A. Latar Belakang
Menstruasi adalah proses katabolisme di bawah pengaruh hipofisis dan hormon
ovarium, yang merupakan fungsi fisiologis normal berupa perdarahan uterus yang hanya
terjadi pada wanita. Dimulai dari usia 8-13 tahun dan normalnya berakhir pada usia 49-50
tahun (Martin, 2001).
Menurut Hesti dkk. (2010), ketidakteraturan menstruasi, menoragia, dismenorea,
dan gejala lain yang berhubungan merupakan masalah ginekologi yang sering dikeluhkan
para remaja. Dismenore dianggap sebagai gejala paling sering dari semua keluahan dan
menimbulkan gangguan yang lebih besar dibanding keluhan ginekologis lain di negara
berkembang (Ju et al., 2013). Amimi (2014) dan Ju et al. (2013) juga menyebutkan
bahwa dismenore termasuk salah satu penyebab nyeri panggul tersering pada usia
reproduktif. Rata rata lebih dari 50% perempuan di setiap negara mengalami nyeri
mentruasi. Angka prosentasenya di Amerika sekitar 60% dan di Swedia sekitar 72%.
Sementara di Indonesia angkanya diperkirakan 55% perempuan usia produktif yang
tersiksa oleh nyeri selama menstruasi. Angka kejadian (prevalensi) nyeri menstruasi
berkisar 45 95% di kalangan wanita usia produktif (Rofli dkk., 2013).
Namun, meskipun prosentase terjadinya dismenore tergolong tinggi, hanya
sebagian dari mereka yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan terkait keluhan yang
dialaminya. Seperti yang disampaikan Hesti dkk. pada tahun 2010, dari hasil penelitian
yang telah dilakukan hanya sekitar 59,8 % yang mendatangi fasilitas kesehatan,
selebihnya hanya mengandalkan obat yang dibeli sendiri tanpa resep di warung maupun
apotek, sebagian lain mengabaikan keluhannya. Sehingga diagnosis penyakit yang erat
kaitannya dengan dismenore seperti endomitriosis bisa saja terlambat ditegakkan.
Beberapa faktor dianggap dapat meningkatkan derajat keparahan dismenore
menurut Ju et al. (2013), salah satunya adalah indeks massa tubuh yang lebih tinggi. Hal
serupa juga disebutkan oleh Karim et al. (2014) bahwa pada beberapa penelitian
menemukan dismenore berhubungan dengan obesitas. Peningkatan keparahan dismenore
pada wanita overweight disebabkan karena adanya peningkatan biosintesis prostaglandin
(Vidya et al., 2010).
Indeks massa tubuh adalah sebuah pengukuran statistik yang membandingkan
tinggi dan berat badan sesorang. Karena pengguaannya yang mudah, IMT sring
premenstruasi banyak dialami oleh usia produktif. Selain itu mahasiswa juga rentan
terhadap indeks massa tubuh yang tidak normal karena pola makan yang tidak tentu.
B. Rumusan Masalah
Apakah ada perbedaan prevalensi terjadinya dismenore pada Indeks Massa Tubuh
rendah, normal, dan tinggi?
C. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan
cross sectional. Lokasi penelitian di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Kampus Kentingan. Subyek penelitian adalah Mahasiswi Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret. Pengambilan sampel dilakukan secara Purposive Sampling.
Variabel bebas adalah indeks masa tubuh, variabel terikat adalah sindrom premenstruasi
dengan skala nominal.
Pada penelitian ini, dalam pelaksanaannya saya bekerja sama dengan penelitian
rekan saya yang bernama Safitri Tia Tampy dengan judulnya Perbedaan Prevalensi
Sindrom Premenstruasi pada Indeks Massa Tubuh Rendah, Normal dan Tinggi dengan
subyek penelitian dan variabel bebas yang sama.