Anda di halaman 1dari 11

Allergic Bronchopulmonary Aspergillosis (ABPA)

I. Pendahuluan
Aspergillosis bronchopulmonal adalah penyakit yang disebabkan oleh
Aspergillus

spp,

bronkhopulmonal,

yang
yaitu

mengenai
Allergic

organ

paru.

Ada

Bronkhopulmonary

jenis

Aspergillosis

Aspergillosis

(ABPA),

Aspergiloma, Aspergilosis Nekrotikans, Aspergilosis lnvasif. 1-4


Allergic bronchopulmonary aspergillosis (ABPA) merupakan salah satu bentuk
penyakit akibat respons imun hiperreaktif terhadap A.fumigatus tanpa disertai invasi
jaringan. Kelainan ini hampir semuanya ditemukan pada penderita asma ataupun
fibrosis kistik terutama yang memiliki atopi. 4-6
Aspergillus merupakan spesies jamur yang mudah ditemukan di seluruh
penjuru dunia, namun hanya sedikit yang bersifat patogen pada manusia. Spora sangat
kecil sehingga mudah terhirup ke saluran napas yang kemudian dapat tumbuh dan
berkembang. Aspergillus fumigatus merupakan jenis spesies yang paling banyak
bertanggung jawab sebagai penyebab gangguan yang terjadi pada manusia. 1-4
Insidens penyakit ABPA sangat bervariasi dan diperkirakan dapat ditemukan
pada sekitar 7-18% penderita asma dan 5-10% penderita fibrosis kistik. Kasus pertama
ABPA didiagnosis di Inggris pada tahun 1952 dan kasus pertama di Amerika Serikat
ditemukan pada tahun 1968. Di Medan (Indonesia) kasus tersangka ABPA pernah pula
dilaporkan pada tahun 1987.Penemuan dini dan pemberian terapi lebih awal
diharapkan dapat mencegah progresivitas penyakit, kerusakan parenkim paru dan
penurunan fungsi paru. 1-5
II. Taksonomi dan Etiologi Aspergillus
Superkingdom
: Eukaryota
Kingdom
: Fungi
Phylum
: Ascomycota
Subphylum
: Pezizomycotina
Class
: Eurotiomycetes
Order
: Eurotiales
Family
: Trichocomaceae
Genus
: Aspergillus
Species
: Aspergillus fumigatus
Aspergillus merupakan jamur saprofit yang tumbuh dan tersebar luas di alam.
Lebih dari 900 spesies aspergillus telah teridentifikasi dan hanya sebagian kecil saja
1 Referat Infeksi Tropis/ Aspergillosis Bronchopulmonal/2016

yang dapat bersifat patogen pada manusia. Aspergillus fumigatus merupakan jamur
patogen oportunis yang menjadi penyebab tersering (sekitar 90%) dari seluruh infeksi
yang disebabkan oleh aspergillus. 7
Gambaran mikroskopik dari Aspergillus fumigatus memiliki tangkai tangkai
panjang (conidiophores) yang mendukung kepalanya yang besar (vesicle). Di kepala ini
terdapat spora yang menghasilkan sel hasil dari rantai panjang spora. Aspergillus
fumigatus ini mampu tumbuh pada suhu 37C (sama dengan temperatur tubuh), dan
juga pada rumput kering pada suhu 50oC. Aspergillus terdapat di alam sebagai saprofit.
Hampir semua bahan dapat ditumbuhi jamur ini, terutama di daerah tropik dengan
kelembaban yang tinggi. Sifat ini memudahkan jamur aspergillus menimbulkan
penyakit bila terdapat faktor presdisposisi pada manusia, seperti adanya alergi terhadp
aspergilus, sistem kekebalan tubuh yang menurun, dan adanya kelainan lokal pada
paru. Penyebarannya melalui inhalasi konidia yang ada di udara. 8
Aspergillus fumigatus mempunyai suatu haploid genome yang stabil dan
bereproduksi dengan pembentukan conidiospores yang dilepaskan ke dalam
lingkungan (Gambar 1). Spesies Aspergillus secara alamiah ada dimana-mana,konidia
biasanya terdapat di udara baik di dalam maupun di luar ruangan sepanjang tahun. 8,9

Gambar 1. Siklus Hidup Aspergillus


(sumber : Miller M. Aspergillus fumigatus. Diakses dari www.bioweb.uwlax.edu)

III.Patofisiologi
Patofisiologi ABPA sangat kompleks dan belum sepenuhnya diketahui. Pada
pejamu yang alergi, keberadaan Aspergillus fumigatus di paru menimbulkan aktivasi
sel limfosit T, sitokin, pelepasan imunoglobulin dan mengundang sel inflamasi lain.
2 Referat Infeksi Tropis/ Aspergillosis Bronchopulmonal/2016

Inflamasi lokal yang terjadi dapat menyebabkan produksi mukus, hiperreaktivitas


bronkus dan bronkiektasis.10,11 Spora aspergillus sangat kecil berukuran 3-5 m
sehingga akan dapat mencapai saluran napas distal jika spora atau miselia ataupun
antigen aspergillus tersebut terhirup.
Gambar 2 mewakili proses pertahanan tubuh terhadap spora aspergillus.
Mekanisme tubuh pertama kali yang berperan untuk mengatasinya adalah aktivasi
innate immune response pada saluran napas yang terdiri dari opsonisasi oleh sistem
komplemen dan sIgA ataupun fagositosis oleh makrofag alveolar. Seiring dengan itu,
mekanisme bersihan mukosilier oleh kerja sel epitel bersilia dibantu oleh mukus juga
aktif dengan membawa spora/miselia tersebut ke saluran napas atas untuk 8-10 spora
ditelan atau dibatukkan. 10,12,13
Pejamu dengan fibrosis kistik memiliki lapisan mukus yang kental dan terjadi
pula disfungsi mekanisme bersihan mukosilier jalan napas sehingga mengganggu
proses bersihan spora, pada akhirnya spora mudah terdeposisi dan berkembang dalam
saluran napas. Zat proteolitik yang dihasilkan juga dapat mengganggu bersihan saluran
napas dan merusak pertahanan sel epitel. Jika terjadi kolonisasi, aspergillus akan
berkembang dan tumbuh sehingga antigen yang dihasilkan semakin banyak. 10,12,13
Sel dendritik merupakan sel utama yang mengolah dan mempresentasikan
spora dan miselia antigen (antigen presenting cell). Selama proses tersebut sel
dendritik akan mengeluarkan sitokin dan juga mempresentasikan antigen jamur ke sel
T melalui major histocompatibility complex class II.

12-15

Pada pejamu yang memiliki

bakat alergi dapat terjadi aktivasi Th2 yang berlebihan dan menghasilkan sitokin dan
imunoglobulin yang memicu terjadinya inflamasi alergi. Interleukin (IL)-4 merupakan
salah satu sitokin penting.

16

Sitokin ini berhubungan dengan konversi isotipe

imunoglobulin (Ig) pada sel B sehingga menghasilkan IgE, berhubungan dengan


ekpresi molekul adhesi sel pada sel endotel dan molekul ligan adhesi sel vaskuler pada
eosinofil dan juga ekpresi Fc reseptor IgE dan IgA pada eosinofil. Imunoglobulin E
akan mengaktivasi sel mast jika mengikat antigen aspergillus, bersama dengan IL-5
kemokin yang dihasilkan sel mast akan merekrut eosinofil. Eosinofil merupakan sel
yang dianggap memiliki peran penting pada ABPA. Degranulasi sel mast dan eosinofil
akan memicu pelepasan mediator vasodilator dan bronkokonstriksi. Sel B dan sel T
yang teraktivasi akan masuk ke dalam sirkulasi limfatik dan melepas sitokin ke
sirkulasi sistemik. Interleukin-4 dalam sirkulasi sistemik akan memicu produksi IgE
dan serum total IgE akan jauh meningkat melebihi kadar aspergillus-spesifik IgE.
3 Referat Infeksi Tropis/ Aspergillosis Bronchopulmonal/2016

Antibodi IgE dan IgG spesifik aspergillus juga dapat dideteksi dalam sirkulasi sistemik.
14-17

Gambar 2. Patogenesis Allergic Bronchopulmonary Aspergillosis


(Sumber: Agarwal R. Allergic bronchopulmonary aspergillosis. Chest. 2009)

Hubungan antara ABPA dan asma belum sepenuhnya dimengerti. Tidak jelas
apakah asma meningkatkan risiko ABPA atau asma dan ABPA memiliki kesamaan
predisposisi. Sekitar 25% pasien asma juga memiliki sensitisasi dengan aspergillus,
(aspergillus hypersensitivity) namun hanya sebagian kecil saja yang berkembang
menjadi ABPA. Diperkirakan ABPA ditemukan pada 7-18% pasien asma. Hipotesis
4 Referat Infeksi Tropis/ Aspergillosis Bronchopulmonal/2016

yang berkembang adalah abnormalitas saluran napas, perubahan produksi dan susunan
kimia mukus kemungkinan berperan dalam berkembangnya ABPA pada pasien asma.
Mutasi gen CFTR juga ditemukan lebih banyak pada pasien asma dan ABPA tanpa
fenotip fibrosis kistik. Onset ABPA biasanya muncul setelah beberapa tahun
terdiagnosis sebagai asma. Insidens ABPA lebih tinggi pada dewasa dibandingkan pada
anak. 2,3,18,19
Pasien dengan fibrosis kistik memiliki risiko terjadinya ABPA. Prevalensi
ABPA pada fibrosis kistik meningkat terutama pada laki-laki, dewasa muda dengan
fungsi paru rendah, memiliki riwayat mengi, asma atau ditemukan pseudomonas pada
sputum. Atopi ditemukan pada sekitar 60% pasien fibrosis kistik dan diperkirakan
ABPA ditemukan pada 5-10% pasien fibrosis kistik. Kelainan mekanisme bersihan
jalan napas yang merupakan ciri khas fibrosis kistik dianggap merupakan faktor
langsung penyebab ABPA walaupun ada beberapa faktor pendukung lain. 2,3,19,20
Perjalanan penyakit ABPA saat ini masih belum jelas dan sangat sulit
diprediksi, namun para ahli telah membuat stadium klinis. Stadium klinis digunakan
untuk klasifikasi populasi pasien, pedoman terapi dan prediksi respons terapi.
Perkembangan stadium tidak selalu muncul berurutan karena perkembangan penyakit
sangat bervariasi sering waktu, baik parameter klinis ataupun parameter imunologis.
Hipotesis yang berkembang saat ini adalah jika penyakit ditemukan lebih dini dan
diterapi lebih awal, kemungkinan berkembangnya fibrosis paru akan makin kecil. 1-5
Stadium klinis pada ABPA : 1-5,22
A. Stadium I
Pasien memenuhi semua kriteria diagnosis ABPA, termasuk peningkatan serum
IgE dan IgG spesifik A.fumigatus. Serum total IgE mencapai puncak seiring
ditemukannya infiltrat pada foto toraks, sedangkan serum IgE mencapai puncak 4
bulan kemudian.
B. Stadium II (Fase Remisi)
Jika perbaikan bertahan 6 bulan atau lebih, pasien dianggap masuk ke stadium II
atau yang disebut fase remisi. Stadium II ini dapat bertahan dalam waktu yang
tidak terbatas namun dapat muncul kembali sewaktu-waktu.
C. Stadium III (Fase Relaps)
Jika terjadi infiltrat baru, peningkatan kadar IgE atau rekurensi pada salah satu
kriteria diagnosis setelah terjadinya remisi.
D. Stadium IV

5 Referat Infeksi Tropis/ Aspergillosis Bronchopulmonal/2016

Kelompok pasien dengan gejala klinis dengan atau tanpa infiltrat pada foto toraks
namun tidak responsif terhadap pemberian kortikosteroid yang ditandai dengan
peningkatan kadar IgE dan antibodi A.fumigatus persisten.
E. Stadium V
Jika sudah terjadi fibrosis paru dan munculnya bronkiektasis luas disertai batuk
kronik produktif.
IV. Diagnosis
Hingga saat ini belum ada konsensus internasional berkaitan dengan kriteria
diagnosis ABPA sehingga standar diagnosis kadang berbeda tiap negara. Kriteria
diagnosis yang sering digunakan, yaitu kriteria revisi Rosenberg 1991 (Tabel 1). 2,3
Tabel 1. Kriteria Diagnosis Allergic Bronchopulmonary Aspergillosis
Rosenberg 1977
Revisi Rosenberg 1991
Asma
ABPA-CB (central bronchiectasis)
Peningkatan total IgE (>1000 IU/mL)
Asma
Uji kulit tipe lambat positif
Uji kulit tipe cepat positif
Eosinofilia serum (> 1000 cells/L)
Peningkatan total IgE
Peningkatan IgG dan IgE spesifik
Presipitin
Infiltrat
parenkim
paru
A.fumigatus
Bronkiektas sentral
Bronkiektas sentral
ABPA-S (serologic)
Asma
Uji kulit tipe cepat positif
Peningkatan total IgE
Peningkatan IgG dan IgE spesifik
A.fumigatus
Tambahan
Mucus plug
Sputum + aspergillus
Presipitin
Infiltrat parenkim paru
Uji kulit tipe lambat positif
(Sumber: Patterson K, Strek ME. Allergic bronchopulmonary aspergillosis. Proc Am Thorac Soc. 2010)

Petanda yang digunakan tidak ada yang sensitif ataupun spesifik, sehingga dibutuhkan
integrasi gejala klinis, radiologis dan serologis untuk menegakkan diagnosis ABPA. 2,3
A.

Manifestasi Klinis
Munculnya ABPA pada pasien asma dan fibrosis kistik ditandai dengan batuk
yang memburuk, mengi dan meningkatnya produksi sputum. Gejala yang khas
yang ditemukan pada sebagian besar pasien ABPA yaitu produksi mukus tebal dan
kental dahak yang dibatukkan dapat berupa mucus plug kental kecoklatan hingga
kehitaman. Mukus kental tersebut terdiri dari eosinofil yang telah terdegenerasi,
serpihan sel epitel dan musin. Hemoptisis dapat terjadi akibat inflamasi ataupun
6 Referat Infeksi Tropis/ Aspergillosis Bronchopulmonal/2016

bronkiektasis. Gejala sistemik seperti demam subfebris, malaise dan berat badan
turun dapat terjadi. Evaluasi ke arah ABPA harus dipikirkan pada pasien asma atau
B.

fibrosis kistik dengan gejala sistemik. 2,3,5,10


Tes Laboratorium
1. Pemeriksaan Darah
Jumlah eosinofil pada pemeriksaan darah rutin didapatkan > 1.000 /mm. Ini
termasuk kriteria utama untuk penegakan diagnosis ABPA. 2,3
2. Pemeriksaan Mikroskopik Jamur
Pemeriksaan mikroskopis jamur untuk ABPA bukanlah

merupakan

pemeriksaan yang unggul dan tidak dapat dijadikan pemeriksaan untuk


menunjang diagnosis. Sputum, spesimen saluran napas yang lain, dan jaringan
biopsi paru merupakan spesimen yang baik untuk identifikasi Aspergillus
fumigatus. Pada pemeriksaan langsung terhadap sputum dengan KOH 10%
nampak hifa Aspergillus berhialin berseptum dan lebarnya seragam (sekitar 4
m) dan bercabang secara dikotomi (Gambar 5A dan 5B ).9
3. Pemeriksaan Kultur Jamur
Sabouraud Dextrose Agar (SDA) merupakan medium selektif yang biasanya
digunakan untuk isolasi dari dermatophytes, fungi, dan jamur. Pengamatan
dilakukan tiap minggu, dan harus diamati 4-6 minggu sampai dikatakan
negatif.

Media kultur ini sering digunakan untuk media pertumbuhan

Aspergillus species, untuk pertumbuhan Aspergillus fumigatus akan terlihat


biru-hijau berserbuk pada bagian atas media dan kuning pucat pada bagian
dasar media.9

(A)

(B)

Gambar 5. (A) Hifa Aspergillus fumigatus, di dalam sediaan sputum; (B) Aspergillus
fumigatus, fialid terbentuk di atas vesikel ,membengkak di ujung konidiofora yang panjang.

7 Referat Infeksi Tropis/ Aspergillosis Bronchopulmonal/2016

(Sumber : Latge JP. Aspergillus fumigatus and aspergillosis. American Society for Microbiology)

4. Pemeriksaan Serologi
Imunoglobulin E spesifik aspergillus juga meningkat. Dapat pula ditemukan
IgG

spesifik

aspergillus,

presipitin

ataupun

eosinofilia.

Pemberian

kortikosteroid dapat menurunkan reaksi alergi sehingga pada pasien ABPA


dengan kortikosteroid sistemik dapat tidak ditemukan eosinofilia atau
peningkatan total serum IgE signifikan. Pemeriksaan lain yang berguna adalah
dengan skin test menggunakan antigen A.fumigatus. Pemeriksaan serum
presipitin untuk menilai antibodi IgG aspergillus juga dapat dilakukan
C.

walaupun bersifat tambahan saja. 2,3,12


Imaging Test
Foto toraks ditemukan perselubungan pada parenkim ataupun bronkiektasis.
Infiltrat biasanya bersifat eosinofilik sehingga responsif terhadap pemberian steroid
dan kadang salah diagnosis sebagai pneumonia. Gambaran perselubungan opak
yang terjadi dapat diakibatkan oleh bronkosel, mucus plugging, atelektasis ataupun
kolaps lobus. Computed tomography (CT) scan merupakan cara yang paling baik
untuk mendeteksi semua kelainan tersebut lebih detail. Bronkiektasis sentral pada
pemeriksaan high resolution computed tomography (HRCT) merupakan kelainan
patognomonic untuk ABPA, namun tidak semua ABPA dapat ditemukan kelainan

ini. 2,3
V. Diagnosis Banding
Diagnosis banding ABPA meliputi asma refrakter, fibrosis kistik, tuberkulosis
paru, sarkoidosis. 2,3
VI. Penatalaksanaan
Tujuan terapi adalah tercapainya remisi dengan menekan inflamasi dan
mencegah destruksi parenkim paru ireversibel. Belum ada pedoman dan kesepakatan
internasional mengenai terapi ABPA namun secara umum terapi yang diberikan
didasarkan pada stadium penyakit. 2,5
Tabel 1. Pendekatan Penatalaksanaan ABPA

8 Referat Infeksi Tropis/ Aspergillosis Bronchopulmonal/2016

(Sumber: Agarwal R. Allergic bronchopulmonary aspergillosis. Chest. 2009)

Jenis terapi yang ada diantaranya pemberian kortikosteroid sistemik ataupun


inhalasi, antijamur, dan antibodi monoklonal anti IgE (omalizumab). Terapi tersebut
didasarkan pada kesepakatan para ahli karena hingga saat ini belum ada uji klinis ideal
dengan jumlah sampel memadai untuk membuktikannya. 2,5 Eksaserbasi akut (stadium
I ataupun III) merupakan perburukan gejala klinis, muncul infiltrat baru dan terjadi
peningktan 2x kadar total serum IgE. Eksaserbasi akut dapat diberikan kortikosteroid
yang diharapkan dapat mencapai remisi. Stadium IV didefinisikan sebagai kondisi
yang sudah tergantung steroid (steroid dependent) namun untuk mencegah efek jangka
panjang steroid diperlukan dosis kortikosteroid minimal yang dapat mengontrol gejala.
Penggunaan steroid jangka panjang tidak direkomendasikan, karena itu perlu
dipertimbangkan modalitas terapi lain ataupun pemberian antijamur. Inhalasi
kortikosteroid kadang dapat mempercepat terjadinya remisi dan dapat menurunkan
kebutuhan kortikosteroid sistemik. Stadium akhir/ stadium V dapat terjadi kapan saja.
Rekomendasi terapi untuk kondisi ini masih sangat jarang dan tidak berdasarkan uji
klinis. Biasanya memiliki prognosis buruk dan sering muncul infeksi berulang
Pseudomonas dan Staphylococcus aureus.

21,22

Pada kondisi ini perlu dipikirkan

transplantasi paru. Anti jamur dapat digunakan dengan tujuan menurunkan jumlah
jamur dan mencegah stimulasi antigen berlebihan yang akhirnya dapat menurunkan
inflamasi. Anti jamur yang pernah diuji coba antara lain nistatin, amfoterisin B,
natamisin, ketokonazol dan

itrakonazol. Ketokonazol memberikan hasil yang

menjanjikan namun memiliki efek samping cukup berat, sedangkan penggunaan


itrakonazol juga cukup menjanjikan dengan efek samping minimal dan dapat
ditoleransi baik. Rekomendasi penggunaan antijamur pada ABPA adalah sebagai
9 Referat Infeksi Tropis/ Aspergillosis Bronchopulmonal/2016

tambahan jika kortikosteroid tidak efektif (corticosteroid sparring agent). Laporan


kasus juga menyebutkan penggunaan varikonazol cukup memiliki potensi untuk terapi
ABPA. Protokol terapi ABPA dapat dilihat dalam tabel 3. 2,3,21,22
VII.
Komplikasi
Komplikasi utama dari ABPA yaitu : 23
A. Bronkiektasis
B. Aspergilosis penyakit kronik
C. Fibrosis lobus paru.
VIII. Prognosis
Pemberian terapi yang tepat menurut stadium ABPA, menunjukkan prognosis
yang baik dalam perbaikan kondisi pasien dan pencegahan dekstruksi parenkim
paru ireversibel. Pengecualian pada stadium akhir/stadium V, rekomendasi terapi
untuk kondisi ini masih sangat jarang dan belum ada uji klinisnya, sehingga
IX.

memiliki prognosis buruk. 21,22


Ringkasan
Allergic bronchopulmonary aspergillosis merupakan salah satu bentuk
penyakit akibat Aspergillus fumigatus yang banyak ditemukan pada asma ataupun
fibrosis kistik. Kondisi ini perlu dicurigai jika ditemukan perburukan gejala klinis,
serum eosinofilia dan infiltrat baru pada pemeriksaan radiologis. Ditemukannya
peningkatan serum total IgE, bronkiektasis sentral dan mucus plug pada HRCT
meningkatkan kecurigaan ke arah ABPA. Patofisiologi yang mendasari ABPA adalah
reaksi imunologis dengan ciri khas aktivasi eosinofil dan produksi IgE oleh karena itu
penggunaan

imunosupresi

merupakan

salah

satu

pendekatan

terapi

yang

direkomendasikan. Penggunaan anti jamur juga perlu dipertimbangkan sebagai


corticosteroid sparring agent. Penemuan dini dan pemberian terapi lebih awal
diharapkan dapat mencegah progresivitas penyakit, mencegah kerusakan parenkim
paru lebih luas/ permanen dan mencegah penurunan fungsi paru.

10 Referat Infeksi Tropis/ Aspergillosis Bronchopulmonal/2016

11 Referat Infeksi Tropis/ Aspergillosis Bronchopulmonal/2016

Anda mungkin juga menyukai