Anda di halaman 1dari 16

1.

Anatomi dan Fisiologi

Gambar Pankreas
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira 15
cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata-rata 6090 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.
Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik
hewan maupun manusia. Bagian depan (kepala) kelenjar pankreas terletak pada
lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian
badan yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa
dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi
perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal
dari lapisan epitel yang membentuk usus.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :
a. Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
b. Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi
menyekresi

insulin

dan

glukagon

langsung

ke

darah.

Pulau-pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari


pankreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1-3 % dari berat
total pankreas.
Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau
berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50 m, sedangkan yang
terbesar 300 m, terbanyak adalah yang besarnya 100-225 m. Jumlah semua pulau

langerhans di pankreas diperkirakan antara 1-2 juta. Pulau langerhans manusia,


mengandung tiga jenis sel utama, yaitu:
1) Sel-sel A (alpha), jumlahnya sekitar 20-40 % memproduksi glikagon yang
manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai anti insulin
like activity .
2) Sel-sel B (beta), jumlahnya sekitar 60-80 %, membuat insulin.
3) Sel-sel D (delta), jumlahnya sekitar 5-15 %, membuat somatostatin.
Masing masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan
sifat pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak
berwarna pucat dan banyak mengandung pembuluh darah kapiler. Pada penderita
DM, sel beta sering ada tetapi berbeda dengan sel beta yang normal dimana sel
beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak
berfungsi.
1.2 Fisiologi
Pankreas merupakan kelenjar eksokrin (pencernaan) sekaligus kelenjar
endokrin.
a. Fungsi endokrin
1) Sel pankreas yang memproduksi hormon disebut sel pulau Langerhans,
yang terdiri dari sel alfa yang memproduksi glukagon dan sel beta yang
memproduksi insulin.
2) Glukagon: Efek glukagon secara keseluruhan adalah meningkatkan
kadar glukosa darah dan membuat semua jenis makanan dapat
digunakan untuk proses energi. Glukagon merangsang hati untuk
mengubah

glikogen

menurunkan

glukosa

(glikogenolisis)

dan

meningkatkan penggunaan lemak dan asam amino untuk produksi


energi. Proses glukoneogenesis merupakan pengubahan kelebihan asam
amino menjadi karbohidrat sederhana yang dapat memasuki reaksi pada
respirasi sel.Sekresi glukagon dirangsang oleh hipoglikemia. Hal ini
dapat terjadi pada keadaaan lapar atau selama stres fisiologis, misalnya
olahraga.
3) Insulin: Efek insulin adalah menurunkan kadar glukosa darah dengan
meningkatkan penggunaan glukosa untuk produksi energi. Insulin
meningkatkan transport glukosa dari darah ke sel dengan meningkatkan

permeabilitas membran sel terhadap glukosa (namun otak, hati, dan selsel ginjal tidak bergantung pada insulin untuk asupan glukosa). Di
dalam sel, glukosa digunakan digunakan pada respirasi sel untuk
menghasilkan energi. Hati dan otot rangka mengubah glukosa menjadi
glikogen (glikogenesis) yang disimpan untuk digunakan di lain waktu.
Insulin juga memungkinkan sel-sel untuk mengambil asam lemak dan
asam amino untuk digunakan dalam sintesis lemak dan protein (bukan
untuk produksi energi). Insulin merupakan hormon vital; kita tidak
dapat bertahan hidup untukwaktu yang lama tanpa hormon tersebut.
Sekresi insulin dirangsang oleh hiperglikemia. Keadaan ini terjadi
setelah makan, khususnya makanan tinggi karbohidrat. Ketika glukosa
diabsorbsi dari usus halus ke dalam darah, insulin disekresikan untuk
memungkinkan

sel

menggunakan

glukosa

untuk

energi

yang

dibutuhkan segera. Pada saat bersamaan, semua kelebihan glukosa akan


disimpan di hati dan otot sebagai glikogen.
b. Fungsi eksokrin
1) Kelenjar eksokrin pada paankreas disebut acini, yang menghasilkan
enzim yang terlibat pada proses pencernaan ketiga jenis molekul
kompleks makanan.
2) Enzim pankreatik amilase akan mencerna zat pati menjadi maltosa. Kita
bisa menyebutnya enzim cadangan untuk amilase saliva.
3) Lipase akan mengubah lemak yang teremulsi menjadi asam lemak dan
gliserol. Pengemulsifan atau pemisahan lemak pada garam empedu
akan meningkatkan luas permukaan sehingga enzim lipase akan dapat
bekerja secara efektif.
4) Tripsinogen adalah suatu enzim yang tidak aktif, yang akan
menjadi tripsin aktif di dalam duodenum. Tripsin akan mencerna
polipeptida menjadi asam-asam amino rantai pendek.
5) Cairan enzim pankreatik dibawa oleh saluran-saluran kecil yang
kemudian bersatu membentuk saluran yang lebih besar, dan akhirnya
masuk ke dalam duktus pankreatikus mayor. Duktus tambahan juga bisa
muncul. Duktus pankreatikus mayor bisa muncul dari sisi medial

pankreas dan bergabung dengan duktus koledokus komunis untuk


kemudian menuju ke duodenum.
6) Pankreas juga memproduksi cairan bikarbonat yang bersifat basa.
Karena cairan lambung yang memasuki duodenum bersifat sangat
asam, ia harus dinetralkan untuk mencegah kerusakan mukosa
duodenum. Prose penetralan ini dilaksanakan oleh natrium bikarbonat
di dalam getah pankreas, dan pH kimus yang berada di dalam
duodenum akan naik menjadi sekitar 7,5.
7) Sekresi cairan pankreas dirangsang oleh hormon sekretin dan
kolesistokinin, yang diproduksi oleh mukosa duodenum ketika kismus
memasuki intestinum tenue.
8) Sekretin meningkatkan produksi cairan bikarbonat oleh pankreas, dan
kolesistokinin akan merangsang sekresi enzim pankreas.
2. Definisi
Hipoglikemia merupakan penyakit yang disebabkan oleh kadar gula darah
(glukosa) yang rendah. Dalam keadaan normal, tubuh mempertahankan kadar gula
darah antara 70-110 mg/dl. (Aina Abata, 2014)
Hipoglikemia merupakan salah satu komplikasi akut yang dialami oleh
penderita diabetes mellitus. Hipoglikemia disebut juga sebagai penurunan kadar
gula darah yang merupakan keadaan dimana kadar glukosa darah berada di bawah
normal, yang dapat terjadi karena ketidak seimbangan antara makanan yang
dimakan, aktivitas fisik dan obat-obatan yang digunakan. Sindrom hipoglikemia
ditandai dengan gejala klinis antara lain penderita merasa pusing, lemas, gemetar,
pandangan menjadi kabur dan gelap, berkeringat dingin, detak jantung meningkat
dan terkadang sampai hilang kesadaran. (Nabyl, 2009)
Hipoglikemia merupakan salah satu kegawatan diabetik sebagai akibat
dari menurunnya kadar glukosa darah, yaitu mencapai kurang dari 50 mg/100 ml
darah (Eliabeth J. Corwin, 2009). Kadar gula darah normal adalah 80-120 mg/dl
pada kondisi puasa dan 100-180 mg/dl pada kondisi setelah makan. Adapun
batasan hipoglikemia adalah :
1. Hipoglikemia murni: ada gejala hipoglikemi, glukosa darah < 60 mg/dl
2. Reaksi hipoglikemia: gejala hipoglikemi bila gula darah turun mendadak,
misalnya dari 400 mg/dl menjadi 150 mg/dl
3. Koma hipoglikemia: koma akibat gula darah < 30 mg/dl

4. Hipoglikemia reaktif: gejala hipoglikemi yang terjadi 3-5 jam sesudah


makan atau terjadi sebagai reaksi terhadap karbohidrat.
Jadi dapat disimpulkan bahwa hipoglikemia adalah kadar glukosa darah
yang terlalu rendah sampai dibawah 60 mg/dl, keadaan ini bisa menjadi gawat
darurat dan memerlukan pertolongan segera.
3. Etiologi
Adapun penyebab hipoglikemia yaitu :
1. Dosis suntikan insulin terlalu banyak
Saat menyuntikan obat insulin, anda harus tahu dan paham dosis obat yang
anda suntik sesuai dengan kondisi gula darah saat itu. Celakanya, terkadang
pasien tidak dapat memantau kadar gula darahnya sebelum disuntik, sehingga
dosis yang disuntikan tidak sesuai dengan kadar gula darah saat itu. Memang
sebaiknya bila menggunakan insulin suntik, pasien harus memiliki monitor atau
alat pemeriksa gula darah sendiri.
2. Lupa makan atau makan terlalu sedikit
Penderita diabetes sebaiknya mengkonsumsi obat insulin dengan kerja
lambat dua kali sehari dan obat yang kerja cepat sesaat sebelum makan. Kadar
insulin dalam darah harus seimbang dengan makanan yang dikonsumsi. Jika
makanan yang anda konsumsi kurang maka keseimbangan ini terganggu dan
terjadilah hipoglikemia.
3. Aktifitas terlalu berat
Olah raga atau aktifitas berat lainnya memiliki efek yang mirip dengan
insulin. Saat anda berolah raga, anda akan menggunakan glukosa darah yang
banyak sehingga kadar glukosa darah akan menurun. Maka dari itu, olah raga
merupakan cara terbaik untuk menurunkan kadar glukosa darah tanpa
menggunakan insulin.
4. Minum alkohol tanpa disertai makan
Alkohol menganggu pengeluaran glukosa dari hati sehingga kadar glukosa
darah akan menurun.
5. Menggunakan tipe insulin yang salah pada malam hari

Pengobatan diabetes yang intensif terkadang mengharuskan anda


mengkonsumsi obat diabetes pada malam hari terutama yang bekerja secara
lambat. Jika anda salah mengkonsumsi obat misalnya anda meminum obat insulin
kerja cepat di malam hari maka saat bangun pagi, anda akan mengalami
hipoglikemia.
6. Penebalan di lokasi suntikan
Dianjurkan bagi mereka yang menggunakan suntikan insulin agar merubah
lokasi suntikan setiap beberapa hari. Menyuntikan obat dalam waktu lama pada
lokasi yang sama akan menyebabkan penebalan jaringan. Penebalan ini akan
menyebabkan penyerapan insulin menjadi lambat.
7. Kesalahan waktu pemberian obat dan makanan
Tiap tiap obat insulin sebaiknya dikonsumsi menurut waktu yang
dianjurkan. Anda harus mengetahui dan mempelajari dengan baik kapan obat
sebaiknya disuntik atau diminum sehingga kadar glukosa darah menjadi
seimbang.
8. Penyakit yang menyebabkan gangguan penyerapan glukosa
Beberapa penyakit seperti celiac disease dapat menurunkan penyerapan
glukosa oleh usus. Hal ini menyebabkan insulin lebih dulu ada di aliran darah
dibandingan dengan glukosa. Insulin yang kadung beredar ini akan menyebabkan
kadar glukosa darah menurun sebelum glukosa yang baru menggantikannya.
9. Gangguan hormonal
Orang dengan diabetes terkadang mengalami gangguan hormon glukagon.
Hormon ini berguna untuk meningkatkan kadar gula darah. Tanpa hormon ini
maka pengendalian kadar gula darah menjadi terganggu.
10. Pemakaian aspirin dosis tinggi
Aspirin dapat menurunkan kadar gula darah bila dikonsumsi melebihi
dosis 80 mg.
11. Riwayat hipoglikemia sebelumnya
Hipoglikemia yang terjadi sebelumnya mempunyai efek yang masih terasa
dalam beberapa waktu. Meskipun saat ini anda sudah merasa baikan tetapi belum
menjamin tidak akan mengalami hipoglikemia lagi.

4. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala hipoglikemia terdiri dari 2 fase, yaitu :
1. Fase 1: gejala-gejala akibat aktivasi pusat autonom di hipotalamus
sehingga hormon epinefrin dilepaskan. Gejalanya berupa palpitasi, keluar
banyak keringat, tremor, ketakutan, rasa lapar dan mual (glukosa turun 50
mg%). Gejala awal ini merupakan peringatan karena pada saat itu pasien
masih sadar sehingga dapat diambil tindakan yang perlu untuk mengatasi
hipoglikemi lanjut.
2. Fase 2: gejala-gejala yang terjadi akibat mulai terganggunya fungsi otak,
sehingga dinamakan gejala neurologis. Gejala- gejala yang terjadi akibat
mulai terjadinya gangguan fungsi otak, gejalanya berupa pusing,
pandangan kabur, ketajaman mental menurun, hilangnya ketrampilan
motorik yang halus, penurunan kesadaran, kejang- kejang dan koma
(glukosa darah 20 mg%). (Arif Mansjoer, 2001)
5. Patofisiologi
Dalam diabetes, hipoglikemia terjadi akibat kelebihan insulin relative
ataupun absolute dan juga gangguan pertahanan fisiologis yaitu penurunan plasma
glukosa. Mekanisme pertahanan fisiologis dapat menjaga keseimbangan kadar
glukosa darah, baik pada penderita diabetes tipe I ataupun pada penderita diabetes
tipe II. Glukosa sendiri merupakan bahan bakar metabolisme yang harus ada
untuk otak. Efek hipoglikemia terutama berkaitan dengan sistem saraf pusat,
sistem pencernaan dan sistem peredaran darah (Kedia, 2011). Glukosa merupakan
bahan bakar metabolisme yang utama untuk otak. Selain itu otak tidak dapat
mensintesis glukosa dan hanya menyimpan cadangan glukosa (dalam bentuk
glikogen) dalam jumlah yang sangat sedikit. Oleh karena itu, fungsi otak yang
normal sangat tergantung pada konsentrasi asupan glukosa dan sirkulasi.
Gangguan pasokan glukosa dapat menimbulkan disfungsi sistem saraf pusat
sehingga terjadi penurunan suplay glukosa ke otak. Karena terjadi penurunan
suplay glukosa ke otak dapat menyebabkan terjadinya penurunan suplay oksigen
ke otak sehingga akan menyebabkan pusing, bingung, lemah (Kedia, 2011).
Konsentrasi glukosa darah normal, sekitar 70-110 mg/dL. Penurunan
kosentrasi glukosa darah akan memicu respon tubuh, yaitu penurunan kosentrasi
insulin secara fisiologis seiring dengan turunnya kosentrasi glukosa darah,

peningkatan kosentrasi glucagon dan epineprin sebagai respon neuroendokrin


pada kosentrasi glukosa darah di bawah batas normal, dan timbulnya gejala gejala
neurologic (autonom) dan penurunan kesadaran pada kosentrasi glukosa darah di
bawah batas normal (Setyohadi, 2012). Penurunan kesadaran akan mengakibatkan
depresan pusat pernapasan sehingga akan mengakibatkan pola nafas tidak efektif
(Carpenito, 2007). Batas kosentrasi glukosa darah berkaitan erat dengan system
hormonal, persyarafan dan pengaturan produksi glukosa endogen serta
penggunaan glukosa oleh organ perifer. Insulin memegang peranan utama dalam
pengaturan kosentrasi glukosa darah. Apabila konsentrasi glukosa darah menurun
melewati batas bawah konsentrasi normal, hormon-hormon konstraregulasi akan
melepaskan. Dalam hal ini, glucagon yang diproduksi oleh sel pankreas
berperan penting sebagai pertahanan utama terhadap hipoglikemia. Selanjutnya
epinefrin, kortisol dan hormon pertumbuhan juga berperan meningkatkan
produksi dan mengurangi penggunaan glukosa. Glukagon dan epinefrin
merupakan dua hormon yang disekresi pada kejadian hipoglikemia akut.
Glukagon hanya bekerja dalam hati. Glukagon mula-mula meningkatkan
glikogenolisis dan kemudian glukoneogenesis, sehingga terjadi penurunan energi
akan menyebabkan ketidakstabilan kadar glukosa darah (Herdman, 2010).
Penurunan kadar glukosa darah juga menyebabkan terjadi penurunan perfusi
jaringan perifer, sehingga epineprin juga merangsang lipolisis di jaringan lemak
serta proteolisis di otot yang biasanya ditandai dengan berkeringat, gemetaran,
akral dingin, klien pingsan dan lemah (Setyohadi, 2012). Pelepasan epinefrin,
yang cenderung menyebabkan rasa lapar karena rendahnya kadar glukosa darah
akan menyebabkan suplai glukosa ke jaringan menurun sehingga masalah
keperawatan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat muncul (Carpenito, 2007).

6. Pemeriksaan Penunjang
1. Gula darah puasa: Diperiksa untuk mengetahui kadar gula darah puasa
(sebelum diberi glukosa 75 gram oral) dan nilai normalnya antara 70- 110
mg/dl.
2. Gula darah 2 jam post prandial: Diperiksa 2 jam setelah diberi glukosa
dengan nilai normal < 140 mg/dl/2 jam

3. HBA1c:

Pemeriksaan

dengan

menggunakan

bahan

darah

untuk

memperoleh kadar gula darah yang sesungguhnya karena pasien tidak


dapat mengontrol hasil tes dalam waktu 2-3 bulan. HBA1c menunjukkan
kadar hemoglobin terglikosilasi yang pada orang normal antara 4-6%.
Semakin tinggi maka akan menunjukkan bahwa orang tersebut menderita
DM dan beresiko terjadinya komplikasi.
4. Elektrolit, tejadi peningkatan creatinin jika fungsi ginjalnya telah
terganggu
5. Leukosit, terjadi peningkatan jika sampai terjadi infeksi

7. Penatalaksanaan
Menurut Kedia (2011), pengobatan hipoglikemia tergantung pada
keparahan dari hipoglikemia. Hipoglikemia ringan mudah diobati dengan asupan
karbohidrat seperti minuman yang mengandung glukosa, tablet glukosa, atau
mengkonsumsi makanan ringan. Dalam Setyohadi (2011), pada minuman yang
mengandung glukosa, dapat diberikan larutan glukosa murni 20-30 gram (1 - 2
sendok makan). Pada hipoglikemia berat membutuhkan bantuan eksternal, antara
lain (Kedia, 2011) :
1. Dekstrosa: Untuk pasien yang tidak mampu menelan glukosa oral karena
pingsan, kejang, atau perubahan status mental, pada keadaan darurat dapat
pemberian dekstrosa dalam air pada konsentrasi 50% adalah dosis
biasanya diberikan kepada orang dewasa, sedangkan konsentrasi 25%
biasanya diberikan kepada anak-anak. Bila diperlukan pemberian glukosa
cepat (IV) satu flakon (25 cc) Dex 40% (10 gr Dex) setiap 10-20 menit
sampai pasien sadar, disertai infuse dekstrosa 10% 6 kolf/jam. Dapat
menaikkan kadar glukosa kurang lebih 25-30 mg/dl.
2. Glukagon: Sebagai hormon kontra-regulasi utama terhadap insulin,
glukagon adalah pengobatan pertama yang dapat dilakukan untuk
hipoglikemia berat. Tidak seperti dekstrosa, yang harus diberikan secara
intravena dengan perawatan kesehatan yang berkualitas profesional,
glukagon dapat diberikan oleh subkutan (SC) atau intramuskular (IM)
injeksi oleh orang tua atau pengasuh terlatih. Hal ini dapat mencegah

keterlambatan dalam memulai pengobatan yang dapat dilakukan secara


darurat.
Tujuan dan tatalaksana hipoglikemi:
-

Memenuhi kadar gula darah dalam otak agar tidak terjadi kerusakan

irreversible
Tidak mengganggu regulasi DM

Pedoman tatalaksanahipoglikemi menurut PERKENI (2006):


-

Glukosa diarahkan pada kadar glukosa puasa yaitu 120 mg/dl


Bila diperlukan pemberian glukosa cepat (iv): satu flakon (25cc) Dex
40% (10gr Dex) dpat menaikkan kadar glukosa kurang lebih 2530mg/dl

Mnajemen hipoglikemi menurut Soemadji (2006); Rush & Louise (2004);


Smeltzer & Bare (2003) sebagai berikut;
1. Hipoglikemi ringan:
- Diberikan 150-200 ml teh manis atau jus buah atau 6-10 butir permen
-

atau 2-3 sendok teh sirup atau madu


Bila gejala tidak berkurang dalam 15 menit ulangi pemberiannya
Tidak dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalori: coklat.

Kue, donat, ice cream, cake


2. Hipoglikemi berat
- Tergantung pada tingkat kesadaran pasien
- Bila klien dalam keadaan tidak sadar, jangan memberikan makanan
atau minuman : ASPIRASI!!!
3. Terapi hipoglikemi:
- Glukosa oral
- Glukosa intravena
- Glukagon 1 mg (sc/im)
- Thiamine 100 mg (iv/im), pada pasien alkoholic bisa menyebabkan
-

WERNICKLE ENCEPHALOPHATY
Monitoring

Berdasarkan kadar glukosa:


Kadar glukosa (mg/dl)
<30 mg/dl
30-60 mg/dl
60-100 mg/dl
FOLLOW UP:

Terapi hipoglikemi (dengan rumus 3-2-1)


Injeksi IV Dex.40% (25cc) bolus 3 flakon
Injeksi IV Dex.40% (25cc) bolus 2 flakon
Injeksi IV Dex.40% (25cc) bolus 1 flakon

1. Periksa kadar gula darah lagi, 30 menit sesudah injeksi IV


2. Sesudah bolus 3-2-1 flakon setelah 30 menit dapat diberikan 1 flakon lagi

sampai 2-3 kali untuk mencapai kadar > 120 mg/dl


1) Bila pasien sadar atau fase adrenergic, beri karbohidrat 15g ( 3 tablet
glukosa atau 120cc jus buah tanpa gula atau 3 permen atau 3 sendok
makan glukosa atau 6 ons minuman cola, dan 6 ons jus jeruk ).
2) Bila pasien tidak sadar atau fase neurologic, beri 1 ampul 50% dextrose
( iv bolus ) atau D40%, 25 50cc iv, cairan ruwatan D10 hipoglikemi
menghilang.
3) Mencari dan mengobati penyakit dasar.
8. Komplikasi
Komplikasi dari hipoglikemia pada gangguan tingkat kesadaran yang
berubah selalu dapat menyebabkan gangguan pernafasan dan mengakibatkan
kerusakan otak akut. Hipoglikemia berkepanjangan parah bahkan dapat
menyebabkan gangguan neuropsikologis sedang sampai dengan gangguan
neuropsikologis berat karena efek hipoglikemia berkaitan dengan system saraf
pusat yang biasanya ditandai oleh perilaku dan pola bicara yang abnormal (Jevon,
2010) dan menurut Kedia (2011) hipoglikemia yang berlangsung lama bisa
menyebabkan kerusakan otak yang permanen, juga dapat menyebabkan koma
sampai kematian.
Manajamen Asuhan Keperawatan
. Pengkajian
a)

Airway (jalan napas)

Kaji adanya sumbatan jalan napas. Terjadi karena adanya


penurunan

kesadaran/koma

sebagai

akibat

dari

gangguan

transport oksigen ke otak.


Diagnosa keperawatan : Ketidakefektifan bersihan jalan napas
b/d adanya benda asing
Intervensi :
1. Kaji adanya sumbatan jalan napas (lidah jatuh ke belakang,
sputum) sehubungan dengan penurunan kesadaran
R/ adanya sumbatan mempengaruhi proses respirasi
2. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan

R/ Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan


3. Kaji atau awasi secara rutin kulit dan warna membrane
mukosa.
R/ sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau
sentral (terlihat sekitar bibir atau daun telinga). Keabuabuan dan sianosis sentral mengindikasikan beratnya
hipoksemia.
4. Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara
dan atau bunyi tambahan.
R/ bunyi napas mungkin redup karena penurunan aliran
udara. Adanya mengik mengindikasikan spasme bronkus
atau tertahannya secret.
5. Awasi tingkat kesadaran atau status mental dan Selidiki
adanya perubahan.
R/
Dapat menunjukkan

peningkatan

hipoksia

atau

komplikasi.
b)

Breathing (pernapasan)

Merasa kekurangan oksigen dan napas tersengal sengal ,


sianosis.
Diagnosa keperawatan ; Pola napas tidak efektif b/d adanya
depresan pusat pernapasan.
Tujuan

:Pola

nafas

keperawatan

efektif

setelah

dilakukan

selama

Kriteria

jam
hasil:

RR

tindakan

16-24

Ekspansi
Sesak
Tidak

permenit

dada

nafas

hilang

suara

normal
/

nafas

berkurang
abnormal

intervensi :
1. Kaji frekuensi, irama, kedalaman pernapasan.
R/ frekuensi dan kedalaman pernapasan menunjukan usaha
pasien mendapatkan oksigen.
2. Auskultasi bunyi napas.

R/ Bunyi napas mungkinterjadi redup karena penurunan


aliran udara.
3. Pantau penurunan bunyi napas
R/ penurunan bunyi napas mengindikasikan
4. Pertahankan posisi semi fowler.
R/ untuk mengurangi sesak yang dialami klien.
5. Catat kemajuan yang ada pada klien tentang pernapasan
R/ mengindikasikan adanya kemajuan dalam pengobatan.
6. Berikan oksigen sesuai advis Dokter
R/ Memaksimalkan sediaan O2.
c)

Circulation (sirkulasi)

Kebas

kesemutan

dibagian

ekstremitas,

keringat

dingin,

hipotermi, nadi lemah, tekanan darah menurun.


Diagnosa ; Gangguan perfusi jaringan b/d hipoksia jaringan.
Ditandai

dengan

peningkatan

TIK,

nekrosis

jaringan,

pembengkakan jaringan otak, depresi SSP dan oedema.


Tujuan : gangguan perfusi jaringan berkurang/hilang setelah
dilakukan

tindakan

Kriteria

keperawatan

selama

hasil

tidak

ada

Tanda

jam.

tanda
tanda

tanda

vital

peningkatan

dalam

batas

TIK
normal

Tidak adanya penurunan kesadaran


Intervensi :
1. Catat status neurologi secara teratur, bandingkan dengan
nilai standart.
R/
Mengkaji

adanya

kecenderungan

pada

tingkat

kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat


dalam menentukan lokasi, dan perkembangan kerusakan
SSP.
2. Catat ada atau tidaknya refleks-refleks tertentu seperti
refleks menelan, batuk dan Babinski.
R/ Penurunan refleks menandakan adanya kerusakan pada
tingkat

otak

berpengaruh

tengah
langsung

atau

batang

terhadap

otak

dan

keamanan

sangat
pasien.

Kehilangan

refleks

berkedip

mengisyaratkan

adanya

kerusakan pada daerah pons dan medulla. Tidak adanya


refleks

batuk

meninjukkan

adanya

kerusakan

pada

medulla. Refleks Babinski positif mengindikasikan adanya


trauma sepanjang jalur pyramidal pada otak.
3. Pantau tekanan darah
R/ tekanan darah yang menurun mengindikasikan
terjadinya penurunan aliran darah ke seluruh tubuh.
4. Perhatikan adanya gelisah meningkat, tingkah laku yang
tidak sesuai.
R/ adanya gelisah menandakan bahwa terjadi penurunan
aliran darah ke hipoksemia.
5. Tinggikan kepala tempat tidur sekitar 15-45 derajat sesuai
toleransi atau indikasi. Jaga kepala pasien tetap berada
pada posis netral.
R/ Peningkatan aliran vena dari kepala akan menurunkan
TIK.
6.

Berikan
R/

Menurunkan

oksigen
hipoksemia,

sesuai
yang

indikasi
mana

dapat

meningkatkan vasodilatasi dan volume darah serebral yang


meningkatkan TIK.
d) Disability (kesadaran)
Terjadi penurunan kesadaran, karena kekurangan suplai nutrisi ke
otak.
Diagnosa; Resiko tinggi injuri b/d penurunan kesadaran.
Tujuan : mencegah terjadinya resiko injury sehubungan dengan
penurunan kesadaran.
Kriteria hasil : Pasien tidak mengalami injury.
Intervensi :
1. Berikan posisi dengan kepala lebih tinggi.
R/ Memonilisasi rangsangan yang dapat menurunkan TIK
2. Kaji tanda-tanda penurunan kesadaran.
R/ Menentukan tindakan keperawatan selanjutnya
3. Observasi TTV
R/ Mengetahui keadaan pasien

4.

Atur posisi pasien untuk menghindari kerusakan karena


tekanan.
R/ Perubahan

posisi

secara

teratur

menyebabkan

penyebaran terhadap BB dan meningkatkan sirkulasi pada


seluruh bagian tubuh
5. Beri bantuan untuk melakukan latihan gerak.
R/ melakukan mobilisasi fisik dan mempertahankan
kekuatan sendi
e)

Exposure

Pada exposure kita melakukan pengkajian secara menyeluruh.


Karena

hipoglikemi

adalah

komplikasi

dari

penyakit

DM

kemungkinan kita menemukan adanya luka/infeksi pada bagian


tubuh klien / pasien.

DAFTAR PUSTAKA
Baradero, M. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Endokrin.
Jakarta: EGC.
Corwin, J.E. 2002. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Mansjoer, A. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta: Media
Aesculspius.

NANDA International. 2009-2011.

Diagnosa Keperawatan: Definisi &

Klasifikasi 2009-2011. Jakarta: Prima Medika.


Smeltzer, S.C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2.
Jakarta: EGC.
Soegondo, Sidartawan. 2005. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu.
Jakarta: FKUI.
Suyono. 2003. Metabolic Endokrin: Diabetes Mellitus Di Indonesia. Jakarta:
PAPDI FKUI.
Price, A.S. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Edisi 6 Volume 1: Proses Penyakit.
Jakarta: EGC.
Wilkinson, J.M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Dengan Intervensi NIC
Dan Kriteria Hasil NOC Edisi 7. Jakarta: EGC.
Hans, Tandra. 2007. Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Diabetes.
Jakarta: Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai