Anda di halaman 1dari 11

Jurnal Reading

FAKTOR RISIKO SINDROM NEFROTIK RELAPS PADA ANAK SEBUAH


STUDI RESTROSPEKTIF BERBASIS RUMAH SAKIT

Oleh:
Esty Jayanti

G99142087

Benazier Marcella Besmaya

G99142088

Pembimbing
Retno Widhiati, dr., Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA

2016Faktor Risiko Sindrom Nefrotik Relaps pada Anak Sebuah Studi


Restrospektif Berbasis Rumah Sakit
MN Sarker, MMSU Islam, T Saad, FN Shoma, LS Sharmin, HA Khan, F
Afrooz, LE Fatmi, A Alam, ASM Salimullah, MR Uddin, T Saha

ABSTRAK
Sindrom Nefrotik (SN) merupakan penyakit yang sering dijumpai pada anakanak, yang ditandai dengan proteinuria massif, hiperlipidemia, hipoalbuminemia, dan
edema. SN merupakan penyakit yang sering terjadi relaps dan membutuhkan
manajemen yang baik pada kasus-kasus yang sering terjadi relaps. Oleh sebab itu,
sangat penting mendeteksi anak-anak yang berisiko mengalami relaps. Studi
retrospektif ini dilakukan di bagian Ilmu Kesehatan Anak Dhaka Medical College
Hospital (DMCH) pada Januari-Desember 2005. 100 anak dengan SN relaps, terdiri
dari 50 anak dengan frequent relaps (FR) dan 50 anak dengan infrequent relaps (IFR)
dilibatkan dalam studi untuk mengetahui faktor risiko relaps. Data diambil dari rekam
medic rumah sakit. Data dianalisis dengan program SPSS. Uji statistic dengan
metode Chi-square dan students t-Test mengahasilkan p < 0.05 yang berarti
signifikan. SN banyak ditemukan pada kelompok usia 2-6 tahun (67%) dengan
perbandingan laki-laki dan perempuan 2:1. Kebanyakan pasien dengan FR berusia
kurang dari 5 tahun, berasal dari daerah terpencil, dan berasal dari keluarga dengan
status sosial ekonomi rendah dibandingkan pada pasien IFR. Rerata usia pada saat
onset kelompok FR lebih muda dibandingkan kelompok IFR. Mayoritas anak dengan
atopi masuk dalam kelompok FR. Albumin serum yang rendah, protein total serum
yang rendah, tingginya angka infeksi saluran kemih (ISK) pada serangan pertama
secara statistic signifikan pada kelompok FR.
Kata Kunci: Sindrom Nefrotik, FR, IFR, Faktor Risiko

PENDAHULUAN
SN ditandai dengan proteinuria massif, hiperlipidemia, hipoalbuminemia, dan
edema1. Angka kejadian pada anak 15 kali lebih besar dibandingkan pada orang
dewasa2. Merupakan penyakit yang sering ditemukan di Negara kami, biasanya
menyerang anak-anak muda3. Sebagian besar penderita SN (90%) menderita SN
idiopatik (SNI)2. Sebagian besar kasus SNI (85%) termasuk SN minimal change
(SNMC) dan lebih dari 95% SNMC berespon baik dengan terapi steroid 2. SNI
merupakan penyakit kronik relaps4. Frekuensi kekambuhan sangat bervariasi. Dalam
1 tahun, pasien dengan IFR mengalami 3 serangan sedangkan pada kelompok FR
41. Studi internasional tentang penyakit ginjal pada anak pernah melaporkan tingkat
kekambuhan sebesar 60%, lalu data terbaru menunjukan tingkat kekambuhan sebesar
76-90%, dengan frekuensi kekambuhan mencapai 50%5. Kekambuhan lebih tinggi
pada subjek penelitian ini yang mencapai 36.4%6,7.
Infeksi

merupakan

penyebab

penting

pada

MCSN,

pencegahan

dan

penanganannya dapat mengurangi proteinuria tanpa steroid8. Infeksi saluran napas


atas atau episode demam sering menimbulkan kekambuhan, kadang-kadang dengan
penyebab yang tidak jelas1. ISK asimtomatik dapat menjadi penyebab kekambuhan
yang tak terdiagnosis9. Peranan tuberculosis dalam menyebabkan kekambuhan masih
kontrovesial10. Usia muda dan rendahnya protein serum pada saat onset merupakan
faktor risiko kekambuhan yang erdiri sendiri. Kekambuhan pada tahun pertama
merupakan predictor kuat untuk kekambuhan pada 6 bulan berikutnya 12,13. Di Negara
kami, fasilitas kesehatan yang kurang memadai, sistem rujukan yang kurang
terorganisir dan pengetahuan orang tua tentang penyakit yang kurang menjadi
kendala dalam deteksi dini dan penanganan pada kasus kekambuhan. Maka dari itu,
deteksi dan pencegahan faktor risiko merupakan kunci keberhasilan penanganan SN
pada anak-anak. Studi ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko terjadinya SN
relaps yang dapat membantu deteksi dini kekambuhan dan mencegah risiko
kekambuhan SN pada anak.

SUBJEK DAN METODE


Studi retrospektif ini dilakukan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak DMCH,
Dhaka pada Januari-Desember 2005. Sebanyak 100 anak berusia 1-10 tahun dengan
50 anak FR dan 50 anak IFR dipilih dengan teknik random sampling. Kriteria
eksklusi pada penelitian ini adalah pasien SN dengan penyebab penyakit sistemik
lain. Data demografis, studi klinis dan laboratoris diambil dari rekam medic dan
resume pulang pasien untuk menggali faktor risiko kekambuhan. Data diambil, diolah
dan dimasukan ke computer dan dianalisis dengan program SPSS. Analisis data
menngunakan metode Chi-squares dan Students t-Test. Data dalam bentuk kategorik
disajikan sebagai frekuensi dan presentase yang sesuai dan dibandingkan antar
kelompok dengan metode Chi-squares (X2), sedangkan data yang berbentuk skala
kontinyu disajikan dalam bentuk mean dan standar deviasi dari nilai mean dan
dibandingkan antar kelompok dengan Students t-Test, didapatkan p < 0.05 yang
menunjukan data signifikan.
HASIL
Dari 100 pasien, sebagian besar (67%) dari kelompok usia 2-6 tahun dengan nilai
rerata 5.32.1 dan usia termuda 2.3 dan tertua 10 (Tabel I).
Tabel 1: Distribusi Kelompok Usia Pasien
Usia (Tahun)
Banyaknya
2-6
67
6-8
12
8
21

Presentasi
67.0
12.0
21.0

Enam puluh tiga dari 100 subjek (63%) adalah laki-laki dan 37% sisanya adalah
perempuan, dengan rasio kasar laki-laki berbanding perempuan 2:1 (Gambar I).

37%
63%

Gambar I: Distribusi Jenis Kelamin Pasien


Mengenai status sosial ekonomi pasien, 59% subjek berasal dari kelompok sosial
ekonomi rendah, 39% dari kelompok menengah, dan hanya 2% subjek yang berasal
dari kelompok sosial ekonomi tinggi (Tabel II).
Tabel II: Persebaran Status Sosial Ekonomi Pasien (n = 100)
Status Sosial Ekonomi
Banyaknya
Rendah
59
Menengah
39
Tinggi
02

Presentasi
59.0
39.0
2.0

Enam puluh persen pasien berasal dari pedesaan, 35% dari perkotaan, dan sisa
5% sisanya berasal dari daerah kumuh perkotaan (Tabel III).
Tabel III: Persebaran Tempat Tinggal Pasien (n = 100)
Tempat Tinggal
Banyaknya
Pedesaan
60
Perkotaan
35
Daerah Kumuh Perkotaan
05

Presentasi
60.0
35.0
5.0

Tabel IV menunjukan anak yang berusia < 5 tahun lebih banyak masuk
kelompok IFR (68%) dibandingkan anak yang berusia > 5 tahun (p = 0.019). Jenis
kelamin tidak berhubungan dengan frekuensi kekambuhan. Anak yang beasal dari
status sosial ekonomi rendah cenderung sering mengalami

kekambuhan

dibandingkan anak dari status sosial ekomoni menengah dan tinggi (p < 0.001).

Insidensi SNFR secara signifikan banyak ditemukan pada anak dari pedesaan (72%)
dibandingkan anak dari daerah perkotaan (24%) (p < 0.05).
Tabel IV: Hubungan Kondisi Demografis dengan Jenis Kekambuhan
Profil Demografis
Kelompok
FR (n=50)
IFR (n=50)
Usia (Tahun)
<5
34 (68.0)
23 (46.0)
5
16 (32.0)
27 (54.0)
Jenis Kelamin
Laki-laki
33 (66.0)
30 (60.0)
Perempuan
17 (34.0)
20 (40.0)
Sosial Ekonomi
Rendah
37 (74.0)
22 (44.0)
Menengah
11 (22.0)
28 (56.0)
Tinggi
2 (4.0)
00
Tempat Tinggal
Pedesaan
36 (72.0)
24 (48.0)
Perkotaan
12 (24.0)
23 (46.0)
Daerah Kumuh Perkotaan
2 (4.0)
3 (6.0)

Nilai p
0.019
0.534

0.001

0.048

Semua faktor yang diprediksi berhubungan dengan frekuensi kekambuhan


dibandingkan pada kedua kelompok usia. Rerata usia pada saat onset secara
signifikan lebih muda pada FR dibandingkan kelompok IFR (p < 0.001). Angka
kekambuhan rerata pada tahun pertama 3 pada kelompok FR, sedangkan pada
kelompok IFR 1 (p < 0/001). Lebih dari setengah (52%) pada kelompok FR memiliki
riwayat atopi, sebaliknya pada kelompok IFR 22% (p = 0.002). Riwayat atopi pada
keluarga pada kelompok FR lebih tinggi (40%), dibandingkan kelompok IFR (26%),
tetapi diferensiasinya tidak signifikan (p = 0.137).
Tabel V: Hubungan Variabel Penyakit dengan Tipe Kekambuhan (n = 100)
Variabel Penyakit
Kelompok
FR (n=50)
IFR (n=50)
Usia saat onset (bulan)
216.5
37.413.1
Frekuensi kekambuhan dalam 1 tahun
31
11
pertama
Jumlah Kekambuhan
5.51.4
2.41.2
Riwayat atopi
26 (52.0)
11 (22.0)
Riwayat atopi pada keluarga
20 (40.0)
11 (22.0)

Nilai p
<0.001
<0.001
<0.001
<0.001
0.002

Data pada temuan patologis dan biokimia menunjukan rerata pus sel urin dan
eritrosit urin secara signifikan lebih tinggi pada kelompok FR dibandingkan
kelompok IFR. Biakan urin positif lebih banyak ditemukan pada kelompok FR (52%)
dibandingkan kelompok IFR (16%). Nilai rerata albumin serum dan konsentrasi
protein total serum secara signifikan lebih rendah pada kelompok FR dibandingkan
kelompok IFR (p < 0.001). Tidak ada variabel lain yang berhubungan dengan
frekuensi kekambuhan (Tabel VI).
Tabel VI: Perbndingan Tipe Kekambuhan dengan Temuan Klinis (n = 100)
Temuan Klinis di Awal Onset
Kelompok
Nilai p
FR (n=50)
IFR (n=50)
Eritrosit total
109543242
99412573
0.087
Netrofil
647
61.09.4
0.068
Limfosit
327
335
0.309
Pus sel urin
76
43
0.001
Temuan Klinis di Awal Onset
Kelompok
Nilai p
FR (n=50)
IFR (n=50)
Eritrosit urin
22
11
0.002
Kultur urin (+)
26(52.0)
8(16.0)
<0.001
Total albumin serum
1.50.2
1.90.3
<0.001
Total protein serum
3.90.3
4.70.4
<0.001
Kolestrol serum
407.481.6
391.877.7
0.329
UTP 24 jam
1.70.4
1.60.3
0.395
Urea darah
13.618.7
12.03.1
0.546
Kreatinin serum
0.70.1
0.70.1
0.725

Temuan pada Rontgen Thorax menunjukan 80% pasien IFR dan sebagian besar
(56%) pasien FR tampak normal. Sepuluh persen pasien FR menunjukan konsolidasi,
2% efusi pleura dan 32% lesi pulmonal nonspesifik. Pada kelompok IFR, 8%
menunjukan konsolidasi, 2% efusi pleura, dan 10% lesi nonspesifik (Gambar II).

90
80
70
60
50

FR

40

IFR

30
20
10
0
Konsolidasi

Efusi Pleura

Nonspesifik

Normal

Gambar II: Distribusi Rontgen Thorax Pasien


Data menunjukan kelompok FR secara signifikan memiliki insidensi ISK dan
ISPA lebih tinggi dibandingkan kelompok IFR. Frekuensi infeksi terbukti hampir 2
kali lipat pada kelompok FR (72%) dibandingkan kelompok IFR (32%). Distribusi
otitis media supuratif kronis (OMSK) dan helmintiasis hamper sama pada kedua
kelompok (Tabel VII).
Tabel VII: Hubungan Infeksi/Infestasi dengan Jenis Kekambuhan (n = 100)
Infeksi/Infestasi pada Awal
Kelompok
Serangan
FR (n=50)
IFR (n=50)
ISK
22(44.0)
12(24.0)
ISPA
17(34.0)
8(16.0)
OMSK
3(6.0)
2(4.0)
Helmintiasis
4(8.0)
2(4.0)
Fokal Infeksi
36(72.0)
19(38.0)

PEMBAHASAN

Nilai p
0.035
0.038
0.500
0.339
0.001

Untuk mengidentifikasi faktor risiko kekambuhan, sebanyak 100 anak dengan


SN relaps, terdiri dari 50 anak dengan FR dan 50 anak dengan IFR, dijadikan subjek
penelitian. Dari 100 anak, sebagian besar (67%) berusia 2-6 tahun, hal ini sesuai
dengan penelitian Hossain et al3 dan Vogt et al2. Dari subjek penelitian, didapatkan
perbandingan laki-laki dan perempuan 2:1, yang dapat dibandingkan dengan
penelitian Karim MA14, Gulati et al15, dan Mendoza et al16. Pada penelitian ini,
sebagian besar pasien (59%) berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi
rendah, lebih banyak menderita SNFR dibandingkan anak-anak dari keluarga dengan
status sosial ekonomi menengah dan tinggi (p = 0.001). Hasil ini dapat dibandingkan
dengan penelitian Biswas et al8.
Insidensi SNFR, secara signifikan lebih tinggi pada anak yang tinggal dari
pedesaan dibandingkan anak yang tinggal di perkotaan (p < 0.05). Tidak ada data
yang dapat dibandingkan dengan hasil ini, namun hasil ini mungkin berhubungan
dengan terlambatnya penanganan awal di daerah pedesaan dan dibutuhkan penelitian
lebih lamnjut mengenai hal ini. Anak dengan SNFR memiiki onset lebih awal (21.2
6.5 bulan) dibandingkan anak dengan SNIFR (37.4 13.1 bulan), penemuan ini
bermakna secara statistic (p < 0.001). Hasil ini dapat dibandingkan dengan penelitian
Atshusi Takeda et al17 dan Mendoa et al16.
Angka relaps pada tahun pertama lebih tinggi pada kelompok FR (3 1
berbanding 1 1 dengan nilai p < (0.001). Hasil ini juga sesuai dengan hasil
penelitian Takeda et al12 dan International Study of

Kidney Disease in Children 13.

Anak dengan SNFR lebih banyak memiliki riwayat atopi. Belum ada data yang
mendukung hasil ini, namun Meadow et al18 menyatakan bahwa anak dengan SN
sensitif steroid memiliki insidensi penyakit atopi lebih tinggi.
Rerata nilai albumin serum pada kelompok FR secara signifikan lebih rendah
dibandingkan pada kelompok IFR (p < 0.001). Begitu juga dengan total protein
serum, dengan nilai p < 0.001. Hasil ini sesuai dengan penelitian Takeda et al 11. ISK

ditemukan pada 34 anak pada episode awal. Dua puluh dua diantaranya termasuk
dalam kelompok FR dan 12 lainnya dalam kelompok IFR, perbandingan ini
bermakna secara statistik (p < 0.05). Biswas BK 8 menyatakan bahwa infeksi
merupakan penyebab penting pada kejadian relaps dan Gulati et al 9 menyatakan ISK
asimtimatik dapat menjadi penyebab penting dan tidak terdiagnosis.
Dari 55 kasus infeksi, yang terbanyak adalah ISK (34), diikuti ISPA (25), OMSK
(5), dan 6 pasien dengan helmintiasis, 3 diantaranya terinfeksi Ascaris lumbricoides
sedangkan 3 lainnya terinfeksi Ancylostoma deodenale dan Ascaris lumbricoides
secara bersamaan. Hasil ini dapat dibandingkan dengan hasil penelitian Karim MA14
dan Mahmood19. Hasil yang sama, dengan insidensi ISK tertinggi juga didapat pada
penelitian Gulati et al15.

SIMPULAN
Pada penelitian ini didapatkan anak-anak yang berasal dari keluarga dengan
status sosial ekonomi rendah, bertempat tinggal di pedesaan, usia muda saat onset,
riwayat atopi, albumin dan protein serum rendah pada serangan pertama dan infeksi
berhubungan dengan seringnya kekambuhan dan dapat disimpulkan sebagai faktor
risiko relaps pada anak dengan SN. Penelitian ini mungkin tidak dapat mewakili
populasi global karena penelitian dilaksanakan di 1 rumah sakit dan jumlah sampel
yang terlalu sedikit. Perlu penelitian lebih lanjut di tempat lain yang dapat mewakili
populasi secara global.

Anda mungkin juga menyukai