Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan
kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan paper tentang obat yang bekerja pada
metabolism jaringan, keseimbangan cairan dan elektrolit dan saluran kemih.
Adapun maksud dari penulisan paper ini untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan
oleh dosen pengajar mata kuliah farmakologi, yakni bapak
Saran dan kritik sangat penulis butuhkan guna melengkapi kekurangan dari paper yang penulis
buat. Dan penulis berharap, semoga paper ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan
penulis sendiri.
Daftar Isi
KATA PENGANTAR ................................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................2
A. Latar Belakang..................................................................................................................2
B. Rumusan Masalah............................................................................................................ 2
C. Tujuan................................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................... 3
a) Definisi Obat...................................................................................................................... 3
b) Obat yang Bekerja pada Metabolisme Jaringan........................................................... 4
c) Obat yang Bekerja pada Keseimbangan Cairan dan Elektrolit.................................. 10
a. Gangguan Keseimbangan Natrium......................................................................... 11
b. Gangguan Keseimbangan Kalium.......................................................................... 11
c. Gangguan Keseimbangan Kalsium.........................................................................11
d. Gangguan Keseimbangan Magnesium................................................................... 11
BAB III KESIMPULAN...............................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................... 11
BAB I
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini, peradaban manusia sudah semakin maju, bisa kita lihat dari kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin modern diantaranya dalam dunia
kesehatan. Sering kita jumpai berbagai macam obat-obatan dan bahan kimia lainnya yang
terdapat di apotek-apotek atau took-toko obat yang di jual secara bebas, baik untuk anak,
dewasa bahkan orang tua.
Berbagai macam jenis penyakit bisa disembuhkan dengan mengonsumsi obatobatan tersebut. Tetapi apa sebenarnya dampak dari mengonsumsi obat-obatan bagi tubuh
kita ?
Secara umum, pengertian obat adalah semua bahan tunggal/campuran yang
dipergunakan oleh semua makhluk untuk bagian dalam dan luar tubuh guna mencegah,
meringankan, dan menyembuhkan penyakit. Sedangkan, menurut undang-undang,
pengertian obat adalah suatu bahan atau campuran bahan untuk dipergunakan dalam
menentukan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit
atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah atau rohaniah pada manusia atau hewan
termasuk untuk memperelok tubuh atau bagian tubuh manusia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa obat yang bekerja pada metabolisme jaringan.
2. Apa obat yang bekerja pada keseimbangan cairan dan elektrolit.
3. Apa obat yang bekerja pada saluran kemih.
C. Tujuan
Penulis mengharapkan bahwa pembaca dapat memahami tentang :
1. Obat yang bekerja pada metabolism jaringan.
2. Obat yang bekerja pada keseimbangan cairan dan elektrolit.
3. Obat yang bekerja pada saluran kemih
BAB II
PEMBAHASAN
a) Definisi Obat
Obat adalah suatu senyawa yang bereaksi dalam tubuh, berinteraksi dengan
molekul target dalam tubuh, menstimulasi atau menghambat proses fisiologi normal.
Menurut UU No. 36 Tahun 2009, obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk
biologis yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki system fisiologi atau
keadaan patologidalam rangka penetapan diagnosa pencegahan, penyembuhan, pemulihan,
peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia. Definisi pertama tersebut
menyiratkan aksi obat dalam tubuh, sedangkan definisi yang kedua menyiratkan tujuan
dari penggunaan obat. Obat itu juga merupakan racun.senyawa obat bisa sebagai obat dan
racun, perbedaannya ada pada dosis yang digunakan serta indikasinya.
Dari beberapa referensi, obat diklasifikasikan berdasarkan beberapa aspek misalnya
struktur kimia, efek farmakologi yang dihasilkan, penyakit yang diterapi, atau system
fisiologis tubuh yang menjadi target terapi obat. Dijumpai beberapa buku, klasifikasi obat
tidak tidak berdasarkan satu aspek melainkan lebih dari satu aspek. Adapaun
klasifikasinya adalah sebagai berikut:
1. Obat yang mempengaruhi system syaraf otonom.
2. Obat yang mempengaruhi system syaraf pusat.
3. Obat yang bekerja pada sitem kardiovaskuler,
4. Obat yang bekerja pada sitem endokrin,
5. Analgesic dan antiinflamasi, imunosupresan dan antihistamin,
6. Kemoteropeutika.
b) Obat yang bekerja pada metabolism jaringan
Obat anti radang
Asam arakidonat merupakan konstituen diet pada manusia, sebagai salah satu
senyawa yang kehadirannya bersama diet asarn linoleat. Asam arakidonat sendiri oleh
mernbran sel akan diesterifikasikan menjadi bentuk fosfolipid dan lainnya berupa
kompleks lipid. Dalam keadaan bebas tetapi dengan konsentrasi yang sangat kecil asam
ini berada di dalam sel. Pada biosintesis eikosanoid, asarn arakidonat akan dibebaskan dari
sel penyimpan lipid oleh asil hidrolase. Besar kecilnya pembebasan tergantung dari
3
kebutuhan enzim pensintesis eikosanoid. Kebutuhan ini ditentukan dari seberapa besar
respons yang diberikan terhadap stimuli penyebab radang (Campbell yang disitasi oleh
mansjoer. 2003). Asam asetilsalisilat (aspirin) sebagai prototip nonsteroidal antiinflammatory drugs (NSAID) merupakan analgetika nonsteroid, non-narkotik (Reynolds
yang disitasi oleh mansjoer. 2003).
Kerja utama asam asetilsaIisilat dan kebanyakan obat antiradang nonsteroid
lainnya sebagai penghambat enzim siklooksigenase yang mengakibatkan penghambatan
sintesis senyawa endoperoksida siklik PGG2 dan PGH2. Kedua senyawa ini merupakan
prazat semua senyawa prostaglandin, dengan demikian sintesis rostaglandin akan terhenti
(Mutschler yang disitasi oleh mansjoer. 2003),
Asam asetilsalisilat (salisilat) tidak menghambat metabolisme asam arakidonat
melalui alur lipoksigenase. Penghambatan enzim siklooksigenase kemungkinan akan
menambah pembentukan leukotrien pada alur lipoksigenase. Kemungkinan ini dapat
terjadi disebabkan bertambahnya sejumlah asam arakidonat dari yang seharusnya
dibutuhkan enzim lipoksigenase (Mutschler yang disitasi oleh mansjoer. 2003). Selain
sebagai penghambat sintesis prostaglandin dari berbagai model eksperimen yang telah
dicoba kepada manusia untuk tujuan terapeutik, NSAID ternyata menunjukkan berbagai
kerja lain sebagai antiradang (Melmon dan Morreli yang disitasi oleh mansjoer. 2003).
Enersi yang dihasilkan dari oksidasi makanan disimpan dalam bentuk ikatan kimia
pirofosfat. Hidrolisis ikatan fosfat membebaskan enersi yang dipakai untuk berfungsinya
sel, misalnya pada sintesis protein. Salisilat memecah mata rantai di antara proses dimana
enersi dihasilkan melalui oksidasi dan membentuk coupling dengan fosfat. Kerja salisilat
ini disebut uncoupling oksidatif fosforilasi (Melmon dan Morreli yang disitasi oleh
mansjoer. 2003).
Asarn salisilat dapat mempenetrasi membran sel yang membuat intrasel menjadi
asidosis. merusak sistim enzim dan menimbulkan kerusakan pada protein sitoplasma.
Melalui penggabungan dengan lisil, amin, tiol dan beberapa grup lain, konsentrasi salisilat
yang tinggi berinterferensi dengan reaksi enzimatik yang esensial pada perkenibangan
proses radang (Melmon dan Morreli yang disitasi oleh mansjoer. 2003).
Salisilat juga dapat menghambat nonspesifik pembebasan mediator kimia yang memberi
efek perifer pada reaksi radang. Pembebasan kinin dihambat melalui aktivasi kalikrein
oleh salisilat (Melmon dan Morreli yang disitasi oleh mansjoer. 2003). Pembebasan
bahan-bahan lisosomal yang memberi kontribusi pada peradangan dapat dicegah oleh
salisilat dengan menstabilkan membran lisosomal (Melmon dan Morreli yang disitasi oleh
mansjoer. 2003). Salisilat juga mempengaruhi metabolisme jaringan ikat, efek ini mungkin
termasuk salah satu dari aksi antiradang.
Salisilat memberi efek terhadap komposisi, biosintesis atau metabolisme
mukopolisakarida jaringan ikat (Robins yang disitasi oleh mansjoer. 2003). Demam
reumatik ada hubungannya dengan proses imunologi. Salisilat mampu menekan berbagai
reaksi antigen-antibodi, termasuk diantaranya pengharnbatan produksi antibodi,
pengharnbatan agregasi antigen-antibodi dan penghambatan antigen yang membebaskan
histamin. Salisilat juga menginduksi nonspesifik stabilisasi penneabilitas kapiler selama
reaksi imun. Diperlukan konsentrasi salisilat yang tinggi untuk menghasilkan berbagai
efek tersebut (Robins yang disitasi oleh mansjoer. 2003). Sebagai antiradang, salisilat
(asam asetilsalisilat) digunakan pada demam rematik akut dan rheumatoid artritis (Robins
yang disitasi oleh mansjoer. 2003).
4
aksi radang antara lain menstimulasi PGE2 dan kolagenase, mengaktivasi limfosit T,
menstimulasi proliferasi fibroblast, kemotraktan leukosit dan menyebabkan neurofilia.
Glukokortikoid juga menghambat pembentukan aktivator plasminogen oleh neutrofil
(Hayes yang disitasi oleh mansjoer. 2003).
Glukokortikoid bersifat paliatif, digunakan untuk menekan berbagai gejala klinis
pada proses radang yang disebabkan dilatasi kapiler, udem, migrasi leukosit, aktivitas
fagosit dan sebagainya. Selain itu glukokortikoid dapat mencegah terjadinya perubahanperubahan lanjutan seperti proliferasi kapiler, fibroblast dan kolagen. Glukokortikoid juga
dapat diberikan sebagai imunosupresan untuk menekan gejala klinis pada reaksi imun.
Pada penyakit yang disebabkan infeksi bakteri glukokortikoid hanya diberikan bersama
antibiotika atau khemoterapeutika. Sebagai antiradang glukokortikoid digunakan pada
penyakit reumatik (demam reumatik akut dengan karditis, artritis reumatoid, poliartritis,
osteo- artritis serta kolagenosis), reaksi alergi, udem otak, tumor ganas, radang pada kulit,
mata, telinga dan sebagainya. Termasuk obat antiradang golongan glukokortikoid antara
lain: kortison hidrokortison, prednison, prednisolon, triamsinolon, betametaso
c) Obat yang bekerja pada keseimbagan cairan dan elektrolit.
a. Gangguan Keseimbangan Natrium
a) Penanganan Hiponatremia
Prinsip penatalaksanan hiponatremia adalah dengan mengatasi penyakit dasar dan
menghentikan setiap obat yang ikut menyebabkan hiponatremia. Sebelum memberikan
terapi sebaiknya ditentukan apakah hiponatremia merupakan hiponatremia
hipoosmolalitas. Untuk hiponatremia hiperosmolalitas, koreksi yang diberikan hanya
berupa
air
saja.
Larutan pengganti yang diberikan adalah natrium hipertonik, bisa berupa NaCl 3%
atau 5% NaCl. Pada sediaan NaCl 3% yang biasa dipakai, terdapat 513 mmol dalam 1
liter larutan. Koreksi pada hiponatremia kronik yang tanpa gejala, dapat diberikan
sediaan oral, yaitu berupa tablet garam.
Koreksi natrium secara intravena harus diberikan secara lambat, untuk mencegah
central pontin myelinolysis (CPM). Kadar Na plasma tidak boleh dinaikkan lebih dari
10-12 mmol/L dalam 24 jam pertama. Terapi inisial diberikan untuk mencegah udem
serebri. Untuk hiponatremia akut dengan gejala serius, koreksi dilakukan agak cepat.
Kadar natrium plasma harus dinaikkan sebanyak 1,5-2 mmol/L dalam waktu 3-4 jam
pertama, sampai gejala menghilang. Kecepatan cairan infus diberikan 2-3 ml/kg/jam,
setelah itu dilanjutkan dengan 1 ml/kg/jam, sampai kadar Na 130 mmol/L. Untuk
koreksi hiponatremia kronik, diberikan dengan target kenaikan sebesar 0,5 mmol/L
setiap 1 jam, maksimal 10 mmol/L dalam 24 jam. Kecepatan infus dapat diberikan 0,5
1 ml/kg/jam.
Saat ini sedang mulai dipakai sediaan vasopressin receptor antagonis untuk
meningkatkan kadar natrium. Sediaan ini akan menghambat reseptor V2 di tubulus
yang akan meningkatkan ekskresi air, kemudian akan memperbaiki keadaan
hiponatremia. Demeclocycline dan litium juga dapat dipakai dimana sedian ini akan
mengahambat respon ginjal terhadap vasopressin. Selain itu, sediaan ini dapat juga
6
diberikan sebagai pencegahan overkoreksi. Dosis democlocycline dapat diberikan 300600 mg perhari.
b) Penanganan Hipernatremia
Langkah pertama yang dilakukan adalah menetapkan etiologi hipernatremia.
Sebagian besar penyebab hipernatremia adalah defisit cairan tanpa elektrolit.
Penatalaksanaan hipernatremia dengan deplesi volume harus diatasi dengan pemberian
cairan isotonik sampai hemodinamik stabil. Selanjutnya defisit air bisa dikoreksi
dengan Dekstrosa 5% atau NaCl hipotonik. Hipernatremi dengan kelebihan volume
diatasi dengan diuresis. Kemudian diberikan Dekstrosa 5% untuk mengganti defisit
air.
b. Gangguan Keseimbangan Kalium
a)Penanganan Hipokalemi
Dalam melakukan koreksi kalium, perlu diperhatikan indikasinya, yaitu 2,14 :
Indikasi mutlak, yaitu pada pasien dalam keadaan pengobatan digitalis, KAD, pasien
dengan
kelemahan
otot
nafas
dan
hipokalemia
berat.
Indikasi kuat, yaitu diberikan dalam waktu yang tidak terlalu lama yaitu pada keadaan
insufisiensi koroner, ensefalopati hepatik dan penggunaan obat-obat tertentu.
Indikasi sedang, dimana pemberian Kalium tidak perlu segera seperti pada
hipokalemia
ringan
dengan
nilai
K
antara
3-3,5
mmol/L.
Pemberian Kalium dapat melalui oral. Pemberian 40-60 mmol/L dapat meningkatkan
kadar Kalium sebesar 1-1,5 mmol/L. Pemberian Kalium intravena diberikan dalam
larutan KCl dengan kecepatan 10-20 mmol/jam. Pada keadaan dengan EKG yang
abnormal, KCl diberikan dengan kecepatan 40-100 mmol/jam. KCl dilarutkan dalam
NaCl isotonik dengan perbandingan 20 mmol KCl dalam 100 ml NaCl isotonik
melalui vena besar. Jika melalui vena perifer, KCl maksimal 60 mmol dilarutkan
dalam NaCl isotonik 1000 ml. Bila melebihi kadar ini, dapat menimbulkan rasa nyeri
dan
sklerosis
vena.
b)Penanganan Hiperkalemia
Penatalaksaan meliputi pemantauan EKG yang kontinu jika ada kelainan EKG
atau jika kalium serum lebih dari 7 mEq/L. Untuk mengatasi hiperkalemia dalam
membran sel, diberikan kalsium intravena, yang diberikan dalam bentuk kalsium
glukonat melalui intravena dengan sediaan 10 ml larutan 10% selama 10 menit. Hal ini
berguna untuk menstabilkan miokard dan sistem konduksi jantung. Ini bisa diulang
dengan
interval
5
menit
jika
tidak
ada
respon.
7
Memacu kalium kembali dari ekstrasel ke intrasel dengan cara pemberian 10 unit
insulin dalam 50 ml glukosa 40% secara bolus intravena. Pemberian natrium
bikarbonat yang dapat meningkatkan pH sistemik yang akan merangsang ion H keluar
dari dalam sel dan menyebabkan ion K masuk ke dalam sel. Bikarbonat diberikan
sebanyak 50 mEq intravena selama 10 menit. Hal ini dalam keadaan tanpa asidosis.
Kemudian pemberian Beta 2 agonis baik secara inhalasi maupun drip intravena. Obat
ini akan merangsang pompa NaK-ATPas dan Kalium masuk ke dalam sel.
Mengeluarkan kelebihan Kalium dari dalam tubuh dengan cara pemberian diuretik,
resin penukar, atau dialisis.
c. Gangguan Keseimbangan Kalsium
a) Penanganan Hipokalsemia
Untuk menatalaksana hipokalsemia, sangat penting diperhatikan gejala klinis yang
muncul. Jika muncul tetani, berikan 10 ml Ca glukonat 10% selama 15-30 menit.
Kemudian dapat dilanjutkan dengan infus 60 ml Ca Glukonat dalam 500 ml Dekstrosa
5% dengan kecepatan 0,5-2 mg/Kg/jam dengan pemantauan Kalsium setiap beberapa
jam. Perlu diperiksa kadar Magnesium serum dan koreksi jika ada kelainan.
Pemantauan aritmia dengan EKG harus dilakukan pada pasien yang mendapat
digitalis. Koreksi dapat dilanjutkan dengan pemberian Kalsium oral 1-7 gram/hari.
Jika penyebabnya adalah sekunder terhadap defisiensi vitamin D, maka perlu
diberikan terapi pengganti vitamin D.
a) Penanganan Hiperkalsemia
Jika gejala berat atau Ca lebih dari 15 mg/dl, maka Ca serum harus diturunkan
secepat mungkin dengan cara diuresis paksa dan penggantian volume intravaskular
dengan normal saline. Dengan dosis 80-100 mg intravena per 12 jam dan normal
saline diberikan 1-2 liter selama 24 jam pertama. Kemudian awasi adanya
hipokalemia, atau dengan memperbanyak minum air sampai 3 liter perhari. 1,17,21
Pemberian Kalsitonin 4-8 unit SC setiap 6-12 jam akan dapat menurunkan Kalsium
serum 1-3 mg/dl. Bifosfonat membantu untuk menghambat aktifitas osteoklast,
membantu pada hiperparatiroid dan keganasan. Penatalaksanaan kronik diberikan
dengan pengikat Kalsium oral, yaitu Etidronat oral 1200-1600 mg/hari.
d. Gangguan Keseimbangan Magnesium
a) Penanganan Hipomagnesemia
Dalam mengatasi hipomagnesemia, penyakit dasar harus segera diatasi. Pada
keadaan hipomagnesemia berat ( < 1 mmol/L dalam serum ), atau hipomagnesemia
simtomatik dengan kelainan neuromuskular, atau manifestasi neurologis, atau aritmia
8
b)Penanganan Hipermagnesemia
Penatalaksanaan dilakukan dengan cara pemberian Kalsium glukonat 10%
sebanyak 10-20 ml selama 10 menit atau CaCl2 10%s ebanyak 5-10 mg/Kg secara IV.
Kemudian pemberian diuretik diberikan untuk memacu ekskresi. Pada pasien tanpa
gangguan ginjal berat, dapat diberikan Ca glukonas 10 % sebanyak 20 ml dalam 1
liter NaCl 0,9 %, dengan kecepatan 100 200 ml perjam.
Obat yang bekerja pada saluran kemih.
a. Retensi urin
Retensi urin dapat terjadi akut dan kronis.retensi akut menimbulkan
nyeri dan diatasidengan kateterisasi,retensi kronis tidak nyeri tetapi
berlangsung lama.
Obat
ALFUZOSIN
HIDROKLORIDA
indikasi
Dosis
Terapi
fungsional
jinak
prostat.
TAMSULOSIN HCL
Gejalah
ganguan Sehari 1 x 0.2-0.4mg
saluran kemih bagian
bawah
yg
berhubungan dengan
hyperplasia
prostat
jinak.
TERAZOSIN
HIDROKLORIDA
Hipertensi,
efektif Sekali sehari.
sebagai
terapi Hari pertama 1mg mlm;
tunggal & hipertensi
Hari kedua 1mg pagi;
prostat jinak.
Dimonitor 2-3 hr; kalau
perlu dosis dinaikan
menjadi 2mg pagi hr.
b.
INKONTINENSIA URIN
Indikasi
Dosis
FLAVOKSAT
HIDROKLORIDA
Mengurangi
gjl
akibat
ggn
sal
kemih, spt disuria,
urgensi,
nokturia,
nyeri
suprapubik,
poluria, inkontinesia
yg tjd pd sistitis,
prostatitis, uretritis,
uretrosistitis,
&
uretrogonitis.
SOLIVENASIN
SUKSINAT
Terapi
simpatomikutk
inkontinesiaurin
&
atau
peningkatan
frekuensi berkemih &
keinginan
tuk
berkemih pd pasien
dgn
sindrom
overaktif
kandung
kemih.
TOLTERODIN TERTRAT
c.
Aktvtas
brlebihan 2xsehr 2mg kcuali pd
kandung kemih dgn pasien dgn kegagalan
gejala
sllu
ingin fgs hati 2xshr 1mg, bl
kencing.
trjd efek yg tdk diingini
dosis
dpt
dikurangi
2xshr 1mg.
d.
Dosis
Anak 6-12
3x100mg;
Dws sehr
ssdh mkn.
thn
shr
3x200mg,
Nama obat
indikasi
Timethoprimsulfamethoxazole
infeksi
saluran
kemih,
infeksi
saluran pencernaan,
infeksi
saluran
penafasan,
infeksu
kulit.
Dosis
anak diatas 2 bulan: 62mg trimethoprim kg/
hari,tebagi
dalam
2
dosis(tiap 12 jam)
dewasa: 2x sehari 2
tablet atau 2x sehai 1
kaplet forte
11
BAB III
KESIMPULAN
-
Obat yang bekerja pada metabolisme jaringan dalam hal ini anti radang adalah Asam
arakidonat, Asam asetilsalisilat (salisilat).
Obat yang bekerja pada keseimbangan cairan dan elektrolit antara lain: NaCl pada
penderita hiponatremia dan dekstrosa pada penderita hypernatremia.pada penderita
hipokalium diinjeksikan dengan kalium, sedangkan pada hiperkalium diinjeksikan
mengunakan kalsium. Kalsitonin, Magnesium sulfat.
Obat yang bekerja pada saluran kemih antara lain : alfuzosin hidroklorida,
tamsulosin hcl, terazosin hidroklorida, flavoksat hidroklorida,
12
solivenasin
suksinat,
sulfamethoxazole
tolterodin
tertrat,
timethoprim-
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Soewarni. 2003. Mekanisme Kerja Obat Antiradang. Bagian Farmasi.
Kedokteran. Universitas Sumatera Utara
Fakultas
Rabiah.
2007.
Diagnosis
dan
Penatalaksanaan
Keseimbangan
Elektronik.
https://rabiah65.wordpress.com/2011/03/27/diagnosis-dan-penatalaksanaan-keseimbanganelektrolit/. Diakses pada 17 April 2016.
13
Tristanti,
Irma.
2009.
Obstetrik,
Ginekologi,
dan
Saluran
http://pharmaciststreet.blogspot.co.id/2013/01/obstetrik-ginekologi-dan-salurankemih.html. Diakses pada 17 April 2016.
Kemih.
14