Jurding DR Tiko
Jurding DR Tiko
Oleh:
Esty Jayanti
G99142087
G99142088
Pembimbing
Retno Widhiati, dr., Sp.M
ABSTRAK
Sindrom Nefrotik (SN) merupakan penyakit yang sering dijumpai pada anakanak, yang ditandai dengan proteinuria massif, hiperlipidemia, hipoalbuminemia, dan
edema. SN merupakan penyakit yang sering terjadi relaps dan membutuhkan
manajemen yang baik pada kasus-kasus yang sering terjadi relaps. Oleh sebab itu,
sangat penting mendeteksi anak-anak yang berisiko mengalami relaps. Studi
retrospektif ini dilakukan di bagian Ilmu Kesehatan Anak Dhaka Medical College
Hospital (DMCH) pada Januari-Desember 2005. 100 anak dengan SN relaps, terdiri
dari 50 anak dengan frequent relaps (FR) dan 50 anak dengan infrequent relaps (IFR)
dilibatkan dalam studi untuk mengetahui faktor risiko relaps. Data diambil dari rekam
medic rumah sakit. Data dianalisis dengan program SPSS. Uji statistic dengan
metode Chi-square dan students t-Test mengahasilkan p < 0.05 yang berarti
signifikan. SN banyak ditemukan pada kelompok usia 2-6 tahun (67%) dengan
perbandingan laki-laki dan perempuan 2:1. Kebanyakan pasien dengan FR berusia
kurang dari 5 tahun, berasal dari daerah terpencil, dan berasal dari keluarga dengan
status sosial ekonomi rendah dibandingkan pada pasien IFR. Rerata usia pada saat
onset kelompok FR lebih muda dibandingkan kelompok IFR. Mayoritas anak dengan
atopi masuk dalam kelompok FR. Albumin serum yang rendah, protein total serum
yang rendah, tingginya angka infeksi saluran kemih (ISK) pada serangan pertama
secara statistic signifikan pada kelompok FR.
Kata Kunci: Sindrom Nefrotik, FR, IFR, Faktor Risiko
PENDAHULUAN
SN ditandai dengan proteinuria massif, hiperlipidemia, hipoalbuminemia, dan
edema1. Angka kejadian pada anak 15 kali lebih besar dibandingkan pada orang
dewasa2. Merupakan penyakit yang sering ditemukan di Negara kami, biasanya
menyerang anak-anak muda3. Sebagian besar penderita SN (90%) menderita SN
idiopatik (SNI)2. Sebagian besar kasus SNI (85%) termasuk SN minimal change
(SNMC) dan lebih dari 95% SNMC berespon baik dengan terapi steroid 2. SNI
merupakan penyakit kronik relaps4. Frekuensi kekambuhan sangat bervariasi. Dalam
1 tahun, pasien dengan IFR mengalami 3 serangan sedangkan pada kelompok FR
41. Studi internasional tentang penyakit ginjal pada anak pernah melaporkan tingkat
kekambuhan sebesar 60%, lalu data terbaru menunjukan tingkat kekambuhan sebesar
76-90%, dengan frekuensi kekambuhan mencapai 50%5. Kekambuhan lebih tinggi
pada subjek penelitian ini yang mencapai 36.4%6,7.
Infeksi
merupakan
penyebab
penting
pada
MCSN,
pencegahan
dan
Presentasi
67.0
12.0
21.0
Enam puluh tiga dari 100 subjek (63%) adalah laki-laki dan 37% sisanya adalah
perempuan, dengan rasio kasar laki-laki berbanding perempuan 2:1 (Gambar I).
37%
63%
Presentasi
59.0
39.0
2.0
Enam puluh persen pasien berasal dari pedesaan, 35% dari perkotaan, dan sisa
5% sisanya berasal dari daerah kumuh perkotaan (Tabel III).
Tabel III: Persebaran Tempat Tinggal Pasien (n = 100)
Tempat Tinggal
Banyaknya
Pedesaan
60
Perkotaan
35
Daerah Kumuh Perkotaan
05
Presentasi
60.0
35.0
5.0
Tabel IV menunjukan anak yang berusia < 5 tahun lebih banyak masuk
kelompok IFR (68%) dibandingkan anak yang berusia > 5 tahun (p = 0.019). Jenis
kelamin tidak berhubungan dengan frekuensi kekambuhan. Anak yang beasal dari
status sosial ekonomi rendah cenderung sering mengalami
kekambuhan
dibandingkan anak dari status sosial ekomoni menengah dan tinggi (p < 0.001).
Insidensi SNFR secara signifikan banyak ditemukan pada anak dari pedesaan (72%)
dibandingkan anak dari daerah perkotaan (24%) (p < 0.05).
Tabel IV: Hubungan Kondisi Demografis dengan Jenis Kekambuhan
Profil Demografis
Kelompok
FR (n=50)
IFR (n=50)
Usia (Tahun)
<5
34 (68.0)
23 (46.0)
5
16 (32.0)
27 (54.0)
Jenis Kelamin
Laki-laki
33 (66.0)
30 (60.0)
Perempuan
17 (34.0)
20 (40.0)
Sosial Ekonomi
Rendah
37 (74.0)
22 (44.0)
Menengah
11 (22.0)
28 (56.0)
Tinggi
2 (4.0)
00
Tempat Tinggal
Pedesaan
36 (72.0)
24 (48.0)
Perkotaan
12 (24.0)
23 (46.0)
Daerah Kumuh Perkotaan
2 (4.0)
3 (6.0)
Nilai p
0.019
0.534
0.001
0.048
Nilai p
<0.001
<0.001
<0.001
<0.001
0.002
Data pada temuan patologis dan biokimia menunjukan rerata pus sel urin dan
eritrosit urin secara signifikan lebih tinggi pada kelompok FR dibandingkan
kelompok IFR. Biakan urin positif lebih banyak ditemukan pada kelompok FR (52%)
dibandingkan kelompok IFR (16%). Nilai rerata albumin serum dan konsentrasi
protein total serum secara signifikan lebih rendah pada kelompok FR dibandingkan
kelompok IFR (p < 0.001). Tidak ada variabel lain yang berhubungan dengan
frekuensi kekambuhan (Tabel VI).
Tabel VI: Perbndingan Tipe Kekambuhan dengan Temuan Klinis (n = 100)
Temuan Klinis di Awal Onset
Kelompok
Nilai p
FR (n=50)
IFR (n=50)
Eritrosit total
109543242
99412573
0.087
Netrofil
647
61.09.4
0.068
Limfosit
327
335
0.309
Pus sel urin
76
43
0.001
Temuan Klinis di Awal Onset
Kelompok
Nilai p
FR (n=50)
IFR (n=50)
Eritrosit urin
22
11
0.002
Kultur urin (+)
26(52.0)
8(16.0)
<0.001
Total albumin serum
1.50.2
1.90.3
<0.001
Total protein serum
3.90.3
4.70.4
<0.001
Kolestrol serum
407.481.6
391.877.7
0.329
UTP 24 jam
1.70.4
1.60.3
0.395
Urea darah
13.618.7
12.03.1
0.546
Kreatinin serum
0.70.1
0.70.1
0.725
Temuan pada Rontgen Thorax menunjukan 80% pasien IFR dan sebagian besar
(56%) pasien FR tampak normal. Sepuluh persen pasien FR menunjukan konsolidasi,
2% efusi pleura dan 32% lesi pulmonal nonspesifik. Pada kelompok IFR, 8%
menunjukan konsolidasi, 2% efusi pleura, dan 10% lesi nonspesifik (Gambar II).
90
80
70
60
50
FR
40
IFR
30
20
10
0
Konsolidasi
Efusi Pleura
Nonspesifik
Normal
PEMBAHASAN
Nilai p
0.035
0.038
0.500
0.339
0.001
Anak dengan SNFR lebih banyak memiliki riwayat atopi. Belum ada data yang
mendukung hasil ini, namun Meadow et al18 menyatakan bahwa anak dengan SN
sensitif steroid memiliki insidensi penyakit atopi lebih tinggi.
Rerata nilai albumin serum pada kelompok FR secara signifikan lebih rendah
dibandingkan pada kelompok IFR (p < 0.001). Begitu juga dengan total protein
serum, dengan nilai p < 0.001. Hasil ini sesuai dengan penelitian Takeda et al 11. ISK
ditemukan pada 34 anak pada episode awal. Dua puluh dua diantaranya termasuk
dalam kelompok FR dan 12 lainnya dalam kelompok IFR, perbandingan ini
bermakna secara statistik (p < 0.05). Biswas BK 8 menyatakan bahwa infeksi
merupakan penyebab penting pada kejadian relaps dan Gulati et al 9 menyatakan ISK
asimtimatik dapat menjadi penyebab penting dan tidak terdiagnosis.
Dari 55 kasus infeksi, yang terbanyak adalah ISK (34), diikuti ISPA (25), OMSK
(5), dan 6 pasien dengan helmintiasis, 3 diantaranya terinfeksi Ascaris lumbricoides
sedangkan 3 lainnya terinfeksi Ancylostoma deodenale dan Ascaris lumbricoides
secara bersamaan. Hasil ini dapat dibandingkan dengan hasil penelitian Karim MA14
dan Mahmood19. Hasil yang sama, dengan insidensi ISK tertinggi juga didapat pada
penelitian Gulati et al15.
SIMPULAN
Pada penelitian ini didapatkan anak-anak yang berasal dari keluarga dengan
status sosial ekonomi rendah, bertempat tinggal di pedesaan, usia muda saat onset,
riwayat atopi, albumin dan protein serum rendah pada serangan pertama dan infeksi
berhubungan dengan seringnya kekambuhan dan dapat disimpulkan sebagai faktor
risiko relaps pada anak dengan SN. Penelitian ini mungkin tidak dapat mewakili
populasi global karena penelitian dilaksanakan di 1 rumah sakit dan jumlah sampel
yang terlalu sedikit. Perlu penelitian lebih lanjut di tempat lain yang dapat mewakili
populasi secara global.