulin dan meningkatnya
resistensi insulin. Seiring dengan kegagalan dalam mensekresi insulin maka diperlukan
insulin eksogen untuk mengontrol kadar glukosa darah dan mencegah komplikasinya
(Zinman, 2002).
Keberhasilan pencapaian target HbA1c <7% sesuai rekomendasi ADA dapat
menurunkan risiko penyakit mikrovaskuler (retinopati, neuropati, nefropati) pada pasien
DM tipe 1 dan tipe 2, serta penyakit kardiovaskuler pada DM tipe 1. Penelitian awal
Action to Control Cardiovascular Risk in Diabetes (ACCORD) membandingkan antara
terapi intensif (rata-rata HbA1c 6,4%) dengan terapi standar (rata-rata HbA1c 7,5%).Pada
penelitian ini dilaporkan bahwa 50 % kematian terdapat pada kelompok dengan terapi
intensif karena kejadian kardiovaskuler (serangan jantung, kematian mendadak, stroke,
gagal jantung dan penyakit kardiovaskuler lainnya). Berdasarkan penelitian ini
disimpulkan bahwa target penurunan HbA1c tidak boleh terlalu rendah (Stolar et al.,
2008).
UK Prospective Diabetes Study (UKPDS) yang melibatkan 4000 subyek pada
DM tipe 2 yang di amati selama 6 tahun memperlihatkan kemunduran fungsi sel beta
pancreas dan kemampuannya kehilangan setelah 15 - 20 tahun walaupun telah diberikan
terapi (Kazlauskaite dan Fogelfeld, 2003).
Hiperglikemia kronik menyebabkan gangguan biosintesis dan sekresi insulin,
sehingga terjadi kerusakan fungsi sel pankreas dan resistensi insulin secara progresif
(Kaneto et al., 2005). Penatalaksanaan DM tipe 2 mengalami perkembangan pesat dalam
decade terakhir terutama dalam mengontrol glukosa darah. Insulin mempunyai peran
yang penting dan penatalaksanaan yang baik dalam menurunkan glukosa darah pada
pasien DM tipe 2 (Kazlauskaite dan Fogelfeld, 2003). Standart terapi insulin yang ideal
adalah menggunakan insulin sesuai fisiologis manusia, yang mencapai puncak setelah
makan diteruskan dengan insulin basal (Zinman, 2002).

Penatalaksanaaninsulin
Terapi optimal pasien DM tipe 2 memerlukan pendekatan terapi yang multifaktor
termasuk edukasi pasien, perubahan pola hidup, anti-hiperglikemia, anti-hipertensi serta
anti-hiperlipidemia. Strategi pencegahan dengan edukasi dan intervensi farmakologi
bertujuan untuk menurunkan prevalensi sindrom metabolik, impared glucose tolerance
(IGT) dan DM tipe-2 serta komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler (Matthael et al.,
2000).
TargetterapiDMtipe2terhadapHbA1cdirekomendasikan<7%dansebagian
besardenganobatdiabeticoralsulituntukmencapaitargetglukosasertakurangagresif.
Terapi insulin sebagian besar pasien dapat mengontrol glukosa darah dengan baik
(Singhai et al, 2013). Dalam penelitian pasien DM tipe 2 yang tidak terkontrol dan
mendapatkan terapi sulfonylurea dan metformin kemudian dilakukan randomisasi dan
diberikan insulin premix, insulin bolus atau insulin basal hasilnya rata-rata HbA1c sama
diantara ketiga kelompok.

Penambahan basal insulin pada antidiabetk oral sama

efektifnya dan efek sampingnya lebih rendah dibanding insulin premix atau bolus. Insulin
premix dalam menurunkan HbA1c sama dengan insulin basal bolus (Petznick, 2011).
Insulin mempunyai peran penting pada kontrol hiperglikema pada pasien DM tipe
1 atau selektif pada pasien DM tipe 2. Cara pemberian insulin dengan cara insulin
syringe, insulin infusion pump, jet injector dan pen. Pada DM tipe 1 untuk mengontrol
glukosa yang baik minimal diberikan tiga kali atau lebih setiap hari dengan suntikan.
Untuk memenuhi kebutuhan dan memperbaki kepatuhan insulin dapat digunakan dengan
cara injeksi supersonic, infus pump atau continuous subcutaneous insulin infusion (CSII)
(Yaturu, 2013), insulin basal-bolus, insulin koreksi dan insulin premixed (Petznick,
2011).
Insulin Basal Bolus
Pada algoritme ADA/EASD pada pasien DM tipe 2 bahwa terapi insulin dapat
dimulai dengan insulin NPH atau long acting insulin analogue. Jika dengan satu perhari
dengan insulin longacting HbA1c belum tercapai target, dapat diberikan tambahan short
acting insulin analogue satu, dua atau tiga kali perhari (Swinnen et al, 2009).

Terapi insulin analogue (aspart, glulisine, lispro) absorsinya lebih cepat dari pada
regular insulin sehingga dapat memperbaki kekurangan dari regular insulin karena
absorsinya sekitar 15 menit setelah injeksi subkutan (Swinnen et al., 2009). Insulin
detemir dan glargine

merupakan insulin analogue yang dapat dipergunakan untuk

monoterapi atau kombinasi pada pasen diabetes. Penelitian King , (2009) dengan metode
double-blind, randomized,crossover bahwa dengan isoglycaemic clamp memperlihatkan
durasi yang sama dengan titrasi 3-4 hari yang dapat mengontrol kadar glukosa selama 24
jam pada pasien DM tipe 2 (King, 2009).
Terapi insulin direkomendasikan pada DM tipe 2 dengan kadar HbA1c 9% atau
jika terapi optimal belum tercapai. Dosis dimulai 0,3 U/kgbb atau penambahan mulai 0,6
- 1,0 Unit. Terapi pengganti 50% dapat diberikan dengan insulin basal dan 50% sebagai
bolus dengan insulin prandial yang diberikan sewaktu makan pagi, siang dan malam hari.
Terapi pengganti lainnya termasuk insulin basal-bolus dan koreksi atau insulin premix
(Petznick, 2011). Dalam keadaan tertentu seperti penurunan barat badan atau ketonuria
serta kadar glukosa darah tetap tinggi (> 300-3500 mg/dL) di rekomendasikan terapi
insulin. Insulin dapat ditambahkan pada pasien dengan terapi oral (Tambascia et al,
2013).

Algorithmforinitiatinginsulintherapy.Hirsch et al, 2005

Algorithm sederhana
Sebelum makan pagi dengan Rapid atau Short Acting Insulin
Jika glukosa darah

Dosis insulin

0-100 mg/ dL

: 2 unit.

101-150 mg/dL

: 3 unit

151-200 mg/dL

: 4 unit

201-250 mg/dL

; 6 unit

251-300 mg/dL

: 8 unit

Over 300 mg/dL

: 12 unit

Kesimpulan
Bahwa kontrol glukosa darah secara intensif memperlambat perjalanan
progresifitas komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler. Terapi insulin diperlukan
untuk mengoptimalkan kontrol glukosa darah akibat penurunan progresif fungsi sel beta
pancreas dan perjalanan alamiah pasien diabetes. Terapiinsulinlebihawalbermanfaat
terhadap penurunan target HbA1c dan komplikasi, tetapi juga berefek terhadap
peningkatanberatbadan,hipoglikemiadanhiperinsulinemia.Terapiinsulindenganbasal
bolusefektifmengontrolglukosadarahdandiperlukanedukasiygterusmenerusuntuk
meningkatkankepatuhanpasien.
KEPUSTAKAAN
Kaneto H,Matsuoka T,Nakatani Y, Kawamori D,Matsuhisa M,Yamasaki Y, 2005.
Oxidative stress and JNK Pathway in diabetes. Current Diabetes Reviews 1:
65-72.
Kazlauskaite R dan Fogelfeld L, 2003.Insulin Therapy in Type 2 Diabetes. Dis
Mon;49:377-420
Mattheal S,Stumvoll M,Kellerer M,Haring HU, 2000. Pathophysiology and
Pharmacological Treatment of insulin resistance. Endocrine Reviews 21: 585618
Petznick A, 2011. Insulin Management of Type 2 Diabetes Mellitus. Am Fam Physician;84(2):183-190.
Stolar MW, Hoogwerf BJ, Gorshow SM, Boyle PJ, dan Wales DO, 2008. Managing
Type 2 Diabetes: Going Beyond Glycemic Control. J Manag Care
Pharm.;14(5)(suppl S-b):S2-S19
Swinnen SG, Hoekstra JB, Devries JH, 2009.Insulin Therapy for Type 2 Diabetes.
Diabetes Care ; 32 (2):S253-259
Tambascia MA, Nery M, Gross JL, Narbot Ermetice MN dan Oliveira CP,
2013.Evidence-based clinical use of insulin premixtures. Diabetology &
Metabolic Syndrome; 5:50
Yaturu S, 2013.Insulin therapies: Current and future trends at dawn. World J
Diabetes :15; 4(1): 1-7
Zinman B, 2002. Effective use of insulin in type 2 diabetes mellitus. Advance Studies
in Medicine :2(6);956-960.

Anda mungkin juga menyukai