Anda di halaman 1dari 18

HIPERTIROID DALAM KEHAMILAN

I. Pendahuluan
Hipertiroid merupakan suatu sindrom klinik akibat meningkatnya sekresi hormon
tiroid didalam sirkulasi baik tiroksin (T4), triyodotironin (T3) atau kedua-duanya.
Sekitar 90% dari hipertiroid disebabkan oleh penyakit Grave, struma nodosa
toksik baik soliter maupun multipel dan adenoma toksik. Penyakit Grave pada
umumnya ditemukan pada usia muda yaitu antara 20 sampai 40 tahun, sedang
hipertiroid akibat struma nodosa toksik ditemukan pada usia yang lebih tua yaitu
antara 40 sampai 60 tahun. Oleh karena penyakit Grave umumnya ditemukan
pada masa subur, maka hampir selalu hipertiroid dalam kehamilan adalah
hipertiroid Grave, walaupun dapat pula disebabkan karena tumor trofoblas,
molahidatidosa, dan struma ovarii. Prevalensi hipertiroid di Indonesia belum
diketahui. Di Eropa berkisar antara 1 sampai 2 % dari semua penduduk dewasa.
Hipertiroid lebih sering ditemukan pada wanita daripada laki-laki dengan ratio
5:1. Hipertiroid jarang ditemukan pada wanita hamil.
Kekerapannya diperkirakan 2 : 1000 dari semua kehamilan,namun bila tidak
terkontrol dapat menimbulkan krisis tiroid, persalinan prematur, abortus dan
kematian janin. Diagnosis hipertiroid dalam kehamilan sulit ditegakkan karena
kehamilan itu sendiri menyebabkan perubahan-perubahan fisiologik yang
menyerupai keadaan hipertiroid. Namun deteksi dini untuk mengetahui adanya
hipertiroid pada wanita hamil sangatlah penting, karena kehamilan itu sendiri
merupakan suatu stres bagi ibu apalagi bila disertai dengan keadaan hipertiroid.
Pengelolaan penderita hipertiroid dalam kehamilan memerlukan perhatian
khusus, oleh karena baik keadaan hipertiroidnya maupun pengobatan yang
diberikan dapat memberi pengaruh buruk terhadap ibu dan janin.
II. Faal kelenjar tiroid pada kehamilan normal
Selama kehamilan faal kelenjar tiroid mengalami peningkatan dan dalam banyak
hal aktifitas kelenjar tiroid menyerupai keadaan hipertiroid. Sebelum
dikembangkannya teknik pengukuran kimiawi faal kelenjar tiroid, orang
beranggapan bahwa terjadinya struma dan peningkatan metabolisme basal pada
wanita hamil disebabkan karena kelenjar tiroid yang hiperaktif. Anggapan ini
berdasarkan gambaran histologik berupa hipertrofi dan hiperplasi folikel kelenjar
tiroid pada wanita hamil. Dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa
prevalensi struma selama kehamilan bervariasi secara geografis.
Pada suatu studi di Skotlandia, 70% wanita hamil mengalami struma, lebih
banyak dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil (38%).
Berbeda dengan penelitian di Islandia, dimana tidak ditemukan peningkatan
kejadian struma selama kehamilan. Juga studi di Amerika Serikat, tidak
menunjukkan peningkatan kejadian struma pada wanita hamil. Dari hasil

penelitian diketahui bahwa hal ini disebabkan karena kandungan yodium di


Islandia dan Amerika Serikat lebih tinggi daripada di Skotlandia.
Menurut Glinoer, kehamilan merupakan suatu keadaan yang unik, dimana faal
kelenjar tiroid dipengaruhi oleh 3 perubahan, yaitu :
Terjadi perubahan dalam ekonomi tiroid karena meningkatnya kadar TBG sebagai
respons terhadap peningkatan kadar estrogen. Akibat peningkatan kadar TBG ini
akan terjadi kenaikan kadar Protein Binding Iodine mulai minggu ke 12 yang
mencapai 2 kali kadar normal. Juga akan terjadi kenaikan kadar T4 dan T3
didalam serum.
Peningkatan kadar TBG serum selama kehamilan disebabkan karena
meningkatnya produksi TBG oleh sel-sel hati dan menurunnya degradasi TBG
perifer akibat modifikasi oligosakarida karena pengaruh kadar estrogen yang
tinggi.
Terjadi peningkatan sekresi Thyroid Stimulating Factors (TSF) dari plasenta
terutama Human Chorionic Gonadotropin (HCG). HCG menyerupai TSH, dimana
keduanya merupakan glikoprotein yang mempunyai gugus alfa yang identik.
Bukti terbaru menunjukkan bahwa HCG merupakan suatu Chorionic Thyrotropin
dimana aktifitas biologik dari 1 Unit HCG ekivalen dengan 0,5 uU TSH.
Kehamilan disertai dengan penurunan persediaan yodium didalam kelenjar tiroid
karena peningkatan bersihan ginjal terhadap yodium dan hilangnya yodium
melalui kompleks feto-plasental pada akhir kehamilan. Hal ini akan
menyebabkan keadaan defisiensi yodium relatif.
Bersamaan dengan meningkatnya laju filtrasi glomerulus selama kehamilan,
ekskresi yodium meningkat dan terjadi penurunan iodine pool.
Respons TSH terhadap TRH juga meningkat selama kehamilan. Hal ini
disebabkan karena pengaruh estrogen, dimana dapat juga terjadi pada wanita2
tidak hamil yang menggunakan obat2 kontrasepsi. Walaupun terjadi perubahan2
diatas, namun kecepatan produksi hormon tiroid tidak mengalami perubahan
selama kehamilan. Menurut Burrow, pada wanita hamil terjadi beberapa
perubahan faal kelenjar tiroid seperti tersebut dibawah ini :
Meningkat :
Laju metabolisme basal
Ambilan yodium radioaktif
Respons terhadap TRH
Thyroxin Binding Globulin (TBG)
Tiroksin
Triyodotironin

Human Chorionic Thyrotropin/ Gonadotropin


Thyroid Stimulating Hormone (TSH)

Tidak berubah :
Konsentrasi tiroksin bebas (fT4)
Kecepatan produksi tiroksin
Perubahan faal kelenjar tiroid ibu selama kehamilan diikuti pula oleh perubahan
faal kelenjar tiroid janin. Yodium organik tidak ditemukan dalam kelenjar tiroid
janin sebelum usia kehamilan 10 minggu. Pada usia kehamilan 11-12 minggu,
kelenjar tiroid janin baru mulai memproduksi hormon tiroid. TSH dapat dideteksi
dalam serum janin mulai usia kehamilan 10 minggu, tetapi masih dalam kadar
yang rendah sampai usia kehamilan 20 minggu yang mencapai kadar puncak 15
uU per ml dan kemudian turun sampai 7 uU per ml. Penurunan ini mungkin
karena kontrol dari hipofisis yang mulai terjadi pada usia kehamilan 12 minggu
sampai 1 bulan post natal. Selama usia pertengahan kehamilan, didalam cairan
amnion dapat dideteksi adanya T4 yang mencapai puncaknya pada usia
kehamilan 25 sampai 30 minggu. Kadar T3 didalam cairan amnion selama awal
kehamilan masih rendah dan berangsur akan meningkat.
Tetrayodotironin (T4) didalam tubuh janin terutama dimetabolisir dalam bentuk
reverse T3 (rT3) , hal ini mungkin disebabkan karena sistem enzimnya belum
matang. Reverse T3 meningkat terus dan mencapai kadar puncak pada usia
kehamilan 17 sampai 20 minggu. Kadar rT3 didalam cairan amnion dapat dipakai
sebagai diagnosis prenatal terhadap kelainan faal kelenjar tiroid janin. Pada saat
lahir terjadi peningkatan kadar TSH karena sekresinya oleh hipofisis meningkat.
Kadar TSH neonatus meningkat beberapa menit setelah lahir 7,5 uU/ml dan
mencapai puncaknya 30 uU/ ml dalam 3 jam. Karena rangsangan TSH akan
terjadi kenaikan yang tajam dari kadar T4 total dan T4 bebas didalam serum.
Kadar T3 juga meningkat secara dramatis, tetapi sebagian tidak tergantung dari
TSH. Hal ini mungkin disebabkan karena meningkatnya aktifitas jaringan dalam
memetabolisir T4 menjadi T3. Ambilan yodium radioaktif neonatus meningkat
mulai 10 jam setelah lahir yang mencapai puncaknya pada hari kedua dan
menurun sampai batas normal seperti orang dewasa pada hari ke 5 setelah lahir.

III. Hipertiroid dalam kehamilan

Patogenesis
Hipertiroid dalam kehamilan hampir selalu disebabkan karena penyakit Grave
yang merupakan suatu penyakit otoimun. Sampai sekarang etiologi penyakit
Grave tidak diketahui secara pasti.
Dilihat dari berbagai manifestasi dan perjalanan penyakitnya, diduga banyak
faktor yang berperan dalam patogenesis penyakit ini. Dari hasil penelitian, masih
timbul sejumlah pertanyaan yang belum terjawab, antara lain :
Apakah kelainan dasar penyakit tiroid otoimun terjadi didalam kelenjar tiroid
sendiri, didalam sistem imun atau keduanya. Kalau terjadi sebagai akibat
ketidakseimbangan sistem imun, apakah kelainan primer terjadi pada fungsi sel
T (aktifitas sel T supresor yang meningkat dan sel T helper yang menurun atau
sebaliknya).
Apakah terdapat pengaruh faktor genetik dan lingkungan pada tahap awal
terjadinya penyakit tiroid otoimun.
Kelenjar tiroid merupakan organ yang unik dimana proses otoimun dapat
menyebabkan kerusakan jaringan tiroid dan hipotiroid (pada tiroiditis Hashimoto)
atau menimbulkan stimulasi dan hipertiroid (pada penyakit Grave).

Proses otoimun didalam kelenjar tiroid terjadi melalui 2 cara, yaitu :


Antibodi yang terbentuk berasal dari tempat yang jauh (diluar kelenjar tiroid)
karena pengaruh antigen tiroid spesifik sehingga terjadi imunitas humoral. Zatzat imun dilepaskan oleh sel-sel folikel kelenjar tiroid sendiri yang menimbulkan
imunitas seluler. Antibodi ini bersifat spesifik, yang disebut sebagai Thyroid
Stimulating Antibody (TSAb) atau Thyroid Stimulating Imunoglobulin (TSI).
Sekarang telah dikenal beberapa stimulator tiroid yang berperan dalam proses
terjadinya penyakit Grave, antara lain :
Long Acting Thyroid Stimulator (LATS)
Long Acting Thyroid Stimulator-Protector (LATS-P)
Human Thyroid Stimulator (HTS)
Human Thyroid Adenylate Cyclase Stimulator (HTACS)
Thyrotropin Displacement Activity (TDA)
Antibodi-antibodi ini berikatan dengan reseptor TSH yang terdapat pada
membran sel folikel kelenjar tiroid, sehingga merangsang peningkatan
biosintesis hormon tiroid. Bukti tentang adanya kelainan sel T supresor pada
penyakit Grave berdasarkan hasil penelitian Aoki dan kawan-kawan (1979), yang
menunjukkan terjadinya penurunan aktifitas sel T supresor pada penyakit Grave.

Tao dan kawan-kawan (1985) membuktikan pula bahwa pada penyakit Grave
terjadi peningkatan aktifitas sel T helper.
Seperti diketahui bahwa dalam sistem imun , sel limfosit T dapat berperan
sebagai helper dalam proses produksi antibodi oleh sel limfosit B atau sebaliknya
sebagai supresor dalam menekan produksi antibodi tersebut.
Tergantung pada tipe sel T mana yang paling dominan, maka produksi antibodi
spesifik oleh sel B dapat mengalami stimulasi atau supresi.
Kecenderungan penyakit tiroid otoimun terjadi pada satu keluarga telah
diketahui selama beberapa tahun terakhir. Beberapa hasil studi menyebutkan
adanya peran Human Leucocyte Antigen (HLA) tertentu terutama pada lokus B
dan D. Grumet dan kawan-kawan (1974) telah berhasil mendeteksi adanya HLAB8 pada 47% penderita penyakit Grave. Meningkatnya frekwensi haplotype HLAB8 pada penyakit Grave diperkuat pula oleh peneliti-peneliti lain. Studi terakhir
menyebutkan bahwa peranan haplotype HLA-B8 pada penyakit Grave berbedabeda diantara berbagai ras. Gray dan kawan-kawan (1985) menyatakan bahwa
peranan faktor lingkungan seperti trauma fisik, emosi, struktur keluarga,
kepribadian, dan kebiasaan hidup sehari-hari tidak terbukti berpengaruh
terhadap terjadinya penyakit Grave. Sangat menarik perhatian bahwa penyakit
Grave sering menjadi lebih berat pada kehamilan trimester pertama, sehingga
insiden tertinggi hipertiroid pada kehamilan akan ditemukan terutama pada
kehamilan trimester pertama. Sampai sekarang faktor penyebabnya belum
diketahui dengan pasti.
Pada usia kehamilan yang lebih tua, penyakit Grave mempunyai kecenderungan
untuk remisi dan akan mengalami eksaserbasi pada periode postpartum. Tidak
jarang seorang penderita penyakit Grave yang secara klinis tenang sebelum
hamil akan mengalami hipertiroid pada awal kehamilan. Sebaliknya pada usia
kehamilan yang lebih tua yaitu pada trimester ketiga, respons imun ibu akan
tertekan sehingga penderita sering terlihat dalam keadaan remisi. Hal ini
disebabkan karena terjadi perubahan sistem imun ibu selama kehamilan.
Pada kehamilan akan terjadi penurunan respons imun ibu yang diduga
disebabkan karena peningkatan aktifitas sel T supresor janin yang mengeluarkan
faktor-faktor supresor. Faktor-faktor supresor ini melewati sawar plasenta
sehingga menekan sistem imun ibu. Setelah plasenta terlepas, faktor-faktor
supresor ini akan menghilang. Hal ini dapat menerangkan mengapa terjadi
eksaserbasi hipertiroid pada periode postpartum. Setelah melahirkan terjadi
peningkatan kadar TSAb yang mencapai puncaknya 3 sampai 4 bulan
postpartum. Peningkatan ini juga dapat terjadi setelah abortus. Suatu survai
yang dilakukan oleh Amino dan kawan-kawan (1979-1980) menunjukkan bahwa
5,5% wanita Jepang menderita tiroiditis postpartum. Gambaran klinis tiroiditis
postpartum sering tidak jelas dan sulit dideteksi. Tiroiditis postpartum biasanya
terjadi 3-6 bulan setelah melahirkan dengan manifestasi klinis berupa hipertiroid
transien diikuti hipotiroid dan kemudian kesembuhan spontan. Pada fase
hipertiroid akan terjadi peningkatan kadar T4 dan T3 serum dengan ambilan
yodium radioaktif yang sangat rendah (0 2%). Titer antibodi mikrosomal

kadang-kadang sangat tinggi. Fase ini biasanya berlangsung selama 1 3 bulan,


kemudian diikuti oleh fase hipotiroid dan kesembuhan, namun cenderung
berulang pada kehamilan berikutnya. Terjadinya tiroiditis postpartum diduga
merupakan rebound phenomenon dari proses otoimun yang terjadi setelah
melahirkan.

Pengaruh hipertiroid terhadap kehamilan


Hipertiroid akan menimbulkan berbagai komplikasi baik terhadap ibu maupun
janin dan bayi yang akan dilahirkan.
Komplikasi-komplikasi tersebut antara lain :
Komplikasi terhadap ibu :
1. Payah Jantung
Keadaan hipertiroid dalam kehamilan dapat meningkatkan morbiditas ibu yang
serius, terutama payah jantung. Mekanisme yang pasti tentang terjadinya
perubahan hemodinamika pada hipertiroid masih simpang siur. Terdapat banyak
bukti bahwa pengaruh jangka panjang dari peningkatan kadar hormon tiroid
dapat menimbulkan kerusakan miokard, kardiomegali dan disfungsi ventrikel.
Hormon tiroid dapat mempengaruhi miokard baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Pengaruh langsung :
Hormon tiroid dapat mengakibatkan efek inotropik positip dan kronotropik positip
pada miokard melalui beberapa cara :
Komponen metabolisme :
Meningkatkan jumlah mitokondria
Meningkatkan sintesis protein terutama sintesis miosin yang menyebabkan
aktifitas ATPase miosin meningkat
Meningkatkan aktifitas pompa natrium pada sel-sel miokard
Meningkatkan ion kalsium miokard yang akan mempengaruhi interaksi aktinmiosin dan menghasilkan eksitasi kontraksi miokard
Menyebabkan perubahan aktifitas adenilsiklase sehingga meningkatkan
kepekaan miokard terhadap katekolamin.
Komponen simpul sinoatrial :
Terjadi pemendekan waktu repolarisasi dan waktu refrakter jaringan atrium,
sehingga depolarisasi menjadi lebih cepat. Hal ini menyebabkan takikardia sinus
dan fibrilasi atrium.

Komponen adrenoreseptor :
Pada hipertiroid, densitas adrenoreseptor pada jantung bertambah. Hal ini
dikarenakan pengaruh hormon tiroid terhadap interkonversi reseptor alfa dan
beta. Hipertiroid menyebabkan penambahan reseptor beta dan pengurangan
reseptor alfa.
Pengaruh tidak langsung :
Peningkatan metabolisme tubuh :
Hormon tiroid menyebabkan metabolisme tubuh meningkat dimana terjadi
vasodilatasi perifer, aliran darah yang cepat (hiperdinamik), denyut jantung
meningkat sehingga curah jantung bertambah.
Sistem simpato-adrenal :
Kelebihan hormon tiroid dapat menyebabkan peningkatan aktifitas sistem
simpato-adrenal melalui cara :
Peningkatan kadar katekolamin :
Meningkatnya kepekaan miokard terhadap katekolamin
Secara klinis akan terjadi peningkatan fraksi ejeksi pada waktu istirahat, dimana
hal ini dapat pula disebabkan oleh kehamilan itu sendiri.
Disfungsi ventrikel akan bertambah berat bila disertai dengan anemia,
preeklamsia atau infeksi. Faktor-faktor risiko ini sering terjadi bersamaan pada
wanita hamil. Davis,LE dan kawan-kawan menyebutkan bahwa payah jantung
lebih sering terjadi pada wanita hamil hipertiroid yang tidak terkontrol terutama
pada trimester terakhir.

2. Krisis tiroid
Salah satu komplikasi gawat yang dapat terjadi pada wanita hamil dengan
hipertiroid adalah krisis tiroid. Hal ini dapat terjadi karena adanya faktor-faktor
pencetus antara lain persalinan, tindakan operatif termasuk bedah Caesar,
trauma dan infeksi. Selain itu krisis tiroid dapat pula terjadi pada pasien-pasien
hipertiroid hamil yang tidak terdiagnosis atau mendapat pengobatan yang tidak
adekuat. Menurut laporan Davis LE dan kawan-kawan, dari 342 penderita
hipertiroid hamil, krisis tiroid terjadi pada 5 pasien yang telah mendapat
pengobatan anti tiroid, 1 pasien yang mendapat terapi operatif , 7 pasien yang
tidak terdiagnosis dan tidak mendapat pengobatan. Krisis tiroid ditandai dengan
manifestasi hipertiroid yang berat dan hiperpireksia. Suhu tubuh dapat
meningkat sampai 41oC disertai dengan kegelisahan, agitasi, takikardia, payah
jantung, mual muntah, diare,delirium, psikosis, ikterus dan dehidrasi.

C. Tiroiditis postpartum
Tiroiditis postpartum adalah suatu kelainan otoimun yang ditandai dengan
tirotoksikosis transient diikuti dengan hipotiroid, akibat infiltrasi limfositik
didalam kelenjar tiroid.
Gangguan faal tiroid pada keadaan ini bukan disebabkan karena adanya antibodi
terhadap reseptor TSH, melainkan karena terbentuknya antibodi antithyroid
peroxidase (anti TPO) pada awal kehamilan. Prevalensi tiroiditis postpartum
berbeda-beda tergantung posisi geografis dan ketersediaan iodium. Di Eropa
angka kejadiannya diperkirakan bervariasi dari 2 % sampai 8,7 %, namun angka
kejadiannya sangat tinggi (mencapai 25%) pada wanita-wanita yang sebelumnya
menderita DM tipe 1. Berdasarkan fakta ini , maka pada setiap wanita dengan
DM type 1 atau yang diketahui memiliki antiTPO yang positif, hendaklah
dievaluasi terhadap kemungkinan mengalami gangguan faal tiroid (pemeriksaan
kadar TSH) setiap 3 dan 6 bulan post partum.
Perjalanan penyakit tiroiditis postpartum yang klasik ditandai dengan 3 fase,
yaitu fase pertama, periode hipertiroid yang mulai terjadi 1 - 6 bulan setelah
melahirkan dan berakhir sekitar 1 - 2 bulan; fase kedua, periode hipotiroid yang
terjadi 4 - 6 bulan setelah melahirkan; dan fase ketiga, periode penyembuhan
yaitu sekitar 1 tahun setelah melahirkan. Pengobatan diberikan sesuai gambaran
klinis masing-masing fase diatas.
Gangguan faal tiroid pada tiroiditis post partum biasanya terjadi sementara, dan
kebanyakan wanita kembali eutiroid pada akhir tahun pertama setelah
melahirkan. Namun sebagian kecil (1 diantara 4 wanita) yang mengalami
tiroiditis postpartum, akan mengalami hipotiroid permanen. Oleh karena itu ,
direkomendasikan untuk setiap tahun dilakukan pemeriksaan kadar TSH pada
wanita-wanita yang memiliki riwayat tiroiditis post partum.

Komplikasi terhadap janin dan neonatus :


Untuk memahami patogenesis terjadinya komplikasi hipertiroid pada kehamilan
terhadap janin dan neonatus, perlu kita ketahui mekanisme hubungan ibu janin
pada hipertiroid.
Sejak awal kehamilan terjadi perubahan-perubahan faal kelenjar tiroid
sebagaimana dijelaskan sebelumnya, sedangkan kelenjar tiroid janin baru mulai
berfungsi pada umur kehamilan minggu ke 12-16. Hubungan ibu janin dapat
dilihat pada gambar dibawah ini :

TSH tidak dapat melewati plasenta, sehingga baik TSH ibu maupun TSH janin
tidak saling mempengaruhi. Hormon tiroid baik T3 maupun T4 hanya dalam
jumlah sedikit yang dapat melewati plasenta. TSI atau TSAb dapat melewati
plasenta dengan mudah.

Oleh karena itu bila kadar TSI pada ibu tinggi, maka ada kemungkinan terjadi
hipertiroid pada janin dan neonatus. Obat-obat anti tiroid seperti PTU dan Neo
Mercazole, zat-zat yodium radioaktif dan yodida, juga propranolol dapat dengan
mudah melewati plasenta.
Pemakaian obat-obat ini dapat mempengaruhi kehidupan dan perkembangan
janin. Pemakaian zat yodium radioaktif merupakan kontra indikasi pada wanita
hamil karena dapat menyebabkan hipotiroid permanen pada janin.
A. Hipertiroid janin dan neonatus :
Hipertiroid janin dapat terjadi karena transfer TSI melalui plasenta terutama bila
ibu hamil hipertiroid tidak mendapat pengobatan anti tiroid. Hipertiroid janin
dapat pula terjadi pada ibu hamil yang mendapat pengobatan hormon tiroid
setelah mengalami operasi tiroidektomi, sedangkan didalam serumnya kadar TSI
masih tinggi. Diagnosis ditegakkan dengan adanya peningkatan kadar TSI ibu
dan bunyi jantung janin yang tetap diatas 160 x per menit.
Kurang lebih 1% wanita hamil dengan riwayat penyakit Grave akan melahirkan
bayi dengan hipertiroid. Hipertiroid neonatus kadang-kadang tersembunyi,
biasanya berlangsung selama 2 sampai 3 bulan. Hipertiroid neonatus disertai
dengan mortalitas yang tinggi. Komplikasi jangka panjang pada bayi yang
bertahan hidup akan mengakibatkan terjadinya kraniosinostosis prematur yang
menimbulkan gangguan perkembangan otak. Kematian biasanya terjadi akibat
kelahiran prematur, berat badan lahir rendah dan penyakit jantung kongestif.
Diagnosis hipertiroid neonatus ditegakkan atas dasar gambaran klinis dan
laboratorium. Adanya struma, eksoftalmos dan takikardia pada bayi yang
hiperaktif dengan kadar tiroksin serum yang meningkat sudah cukup untuk
dipakai sebagai pegangan diagnosis. Namun dapat pula terjadi gambaran klinis
yang lain seperti payah jantung, hepatosplenomegali, ikterus dan
trombositopenia.
B. Hipotiroid janin dan neonatus
Penggunaan obat-obat anti tiroid selama kehamilan dapat menimbulkan struma
dan hipotiroid pada janin, karena dapat melewati sawar plasenta dan memblokir
faal tiroid janin. Penurunan kadar hormon tiroid janin akan mempengaruhi
sekresi TSH dan menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid.
Menurut Cooper DS, frekuensi struma pada neonatus akibat pengobatan anti
tiroid pada wanita hamil diperkirakan 10%. Davis LE dan kawan-kawan
melaporkan bahwa dari 36 ibu hamil hipertiroid yang diobati dengan anti tiroid,
terdapat 1 kasus neonatus yang mengalami struma dan hipotiroid. Cheron dan
kawan-kawan dalam penelitiannya melaporkan bahwa hanya 1 dari 11 neonatus
mengalami struma dan hipotiroid setelah ibunya mendapat terapi PTU 400 mg
perhari. Namun walaupun 10 neonatus lainnya berada dalam keadaan eutiroid,
terjadi pula penurunan kadar tiroksin dan peningkatan kadar TSH yang ringan.
Hal ini menunjukkan telah terjadi hipotiroid transien pada 10 neonatus tersebut.
Penyebab hipotiroid janin yang lain adalah pemberian preparat yodida selama

kehamilan. Dosis yodida sebesar 12 mg perhari sudah dapat menimbulkan


hipotiroid pada janin. Hipotiroid akibat pemakaian yodida ini akan menimbulkan
struma yang besar dan dapat menyumbat saluran nafas janin.
Untuk mendiagnosis hipotiroid pada janin, Perelman dan kawan-kawan
melakukannya dengan pemeriksaan contoh darah janin perkutan melalui
bantuan USG, yang menunjukkan kadar TSH yang tinggi dan kadar tiroksin yang
rendah.

III. Diagnosis
A. Gambaran klinis
Secara klinis diagnosis hipertiroid dalam kehamilan sulit ditegakkan, karena
kehamilan itu sendiri dapat memberikan gambaran yang mirip dengan
hipertiroid. Pada kehamilan normal dapat ditemukan pula manifestasi
hiperdinamik dan hipermetabolik seperti pada keadaan hipertiroid. Disamping itu
penambahan berat badan yang terjadi pada kehamilan dapat menutupi gejala
penurunan berat badan yang terjadi pada hipertiroid. Oleh karena itu pegangan
klinis untuk diagnosis sebaiknya jangan dipakai.
Walaupun demikian pada seorang penderita hipertiroid Grave yang sudah
dikenal, gambaran klinis yang klasik dapat dipakai sebagai pegangan diagnosis.
Tanda klinis yang dapat digunakan sebagai pegangan diagnosis adalah adanya
tremor, kelainan mata yang non infiltratif atau yang infiltratif, berat badan
menurun tanpa diketahui sebabnya, miksedema lokal, miopati dan onikolisis.
Semua keadaan ini tidak pernah terjadi pada kehamilan normal. Bila nadi
istirahat lebih dari 100 kali permenit dan tidak melambat dengan perasat
Valsalva, hal ini memberi kemungkinan kuat adanya hipertiropidisme. Pasienpasien dengan hipertiroid hamil dapat mengalami hiperemesis gravidarum yang
hanya dapat diatasi dengan obat-obat anti tiroid.
B. Laboratorium :
Kadar T4 dan T3 total
Kadar T4 total selama kehamilan normal dapat meningkat karena peningkatan
kadar TBG oleh pengaruh estrogen. Namun peningkatan kadar T4 total diatas
190 nmol/liter (15 ug/dl) menyokong diagnosis hipertiroid.
Kadar T4 bebas dan T3 bebas (fT4 dan fT3)
Pemeriksaan kadar fT4 dan fT3 merupakan prosedur yang tepat karena tidak
dipengaruhi oleh peningkatan kadar TBG.
Beberapa peneliti melaporkan bahwa kadar fT4 dan fT3 sedikit menurun pada
kehamilan, sehingga kadar yang normal saja mungkin sudah dapat menunjukkan
hipertiroid.

Indeks T4 bebas (fT4I)


Pemeriksaan fT4I sebagai suatu tes tidak langsung menunjukkan aktifitas tiroid
yang tidak dipengaruhi oleh kehamilan merupakan pilihan yang paling baik. Dari
segi biaya, pemeriksaan ini cukup mahal oleh karena dua pemeriksaan yang
harus dilakukan yaitu kadar fT4 dan T3 resin uptake (ambilan T3 radioaktif).
Tetapi dari segi diagnostik, pemeriksaan inilah yang paling baik pada saat ini.

Tes TRH
Tes ini sebenarnya sangat baik khususnya pada penderita hipertiroid hamil
dengan gejala samar-samar. Sayangnya untuk melakukan tes ini membutuhkan
waktu dan penderita harus disuntik TRH dulu.

TSH basal sensitif


Pemeriksaan TSH basal sensitif pada saat ini sudah mulai populer sebagai tes
skrining penderita penyakit tiroid. Bukan hanya untuk diagnosis hipotiroid, tetapi
juga untuk hipertiroid termasuk yang subklinis. Dengan pengembangan tes ini,
maka tes TRH mulai banyak ditinggalkan.
Thyroid Stimulating Immunoglobulin (TSI)
Pemeriksaan kadar TSI dianggap cukup penting pada penderita hipertiroid Grave
hamil. Kadar yang tetap tinggi mempunyai 2 arti penting yaitu :
Menunjukkan bahwa apabila obat anti tiroid dihentikan, kemungkinan besar
penderita akan relaps. Dengan kata lain obat anti tiroid tidak berhasil menekan
proses otoimun.
Ada kemungkinan bayi akan menjadi hipertiroid, mengingat TSI melewati
plasenta dengan mudah.

IV. Penatalaksanaan
Oleh karena yodium radioaktif merupakan kontra indikasi terhadap wanita hamil,
maka pengobatan hipertiroid dalam kehamilan terletak pada pilihan antara
penggunaan obat-obat anti tiroid dan tindakan pembedahan. Namun obat-obat
anti tiroid hendaklah dipertimbangkan sebagai pilihan pertama.
1. Obat-obat anti tiroid
Obat-obat anti tiroid yang banyak digunakan adalah golongan tionamida yang
kerjanya menghambat sintesis hormon tiroid melalui blokade proses yodinasi
molekul tirosin. Obat-obat anti tiroid juga bersifat imunosupresif dengan

menekan produksi TSAb melalui kerjanya mempengaruhi aktifitas sel T limfosit


kelenjar tiroid.
Oleh karena obat ini tidak mempengaruhi pelepasan hormon tiroid, maka
respons klinis baru terjadi setelah hormon tiroid yang tersimpan dalam koloid
habis terpakai. Jadi waktu yang dibutuhkan untuk mencapai keadaan eutiroid
tergantung dari jumlah koloid yang terdapat didalam kelenjar tiroid. Pada
umumnya perbaikan klinis sudah dapat terlihat pada minggu pertama dan
keadaan eutiroid baru tercapai setelah 4-6 minggu pengobatan.
Propylthiouracil (PTU) dan metimazol telah banyak digunakan pada wanita hamil
hipertiroid. Namun PTU mempunyai banyak kelebihan dibandingkan metimazol
antara lain :
PTU dapat menghambat perubahan T4 menjadi T3 disamping menghambat
sintesis hormon tiroid.
PTU lebih sedikit melewati plasenta dibandingkan metimazol karena PTU
mempunyai ikatan protein yang kuat dan sukar larut dalam air.
Selain itu terdapat bukti bahwa metimazol dapat menimbulkan aplasia cutis
pada bayi. Oleh karena itu, PTU merupakan obat pilihan pada pengobatan
hipertiroid dalam kehamilan.
Pada awal kehamilan sebelum terbentuknya plasenta, dosis PTU dapat diberikan
seperti pada keadaan tidak hamil, dimulai dari dosis 100 sampai 150 mg setiap 8
jam. Setelah keadaan terkontrol yang ditunjukkan dengan perbaikan klinis dan
penurunan kadar T4 serum, dosis hendaknya diturunkan sampai 50 mg 4 kali
sehari. Bila sudah tercapai keadaan eutiroid, dosis PTU diberikan 150 mg per hari
dan setelah 3 minggu diberikan 50 mg 2 kali sehari.
Pemeriksaan kadar T4 serum hendaknya dilakukan setiap bulan untuk
memantau perjalanan penyakit dan respons pengobatan. Pada trimester kedua
dan ketiga, dosis PTU sebaiknya diturunkan serendah mungkin.
Dosis PTU dibawah 300 mg per hari diyakini tidak menimbulkan gangguan faal
tiroid neonatus. Bahkan hasil penelitian Cheron menunjukkan bahwa dari 11
neonatus hanya 1 yang mengalami hipotiroid setelah pemberian 400 mg PTU
perhari pada ibu hamil hipertiroid. Namun keadaan hipertiroid maternal ringan
masih dapat ditolerir oleh janin daripada keadaan hipotiroid. Oleh karena itu
kadar T4 dan T3 serum hendaknya dipertahankan pada batas normal tertinggi.
Selama trimester ketiga dapat terjadi penurunan kadar TSAb secara spontan,
sehingga penurunan dosis PTU tidak menyebabkan eksaserbasi hipertiroid.
Bahkan pada kebanyakan pasien dapat terjadi remisi selama trimester ketiga,
sehingga kadang-kadang tidak diperlukan pemberian obat-obat anti tiroid.
Namun Zakarija dan McKenzie menyatakan bahwa walaupun terjadi penurunan
kadar TSAb selama trimester ketiga, hal ini masih dapat menimbulkan hipertiroid
pada janin dan neonatus. Oleh karena itu dianjurkan untuk tetap meneruskan

pemberian PTU dosis rendah (100-200 mg perhari). Dengan dosis ini diharapkan
dapat memberikan perlindungan terhadap neonatus dari keadaan hipertiroid.
Biasanya janin mengalami hipertiroid selama kehidupan intra uterin karena ibu
hamil yang hipertiroid tidak mendapat pengobatan atau mendapat pengobatan
anti tiroid yang tidak adekuat. Bila keadaan hipertiroid masih belum dapat
dikontrol dengan panduan pengobatan diatas, dosis PTU dapat dinaikkan sampai
600 mg perhari dan diberikan lebih sering, misalnya setiap 4 6 jam. Alasan
mengapa PTU masih dapat diberikan dengan dosis tinggi ini berdasarkan hasil
penelitian Gardner dan kawan-kawan bahwa kadar PTU didalam serum pada
trimester terakhir masih lebih rendah dibandingkan kadarnya post partum.
Namun dosis diatas 600 mg perhari tidak dianjurkan. Pemberian obat-obat anti
tiroid pada masa menyusui dapat pula mempengaruhi faal kelenjar tiroid
neonatus. Metimazol dapat dengan mudah melewati ASI sedangkan PTU lebih
sukar. Oleh karena itu metimazol tidak dianjurkan pada wanita yang sedang
menyusui. Setelah pemberian 40 mg metimazol, sebanyak 70 ug melewati ASI
dan sudah dapat mempengaruhi faal tiroid neonatus. Sebaliknya hanya 100 ug
PTU yang melewati ASI setelah pemberian dosis 400 mg dan dengan dosis ini
tidak menyebabkan gangguan faal tiroid neonatus. Menurut Lamberg dan kawankawan, PTU masih dapat diberikan pada masa menyusui asalkan dosisnya tidak
melebihi 150 mg perhari. Selain itu perlu dilakukan pengawasan yang ketat
terhadap faal tiroid neonatus.

2. Beta bloker
Gladstone melaporkan bahwa penggunaan propranolol dapat menyebabkan
plasenta yang kecil, hambatan pertumbuhan janin, gangguan respons terhadap
anoksia, bradikardia postnatal dan hipoglikemia pada neonatus.
Oleh karena itu propranolol tidak dianjurkan sebagai obat pilihan pertama jangka
panjang terhadap hipertiroid pada wanita hamil. Walaupun demikian cukup
banyak peneliti yang melaporkan bahwa pemberian beta bloker pada wanita
hamil cukup aman. Beta bloker dapat mempercepat pengendalian tirotoksikosis
bila dikombinasi dengan yodida. Kombinasi propranolol 40 mg tiap 6 jam dengan
yodida biasanya menghasilkan perbaikan klinis dalam 2 sampai 7 hari. Yodida
secara cepat menghambat ikatan yodida dalam molekul tiroglobulin (efek WolffChaikoff) dan memblokir sekresi hormon tiroid. Namun pengobatan yodida
jangka panjang dapat berakibat buruk karena menyebabkan struma dan
hipotiroid pada janin. Sebagai pengganti dapat diberikan larutan Lugol 5 tetes 2
kali sehari, tapi tidak boleh lebih dari 1 minggu.

3. Tindakan operatif
Tiroidektomi subtotal pada wanita hamil sebaiknya ditunda sampai akhir
trimester pertama karena dikawatirkan akan meningkatkan risiko abortus

spontan. Lagipula tindakan operatif menimbulkan masalah tersendiri, antara


lain :
Mempunyai risiko yang tinggi karena dapat terjadi komplikasi fatal akibat
pengaruh obat-obat anestesi baik terhadap ibu maupun janin.Dapat terjadi
komplikasi pembedahan berupa paralisis nervus laryngeus, hipoparatiroid dan
hipotiroid yang sukar diatasi.Tindakan operatif dapat mencetuskan terjadinya
krisis tiroid.
Pembedahan hanya dilakukan terhadap mereka yang hipersensitif terhadap
obat-obat anti tiroid atau bila obat-obat tersebut tidak efektif dalam mengontrol
keadaan hipertiroid serta apabila terjadi gangguan mekanik akibat penekanan
struma. Sebelum dilakukan tindakan operatif, keadaan hipertiroid harus
dikendalikan terlebih dahulu dengan obat-obat anti tiroid untuk menghindari
terjadinya krisis tiroid. Setelah operasi, pasien hendaknya diawasi secara ketat
terhadap kemungkinan terjadinya hipotiroid. Bila ditemukan tanda-tanda
hipotiroid, dianjurkan untuk diberikan suplementasi hormon tiroid.

V. Simpulan

Hipertiroid dalam kehamilan lebih sering disebabkan oleh penyakit Grave yang
merupakan penyakit otoimun.
Diagnosis hipertiroid dalam kehamilan secara klinis sulit ditegakkan, oleh karena
itu perlu dibantu dengan pemeriksaan laboratorium penunjang.
Pemeriksaan laboratorium yang paling ideal adalah pemeriksaan fT4I, karena
tidak dipengaruhi oleh proses kehamilan.
Prioritas penatalaksanaan hipertiroid dalam kehamilan adalah dengan pemberian
obat-obat anti tiroid dan PTU merupakan obat pilihan yang paling aman.
Propranolol dan preparat yodida hanya diberikan sebagai tambahan pada
keadaan hiperdinamik dan hipermetabolik yang berat dan tidak boleh diberikan
lebih dari 1 minggu.
Tindakan operatif hanya dilakukan pada keadaan-keadaan :
Hipersensitif terhadap obat-obat anti tiroid
Obat anti tiroid tidak efektif dalam mengendalikan keadaan hipertiroidnya
Terjadi gangguan mekanik akibat penekanan struma
Tindakan operatif sebaiknya ditunda sampai akhir trimester pertama.
Terapi dengan yodium radioaktif merupakan kontraindikasi pada wanita hamil
karena dapat menimbulkan hipotiroid permanen pada janin.

Daftar pustaka

Alex Stagnaro-Green, et.al. Guidelines of the American Thyroid Association for


the Diagnosis and Management of Thyroid Disease During Pregnancy and
Postpartum. Thyroid 2011;21(10):1081-1121.
Cheron RG. Neonatal thyroid function after PTU therapy for maternal Graves
disease. N Engl J Med.1981;304:525-528.
Davis LE. Thyrotoxicosis complicating pregnancy.Am J Obstet
Gynecol.1989;160:63-70.
Burrow GN, Fisher DA, Larsen PR. Maternal and fetal thyroid function. N Engl J
Med 1994;331:10728.
Glinoer D. The Regulation of Thyroid Function in Pregnancy: Pathways of
Endocrine Adaptation from Physiology to Pathology. Endocr Rev.1997;l8(3):404433.
Lazarus JH. Hyperthyroidism during pregnancy: etiology, diagnosis and
management. Womens Health 2005;1:97-104
Casey BM, Dashe JS, Wells CE, McIntire DD, Leveno KJ, Cunningham FG.
Subclinical hyperthyroidism and pregnancy outcomes. Obstet Gynecol
2006;107:337-41.
Glinoer D. Thyroid dysfunction in the pregnant patient. (Chapter 14.) In: Thyroid
disease manager. 2007. www.thyroidmanager.org/ Chapter14/14-frame.htm
Laurberg P, et.al. Management of Graves hyperthyroidism in pregnancy: focus
on both maternal and foetal thyroid function, and caution against surgical
thyroidectomy in pregnancy. European Journal of Endocrinology 2009;160: 18.
Meczekalski B, Czyz

Hipertiroid adalah suatu kondisi dimana suatu kelenjar tiroid yang terlalu aktif
menghasilkan suatu jumlah yang berlebihan dari hormon-hormon tiroid yang
beredar dalam darah.

Thyrotoxicosis adalah suatu kondisi keracunan yang disebabkan oleh suatu


kelebihan hormon-hormon tiroid dari penyebab mana saja.

Thyrotoxicosis dapat disebabkan oleh suatu pemasukan yang berlebihan dari


hormon-hormon tiroid atau oleh produksi hormon-hormon tiroid yang berlebihan
oleh kelenjar tiroid.

Penyebab-Penyebab Hipertiroid

Beberapa penyebab-penyebab umum dari hipertiroid termasuk :

Penyakit Graves
Functioning adenoma (hot nodule) dan toxic multinodular Goiter (TMNG)
Pemasukan yang berlebihan daru hormon-hormon tiroid.
Pengeluaran yang abnormal dari TSH
Tirioditis (peradangan kelenjar tiroid)
Pemasukan yodium yang berlebihan
Gejala-Gejala Hipertiroid

Hipertiroid diindikasikan oleh beberapa tanda-tanda dan gejala-gejala


bagaimanapun pasien dengan penyakit yang ringan biasanya tidak mengalamii
gejala-gejala. Pada pasien-pasien yang lebih tua dari 70 tahun, tanda-tanda dan
gejala-gejala. Pada pasien-pasien yang lebih tua, tanda-tanda dan gejala yang
khas mungkin uga tidak hadir. Pada umumnya gejala-gejala menjadi lebih jelas
ketika gejala hipertiroid meningkat.gejala-gejala biasanya berkaitan dengan
suatu peningkatan kecepatan metabolisme pada tubuh kita.

Gejala-gejala umum termasuk :

Keringat berlebihan
Ketidak toleran terhadap panas
Pergerakan-pergerakan usus besar yang meningkat
Gemetaran
Kegelisahan
Denyut jantung yang cepat

Penurunan berat badan


Terlalu lelah
Konsentrasi yang menurun
Aliran menstruasi yang tidak teratur dan sedikit.
Pada pasien-pasien tua, irama-irama jatun yang tidak teratur dan gagal jantung
dapat terjadi. Pada bentuk yang paling parahnya, hipertiroid yang tidak dirawat
mungkin berakibat pada, tyroid storm, suatu kondisi yang melibatkan darah
tinggi, demam, dan gagal jantung. Perubahan-perubahan mental, seperti
kebngungan dan kegila-gilaan, juga mungkin terjadi.

Hipertiroid pada kehamilan

Hipertiroid pada kehamilan adalah hiperfungsi kelenjar tiroid ditandai dengan


naiknya metaolisme basal 15-20%, kadangkala disertai pembesaran ringan
kelenjar tiroid. Penderita hipertiroid biasanya mengalami gangguan haid atau
kemandulan. Kadang juga terjadi kehamilan atau timbul penyakit baru, timbul
dalam masa kehamilan. Kejadian penyakit ini diperkirakan 1:1000 dan dalam
kehamilan umumnya disebabkan oleh adenoma tunggal. Pasien dengan penyakit
primer ini mungkin mengidap batu ginjal, penyakit tulang atau tanpa gejala.

Hipertiroid akan sulit terdeteksi pada ibu hamil karena gejalanya sulit dibedakan
dan sama dengan kehamilan normal.

Penyakit Graves adalah salah satu tipe hipertiroid, diperkirakan adalah suatu
penyakit autominum, diwariskan. Gejala klinis penyakit Graves adalah banyak
berkeringat, suka dingin, suka berdebar, kedua tangan yang sering bergetar,
nadi cepat adalah konsekuensi dari hipertiroidisme.

Ibu hamil yang menderita penyakit Graves biasanya akan diminta mengurangi
terapi yang diterima saat kehamilan.
Penanganan yang kurang atas hipertiroid dapat menyebabkan kelahiran sebelum
waktu dan komplikasi serius seperti preklampsia
Pemeriksaan penyakit tiroid selama kehamilan.

American thyroid Association merekomendasikan pemeriksaan pada wanita


dengan resiko tinggi seperti tersebut dibawah sebelum atau selama kehamilan.

Ibu atau wanita dengan sejarah penyakit tiroid / gondok atau pernah melakukan
bedah tiroid ibu/wanita dengan sejarah keluarga pernah menderita penyakit
gondok.
Ibu/wanita yang membawa antibdi tiroid
Ibu/wanita dengan gejala klinis hipertiroid atau hipotiroid.
Ibu/wanita denagan diabetes tipe 1
Ibu/wanita dengan kelainan gondok.
Ibu/wanita dengan kelainan aotuimun.
Ibu/wanita yang tidak subur/infertil
Ibu/wanita yang pernah melakukan terapi kepala atau radiasi pada leher.
Ibu/atau wanita dengan sejarah keguguran atau kelahirann premature.
Dari sana dokter dapat menyarnkn suatu langkah apa seharusnya berikutnya.
Ingat bahwa penyakit tiroid sangat umum. Dan ditangan paramedis yang
berpengalaman, penyakit yang menyebabkan suatu kelebihan/ kekurangan
hormon-hormon tiroid ini dapat dengan mudah didiagnose dan dirawat.

Anda mungkin juga menyukai