I. Pendahuluan
Aspergillosis bronchopulmonal adalah penyakit yang disebabkan oleh
Aspergillus
spp,
bronkhopulmonal,
yang
yaitu
mengenai
Allergic
organ
paru.
Ada
Bronkhopulmonary
jenis
Aspergillosis
Aspergillosis
(ABPA),
yang dapat bersifat patogen pada manusia. Aspergillus fumigatus merupakan jamur
patogen oportunis yang menjadi penyebab tersering (sekitar 90%) dari seluruh infeksi
yang disebabkan oleh aspergillus. 7
Gambaran mikroskopik dari Aspergillus fumigatus memiliki tangkai tangkai
panjang (conidiophores) yang mendukung kepalanya yang besar (vesicle). Di kepala ini
terdapat spora yang menghasilkan sel hasil dari rantai panjang spora. Aspergillus
fumigatus ini mampu tumbuh pada suhu 37C (sama dengan temperatur tubuh), dan
juga pada rumput kering pada suhu 50oC. Aspergillus terdapat di alam sebagai saprofit.
Hampir semua bahan dapat ditumbuhi jamur ini, terutama di daerah tropik dengan
kelembaban yang tinggi. Sifat ini memudahkan jamur aspergillus menimbulkan
penyakit bila terdapat faktor presdisposisi pada manusia, seperti adanya alergi terhadp
aspergilus, sistem kekebalan tubuh yang menurun, dan adanya kelainan lokal pada
paru. Penyebarannya melalui inhalasi konidia yang ada di udara. 8
Aspergillus fumigatus mempunyai suatu haploid genome yang stabil dan
bereproduksi dengan pembentukan conidiospores yang dilepaskan ke dalam
lingkungan (Gambar 1). Spesies Aspergillus secara alamiah ada dimana-mana,konidia
biasanya terdapat di udara baik di dalam maupun di luar ruangan sepanjang tahun. 8,9
III.Patofisiologi
Patofisiologi ABPA sangat kompleks dan belum sepenuhnya diketahui. Pada
pejamu yang alergi, keberadaan Aspergillus fumigatus di paru menimbulkan aktivasi
sel limfosit T, sitokin, pelepasan imunoglobulin dan mengundang sel inflamasi lain.
2 Referat Infeksi Tropis/ Aspergillosis Bronchopulmonal/2016
12-15
bakat alergi dapat terjadi aktivasi Th2 yang berlebihan dan menghasilkan sitokin dan
imunoglobulin yang memicu terjadinya inflamasi alergi. Interleukin (IL)-4 merupakan
salah satu sitokin penting.
16
Antibodi IgE dan IgG spesifik aspergillus juga dapat dideteksi dalam sirkulasi sistemik.
14-17
Hubungan antara ABPA dan asma belum sepenuhnya dimengerti. Tidak jelas
apakah asma meningkatkan risiko ABPA atau asma dan ABPA memiliki kesamaan
predisposisi. Sekitar 25% pasien asma juga memiliki sensitisasi dengan aspergillus,
(aspergillus hypersensitivity) namun hanya sebagian kecil saja yang berkembang
menjadi ABPA. Diperkirakan ABPA ditemukan pada 7-18% pasien asma. Hipotesis
4 Referat Infeksi Tropis/ Aspergillosis Bronchopulmonal/2016
yang berkembang adalah abnormalitas saluran napas, perubahan produksi dan susunan
kimia mukus kemungkinan berperan dalam berkembangnya ABPA pada pasien asma.
Mutasi gen CFTR juga ditemukan lebih banyak pada pasien asma dan ABPA tanpa
fenotip fibrosis kistik. Onset ABPA biasanya muncul setelah beberapa tahun
terdiagnosis sebagai asma. Insidens ABPA lebih tinggi pada dewasa dibandingkan pada
anak. 2,3,18,19
Pasien dengan fibrosis kistik memiliki risiko terjadinya ABPA. Prevalensi
ABPA pada fibrosis kistik meningkat terutama pada laki-laki, dewasa muda dengan
fungsi paru rendah, memiliki riwayat mengi, asma atau ditemukan pseudomonas pada
sputum. Atopi ditemukan pada sekitar 60% pasien fibrosis kistik dan diperkirakan
ABPA ditemukan pada 5-10% pasien fibrosis kistik. Kelainan mekanisme bersihan
jalan napas yang merupakan ciri khas fibrosis kistik dianggap merupakan faktor
langsung penyebab ABPA walaupun ada beberapa faktor pendukung lain. 2,3,19,20
Perjalanan penyakit ABPA saat ini masih belum jelas dan sangat sulit
diprediksi, namun para ahli telah membuat stadium klinis. Stadium klinis digunakan
untuk klasifikasi populasi pasien, pedoman terapi dan prediksi respons terapi.
Perkembangan stadium tidak selalu muncul berurutan karena perkembangan penyakit
sangat bervariasi sering waktu, baik parameter klinis ataupun parameter imunologis.
Hipotesis yang berkembang saat ini adalah jika penyakit ditemukan lebih dini dan
diterapi lebih awal, kemungkinan berkembangnya fibrosis paru akan makin kecil. 1-5
Stadium klinis pada ABPA : 1-5,22
A. Stadium I
Pasien memenuhi semua kriteria diagnosis ABPA, termasuk peningkatan serum
IgE dan IgG spesifik A.fumigatus. Serum total IgE mencapai puncak seiring
ditemukannya infiltrat pada foto toraks, sedangkan serum IgE mencapai puncak 4
bulan kemudian.
B. Stadium II (Fase Remisi)
Jika perbaikan bertahan 6 bulan atau lebih, pasien dianggap masuk ke stadium II
atau yang disebut fase remisi. Stadium II ini dapat bertahan dalam waktu yang
tidak terbatas namun dapat muncul kembali sewaktu-waktu.
C. Stadium III (Fase Relaps)
Jika terjadi infiltrat baru, peningkatan kadar IgE atau rekurensi pada salah satu
kriteria diagnosis setelah terjadinya remisi.
D. Stadium IV
Kelompok pasien dengan gejala klinis dengan atau tanpa infiltrat pada foto toraks
namun tidak responsif terhadap pemberian kortikosteroid yang ditandai dengan
peningkatan kadar IgE dan antibodi A.fumigatus persisten.
E. Stadium V
Jika sudah terjadi fibrosis paru dan munculnya bronkiektasis luas disertai batuk
kronik produktif.
IV. Diagnosis
Hingga saat ini belum ada konsensus internasional berkaitan dengan kriteria
diagnosis ABPA sehingga standar diagnosis kadang berbeda tiap negara. Kriteria
diagnosis yang sering digunakan, yaitu kriteria revisi Rosenberg 1991 (Tabel 1). 2,3
Tabel 1. Kriteria Diagnosis Allergic Bronchopulmonary Aspergillosis
Rosenberg 1977
Revisi Rosenberg 1991
Asma
ABPA-CB (central bronchiectasis)
Peningkatan total IgE (>1000 IU/mL)
Asma
Uji kulit tipe lambat positif
Uji kulit tipe cepat positif
Eosinofilia serum (> 1000 cells/L)
Peningkatan total IgE
Peningkatan IgG dan IgE spesifik
Presipitin
Infiltrat
parenkim
paru
A.fumigatus
Bronkiektas sentral
Bronkiektas sentral
ABPA-S (serologic)
Asma
Uji kulit tipe cepat positif
Peningkatan total IgE
Peningkatan IgG dan IgE spesifik
A.fumigatus
Tambahan
Mucus plug
Sputum + aspergillus
Presipitin
Infiltrat parenkim paru
Uji kulit tipe lambat positif
(Sumber: Patterson K, Strek ME. Allergic bronchopulmonary aspergillosis. Proc Am Thorac Soc. 2010)
Petanda yang digunakan tidak ada yang sensitif ataupun spesifik, sehingga dibutuhkan
integrasi gejala klinis, radiologis dan serologis untuk menegakkan diagnosis ABPA. 2,3
A.
Manifestasi Klinis
Munculnya ABPA pada pasien asma dan fibrosis kistik ditandai dengan batuk
yang memburuk, mengi dan meningkatnya produksi sputum. Gejala yang khas
yang ditemukan pada sebagian besar pasien ABPA yaitu produksi mukus tebal dan
kental dahak yang dibatukkan dapat berupa mucus plug kental kecoklatan hingga
kehitaman. Mukus kental tersebut terdiri dari eosinofil yang telah terdegenerasi,
serpihan sel epitel dan musin. Hemoptisis dapat terjadi akibat inflamasi ataupun
6 Referat Infeksi Tropis/ Aspergillosis Bronchopulmonal/2016
bronkiektasis. Gejala sistemik seperti demam subfebris, malaise dan berat badan
turun dapat terjadi. Evaluasi ke arah ABPA harus dipikirkan pada pasien asma atau
B.
merupakan
(A)
(B)
Gambar 5. (A) Hifa Aspergillus fumigatus, di dalam sediaan sputum; (B) Aspergillus
fumigatus, fialid terbentuk di atas vesikel ,membengkak di ujung konidiofora yang panjang.
(Sumber : Latge JP. Aspergillus fumigatus and aspergillosis. American Society for Microbiology)
4. Pemeriksaan Serologi
Imunoglobulin E spesifik aspergillus juga meningkat. Dapat pula ditemukan
IgG
spesifik
aspergillus,
presipitin
ataupun
eosinofilia.
Pemberian
ini. 2,3
V. Diagnosis Banding
Diagnosis banding ABPA meliputi asma refrakter, fibrosis kistik, tuberkulosis
paru, sarkoidosis. 2,3
VI. Penatalaksanaan
Tujuan terapi adalah tercapainya remisi dengan menekan inflamasi dan
mencegah destruksi parenkim paru ireversibel. Belum ada pedoman dan kesepakatan
internasional mengenai terapi ABPA namun secara umum terapi yang diberikan
didasarkan pada stadium penyakit. 2,5
Tabel 1. Pendekatan Penatalaksanaan ABPA
21,22
transplantasi paru. Anti jamur dapat digunakan dengan tujuan menurunkan jumlah
jamur dan mencegah stimulasi antigen berlebihan yang akhirnya dapat menurunkan
inflamasi. Anti jamur yang pernah diuji coba antara lain nistatin, amfoterisin B,
natamisin, ketokonazol dan
imunosupresi
merupakan
salah
satu
pendekatan
terapi
yang