Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

TB MILIER

Disusun Oleh :
Adji Indra Pramono 030.10.008
Pembimbing :
Dr. Mas Wisnuwardhana, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


PERIODE 16 MEI 2016 30 JULI 2016
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BEKASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2016
DAFTAR ISI

Daftar isi
BAB I PENDAHULUAN
BAB II TUBERKULOSIS MILIER
1. Definisi

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Etiologi
Epidemiologi
Patogenesis
Manifestasi klinis
Pemeriksaan penunjang
Diagnosis
Diagnosis banding
Terapi
Prognosis

BAB III RANGKUMAN DAN SARAN


1. Rangkuman
2. Saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis bersifat


berulang, kronik dan dapat

menginfeksi pulmo dan ekstrapulmo yang dikarakteristikan dengan

terbentuknya granuloma kaseosa, fibrosis dan kavitas. Tuberkulosis paru merupakan bentuk TB yang
sering terjadi yaitu sekitar 80% dari kasus. Tuberkulosis ekstrapulmoner dapat menyerang beberapa
organ selain paru. karena penyebarannya yang bersifat limfogen dan hematogen.(1)

Sepertiga dari populasi dunia sudah tertular dengan TB paru dengan sebagian besar penderita
adalah 15-55 tahun yang berpotensi menularkan kepada orang lain. WHO memperkirakan adanya 9,5
juta kasus baru dan sekitar 0,5 juta orang meninggal akibat TB paru diseluruh dunia 2. Laporan WHO
tentang insidensi TB secara Global tahun 2010 menyebutkan bahwa insidensi terbesar TB terjadi di
Asia-Tenggara yaitu sebesar 40% dan Indonesia menempati posisi ke lima setelah Banglades, Buthan,
Korea dan India(1,2).
Salah satu bentuk TB ekstrapulmoner yaitu tuberkulosis milier merupakan adanya manifestasi
Mycobacterium tuberculosis (tuberkulosis diseminata) yang menyebar secara hematogen tetapi
berdasarkan konsensus tuberkulosis anak (2010) mengatakan bahwa TB milier masuk kedalam TB
pulmoner tipe berat.(1,2,3)
TB Milier, dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu basil M. Tuberculosis (jumlah dan virulensinya)
dan status imunologis pasien (nonspesifik dan spesifik). Tuberkulosis milier lebih sering terjadi pada
bayi dan anak kecil terutama usia kurang dari 2 tahun, dikarenakan imunitas seluler spesifik, fungsi
makrofag dan mekanisme lokal pertahanan parunya belum dapat berkembang sempurna sehingga
basil TB mudah berkembang biak dan menyebar keseluruh tubuh. (4,5)

BAB II
TUBERKULOSIS MILIER
1. Definisi
Tuberkulosis milier adalah infeksi bakteri Mycobacterium Tuberculosis yang
penyebarannya melalui lifo-hematogen sistemik dari paru ke bagian lain dari tubuh.

(3,4)

Tuberkulosis milier juga dikenal sebagai TB diseminata atau TB cutic acute generalisata.
Bentuk TB ini ditandai dengan adanya penyebaran luas ke seluruh tubuh dengan ukuran lesi

yaitu 1-5 mm. Gambaran lesi ini khas terlihat pada foto rontgen paru, yaitu adanya bintikbintik kecil seperti biji atau millet yang distribusinya pada seluruh paru. TB miliaria dapat
menginfeksi sejumlah organ, termasuk paru-paru, hati, limpa, dan selaput otak. (3,4,5)
2. Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini.
Pada tahun 1992, World Health Organization (WHO) telah mencanangkan TB sebagai
Global Emergency. Perkiraan kasus TB secara global pada tahun 2009 adalah: (3,4,5)
- Insiden kasus
: 9,4 juta (8,9 9,9 juta)
- Prevalens kasus
: 14 juta (12-16 juta)
- Kasus meninggal (HIV negatif)
: 1,3 juta (1,2 juta-1,5 juta)
- Kasus meninggal (HIV positif)
: 0,38 juta (0,32-0,45 juta)
Jumlah kasus terbanyak adalah regio Asia Tenggara (35%), Afrika (30%), dan regio
Pasifik Barat (20%). Sebanyak 11-13 % kasus TB adalah HIV positif, dan 80% kasus TB-HIV
berasal dari regio Afrika. Pada tahun 2009, diperkirakan kasus Tbmultidrug- resistant (MDR)
sebanyak 250.000 kasus (230.000-270.000 kasus), tetapi hanya 12% atau 30.000 kasus yang
sudah terkonfirmasi. Dari hasil data WHO tahun 2009, lima negara dengan insidens kasus
terbanyak yaitu india (1,6-2,4 juta), China (1,1-1,5 juta), Afrika Selatan (0,4-0,59 juta),
Nigeria (0,37-0,55 juta), dan Indonesia (0,35-0,52 juta). India menyumbangkan kira-kira
seperlima dari sejumlah kasus didunia (21%). (4,5,6)
Dari seluruh kasus TB, sekitar 1,5% mengalami TB milier. WHO melaporkan bahwa
sekitar 2-3 juta pasien meninggal tiap tahunnya akibat TB Milier. Insidensi TB Milier nampak
lebih tinggi di Afrika. Hal ini disebabkan faktor risiko sosial ekonomi yang rendah, jenis
kelamin yaitu lelaki lebih banyak dibanding perempuan dan faktor kesehatan. Tidak
dibuktikan adanya peran genetik dalam hal ini. (4,5,6)
Berdasarkan data yang didapatkan dari Pedoman Nasional TB 2011 diketahui bahwa TB
milier ini merupakan salah satu bentuk TB berat dan dan memiliki angka kejadian sekitar 37% dari seluruh kasus TB dengan angka kematian yang tinggi (25% pada bayi). Tuberkulosis
milier lebih sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun. Hal ini dikarenakan imunitas seluler
spesifik, fungsi makrofag dan mekanisme lokal pertahanan parunya belum dapat berkembang
sempurna, sehingga basil TB mudah berkembang biak dan menyebar keseluruh tubuh. Akan
tetapi, TB milier juga dapat terjadi pada anak besar dan remaja akibat pengobatan penyakit
paru primer sebelumnya yang tidak adekuat atau pada usia dewasa akibat reaktivasi kuman
yang dorman.(5,6)

3. Etiologi

TB milier merupakan penyakit limfo- hematogen sitemik akibat penyebaran kuman


M. Tuberculosis dari kompleks primer yang biasanya terjadi dalam waktu 2-6 bulan pertama
setelah infeksi awal. TB milier sering terjadi pada bayi dan anak kecil, terutama usia dibawah
2 tahun, karena i,unitas seluluer spesifik, fungsi makrofag, dan mekanisme lokal pertahanan
parunya belum berkembang sempurna sehingga kuman TB mudah berkembang biak dan
menyebar ke seluruh tubuh. Akan tetapi TB milier dapat juga terjadi pada anak besar dan
remaja akibat pengobatan penyakit paru primer sebelumnya yang tidak adekuat, atau pada
usia dewasa akibat reaktivitas kuman yang dorman. (4)
Terjadinya TB milier dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu kuman M. Tuberculosis ( jumlah
dan virulensi), status imunologik pasien (nonspesifik dan spesifik). Beberapa kondisi yang
menurunkan sistem imun juga dapat menyebabkan timbulnya TB milier, yaitu infeksi HIV,
malnutrisi, infeksi campak, pertusis, paparan asap rokok, diabetes melitus, konsumsi alkohol
dan obat bius, gagal ginjal, keganasan, dan penggunaan kortikosteroid jangka lama. Faktor
lingkungan (kurangnya paparan sinar matahari, perumahan yang padat, polusi udara, serta
faktor sosial ekonomi) juga akan meningkatkan faktor resiko terinfeksi. (4)
4. Patogenesis dan perjalanan penyakit
Paru merupakan port dentre lebih dari 98% kasus infeksi tbc. Karena ukurannya
yang sangat kecil (<5um), kuman TBC dalam percik renik (droplet nuklei) yang terhirup
dapat mencapai alveolus. Pada sebagian kasus kuman TB dapat dihancurkan seluruhnya oleh
mekanisme imunologis non spesifik, sehingga tidak terjadi respons imunologis spesifik. Akan
tetapi, pada sebagian kasus lainnya tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Pada individu yang
tidak dapat menghancurkan seluruh kuman makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB
yang sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman TB yang tidak dapat
dihancurkan akan terus berkembang biak dalam makrofag, dan akhirnya menyebabkan lisis
makrofag. Selanjutnya, kuman TB membentuk lesi di tempat tersebut, yang dinamakan fokus
primer Ghon. (4)
Dari fokus primer ghon, kuman TB menyebar melalui limfe menuju kelenjar limfe
regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer.
Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di seluruh limfe (limfangitis) dan kelenjar
limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau tengah,
kelenjar limfe yang akan terlibat dalam kelenjar limfe parahilus (perihiler), sedangkan jika
fokus primer terletak di apex paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratracheal. Gabungan
antara fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis dinamakan kompleks primer ( primary
kompleks). (4)
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks
primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Hal ini berbeda dengan pengertian masa

inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga
timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB bervariasi selama 2-12 minggu, biasanya
berlangsung selama 4-8 minggu. Selama massa inkubasi tersebut kuman berkembang biak
hingga mencapai jumlah 103 sampai 104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons
imunitas seluler. (4)
Pada saat terbentuknya kompleks primer, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi.
Setelah terjadi kompleks primer imunitas seluler tubuh terhadap TB terbentuk yang dapat
diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap tuberculo protein, yaitu uji tuberculin
positive, selama masa inkubasi uji tuberkulin masih negative. Pada sebagian besar individu
dengan sistem imun yang berfungsi baik pada saat sistem imun seluler berkembang, proliferasi
kuman TB berhenti. Akan tetapi, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma.
Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera
dimusnahkan oleh imunitas seluler spesifik (celuler mediated imunity, CMI). (4)
Setelah imunitas seluler terbentuk fokus primer di jaringan paru biasanya akan
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah terjadi
nekrosis pengkijuan end capsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan
end kapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan
paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun di kelenjar ini, tetapi
tidak menimbulkan gejala TB. (4)
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat
disebabkan oleh fokus di paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat
membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi dan pengkijuan yang
berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan
rongga di jaringan paru (kavitas). (4)
Kerja limfe paratracheal yang mulanya berukuran normal pada awal infeksi akan
membesar karena reaksi inflamsi yang berlanjut, sehingga bronkus dapat terganggu. Obtruksi
parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru
melalui mekanisme ventil (ball-valve mechanism). Obtruksi total dapat menyebabkan
atelektasis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan
menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronchial atau
membentuk vistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga
menyebabkan gabungan pneumonitis dan atelektasis, yang sering disebut sebagai lesi segmental
kolaps-konsolidasi ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya
penyebaran hematogen inilah yang menyebakan TB tersebut sebagai penyakit sistemik.

(4)

Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah penyebaran hematogenik


tersamar (occult hematogenic spread). Kuman TBC menyebar secara sporadik dan sedikit

demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TBC kemudian akan mencapai
berbagai organ diseluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai
vaskularisasi yang baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri terutama apeks paru. Di
berbagai lokasi tersebut, kuman TBC akan bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebenlum
terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi pertumbuhannya. (4)
Bentuk penyebaran hematogen lainnya adalah penyebaran hematogenik generalisata
akut (akut generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini sejumlah besar kuman TBC
masuk dan beredar di dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Dapat menyebabkan timbulnya
TBC secara akut yang disebut TBC desiminata atau TB milier timbul dalam 2-6 bulan setelah
terjadi infeksi pertama, atau bila tidak aktif terjadi dalam beberapa tahun sebelum menyebabkan
timbulnya gejala. Timbulnya penyakit tergantung pada jumlah dan virulensi kuman TBC yang
beredar serta frekuensi beredarnya dan berulangnya penyebaran. TBC diseminata terjadi karena
tidak adekuatnya sistem imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TBC misalnya balita.

(4)

Perjalanan penyakit
Proses infeksi TB tidak langsung memberikan gejala. Uji tuberculin biasanya
positif dalam 4-8 minggu setelah awal kontak dengan kumanTB. Pada awal terjadinya
infeksi TB, dapat dijumpai demam yang tidak tinggi dan eritema nodusum, tetapi kelainan
kulit ini berlangsung singkat sehingga jarang terdeteksi.

TB milier dapat terjadi setiap saat, tapi biasanya berlangsung dalam 12 bulan
pertama setelah infeksi TB, begitu juga dengan meningitis TB. TB pleura terjadi dalam 3-6
bulan pertama setelah infeksi. TB tulang terjadi sekitar tahun pertama sampai tahun ketiga.
TB ginjal biasanya terjadi lebih lama yaitu 5-25 tahun setelah infeksi primer. Sebagian
besar klinis sakit TB terjadi pada 5 tahun pertama, terutama pada 1 tahun pertama. (4,5,6,7)

Gambar 2.3. Kalender Perjalanan TB Primer

Tuberkulosis milier termasuk salah satu bentuk TB yang berat dan merupakan 3-7%
dari seluruh kasus TB dengan angka kematian yang tinggi (dapat mencapai 25% pada bayi).
TB milier merupakan penyakit limfo-hematogen sistemik akibat penyebaran M. Tuberculosis
dari kompleks primer yang biasanya terjadi dalam waktu 2-6 bulan pertama setelah infeksi
awal. TB milier lebih sering terjadi pada bayi dan anak kecil, terutama usia 2 tahun, karena
imunitas seluler spesifik, fungsi makrofag, dan mekanisme lokal pertahan parunya belum
berkembang sempurna sehingga kuman TB mudah berkembang biak dan menyebar ke
seluruh tubuh. Akan tetapi, TB milier dapat juga terjadi pada anak besar dan remaja akibat
pengobatan penyakit paru primer sebelumnya yang tidak adekuat, atau pada usia dewasa
akibat reaktivasi kuman yang dorman. (4,5,6,7)
Terjadinya TB milier dipengaruhi oleh dua faktor, yanitu kuman M. Tuberkulosis
(jumlah dan virulensi), status imonologis pasien ( nonspesifik dan spesifik). Beberapa kondisi
yang menurunkan sistem imun juga dapat menyebabkan timbulnya TB milier, seperti infeksi
HIV, malnutrisi, infeksi campak, pertusis, paparan asap rokok, diabetes melitus, konsumsi
alkohol dan obat bius, gagal ginjal, keganasan, penggunaan kortikosteroid jangka lama. (4,5,6,7)

Faktor lingkungan (kurangnya paparan sinar matahari, perumahan yang padat, polusi
udara, serta faktor sosial ekonomi) akan meningkatkan resiko terinfeksi.
5.PENEGAKAN DIAGNOSIS
Diagnosis TB milier pada anak dapat ditegakkan dengan adanya riwayat kontak
dengan pasien TB dewasa yang infeksius (BTA positif), gambaran radiologis yang khas,
gambaran klinis dan uji tuberkulin yang positif. Pada kenyataannya menegakkan diagnosis
TB pada anak tidak selalu mudah karena gejala klinis dan laboraturium tidak khas
a. Manifestasi Klinis
Berdasarkan Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak (2008), mengatakan bahwa
manifestasi klinis TB Milier bermacam-macam, bergantung pada banyaknya kuman dan
jenis organ yang terkena. Gejala yang sering dijumpai adalah keluhan kronik yang tidak
khas, seperti anoreksia, BB tidak naik atau gagal tumbuh pada anak, demam lama dengan
penyebab yang tidak jelas, malaise, serta batuk lama lebih dari 3 minggu dan sesak nafas.
(6,7)

Pada anak bila dibandingkan dengan dewasa, gejala menggigil, keringat malam hari,
hemoptisis dan batuk produktif jarang ditemukan. Manifestasi klinik yang lebih sering
ditemukan pada anak yaitu limfadenopati perifer dan hepatosplenomegali. Secara klinis,
karakteristik kelenjar yang dijumpai biasanya multiple, unilateral, tidak nyeri tekan, tidak
hangat pada perabaan, mudah digerakkan dan dapat saling melekat.paling tersering
ditemukan di region colli. (5)
Tuberkulosis milier, juga dapat diawali dengan serangan akut berupa demam tinggi
yang sering hilang timbul (remittent), pasien tampak sakit berat dalam beberapa hari, tetapi
gejala dan tanda respiratorik belum ada. Sekitar 50% pasien akan mengalami limfadenopati
superfisial, splenomegali dan hepatomegali yang akan terjadi dalam beberapa minggu.
Demam kemudian bertambah tinggi dan berlangsung terus menerus atau kontinu, tanpa
diserti gejala respiratorik atau disertai gejala minimal dan foto rontgen thorax biasanya
masih normal. Beberapa minggu kemudian, hampir diseluruh organ terbentuk tuberkel difus
multipel, terutama diparu, limpa, hati dan sumsum tulang. 5
Gejala klinis, biasanya timbul akibat gangguan pada paru, yaitu gejala respiratorik
seperti batuk dan sesak nafas yang disertai ronkhi atau mengi. Pada kelainan paru yang
berlanjut, dapat timbul sindrom sumbatan alveolar, sehingga timbul gejala gangguan
pernafasan, hipoksia, pneumothorax, dan pneumomediastinum. Dapat juga terjadi gangguan
fungsi organ, kegagalan multiorgan serta syok.

Pada meningitis TB muncul gejala nyeri kepala, penurunan kesadaran, kaku kuduk,
muntah proyektil dan kejang. Pada TB tulang yang lebih sering terjadi pada anak daripada
dewasa, ditemukan gejala seperti nyeri, bengkak pada sendi yang terkena dan gangguan
atau keterbatasan gerak. Gejala lain yang dapat ditemukan ialah kelainan kulit berupa
tuberkuloid, papula nekrotik, nodul atau purpura.

Gambar 2.4 Papul eritematosa pada pasien TB milier

6. Pemeriksaan Penunjang
a.

Tuberculin Skin Test (TST)


Tuberculin Skin Test (TST) disebut juga Mantoux Test. Ada 2 jenis tuberkulin
yang dipakai yaitu OT (Old Tuberkulin) dan Tuberkulin PPD (Purified Protein
Derivatif) dan ada 2 jenis tuberkulin PPD yang dipakai yaitu PPD-S (Seibert) dan PPDRT23.
Tuberculin adalah komponen protein kuman TByang mempunyai sifat
antigenic yang kuat. Jika disuntikkan kepada orang yang terinfeksi TB (telah ada
kompleks primer dan terbentuk imunitas seluler) maka akan terjadi reaksi berupa
indurasi di lokasi suntikan. Indurasi ini terjadi karena vasodilatasi local, edema,
endapan fibrin, dan akumulasi sel-sel inflamasi disekitarnya.
Tes ini dilakukan dengan cara menyuntikan 0,1 ml PPD-RT 23 2TU, PPD-S 5
TU atau OT 1/2000 secara intrakutan dibagian volar lengan bawah. Pembacaan
dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter melintang dari indurasi
yang terjadi. Seseorang yang menerima vaksin BCG dapat memberikan hasil yang
positif pada TST. Hal ini dikarenakan efek BCG pada hasil TST kurang lebih bermakna
selama 15 tahun dan akan minimal terjadi pada setelah 10 tahun. Interpretasi hasil test
Mantoux: (4,5,6)
1)

Indurasi 10 mm atau lebih reaksi positif

Arti klinis adalah sedang atau pernah terinfeksi dengan kuman Mycobacterium
tuberculosis.
2)

Indurasi 5 9 mm reaksi meragukan

Arti klinis adalah kesalahan teknik atau memang ada infeksi dengan
Mycobacterium atypis atau setelah BCG. Perlu diulang dengan konsentrasi yang
sama. Kalau reaksi kedua menjadi 10 mm atau lebih berarti infeksi dengan
Mycobacterium tuberculosis. Kalau tetap 6 9 mm berarti cross reaction atau
BCG, kalau tetap 6 9 mm tetapi ada tanda tanda lain dari tubeculosis yang
jelas maka harus dianggap sebagai mungkin sering kali infeksi dengan
Mycobacterium tuberculosis.
3)

Indurasi 0 4 mm reaksi negatif.

Arti klinis adalah tidak ada infeksi dengan Mycobacterium tuberculosis.

Vaksinasi sebelumnya (BCG) juga dapat menimbulkan reaksi terhadap uji


kulit tuberculin. Sekitar setengah dari bayi yang mendapat vaksin BCG tidak pernah
menimbulkan uji kulit tuberculin reaktif, dan reaktivitas akan berkurang 2 3 tahun
kemudian pada penderita yang pada mulanya memiliki uji kulit positif. 18

b. Uji serologis
TB umumnya dilakukan dengan cara ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent
Assay), untuk mendeteksi antibodi IgG terhadap cord factor berguna untuk
serodiagnosis paru aktif. Titer antibodi faktor anti cord menurun sampai normal
setelah pemberian obat anti tuberkulosis. Uji peroksidase-anti-peroksidase (PAP)
merupakan uji serologis imunoperoksidase yang menggunakan kit histogen
imunoperoksidase staining untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.
c. Pemeriksaan mikrobiologi
Pemeriksaan

mikrobiologi

yang

dilakukan

terdiri

dari

pemeriksaan

mikroskopik apusan langsung untuk menemukan BTA, pemeriksaan biakan kuman M.


tuberculosis dan pemeriksaan PCR. Pada anak pemeriksaan mikroskopik langsung
sulit dilakukan karena sulit mendapatkan sputum sehingga harus dilakukan bilas
lambung. Dari hasil bilas lambung didapatkan hanya 10% anak yang memberikan hasil
positif. Pada kultur hasil dinyatakan positif jika terdapat minimal 10 basil per milliliter
spesimen. Saat ini PCR masih digunakan untuk keperluan penelitian dan belum
digunakan untuk pemeriksaan klinis rutin. 19

d.

Uji interferon
Prinsip yang digunakan adalah merangsang limfosit T dengan antigen
tertentu, diantaranya antigen dari kuman TB. Bila sebelumya limfosit T tersebut telah
tersensitisasi dengan antigen TB maka limfosit T akan menghasilkan interferon
gamma yang kemudian di kalkulasi. Akan tetapi, pemeriksaan ini hingga saat ini
belum dapat membedakan antara infeksi TB dan sakit TB. 19

e. Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian karena hasilnya kadang-kadang
meragukan. Pada TB bisa didapatkan leukositosis dan Laju Endap Darah (LED) yang
meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan laju
endap darah mulai turun ke arah normal lagi. 3
Mekanisme imunologi telah berimplikasi menyebabkan supresi sumsum
tulang sehingga menyebabkan pasnsitopenia dan anemia hipoplastik. 10
Hematologi

Laboratorium Darah
Anemia
Leukositosis
Neutrofilia
Lymfositosis
Monositosis
Thrombositosis
Leukopeni
Limfopenia
Thrombositopeni
Peningkatan ESR (Erythrocyte Sedimentation Rate)

Biokimia

Peningkatan CRP (C-reactive protein)


Hiponatraemia
Hipoalbuminaemia
Hipercalcaemia
Hipophosphatemia
Hiperbilirubinaemia
Peningkatan serum transaminase
Peningkatan serum alkaline phosphatase
Peningkatan serum ferritin
Tabel 2.1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium darah pada TB milier

f.

Gambaran Radiologis

Lesi milier dapat terlihat pada foto Rontgen Thorax dalam waktu 2-3 minggu
setelah penyebaran basil secara hematogen. TB milier secara klasik digambarkan
sebagai millet-like yaitu bintik bulat atau tuberkel halus (millii) 1-3mm yang
tersebar merata di seluruh lapangan paru. Bentukan ini terlihat sekitar 1-3% dari
semua kasus TB . Sekitar 1-2 minggu setelah timbulnya penyakit, pada foto Rontgen
thorax, dapat dilihat lesi yang tidak teratur seperti kepingan salju. (5,6,7)

Gambar 2.5. Gambaran Rontgen Thorax Pasien Tuberkulosis Milier

Pasien yang terdiagnosis TB milier, harus dipikirkan mengalami TB tulang.


Oleh karena itu dapat dilakukan pemeriksaan foto polos vertebrae dan ditemukan
osteoporosis, osteolitik dan destruksi korpus vertebrae, disertai penyempitan diskus
intervertebralis yang berada diantara korpus tersebut dan mungkin dapat ditemukan
adanya massa abses paravetebral. pada foto AP, abses paravetebral di daerah servikal
berbentuk sarang burung ( birds nest ), di daerah torakal berbentuk bulbus dan pada
daerah lumbal abses berbentuk fusiform pada stadium lanjut terjadi destruksi
vertebrae yang hebat sehingga timbul kifosis pemeriksaan foto dengan zat kontras
sedangkan pemeriksaan melografi dilakukan bila terdapat gejala-gejala penekanan
sumsum tulang atau dapat juga dilakukan pemeriksaan CT scan atau CT dengan
mielografi serta pemeriksaan MRI. (5,6,7)
g. Patologi Anatomi
Pemeriksaan PA dapat menunjukkan gambaran granuloma yang ukurannya
kecil, terbentuk dari agregasi sel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Granuloma
tresebut mempunyai karakteristik perkijuan atau area nekrosis kaseosa di tengah
granuloma. Gambaran khas lainnya ditemukannya sel datia langhans (multinucleat
giant cell). (5,6,7)

7.

Diagnosis

Diagnosis TB pada anak sulit sehingga sering terjadi misdiagnosis baik overdiagnosis
maupun underdiagnosis. Pada anak-anak batuk bukan merupakan gejala utama. Pengambilan
dahak pada anak biasanya sulit, maka diagnosis TB
menggunakan sistem skor

anak perlu kriteria lain dengan

IDAI telah membuat Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak

dengan menggunakan sistem skor (scoring system), yaitu pembobotan terhadap gejala atau
tanda klinis yang dijumpai. Pedoman tersebut secara resmi digunakan oleh program nasional
pengendalian tuberkulosis untuk diagnosis TB anak. (7,8)

Tabel 2.1. Sistem Skoring TB Pediatrik

Hal-hal yang perlu diperhatikan :


1) Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk kronik lainnya seperti
asma, sinusitis dan lain-lain.
2) Jika dijumpai skrofuloderma (TB pada kelenjar dan kulit), pasien dapat langsung
didiagnosis tuberkulosis.
3) Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname)
4) Foto toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak
5)

Gambaran sugestif TB, berupa pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan atau
tanpa infiltrate, konsolidasi segmental/lobar, kalsifikasi dengan infiltral, atelektasis,
tuberkuloma. Gambaran milier tidak dihitung dalam skor karena diperlakukan secara
khusus.

6) Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul < 7 hari setelah penyuntikan)
harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.
7) Anak didiagnosis TB jika jumlah skor > 6, (skor maksimal 14)
8) Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut

9) Perlu perhatian khusus jika ditemukan salah satu keadaan di bawah ini: Tanda bahaya:
kejang, kaku kuduk, penurunan kesadaran kegawatan lain, misalnya sesak napas, foto
toraks menunjukkan gambaran milier, kavitas, efusi pleura, gibbus dan koksitis
10) Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
maka dilakukan pembobotan dengan sistem skor. Pasien dengan jumlah skor yang lebih
atau sama dengan 6 (6), harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT (obat
anti tuberkulosis). Bila skor kurang dari 6 tetapi secara klinis kecurigaan kearah TB kuat
maka perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik lainnya sesuai indikasi, seperti bilasan
lambung, patologi anatomi, pungsi lumbal, pungsi pleura, foto tulang dan sendi,
funduskopi, CT-Scan, dan lain lainnya.
8. Diagnosa Banding
Acute respiratory distress syndrome merupakan reaksi serius dari berbagai bentuk
kerusakan paru. Terjadi inflamasi parenkim paru yang menyebabkan ketidakseimbangan dari
pertukaran gas dimana terjadi pengeluaran mediator inflamasi. Gejala lain tachpnea,
penurunan level O2, sesak napas dan terdapat infiltrat difus bilateral paru. (3,7,8)
Addison disease merupakan kelainan endokrin kronik dimana glandula adrenal tidak
cukup untuk memproduksi hormon steroid (glukokortikoid dan mineralokortikoid). Gejala
yaitu fatigue, nyeri kepala, demam, kelemahan otot, penurunan berat badan, nausea,
vomitting, diare, berkeringat, perubahan mood, dan kepribadian, serta nyeri sendi dan otot.
(3,7,8)

Pneumonia akibat bakteri dibagi menjadi dua penyebab yaitu gram positif dan gram

negatif. Gram positif oleh steptococcus pneumonia dan gram negatif oleh H. Influenza,
Klebsiella, Pneumonia, dan lain-lain. (3,7,8)
Pneumocytiss carinii pneumonia atau PCP atau pneumocytosis merupakan salah satu
pneumonia akibat protozoa. Gejalanya yaitu demam, batuk tidak produktif, sesak napas
(terutama ekspirasi), adanya penurunan berat badan dan keringat malam.

(3,7,8)

Pneumonia

hipersensitif merupakan inflamasi dari alveolus akibat hipersensitif terhadap debu organik.
(3,7,8)

Blastomycosis merupakan penyakit jamur yang penyebarannya melalui inhalasi spora


dari tanah yang terkontaminasi. Gejalanya yaitu seperti flu, adanya demam, batuk berdahak,
mialgia, atralgia, dan nyeri dada.
9. Terapi
Regimen OAT untuk TB milier sama seperti TB paru. Pada keadaan yang berat atau
diduga keterlibatan meningen atau perikard atau ada sesak napas, tanda/ gejala toksik, demam
tinggi maka dianjurkan pemberian kortikosteroid. (3,4,9,10)

TB Milier direkomendasikan diberikan kortikosteroid, yaitu yang sering dipakai ialah


prednison dengan dosis 2mg/kgbb/hari selama 4 minggu full dose (dibagi dalam 3 dosis)
kemudian diturunkan secara perlahan (tappering off) selama 1-2 minggu sebelum obat
tersebut dihentikan. Dosis prednison dapat ditingkatkan menjadi 4 mg/kgbb/hari maksimal 60
mg/hari pada kasus anak yang berat karena rifampisin dapat menurunkan konsentrasi
kortikosteroid akan tetapi apabila dosisnya berlebih maka akan menyebabkan supresi imun
berlebih. Oleh karena itu, pada tahap awal sebaiknya seluruh anak-anak yang terdiagnosis TB
Milier, harus dirawat dirumah sakit sampai keadaan klinis pasien stabil. (3,4,9,10)
Penatalaksanaan medikamentosa TB milier adalah pemberian 4-5 macam OAT
kombinasi isoniazid, rifampisin, pirasinamid, dan streptomisin atau etambutol selama 2 bulan
pertama, dilanjutkan dengan isoniazid dan rifampisin sampai 9-12 bulan sesuai dengan
perkembangan klinis. Dosis OAT dapat di liat pada tabel 2.2. Kortikosteroid (prednison)
diberikan pada TB milier, meningitis TB, perikarditis TB, efusi pleura, dan peritonitis TB.
Prednison biasanya diberikan dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari selama 2-4 minggu selanjutnya
diturunkan perlahan-lahan hingga 2-6 minggu. (buku respiratologi anak hal 230)
Pengobatan yang tepat, akan memberikan perbaikan radiologis TB milier dalam waktu 4
minggu. Respons keberhasilan terapi antara lain adalah hilangnya demam setelah 2-3 minggu
pengobatan, peningkatan nafsu makan, perbaikan kualitas hidup sehari-hari, dan peningkatan
berat badan. Gambaran milier pada foto toraks berangsur-angsur menghilang dalam 5-10
minggu, tetapi mungkin juga belum ada perbaikan sampai beberapa bulan. (3,4,9,10)

Gambar 2.6. Alur Penatalaksanaan TB

Gambar 2.7. Alur Penatalaksanaan TB di Puskesmas

Nama Obat

Dosis Harian
(mg/kgBB/hari)
5-15*

Isoniazid

Dosis Maksimal

Efek Samping

(mg per hari)


300

Hepatitis,

neuritis

perifer,
Rifampisin **

10-20

600

hipersensitivitas.
Gastrointestinal, rekasi
kulit,

hepatitis,

trombositopenia,
peningkatan

enzim

hati,

tubuh

cairan

berwarna
Pirazinamid
Etambutol

15-30
15-20

orange

2000

kemerahan.
Toksisitas hati, artalgia,

1250

gastrointestinal
Neuritis
ketajaman

optik,
mata

berkurang, buta warna


merah-hijau,
penyempitan

lapang

pandang,
hipersensitivitas,
Streptomisin

gastrointestinal
15-40
1000
Ototoksik, nefrotoksik
Tabel 2.2 obat Antituberkulosis yang biasa dipakai dan dosisnya

* bila isoniazid dikombinasikan dengan rifampisin, dosisnya tidak boleh melebihi 10 mg/kgBB/hari.
** Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer OAT lain karena dapat mengganggu
bioavailabilitas rifampisin.

Rifampisin diabsorpsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong (satu jam
sebelum makan).
Tabel 2.4. Dosis OAT Kombipak pada anak

Tabel 2.5. Dosis OAT FDC (Fixed Dose Combination)

Keterangan:
1) Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah sakit
2) Anak dengan BB 15-19 kg dapat diberikan 3 tablet.
3) Anak dengan BB > 33 kg , dirujuk ke rumah sakit.
4) Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah
5) OAT KDT dapat diberikan dengan cara : ditelan secara utuh atau digerus sesaat
sebelum diminum.
10. Prognosis
Prognosis tuberkulosis milier dipengaruhi oleh umur anak, lama infeksi, luas lesi, gizi,
sosial ekonomi keluarga, diagnosis dini, pengobatan adekuat dan infeksi lain. Adanya infeksi
HIV, multidrug resistance (MDR) dan reaksi obat (rash, hepatitis dan trombositopenia)
dengan TB milier berkontribusi terhadap peningkatan morbiditas dan mortalitas. Pada TB
milier terjadi peningkatan morbiditas dan mortilitas sebesar 20-25%. (4,10)
Prognosis penderita penyakit tuberkolosis milier adalah baik bila diagnosa dini dapat
diketahui dan dilakukan pengobatan yang tepat. Komplikasi yang sering adalah menigitis
tuberkolosis terutama pada dewasa muda. Di negara lain angka kematian bervariasi berkisar
10%-28%. (4,10)

DAFTAR PUSTAKA

1. Danusantoso, H. Bab 8 Tuberkulosis paru dala Buku Saku Ilmu Penyakit Paru Edisi 1. Jakarta:
Hipokrates, 2000: 93-95

2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Bab 2 Tuberkulosis dan permasalahannya dalam Buku
Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak, cetakan pertama edisi 2, 2006: 3-5.
3. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2011:
1-2, 20-25, dan 39
4. Rahajoe, N.N., dkk, Bab 4 Patogenesis dan Perjalanan Alamiah dan Tuberkulosis dengan Keadaan
Khusus dalam Buku Ajar Respiratologi Anak, cetakan ke 2 edisi pertama, Jakarta: Badan Penerbit
IDAI PP, 2010: 169-172 dan 228-230
5. WHO, Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit, Cetakan Pertama, Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan WHO, 2009: 113-118.
6. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stenson BF, Nelson Textbook of Pediatrics, 18th edition.
USA, Saunders Elsevier Inc, 2007: 1240-1254.
7.

klaus-dieter

lessnau,

Milliary

Tuberculosis

dalam

http://emedicine.medscape.com/article/2011/05/tuberculosis-tbc-i.html, di unduh pada tanggal 20


september 2013.
8.

CDC.

CDC.

[Online].;

2008

[cited

2012

November

http://wonder.cdc.gov/wonder/PrevGuid/p0000425/p0000425.asp,
september 2013

di

28.

unduh

Available
pada

from:

tanggal

20

Anda mungkin juga menyukai