Pms
Pms
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit kelamin adalah penyakit yang penularannya terutama melalui
hubungan seksual.Cara hubungan kelamin tidak hanya terbatas secara genitogenital saja, tetapi dapat juga secara oro-genital atau ano-genital, sehingga
kelainan yang timbul akibat penyakit kelamin ini tidak terbatas hanya pada
daerah genital saja, tetapi dapat juga pada daerah-daerah ekstra genital.
Gejala yang ditimbulkan dapat disebabkan oleh pasangan seksual aktif
maupun neonatus yang lahir dari ibu yang terinfeksi.1,.2
Sejak tahun 1998 istilah STD (Sexually Transmitted Dissease), mulai
berubah menjadi STI (Sexually Transmitted Infection), agar dapat
menjangkau penderita asimtomatik.. Menurut WHO, terdapat lebih kurang 30
jenis mikroba yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Kondisi yang
paling sering ditemukan adaah infeksi gonorrhoeae, chlamydia, syphilis,
trichomoniasis,
chancroid,
herpes
genitalis,
infeksi
Human
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit kelamin sudah lama dikenal dan diantaranya sangat populer di
Indonesia. PMS sering ditemukan di kalangan dewasa muda. Hal ini
mengindikasinya tabunya hubungan seksual di luar pernikahan sudah tidak
dihiraukan lagi. Insidensi tertinggi adalah pada kelompok usia 20-24 tahun.
Insidensinya lebih tinggi di ka;angan pria. Kasus PMS yang paling banyak
dilaporkan adalah non-spesificurethritis dan gonorrhoeae.7 Distribusi populasi
usianya adalah 39,2% berusia kurang dari 15 tahun, 56,5% berusia 15-59 tahun,
dan 5,3% berusia lebih dari 60 tahun. 8
Kasus PMS pada pekerja seks komersil di Indonesia cenderung meningkat
dari tahun ke tahun. Hasil estimasi tahun 2006 menunjukkan bahwa pekerja seks
komersil berjumlah 221.000 orang dengan pelanggan sebanyak 3.160.000 orang
dengan prevalensi PMS yang sangat tinggi di kota Bandung, yaitu
gonorrhoeae37,4%, chlamydia 34,5%, dan syphilis 25,2%. Selanjutnya diikuti
oleh kota Surabaya dengan kasus chlamydia 33,7%, syphilis 28,8%, dan
gonorrhoeae 19,8%. Yang ketiga adalah kota Jakarta dengan gonorrhoeae 29,8%,
syphilis 25,2%, dan chlamidia 22,7%. Yang keempat adalah kota Medan dengan
Chlamydia 5.3% dan syphilis 2.4%. 9
Pekerja seks komersil lebih berisiko menimbulkan PMS karena mereka
sering bertukar pasangan seks. Semakin banyak pasangannya semakin banyak
kesempatan terinfeksi PMS dan menularkannya ke orang lain. Peran serta
masyarakat dalam mengontrol PMS sangat penting, selama kelompok ini belum
terjangkau dengan pencegahan dan layanan pengobatan yang berkualitas
baik.Jangkauan yang efektif, pendidikan sebaya serta layanan klinik berjalan atau
dengan menyediakan waktu khusus di klinik memberikan kontribusi untuk
mengurangi prevalensi PMS di masyarakat.3,6,7
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pekerja seks komersil masih
engggan menggunakan kondom sebagai bentuk seks yang aman.Sepuluh juta pria
di Indonesia masih menjadi pelanggan pekerja seks komersil di tempat-tempat
10
40% merupaka anak muda.Ini adalah hasil survei Kementrian Kesehatan pada
tahun 2011 mengenai pria berperilaku seksual risiko tinggi terpapar HIV/AIDS.11
Selain masalah banyaknya
menggunakan
kondom
juga
terdapat
masalah
lain.
Menurut
Komisi
1. Bakteri
Neisseria gonorrhoeae
bartholinitis,
faringitis,
conjunctivitis.
Chlamydia trachomatis
Mycoplasma hominis
salphingitis,
Ureaplasma urealyticum
(hanya C.trahomatis).
Treponema pallidum
Sifilis.
Gardnerella vaginalis
Vaginitis.
Donovania granulomatis
2. Virus
Granuloma inguinale.
Herpes genitalis.
Herpes B virus
limfomagranuloma
venerum
pada bayi.
Molluscum
contagiosum
Moluskum kontangiosum.
virus
Human
immunodeficiency
A.I.D.S
(Aquired
Immune
Deficiency
virus
3. Protozoa
Syndrome).
Trichomonas vaginalis
4. Fungus
Candida albicans
5. Ektoparasit
Phthirus pubis
Pedikulosis pubis
Sarcoptes scabieiVar.homiinis
Skabies
inklusi.16
Fase II: Fase penularan, bila vakuol pecah kuman keluar
dalam bentuk badan elementer yang dapat menimbulkan
tertentu.
Ureaplasma
urelyticum
merupakan
prostatitis,
vesikulitis,
Selain
ekstrasel PMN.
Tidak ditemukan blastospora, pseudohifa dan trikomonas.
Jumlah leukosit PMN pada sekret uretra > 5/LPB, sekret serviks >
>30 /LPB
Belum ada panduan untuk infeksi faring dan anal
itu, dapat dilakukan pemeriksaan sitologi yang memiliki sensitivitas
Dosis
4x500 mg sehari selama 1 minggu atau 4
Oksitetrasiklin
Doksisiklin
Eritromisin
selama 2 minggu.
2x2 tablet sehari selama seminggu.
1 gram dosis tunggal
4x500 mg sehari selama 1 minggu
2 x 200 mg sehari selama 10 hari.
Sulfa-trimetroprim
Azitromisin
Spiramisin
Ofloksasin
Catatan
Konseling
kemungkinan
jelaskan
mengenai
komplikasi
jangka
1GNS
dan
panjang,
penyebabnya,
cara
penularan,
pengobatan
10%
penderita
akan
mengalami
eksaserbasi/rekurens.23
B. SIFILIS
a. Definisi
Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh treponema
pallidum, sangat kronik dan besifat sistemik. Pada perjalanannya dapat
menyerang hampir semua alat tubuh, dapat menyerupai banyak penyakit,
mempunyai masa laten, dan dapat ditularkan dari ibu ke janin.21
b. Etiologi
Pada tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn dan
Hoffman ialah Treponema pallidum, yang termasuk ordo Spirochaetales,
familia Spirochaetaceae, dan genus Treponema. Bentuknya sebagai spiral
teratur, panjangnya antara 6-15 um, lebar 0,15 um, terdiri atas delapan
sampai dua puluh empat lekukan. Gerakannya berupa rotasi sepanjang aksis
dan maju seperti gerakan pembuka botol. Membiak secara pembelahan
melintang, pada stadium aktif terjadi setiap tiga puluh jam.3,15
c. Klasifikasi
Sifilis dibagi menjadi sifilis kongenital dan sifilis akuisita (didapat).
Sifilis congenital dibagi menjadi : dini (sebelum 2 tahun), lanjut (setelah 2
tahun), dan stigmata. Sifilis akuisita dapat dibagi menurut dua cara, secara
klinis dan epidemiologic. Menurut cara pertama sifilis dibagi menjadi 3
10
stadium : stadium S (S I), stadium II (S II), dan stadium III (S III). Secara
epidemiologic menurut WHO dibagi menjadi 3,16,19
1. Stadium dini menular (dalam 1 tahun sejak infeksi), terdiri atas S
I, S II, stadium rekuren, dan stadium laten dini.
2. Stadium lanjut tak menular (setelah 1 tahun sejak infeksi), terdiri
atas stadium laten lanjut dan S III.
Bentuk lain ialah sifilis kardiovaskular dan neurosifilis. Ada yang
memas ,ukkannya ke dalam S III atau S IV.
Patogenesis
Stadium dini
Pada sifilis yang didapat, T. pallidum masuk ke dalam kulit melalui
mikrolesi atau selaput lender, biasanya melalui senggama, kuman
tersebut berkembang biak, jaringan bereaksi dengan membentuk
infiltrate yang terdiri dari sel- sel limfosit dan sel- sel plasma,
terutama di perivaskular, pembuluh darah kecil berproliferasi di
kelilingi oleh T. pallidum dan sel- sel radang. Treponema terletak di
antara endothelium kapiler dan jaringan perivaskular disekitarnya.
Endarteritis pembuluh darah kecil menyebabkan perubahan hipertrofik
endothelium yang menimbulkan obliteraso lumen (endarteritis
obliterans). Kehilangan perdarahan akan menyebabkan erosi, pada
pemeriksaan klinis tampak sebagai SI.3,22
Sebelum S I terlihat, kuman telah mencapai kelenjar getah bening
regional secara limfogen dan berkembang biak. Pada saat itu terjadi
pula penjalaran hematogen dan menyebar ke semua jaringan di badan.
Tetapi manifestasinya akan tampak kemudian. Multiplikasi ini diikuti
oleh reaksi jaringan sebagai S II, terjadi enam sampai delapan minggu
11
Stadium lanjut
Stadium laten dapat berlangsung bertahun- tahun, rupanya
treponema dalam keadaan dorman. Meskipun demikian antibodi tetap
berada di dalam serum penderita dan jaringan dapat berubah kapan
saja, sebabnya masih belum jelas,mungkin trauma merupakan salah
satu faktor presipitasi. Pada saat itu munculah S III berbentuk
guma.Meskipun pada guma tersebut tidak ditemukan. T. pallidum
reaksinya hebat karena bersifat destruktif dan berlangsung bertahuntahun19.23. Setelah mengalami masa laten yang bervariasi guma
tersebut timbul ditempat- tempat lain.. 7,9
Treponema pallidum mencapai sistem kardiovaskular dan system
saraf pada waktu dini, tetapi kerusakan terjadi perlahan- lahan
sehingga memerlukan waktu bertahun- tahun untuk menimbulkan
gejala klinis.Penderita dengan guma biasanya tidak demekian pula
sebaliknya. Kira- kira dua pertiga kasus dengan stadium laten tidak
memberi gejala.. 4,7
12
d. Gejala Klinis
SIFILIS AKUISITA
a) Sifilis dini
I .Sifilis primer (S I)
Masa tunas biasanya 2-4 minggu. T.pallidum masuk dalam
selaput lendir atau kulit yang telah mengalami lesi / mikrolesi secara
langsung. Biasanya melalui senggama, T.pallidum tersebut akan
berkembang biak, kemudian terjadi penyebaran secara hematogen dan
limfogen. Kelainan kulit dimulai sebagai papul lentikur yang
permukaannya menjadi erosi, umumnya akan menjadi ulkus. Ulkus
tersebut biasanya bulat, solitar, dasarnya adalah jaringan bergranulasi
berwarna
merah
dan
bersih,
di
atasnya
hanya
tampak
13
eksantema
menyeluruh.
karena
Roseola
timbulnya
menghilang
cepat
dan
beberapa
14
Papul :
bercak-bercak
leukoderma
menghilang
perlahan.
hipopigmentasi
sifilitikum,
Bila
pada
yang
leher
dan
akan
disebut
Jika
pada
dahi
susunan
yang
lentikular,
permukaannya
datar,
sebagian
15
Pustul :
disebut
sifilis
variseliformis
karena
menyerupai varisela. 1, 3
-
S II pada mukosa
Biasanya timbul bersama-sama dengan eksantema pada kulit;
kelainan pada mukosa ini disebut enantem, terutama terdapat pada
mulut
dan
tenggorok.Berupa
makula
eritematosa,
cepat
S II pada rambut
Pada S II yang masih dini sering terjadi kerontokan rambut,
umumnya bersifat difus dan tidak khas, disebut alopesia difusa.Pada
S II lanjut, dapat terjadi alopesia areolaris yaitu kerontokan
setempat-setempat, tampak sebagai bercak yang ditumbuhi oleh
rambut yang tipis, seolah-olah digigit ngengat.Bercak-bercak
tersebut disebabkan oleh roseola/papul, akar rambut dirusak oleh
treponema. Kerusakan tersebut dapat juga terjadi pada alis mata
bagian lateral dan janggut.1, 3
16
S II pada kuku
Warna kuku berubah menjadi putih, kabur.Selain itu juga
menjadi
rapuh,
terdapat
pula
alur
transversal
dan
terjadi
hepatitis,hepar
membesar
dan
nyeri.3
Saraf
Pada pemeriksaan LCS, tampak kelainan berupa peninggian sel
danprotein.Gejala klinis pada stadium ini jarang, tetapi dapat
disebabkan oleh meningitis akut/subakut.Tekanan intracranial
dapat meninggi dan memberi gejala nyeri kepala, muntah, dan
edema papil.Pemeriksaan serebrospinal pada S II ini tidak perlu
dikerjakan secara rutin.3,6
Antara S II dini dan S II lanjut terdapat perbedaan.Pada S II dini
17
Diagnosis
sifilis
sekunder
ditegakkan
berdasarkan
hasil
b) Sifilis lanjut
Perbedaan karakteristik sifilis dini dan sifilis lanjut adalah sebagai
berikut :3
1. Pada sifilis dini bersifat infeksius, pada sifilis lanjut tidak, kecuali
kemungkinan pada wanita hamil. 3
2. Pada sifilis dini hasil pemeriksaan lapangan gelap ditemukan
T.pallidum, pada sifilis lanjut tidak ditemukan.3
3. Pada sifilis dini infeksi ulang dapat terjadi walau telah diberi
pengobatan yang cukup, sedangkan pada sifilis lanjut sangat jarang.
4. Pada sifilis dini tidak bersifat destruktif, sedangkan pada sifilis
lanjut destruktif. 3
18
5. Pada sifilis dini hasil tes serologis selalu reaktif dengan titer tinggi,
setelah diberi pengobatan yang adekuat akan berubah menjadi non
reaktif atau titer rendah,sedangkan pada sifilis lanjut umumnya
reaktif, selalu dengan titer rendah dan sedikit atau hampir tidak ada
perubahan setelah diberi pengobatan. Titer yang tinggi pada sifilis
lanjut dijumpai pada gumma dan paresis.7
I.
tidak
menular,
diagnosis
ditegakan
dengan
II.
19
mempunyai
kecenderungan
untuk
bergerombol
atau
nodus-nodus
subkutan
yang
fibrotik,
tidak
melunak, indolen, biasanya pada sendi besar. Dan dapat terjadi sifilis
kardiovaskular dan neurosifilis.3,7
e. Pembantu Diagnosis3
Pemeriksaan T. pallidum.
Tes Serologik Sifilis (T.S.S.) : treponemal dan nontreponemal.
Pemeriksaan lain : rontgen tulang pada.
f. Pengobatan
Pada pengobatan jangan dilupakan agar mitra seksualnya juga diobati,
dan selama belum sembuh penderita dilarang bersanggama. Pengobatan
dimulai sedini mungkin, makin dini hasilnya makin baik. Pada sifilis laten
terapi bermaksudmencegah proses lebih lanjut.1, 5, 6
Pengobatannya menggunakan penisilin dan antibiotik lain.
20
1. Penisilin
Obat yang merupakan pilihan ialah penisilin. Obat tersebut
dapat menembus placenta sehingga mencegah infeksi. Pada janin dan
dapat menyembuhkan janin yang terinfeksi; juga efektif untuk
neurosifilis.1, 5, 6, 11
Kadar yang tinggi dalam serum tidak diperlukan, asalkan jangan
kurang dari 0,03 unit/ml. Yang penting ialah kadar tersebut harus
bertahan dalam serum selama sepuluh sampai empat belas hari untuk
sifilis dini dan lanjut, dua puluh satu hari untuk neurosifilis dan sifilis
kardiovaskular. Jika kadarnya kurang dari angka tersebut, setelah lebih
dari dua puluh empat sampai tiga puluh jam, maka kuman dapat
berkembang biak.1, 5, 6
Menurut lama kerjanya, terdapat tiga macam penisilin:1, 5, 6, 11, 12
a. Penisilin G prokain dalam akua dengan lama kerja dua puluh empat
jam, jadi bersifat kerja singkat.
b. Penisilin G prokain dalam minyak dengan aluminium monostearat
(PAM), lama kerja tujuh puluh dua jam, bersifat kerja sedang.
c. Penisilin G benzatin dengan dosis 2,4 juta unit akan bertahan dalam
serum dua sampai tiga minggu, jadi bersifat kerja lama.
Ketiga obat tersebut diberikan intramuskular. Derivat penisilin
per oral tidak dianjurkan karena absorpsi oleh saluran cerna kurang
dibandingkan dengan suntikan. Cara pemberian penisilin tersebut
sesuai dengan lama kerja masing-masing; yang pertama diberikan
setiap hari, yang kedua setiap tiga hari, dan yang ketiga biasanya
setiap minggu.1, 5, 6
Penisilin G benzatin karena bersifat kerja lama, maka kadar obat
dalam serum dapat bertahan lama dan lebih praktis, sebab penderita
tidak perlu disuntik setiap hari seperti pada pemberian penisilin G
prokain dalam akua. Obat ini mempunyai kekurangan, yakni tidak
dianjurkan untuk neurosifilis karena sukar masuk ke dalam darah di
otak, sehingga yang dianjurkan ialah penisilin G prokain dalam akua.
Karena penisilin G benzatin memberi rasa nyeri pada tempat suntikan,
21
penisilin G benzatin 9,6 juta unit, diberikan 3 kali 2,4 juta unit, dengan
interval seminggu. Untuk neurosifilis terapi yang dianjurkan ialah
penisilin G prokain dalam akua 18-24 juta unit sehari, diberikan 3-4
juta unit, i.v. setiap 4 jam selama 10-14 hari.1, 5, 6, 11. 12
Pada sifilis kongenital, terapi anjurannya ialah penisilin G
prokain dalam akua100.000- 150.000 satuan/kg B.B. per hari, yang
diberikan 50.000 unit/kg B.B., i.m.,setiap hari selama 10 hari.1, 5, 6, 11
Reaksi Jarish-Herxheimer
Pada terapi sifilis dengan penisilin dapat terjadi reaksi JarishHerxheimer. Sebab yang pasti tentang reaksi ini belum diketahui,
mungkin disebabkan oleh hipersensitivitas akibat toksin yang
dikeluarkan oleh banyak T.pallidum yang mati.Dijumpai sebanyak 5080% pada sifilis dini. Pada sifilis dini dapat terjadi setelah enam
sampai dua belas jam pada suntikan penisilin yang pertama.3
Gejalanya dapat bersifat umum dan lokal.Gejala umum biasanya
hanya ringan berupa sedikit demam. Selain itu dapat pula berat:
demam yang tinggi, nyeri kepala, artralgia, malese, berkeringat, dan
kemerahan pada muka. Gejala lokal yakni afek primer menjadi
22
bengkak karena edema dan infiltrasi sel, dapat agak nyeri. Reaksi
biasanya akan menghilang setelah sepuluh sampai dua belas jam tanpa
merugikan penderita pada S I.1,2
Pada sifilis lanjut dapat membahayakan jiwa penderita,
misalnya: edema glottis pada penderita dengan guma di laring,
penyempitan arteria koronaria pada muaranya karena edema dan
infiltrasi, dan trombosis serebral. Selain itu juga dapat terjadi rupture
aneurisms atau ruptur dinding aorta yang telah menipis yang
disebabkan oleh terbentuknya jaringan fibrotik yang berlebihan akibat
penyembuhan yang cepat.3
Pengobatan
reaksi
Jarish-Herxheimer
ialah
dengan
laten.
Eritromisin
bagi
yang
hamil,
efektivitasnya
23
1bulan sesudah*:
o titer turun: tidak diberi pengobatan
o liter naik atau tetap: pengobatan ulang
g. Prognosis
Dengan ditemukannya penisilin, maka prognosis sifilis menjadi
lebih baik.Untuk menentukan penyembuhan mikrobiologik, yang berarti
bahwa
semua
T.pallidum
di
badan
terbunuh
tidaklah
24
menular ke orang lain, T.S.S. pada darah dan likuor serebrospinalis selalu
negatif. 2,3
C. GONORE
a. Definisi
Gonore adalah penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) yang
disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae, bakteri diplokokkus gram
negatif yang menjadikan manusia sebagai perantaranya. Selama beberapa
abad, bermacam nama telah digunakan untuk mendeskripsikan infeksi yang
disebabkan oleh N. gonorrhoeae ini, diantaranya; strangury yang
digunakan oleh Hipocrates, penamaan gonore sendiri diberikan oleh Galen
(130 SM) untuk menggambarkan eksudat uretra yang sifatnya seperti aliran
air mata (flow of seed) dan M. Neisser, dikenalkan oleh Albert Neisser, yang
menemukan mikroorganisme tersebut pada tahun 1879 dari pewarnaan
apusan yang diambil dari vagina, uretra dan eksudat konjungtiva. 3,7,11
Kultur dari bakteri N. gonorrhoeae dilaporkan pertama kali oleh
Leistikow dan Loffler pada tahun 1882 dan dikembangkan pada tahun 1964
oleh Thayer dan Martin yang menemukan tempat biakan selektif pada media
agar khusus.Media Thayer-Martin merupakan media yang selektif untuk
mengisolasi
gonokok.Mengandung
vankomisin
untuk
menekan
tidak
mengenal
ras,
sosial
ekonomi
atau
kondisi
25
tertinggi terjadi pada usia 15 -19 tahun (715,6 per 100.000) sebaliknya pada
laki-laki insidens rata-rata tertinggi terjadi pada usia 20-24 tahun (589,7 per
100.000).. Pada tahun 1987 dilaporkan sebanyak 31/100.000 orang yang
menderita, pada tahun 1994 dilaporkan penderita gonore semakin berkurang
yaitu hanya sekitar 31/100.000 orang yang menderita. 5,6
terinfeksi.
c. Etiologi
N. gonorrhoeae adalah infeksi yang disebabkan oleh N. gonorrhoeae.
Albert Neisser adalah yang penemu mikroorganisme tersebut pada tahun
1879 dari pewarnaan apusan yang diambil dari vagina, uretra dan eksudat
konjungtiva. Bakteri N. gonorrhoeae tidak dapat bergerak, tidak memiliki
spora, jenis diplokokkus gram negatif dengan ukuran 0,8 1,6 mikro.
Bakteri gonokokkus tidak tahan terhadap kelembaban, yang cenderung
mempengaruhi transmisi seksual.Bakteri ini bersifat tahan terhadap oksigen
tetapi biasanya memerlukan 2-10% CO2 dalam pertumbuhannya di
atmosfer.3
26
Membran
protein
luar
seperti
apacity-associated
(Opa)
27
f. Diagnosis
28
29
oleh
perusahaan
dalam
pengobatan
ophthalmia
gonokokal.
Alternatif rejimen dimana agen yang direkomendasikan tidak tersedia
h. Prognosis
Prognosis pada penderita dengan gonore tergantung cepatnya penyakit
dideteksi dan diterapi.Penderita dapat sembuh sempurna bila dilakukan
pengobatan secara dini dan lengkap.Tetapi jika pengobatan terlambat
diberikan, maka kemungkinan besar dapat menyebabkan komplikasi lebih
lanjut.3,21
i. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah :3
1. Uretra yang berparut atau berbintik pada pria kemungkinan mengarah
ke menurunnya fertilitas atau obstruksi kandung kemih.
2. Parutan atau bintik-bintik pada traktus reproduksi atas pada wanita
dengan PID (penyakit radang panggul) kemungkinan mengarah ke
infertilitas, nyeri pelvis kronik dan kehamilan ektopik.
3. Adanya kemungkinan lahir prematur, infeksi neonatal dan keguguran
akibat infeksi gonokokkus pada wanita hamil.
4. Adanya parutan pada kornea dan kebutaan permanen akibat infeksi
5.
6.
7.
8.
9.
D. ULKUS MOLE
a. Definisi
Ulkus mole ialah penyakit infeksi genital akut, setempat, dapat
inokulasi sendiri (auto-inoculable), disebabkan oleh Haemophilus ducreyi
(Streptobacillus ducreyi), dengan gejala klinis khas berupa ulkus pada
tempat masuk dan seringkali disertai supurasi kelenjar getah bening
regional. 3, 6
b. Epidemiologi
31
Biasanya
menyerang
orang
kulit
hitam
lebih
banyak
dibandingkan kulit putih. Pada wanita biasanya hanya sekitar 10% dapat
diketahui, karena gejala pada wanita biasanya bersifat asimptomatik.
Chancroid umumnya mengenai individu dengan social ekonomi rendah,
tempat
mengenai semua umur, tapi lebih dominat pada orang-orang yng berusia
muda. Untuk wanita di Amerika Serikat, prevalensi tertingginya terjadi
pada usia 15- 19 tahun, dan pada laki-laki insiden tertinggi pada usia 20-24
tahun. 7.10
c. Etiologi
Penyebabnya ialah H.ducreyi yang merupakan bakteri gram negative,
anaerobic fakultatif, berbentuk batang pendek dengan ujung bulat, tidak
bergerak, tidak membentuk spora dan memerlukan hemin untuk
pertumbuhannya.Hanya mengenai orang dewasa yang aktif.Lebih banyak
pada pria.3, 6
d. Faktor Risiko
Kulit berwarna lebih sering terkena penyakit ini. Banyak terdapat di
daerah tropis dan subtropis. Kebersihan dan hygiene berperan penting dalam
penyebaran penyakit.3
e. Patogenesis
Penyakit ditularkan secara langsung melalui hubungan seksual.
Predileksi pada genital, jari, mulut, dan dada. Pada tempat masuknya
mikroorganisme terbentuk ulkus yang khas. Tempat masuk kuman adalah
daerah yang sering atau mudah mengalami abrasi, erosi, atau ekskoriasi,
yang disebabkan oleh trauma, infeksi lain, atau iritasi yang berhubungan
dengan kurangnya higienitas. Pada lesi, organisme terdapat dalam makrofag
dan netrofil atau mengumpul dalam jaringan intertisial. 3, 6
f. Gejala Klinis
32
Masa inkubasi sekitar 1-14 hari, umumnya kurang dari 7 hari. Lesi
mula-mula berbentuk macula atau papul yang segera berubah menjadi
pustule yang kemudian pecah membentuk ulkus yang khas, antara lain:3, 6
Multiple.
Lunak.
Nyeri tekan.
33
mendiagnosis
chancroid.
Pengobatan
untuk
chancroid
yang
2.
Obat local
Kompres dengan larutan normal salin (NaCl 0,9%) 2 kali sehari selama 15
menit.3
h. Komplikasi 3, 6
Mixed chancre
Kalau diserta sifilis stadium I. Mula-mula lesi khas ulkus mole , tetapi
setelah 15-20 hari menjadi manifes, terutama jika diobati dengan
sulfonamide.
34
Abses kelenjar sinus bila tidak diobati akan pecah, timbul sinus yang
kemudian menjadi ulkus dan membesar membentuk giant chancroid.
Fimosis atau parafimosis: kalau lesi mengenai preputium
Fistula uretra: timbulnya karena ulkus pada glans penis yang bersifat
dekstruktif. Nyeri pada buang air kecil.
Infeksi campuran.
E. LIMFOGRANULOMA VENERUM
a. Definisi
Limfogranuloma venerium (L.G.V) ialah penyakit venerik yang
disebabkan oleh Chlamydia trachomatis, efek primer biasanya cepat
menghilang, bentuk yang tersering ialah sindrom inguinal. Sindrom tersebut
berupa limfadenitis dan periadenitis beberapa kelenjar getah bening inguinal
medial dengan kelima tanda radang akut dan disertai gejala konstitusi,
kemudian akan mengalami perlunakan yang tak serentak.3,8,12
b. Epidemiologi
Penyakit ini terutama terdapat di negeri tropik dan subtropik,
penderita pria pada sindrom inguinal lebih banyak dari pada wanita,
sebenarnya hal itu disebabkan karena perbedaan pathogenesis. Kini penyakit
ini jarang ditemukan.1,3,5
c. Etiologi
Penyebabnya ialah Chlamydia trachomatis. Penyakit yang segolongan
ialah psitakosis, trakoma, dan inclusion conjungtivitis.
d. Gejala Klinis
Gejala mula timbul dalam waktu
3-12 hari atau lebih setelah
terinfeksi.
Pada
penis
atau
35
Gejala lainnya adalah demam, tidak enak badan, sakit kepala, nyeri
sendi, nafsu makan berkurang, muntah, sakit punggung dan infeksi
rektum yang menyebabkan keluarnya nanah bercampur darah.3
jaringan.
jaringan
Infeksi
parut
yang
rektum
bisa
selanjutnya
menyebabkan
mengakibatkan
penyempitan rektum.3
36
Infeksi Perinatal Setengah dari semua bayi lahir dari ibu dengan
klamidia
akan
lahir
dengan
penyakit
ini.
Chlamydia
dapat
Kondisi
lainnya
Chlamydia
trachomatis
juga
penyebab
37
Afek primer
Afek primer berbentuk tidak khas dan tidak nyeri dapat berupa erosi,
papul miliar, vesikel, pustule, dan ulkus.Umumnya solitary dan cepat
hilang.Pada pria umumnya afek primer berlokasi di genitalia eksterna,
terutama di sulkus koronarius, dapat pula di uretra meskipun sangat jarang.
Pada wanita biasanya afek primer tidak terdapat pada genitalia eksterna,
tetapi pada vagina bagian dalam dan serviks.2,3,5
Sindrom inguinal
Sindrom
inguinal
merupakan
sindrom
yang
tersering
Sindrom genital
38
Sindrom anorektal
Prosesnya hampir sama dengan sindroma inguinal, yakni terjadi
limfadenitis dan periadenitis. Lalu mengalami perlunakan hingga terbentuk
abses.Kemudian abses pecah sehingga keluar darah dan pus pada waktu
defekasi, kemudian terbentu fistel.Abses dan fistel dapat berlokasi di
perianal dan perirektal.Selanjutnya muara fistel meluas dan menjadi ulkus,
yang kemudian menyembuh dan menjadi sikatriks, terjadilah retraksi hingga
mengakibatkan striktur reksi.3,9
e. Pembantu Diagnosis 3
Tes Frei : pus penderita diambil dari tempat abses yang belum pecah
dan dilarutkan dalam garam fisiologis.
Tes ikatan komplemen : lebih cepat dibandingkan dengan tes Frei.
f. Pengobatan
Pemberian doksisiklin 2x 100 mg/hari selama 14 hari-21 hari. ,
eritromisin atau tetrasiklin ( 4 x 500 mg /hari ,selama 14 hari) sebagai obat
alterbnatif. per-oral (melalui mulut) selama 3 minggu akan mempercepat
39
g. Prognosis
Pada sindrom inguinal prognosisnya baik, sedangkan pada bentuk
lanjut prognosisnya buruk.3
h. Pencegahan
Cara yang paling baik untuk mencegah penularan penyakit ini adalah
abstinensia (tidak melakukan hubungan seksual dengan mitra seksual yang
diketahui menderita penyakit ini).Untuk mengurangi resiko tertular oleh
penyakit ini, sebaiknya menjalani perilaku seksual yang aman (tidak
berganti-ganti pasangan seksual atau menggunakan kondom).
F. GRANULOMA INGUINAL
a. Definisi
Granuloma Inguinale adalah suatu penyakit menular seksual yang
disebabkan oleh Calymatobacterium granulomatis, yang menyebabkan
40
peradangan menahun pada alat kelamin. Sering terjadi di daerah tropis dan
subtropis.3, 9, 1
b. Epidemiologi
Penyakit ini terutama terdapat didaerah tropis dan subtropis , dan lebih
banyak mengenai ras kulit berwarna. Frekuensi pada laki-laki 2x dari pada
wanita. Pada umumnya penderita berumur 20-40 tahun dengan tingkat
sosial ekonomi rendah dan hygiene yang buruk. 1,6
c. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh Calymatobacterium granulomatosis yang
merupakan bakteri Gram negatif dengan ukuran 15 m x 0,7 m ,
pelomorfik dan non motil. Bakteri ini harus diisolasi dalam yolk sac embrio
ayam, walaupun kemudian diketahui dapat juga tumbuh pada medium yang
mengandungnkuning telur. Pewarnaan jaringan dengan menggunakan
metode Wright & Giemsa Calymatobacterium granulomatosis dapat terlihat
bersma sel mononuklear yang bear yang dikenal dengan Donovon bodies.1
d. Patogenesis
Calymatobacterium granulomatosis diduga adalah bakteri intestinal
dengan berhasilnya diidentifikasi dari flora tinja yang nampak dengan
pem.elektron mikroskop berupa bakteriofag dengan enterobakteriaceae,
bakteri ini menyebabkan terjadinya penyakit GI melalui autoinokulasi atau
secara seksual melalui vagina intercouse atau melalui rectal intercouse
pada heteroseksual & homoseksual. Calymatobacterium granulomatosis
mungkin juga menginfeksi melalui inokulasi langsung melalui kulit &
mukosa yag tidak intak. Hal ini sering terjadi pada usia dewasa muda. 3
e. Gejala Klinis
Gejala mulai timbul dalam waktu 1-12 minggu setelah terinfeksi.
Gejala awalnya berupa bintil-bintil merah yang tidak nyeri, yang secara
perlahan tumbuh menjadi benjolan bulat dan menonjol.3,16
41
Bagian tubuh yang terkena pada pria adalah penis, buah zakar,
selangkangan dan paha, sedangkan pada wanita meliputi vulva, vagina dan
kulit di sekitarnya. Pada pria dan wanita, daerah lainnya yang juga terkena
adalah dubur, bokong dan wajah. Pada akhirnya benjolan tersebut akan
menutupi alat kelamin. Penyembuhannya berlangsung lambat dan bisa
terbentuk jaringan parut.3
Biasanya benjolan tersebut akan terinfeksi oleh organisme lainnya.
Jika tidak diobati, bisa menyebar ke seluruh tubuh, yaitu ke tulang,
persendian atau hati dan menyebabkan penurunan berat badan, demam serta
anemia.2,5
Terdapat 4 gejala klinis utama penyakit ini :3, 9
1. Ulkus granulomatous
Tipe yang paling umum & sering ditemuakn berwarna merah terang
seperti daging. Non tender ulcer yang mudah berdarah saat
penyentuhan & menjadi semakin parah bila tidak diterapi.
2. Hipertrofik/ulkus vernicosa
Tipe ini terdiri dari ulkus bertepi verukoid atau ireguler yang
meninggi dengan dasar granulomatous. Tumbuh dengan tepi yang
iregular, biasanya sangat kerng & terjadi edema.
3. Nekrotik
Berbauk busuk , ulkus yang dalamm yang menyebabkan destruksi
jaringan.
4. Kekeringan ,sklerosis atau lesi sikatriks dengan jairngan fibrous dan
parut.
f. Pengobatan
42
dan
trimetroprim-sulfametoksazol.6
bulan
setelah
choice untuk GI
Eritromisin
Dianjurkan 5 m, 4 kali sehari selama 2- 3 minggu. Perlu
penyembuhan
terjadi
jaringan
parut
yang
berdepigmentasi.3
G. HERPES SIMPLEKS
a. Definisi
Herpes Simpleks merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi
virus herpes simpleks tipe 1(HSV-1) atau tipe 2 (HSV-2).1 Penyakit ini
terjadi ketika virus ini masuk ke dalam tubuh, yang menyebabkan luka
dingin (cold sores) pada mulut atau wajah atau pada alat kelamin.2 Setelah
bereplikasi pada kulit dan mukosa, virus ini kemudian menginfeksi saraf
perifer lokaldan naik ke ganglia dimana dia akan diam disana sampai terjadi
aktivasi kembali.5 Virus Herpes Simpleks tipe 1 secara tradisional
43
atau sekret. HSV tidak aktif pada suhu kamar sehingga penyebaran secara
aerosol dan fomitik tidak mungkin terjadi. Infeksi terjadi melalui inokulasi
ke permukaan mukosa yang rentan terhadap infeksi atau tinggal di kulit.
Setelah paparan HSV, virus bereplikasi di sel epitel, menyebabkan lisis pada
sel yang terinfeksi, pembentukan vesikel, dan peradangan lokal. Setelah
infeksi primer di tempat terjadinya inokulasi, HSV menuju ke saraf-saraf
perifer dan masuk ke akar ganglia saraf otonom atau saraf sensoris, dimana
latensi terbentuk di sana.7 Pada infeksi HSV orofasial, ganglia trigeminal
yang paling sering terkena sedangkan pada infeksi HSV genital, ganglia
sacralis (S2-S5) yang paling sering terlibat.3 Transportasi mundur HSV antar
saraf dan terjadinya latensi tidak tergantung pada replikasi virus pada kulit
atau neuron, neuron dapat terinfeksi tanpa adanya gejala. Latensi dapat
terjadi setelah kedua gejala asimptomatik dan simptomatik terjadi pada
infeksi primer. Secara berkala, HSV dapat mengaktifkan diri kembali dari
fase laten dan virus kemudian menginfeksi saraf sensorik pada kulit dan
daerah mukosa yang menyebabkan episode penyakit berulang. Penularan
mukokutan berulang dapat terjadi dengan atau tanpa lesi, virus dapat
ditularkan ke host baru saat fase penularan terjadi. Kekambuhan biasanya
terjadi di sekitar terjadinya infeksi primer, mungkin secara klinis bergejala
atau tanpa gejala.7. 8
Pada seseorang dengan immunokompeten yang dapat sama-sama
terinfeksi baik HSV-1 dan HSV-2 baik secara oral maupun melalui genital.
HSV 1 teraktivasi kembali lebih sering pada daerah mulut dibanding pada
daerah genital. Sama halnya dengan HSV-2, HSV-2 teraktivasi kembali 8-10
kali lebih sering pada daerah genital dari pada daerah orolabial. Reaktivasi
menjadi
lebih
sering
dan
lebih
berat
pada
seseorang
dengan
immunocompromise.9. 10
Kontak dengan HSV-1 dalam air liur pembawa mungkin menjadi cara
terpenting dari penyebaran. HSV- 2 biasanya menular secara seksual.Kedua
jenis 1 dan 2 dapat ditularkan ke berbagai daerah secara oral-genital, kontak
oral-anal atau dubur-kelamin. Penularan pada bayi baru lahir biasanya
45
terjadi melalui jalan lahir yang terinfeksi, tetapi jarang terjadi pada rahim
atau postpartum.4
e. Gejala Klinis
46
47
didapati
pada
orang
yang
kekurangan
antibodi
virus
herpes
48
f. Pembantu diagnosis
Percobaan Tzanck dengan pewarnaan Giemsa : sel datia berinti
banyak dan badan inklusi intranuklear.3
g. Pengobatan
Semua orang yang memilik aktvitas seksual aktif sebaiknya diedukasi
dikarenakan resiko untuk mendapatkan dan menularkan infeksi menular
secara seksual, termasuk HSV.5
Mengingat dampak psikologis yang mungkin terjadi, maka diperlukan
konseling sebagai bagian integral keberhasilan manajemen herpes genitalis
dengan harapan tercapainya beberapa tujuan (goals) yang jelas. Pada
dasarnya konseling IMS bertujuan:
1. Pasien patuh minum obat/mengobati sesuai ketentuan
2. Kembali untuk follow up teratur sesuai jadwal
3. Meyakinkan pentingnya pemeriksaan mitra seksual dan turut berusaha
agar mitra tersebut bersedia diperiksa dan diobati bila perlu
4. Mengurangi risiko penularan dengan:
a) Abstinensia dari semua hubungan seks hingga pemeriksaan terakhir
selesai
49
b) Abstinensia dari semua hubungan seks bila timbul simtom atau gejala
kambuh
c) Menggunakan kondom bila meragukan adanya risiko
5. Tanggap dan memberikan respons cepat terhadap infeksi atau hal yang
mencurigakan setelah hubungan seks
Pengobatan terhadap lesi yang timbul:
Herpes Bibir:8
-
Herpes genital:8
-
Asiklovir oral:
hari
-
dan
interupsi
setiap
6-12
bulan.
Pada
pasien
levamisol
dan
isooprinosin
adalah
sebagai
imunostimulator.
-
Untuk anak < 2 tahun diberikan setengah dosis dewasa dan anak >
2 tahun diberikan dosis dewasa.
50
Cara kerja obat ini adalah mengganggu replikasi DNA virus sehingga
hanya bermanfaat ketika penyakit sedang aktif.Jika timbul ulserasi bisa
dilakukan kompres.8,9
- malaise sekitar 12%, sakit kepala 2%, mual (2-5%), muntah (3%)
-
Pasien
dengan
imunodefisiensi
mungkin
mengalami:
51
Dosis
Dosis tunggal 2 gram atau 3x500 mg per hari selama
Nimorazol
Tinidazol
Omidazol
7 hari.
Dosis tunggal 2 gram
Dosis tunggal 2 gram
Dosis tunggal 1,5 gram
Pada waktu pengobatan yang perlu beberapa anjuran pada penderita : 3,22
1. Pemeriksaan dan pengobatan terhadap pasangan seksual untuk mencegah
jangan terjadi infeksi pingpong
2. Jangan melakukan hubungan seksusal selama pengobatan dan sebelum
dinyatakan sembuh.
3. Hindari pemakaian barang-barang yang mudah menimbulkan transmisi.
53
I. VAGINOSIS BAKTERIAL
a. Definisi
Bacterial vaginosis merupakan kondisi dimana lactobacillus-predominant
vaginal ora normal digantikan dengan bakteri anaerob dalam konsentrasi
tinggi (contoh : Bakteroides Spp, Mobilincus Spp), Gardnerella vaginalis,
and Mycoplasma hominis. Jadi, bacterial vaginosis bukan suatu infeksi yang
disebabkan oleh suatu organisme, tetapi timbul akibat perubahan kimiawi
dan pertumbuhan berlebihan dari bakteri yang berkolonisasi di vagina.17. 18
b. Epidemiologi
Bacterial vaginosis sangat sering terjadi, dengan jumlah prevalensi
bervariasi tergantung pada populasi pasien. Pada penelitian terhadap
pegawai kantor swasta, jumlahnya berkisar antara 4 17 %, pada mahasiswi
jumlahnya berkisar antara 4 25 %, pada wanita hamil rata ratanya
hampir sama dengan wanita yang tidak hamil yaitu berkisar antara 6 32%.7
Ada beberapa faktor resiko terjadinya bacterial vaginosis yaitu berhubungan
dengan ras (lebih sering terjadi pada wanita kulit hitam), merokok, aktivitas
seksual, dan vaginal douching.7. 17. 18
c. Etiologi
Penyebab bacterial vaginosis bukan organisme tunggal. Organisme
penyebab bacterial vaginosis antara lain Gardnerella vaginalis, Mycoplasma
hominis, dan berbagai bakteri anaerob lainnya seperti Prefotella,
Peptosterptococcus, Porphyromonas, dan Mobiluncus species.8,10
1. Gardnerella vaginalis
Gardnerella vaginalis sangat erat hubungannya dengan bacterial vaginosis.
Organisme ini mula mula dikenal sebagai H. vaginalis kemudian diubah
menjadi genus Gardnerella atas dasar penyelidikan mengenai fenetopik dan
asam dioksi-ribonukleat.Tidak mempunyai kapsul, tidak bergerak dan
berbentuk batang gram negative atau variabel gram.Tes katalase, oksidase,
reduksi nitrat, indole, dan urease semuanya negative.Kuman ini bersifat
anerob vakultatif, dengan produksi akhir utama pada fermentasi berupa asam
asetat, banyak galur yang juga menghasilkan asam laktat dan asam
format.Ditemukan juga galur anaerob obligat.Untuk pertumbuhannya
54
terapi
dengan
metronidazole,
bakterioides
dan
55
ini
meningkat
pada
wanita
dengan
bacterial
atau kekuning kuningan, bau yang tidak enak (bau amis), gatal disekitar
dan diluar vagina, rasa terbakar pada saat berkemih. Gejala yang paling
sering adalah adanya cairan vagina yang abnormal (terutama setelah
melakukan hubungan seksual) dengan adanya bau vagina yang khas yaitu
bau amis (fishy odor) yang disebabkan oleh metabolit amine yang
dihasilkan oleh bakteri anaerob. Sepertiga penderita mengeluh gatal dan rasa
terbakar, dan seperlima timbul kemerahan dan edema pada vulva. Nyeri
abdomen, dispareunia, atau nyeri waktu kencing jarang terjadi, atau karena
penyakit lain. Iritasi daerah vagina atau sekitar vagina (gatal dan rasa
terbakar) lebih ringan dari pada yang disebabkan oleh Tricomonas vaginalis
atau C. albicans. Bacterial vaginosis dapat timbul bersama infeksi traktus
genital bawah seperti trikomoniasis dan servisitis sehingga menimbulkan
e.
bau amin.
pH vagina 4,5 5,5.
f. Pengobatan
Pilihan untuk pengobatan oral dan topical metronidazole dan
clindamycin.Oral metronidazole harus diberikan dalam dosis 500 mg dua
kali sehari selama tujuh hari.Dosis tunggal 2 gram digunakan untuk
trikomoniasis.Metronidazole dapat digunakan pada kehamilan trimester
pertama. Clindamycin oral merupakan pilihan tambahan dengan dosis 300
mg dua kali sehari selama tujuh hari.10
Pengobatan intravaginal berkhasiat untuk mengobati bakterial
vaginosis dan tidak menghasilkan efek sistemik, meskipun efek samping
seperti infeksi jamur pada vagina bisa terjadi. Pilihan obat untul intravaginal
adalah metronidazole gel digunakan pada malam hari sebelum tidur selama
lima hari. Cream clindamycin digunakan pada malam hari sebelum tidur
selama tujuh hari, clindamycin ovula selama tiga hari, dan sustained release
57
bervariasi dari infeksi primer, dengan atau tanpa gejala akut hingga ke penyakit
yang lanjut.17,19
a. Definisi
AIDS
atau
sindrome
kehilangan
kekebalan
tubuh
adalah
58
sistem
kekebalan
yang
terus-menerus,
yang
akan
adalah
singkatan
dari
acquired
immunodeficiency
59
60
c. Patogenesis
Bentuk paling umum dari infeksi HIV-1 yaitu transmisi seksual di
mukosa genitalia. Studi terbaru pada resus kera dengan acute intravaginal
immunodeficiency virus, memberikan
penting
langkah-langkah awal dari infeksi. Pada model ini target pertama virus
adalah sel-sel Langerhans dan sel-sel dendritik yang ditemukan di lamina
propria yang terletak lebih rendah pada epitelium cervicovaginal. Sel-sel
ini kemudian menyatukan CD4 + limfosit dan menyebar ke jaringan yang
lebih dalam. Dalam 2 hari setelah infeksi, virus dapat dideteksi melalui
pembuluh limfa iliaka interna. Segera setelah itu, penyebaran secara
sistemik terjadi dan HIV-1 berkembang biak dalam plasma 5 hari setelah
infeksi. 3,4,5
61
62
untuk kesehatan publik, sejak tes deteksi untuk antibodi HIV-1 sering
gagal. 8
Setelah penigkatan viremia, sering kali untuk mengukur 1 juta
molekul RNA per milimeter, ditamdai dengan pengurangan viremia ke
keadaan replikasi virus. Penurunan jumlah virus selama infeksi HIV-1 akut
mungkin dikarenakan respon spesifik dari sistem imun ketika virus
berreplikasi. Terdapat hubungan antara HIV-1 sitotoksik T limfosit dan
penurunan titer virus pada manusia dan binatang. Ketika infeksi akut, satu
dari 17 CD4+T sel dalam darah perifer menjadi T sitotoksik limfosit
spesifik menjadi target melawan virus. Proporsi tinggi ini mencerminkan
suatu usaha yang bertenaga oleh pertahanan-pertahanan seluler untuk
menahan replikasi virus. Pengamatan ini, menggabungkan dengan bukti
in vitro dari suatu pengaruh antiviral yang kuat dari sitotoksik T limfosit
menyatakan bahwa sel-sel ini adalah di paling sedikit bertanggung jawab
untuk pengurangan di viremia HIV-1. 8,17
Ada juga suatu korelasi antara cytotoxic-T-lymphocyte
yang
63
kelenjar
7. getah bening (contoh retinitis)
8. Infeksi virus Herpes simpleks, di mukokutaneus (>1 bulan) atau organ
9. dalam
10. Progressive multifocal leucoencephalopathy (PML)
11. Mikosis endemik yang menyebar
12. Kandidiasis esofagus, trakea, bronki
13. Mikobakteriosis atipik, menyebar atau di paru
14. Septikemia salmonela non-tifoid
15. Tuberkulosis ekstra paru
16. Limfoma
17. Sarkoma Kaposi's
64
aktivitas
hidup
sehari-hari,
berlangsung
selam
65
g. Penatalaksanaan
Pada penelitian pengobatan dibagi menjadi dua grup. Grup pertama
diberikan zidovudine 250mg dua kali sehari, dan grup kedua diberikan
plasebo selama 6 bulan. Setelah 6 bulan grup pertama dengan pengobatan
zidovudine meniingkatkan 173 milimeter kubik CD4+ limfosit dan grup
kedua yang mendapatkan placebo hanya meningkatkan 6 milimeter kubik
CD4+ limfosit. 3,10
Terapi awal terdiri dari dua nucleoside reverse-transcriptase
inhibitors ditambah HIV-1protease inhibitor atau tiga nucleoside reversetranscriptase inhibitors. Pada 6 orang pasien yang menerima kombinasi
tiga obat ini, menurunkan HIV-1 RNA. Pada infeksi HIV-1 kronik
pengobatan dilanjutkan hingga dua tahun. 3,10
Kombinasi-tetap ARV yang tersedia di dunia pada 1 December
2003.3 Kombinasi-tetap tiga obat
1. d4T (40 mg) + 3TC (150 mg) + NVP (200 mg)
2. d4T (30 mg) + 3TC (150 mg) + NVP (200 mg)
3. AZT (300 mg) + 3TC (150 mg) + ABC (150 mg)
4. AZT (300 mg) + 3TC (150 mg) + NVP (200 mg)
Kombinasi-tetap dua obat
1. d4T (30 mg) + 3TC (150 mg)
2. d4T (40 mg) + 3TC (150 mg)
3. AZT (300 mg) + 3TC (150 mg)
66
67
68
69
70
BAB III
KESIMPULAN
Penyakit kelamin adalah penyakit yang penularannya terutama melalui
hubungan seksual. Cara hubungan kelamin tidak hanya terbatas secara genitogenital saja, tetapi dapat juga secara oro-genital atau ano-genital, sehingga
kelainan yang timbul akibat penyakit kelamin ini tidak terbatas hanya pada daerah
genital saja, tetapi dapat juga pada daerah-daerah ekstra genital. Gejala yang
ditimbulkan dapat disebabkan oleh pasangan seksual aktif maupun neonatus yang
lahir dari ibu yang terinfeksi.
Penyakit menular seksual tediri dari infeksi genital nonspesifik, gonore,
herpes simpleks, trikomoniasis, vaginosis bacterial, sifilis, limfogranuloma
venerium, ulkus mole, granuloma inguinale dan AIDS.
71
DAFTAR PUSTAKA
1. Adler, M, et al. 2005. ABC of Sexually transmitted disease 5th Ed. London:
BMJ Books. h. 233 132.
2. Books, G.F, Carrol K.C., Butel J.S, & Morse S.A. 2007. Medical
Microbiology 24 Th ed. NewYork: Mc Graw Hill. h. 649 670.
3. Djuanda, A, et al. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi 5. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI. h. 363 423.
4. Gawkrodger, David J. 2012. Dermatology : An Illustrated Colour Text, 5th Ed.
Sheffield : Churchill Livingstone. h. 519 530.
5. Mark, S, et al. 2009. Guidelines for the management of sexually transmitted
infections. New York : Mc Graw Hill. h. 127 150.
6. Martodiharjo, S, et al. 2004. Ulkus Mole (chancroid). Dalam: Pedoman
Diagnosis dan Terapi Lab/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Surabaya :
RSU dr.Soetomo. h. 203-207.
7. Siregar. 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. Jakarta : EGC.
h. 49 75.
8. J.Corwin, Elizabeth. 1997. Buku Saku Patofisiologi Corwin, Jakarta: EGC. h.
118 130.
9. Geri, M, Hamilton, C. 2000. Obstetri dan Ginekologi Panduan Praktis.
Jakarta : Erlangga. h. 219 234.
10. Lauren, M. 2001. Clinical Effectiveness Group. UK National Guidelines on
Sexually Transimitted Diseases and Related Conditions. UK : BMJ. h. 46- 70.
11. Holmes, KK, Mardh, PA, Sparling, PF, Lemon, SM. 1999. Sexually
Transmitted Diseases. 3 Ed. New York : McGraw Hill. h. 176-190.
12. Leitich, H, et al. 2002. Antibiotic Treatment of Bacterial Vaginosis in
Pregnancy: A Meta Analysis. Am J Obstet Gynecol. New York: M GrawHill.
h. 752- 758.
13. Gravett, MG, Nelson, HP, DeRouen, T, Holmes, KK. 2009. Independent
Associations of Bacterial Vaginosis and Chlamydia Trachomatis Infection
with Adverse Pregnancy Outcome. England : NEJM. h. 1899 -1903.
72
14. Martius, J, Krohn, MA, Hillier, SL, Stamm, WE. 1988. Relationship of
Vaginal Lactobacillus Species, Cervical Chlamydia Trachomatis, and
Bacterial Vaginosis to Preterm Birth. Am J Obstet Gynecol. England :
Elsevier. h. 89.
15. Daili, SF. 1982. Sexually Transmitted Disease di Indonesia. Jakarta : Balai
Pustaka, h. 78-82.
16. Djuanda, S, Daili, SF. 1979. Penyakit yang ditularkan melalui Hubungan
Kelamin atau Sexually Transmitted Disease (S.T.D). Bandung : Media PADVI.
h. 7-15.
17. Burns, M.D. 1977. The All Embracing Sex Disease. Dutch : NSU and NSGI
Modem Medicine. h. 19-22.
18. Nicol, T.R. 1980. Lecture Notes on Sexually Transmitted Diseases. Genewa :
Blackwell Scientific Publication. h. 65-68.
19. Oriel, J.D. 1980. Management of Non-gonococcal Urethtritis. Sweden :
Medical Progress. h. 65-68.
20. Schofield, C.B.S. 1979. Non Specific Urogenital
Infection Sexually
73