Anda di halaman 1dari 20

BAB I

STATUS PASIEN
A.ANAMNESIS
I. Identitas Pasien
Nama

: An. SM

Umur

: 5 Tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Alamat

: Wates 02/18 Gebyog Mojogedang Karanganyar

Tanggal Masuk

: 22 Juli 2013

Tanggal Periksa

: 22 Juli 2013

Status Pembayaran

: Jamkesmas

II. Keluhan Utama


Kencing dari pangkal penis
III. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh kencing keluar dari pangkal penis. Keluhan baru disadari sejak 1
tahun yang lalu. Keluhan menetap dan selalu muncul setiap kencing. Pasien kencing
dengan lancar. Arah aliran kencing ke bawah. Saat ureksi, penis tidak lurus. Pasien tidak
mengeluh nyeri saat kencing.
Enam bulan yang lalu pasien memeriksakan diri ke RS dr.OEN dan menjalani operasi
tahap I di RS dr.OEN. Setelah operasi lubang kencing masih di pangkal penis tetapi saat
ureksi sudah lurus. Pasien diberi tahu bahwa membutuhkan operasi 2 kali. Pasien datang
ke RSDM untuk menjalani operasi tahap II. Pasien memilih operasi kedua di RSDM
karena ingin menggunakan fasilitas jamkesmas.
IV. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat alergi obat

: disangkal

Riwayat mondok sebelumnya : (+) 6 bulan yang lalu operasi chordectomy


V. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat alergi obat

: disangkal
1

Riwayat hipertensi

: disangkal

Riwayat diabetes mellitus

: disangkal

Riwayat penyakit jantung

: disangkal

Riwayat keluhan yang sama : (+) saudara kembar


VI. Riwayat Kelahiran
Usia kehamilan

: 7 bulan

Berat badan lahir

: 1900 gram

Usia ibu saat melahirkan

: 21 tahun

VII. Riwayat Kehamilan dan Prenasi


Riwayat ANC

: rutin di bidan setempat

Riwayat sakit saat hamil

: disangkal

Riwayat konsumsi jamu saat hamil

: disangkal

VIII. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien adalah seorang anak dari 3 bersaudara. Ayah pasien bekerja sebagai
petani. Ibu pasien adalah ibu rumah tangga. Pasien berobat ke RSDM dengan fasilitas
Jamkesmas.
IX. Riwayat Imunisasi
Pasien telah mendapatkan imunisasi lengkap sesuai dengan usianya yaitu Hep
B, BCG, polio, DPT, dan campak.
X. Genogram
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
: Saudara kembar pasien
menderita keluhan yang
sama

B. PEMERIKSAAN FISIK
a.Keadaan umum : compos mentis, pasien tampak baik, gizi kesan baik
BB

: 19,5 kg

TB

: 114 cm

b. Vital sign

: 36,7 C per aksier

: 88 kali per menit, regular, simetris, isi dan tegangan cukup

RR

: 24 x/menit

TD

: 90/60 mmHg

b. Kepala

: mesocephal

c. Mata

: konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (3mm/3mm),

d. Telinga

: sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), nyeri tragus (-/-).

e. Hidung

: bentuk asimetris, napas cuping hidung (-), secret (-), keluar darah (-).

f. Mulut

: gusi berdarah (-), lidah kotor (-), jejas (-), maloklusi (-).

g. Leher

: pembesaran tiroid (-), pembesaran limfonodi (-), nyeri tekan (-), JVP
tidak meningkat.

h. Thorak

: bentuk normochest, ketertinggalan gerak (-).

i. Jantung
Inspeksi

: ictus cordis tidak tampak.

Palpasi

: ictus cordis tidak kuat angkat.

Perkusi

:batas jantung kesan tidak melebar.

Auskultasi

:bunyi jantung I-II intenstas normal, regular, bising (-).

j. Pulmo
Inspeksi

: pengembangan dada kanan sama dengan kiri.

Palpasi

: fremitus raba kanan sama dengan kiri

Perkusi

: sonor/sonor.

Auskultasi

: suara dasar vesikuler (+/+) normal, suara tambahan (-/-).

k. Abdomen
Inspeksi

: distended (-)

Perkusi

: timpani

Palpasi

: supel, nyeri tekan (-), defance muscular (-)

Auskultasi

: bising usus (+) normal

l. Genitourinaria

: BAK pada pangkal penis, BAK darah (-), BAK nanah (-),
nyeri BAK (-).
3

m. Muskuloskletal

: nyeri pada anggota gerak(-) , kelemahan pada anggota


gerak(-), ROM terbatas pada anggota gerak(-)

n. Ekstremitas
Akral dingin

Oedema

II. Status Lokalis


Regio Genitalis
Inspeksi

: lubang kencing pada pangkal penis,


fibrotic (-), testis 2 buah,
bentuk penis lurus

Palpasi

: nyeri tekan (-)

C. Pemeriksaan Penunjang
Hb

: 11,9 g/dl

Hct

: 35%

AL

: 6,1 ribu/ul

AT

: 378 ribu/ul

AE

: 4,31 juta/ul

Gol. Darah: B
SGOT : 13 detik
SGPT : 28,3 detik
HbsAg : nonreaktif
D. Assasment
Hipospadia tipe penoscrotal post chordectomi
E. Planing
Pro urethroplasty

BAB II
4

TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Hipospadia merupakan salah satu kelainan congenital yang sering ditemui,
kemungkinannya sekitar 1:250 samapi 1:300 pada bayi baru lahir. Pada pasien dengan
hipospadia yang berat, kadang tampak seperti ambiguous genitalia. Mengakibatkan stres
emosional dan beban psikologis bagi orang tua, dan menjadi pertanyaan mengenai jenis
kelamin anak mereka. (Baskin, 2000)
Hipospadia, merupakan konsekuensi dari suatu fusi yang tidak lengkap, kulit uretra
terdapat pada sisi alur uretra pada permukaan tengah dari lubang kelamin. Pada 8 minggu
perkembangan janin terjadi deferensiasi alat kelamin. Setelah itu, pada pria, tepi medial
dari lipatan uretra secara progresif menyatu di garis tengah pada ventrum dari lubang
kelamin; uretra penis benar-benar tertutup pada minggu ke 14. Kelenjar dari uretra
dibentuk pada minggu ke 16, namun mekanisme yang mendasari langkah ini masih
kontroversial. Organogenesis uretra sebagian besar tergantung oleh hormone androgen.
Testosterone diproduksi oleh sel Leydig janin di kompartemen testis interstisial dan
kemudian dikonversi dalam kulit kelamin menjadi dihidrotestosteron (DHT), yang
bertindak sebagai pengikat reseptor androgen. Hipospadia adalah contoh virilisasi
lengkap di mana meatus uretra normal ditempatkan pada bagian ventral penis bukan
ujung glansFungsi lainnya dari hormone androgen adalah diferensiasi alat kelamin lakilaki seperti fusi lipatan labioscrotal, pembesaran lubang kelamin, dan penurunan testis.
(Rey, 2005)

2. Anatomi

3. Etiologi
Hipospadia hasil dari fusi yang tidak lengkap dari lipatan uretra terjadi pada usiua
kehamilan pada minggu ke 8 dan ke 14. Diferensiasi seksual laki-laki pada umumnya
tergantung pada hormone testosteron, dihydrotestosteron, dan ekspresi reseptor androgen
oleh sel target. Gangguan dalam keseimbangan sistem endokrin baik faktor-faktor
endogen atau eksogen dapat menyebabkan hipospadia. Indikasi untuk beberapa faktor
risiko lain juga telah dilaporkan. Namun, etiologi hipospadia masih belum diketahui.
(Brouwers, 2006)
8

a. Metabolisme Androgen
Diferensiasi seksual yang normal tergantung pada testosteron dan metabolismenya
bersamaan dengan kehadiran reseptor androgen fungsional. Gangguan genetik dalam
jalur metabolisme androgen (misalnya disfungsi 5 -alfa-reduktase II atau gangguan
reseptor androgen) dapat menyebabkan hipospadia. Meskipun kelainan dalam
metabolisme androgen dapat menyebabkan hipospadia yang berat, namun tidak dapat
menjelaskan etiologi terjadinya hipospadia yang sedang dan ringan. (Baskin, 2000)
b. Sinyal Seluler Abnormal
Hipotesis lain mengenai hipospadia adalah adanya abnormalitas dari perantara
seluler selama perkembangan alat kelamin. Hipotesis ini berdasarkan penemuan
terjadi perubahan diferensiasi otot halus pada perkembangan genitalia pria dan
wanita. (Baskin, 2000)

c. Gangguan Endokrin
Salah satu penyebab hipospadia kemungkinan disebabkan adanya kontaminasi
lingkungan, dimana dapat mengintervensi jalur androgen yang normal dan dapat
mengganggu sinyal seluler. Hal ini dapat diketahui dari beberapa bahan yang seing
dikonsumsi oleh manusia yang banyak mengandung aktivitas estrogen, seperti pada
insektisida yang sering digunakan untuk tanaman, estrogen alami pada tumbuhan,
produk-produk plastic, dan produk farmasi. Selain itu, banyak bahan logam yang
digunakan untuk industry makanan, bagian dalamnya dilapisi oleh bahan plastic yang
mengadung substansi estrogen. Substansi estrogen juga dapat ditemukan pada air laut
dan air segar, namun jumlahnya hanya sedikit. Ketika estrogen tersebut masuk ke
dalam tubuh hewan, jumlah estrogen paling tinggi berada pada puncak rantai
makanan, seperti ikan besar, burung, mamalia laut dan manusia, sehingga
menyebabkan kontaminasi estrogen yang cukup besar. Pada beberapa spesies,

kontaminasi estrogen dapat mempengaruhi fungsi reproduksi dan kesehatan. Sebagai


contoh, terjadi penipisan kulit telur karena pengaruh estrogen. (Baskin, 2000)
d. Faktor Genetik
Usia ibu saat melahirkan dapat menjadikan salah satu factor resiko terjadinya
hipospadia. Sebuah langsung korelasi terlihat antara usia ibu yang tua dengan
meningkatkan kejadian hipospadia, dan lebih ditandai dengan bentuk parah dari cacat
lahir. (Fisch, 2001)
4. Klasifikasi
Pembagian hipospadia berdasarkan anatomi :
a. Anterior
Dimana meatus tampak pada bagian inferior dari glands penis. (Wang, 2008)
b. Coronal
Dimana meatus tampak pada alur batang penis. (Wang, 2008)
c. Distal
Dimana meatus tampak pada bagian bawah batang penis. (Wang, 2008)

Pembagian hipospadia berdasarkan kesulitan rekonstruksi :


a. Hipospadia pada bagian distal korpus spongiosum dengan sedikit atau tidak ada
kelengkungan ventral (Snodgrass, 2010)
b. Hipospadia pada bagian proksimal spongiosum dengan kelengkungan ventral yang
ditandai dengan perkembangan jaringan ventral yang sedikit, dan kadang-kadang
terkait dengan perkembangan asimetris dari corpora cavernosa (Snodgrass, 2010)
c. Hipospadia cacat yang sudah menjalani beberapa prosedur dan meninggalkan jaringan
bekas luka. (Snodgrass, 2010)
5. Patofisiologi
Perkembangan uretra secara genetik dipengaruhi oleh diferensiasi sel, aktivitas
hormonal dan enzimatik, serta transformasi jaringan. Sebelum minggu ke-7 kehamilan,
struktur gential antara pria dan wanita tidak dapat dibedakan. Setelah itu, terjadi
diferensiasi jaringan, termasuk pemanjangan lubang kelamin, pembentukan uretra penis,
dan pengembangan kulit preputium, dipengaruhi oleh ada atau tidak adanya androgen dan
sinyal dari gen SRY-. Penelitian yang lebih baru mendukung teori diferensiasi
endodermal. Menurut teori ini, seluruh uretra berasal dari sinus urogenital. Perkembangan
10

terus-menerus uretra ke tuberkulum genital diikuti oleh fusi ventral lipatan uretra.
Gangguan pada metabolisme androgen, misalnya, 5-Reduktase defisit, cacat dari
reseptor androgen, atau cacat gen adalah faktor etiologi mungkin untuk hypospadia, yang
hanya ditemukan pada <5% dari pasien. (Djacovic, 2008)
6. Diagnosis
Ketika pasien pertama kali datang, pertanyaan dibuat mengenai riwayat obat-obatan
di awal kehamilan, riwayat keluarga, arah dan kekuatan aliran kemih dan adanya
penyemprotan pada saat buang air kecil. Pemeriksaan fisik meliputi kesehatan umum dan
perkembangan pertumbuhan dengan perhatian khusus pada sistem saluran kemih seperti
pembesaran salah satu atau kedua ginjal dan amati adanya cacat lahir lainnya. Khas pada
hipospadia adalah meatus uretra pada bagian ventral dan perselubungan pada daerah
dorsal serta terdapat defisiensi kulit preputium, dengan atau tanpa chordee dan hipospadia
berat berupa suatu skrotum bifida. Ukuran meatus uretra dan kualitas dinding uretra
(corpus spongiosum) pada proksimal meatus juga berbeda. Derajat hipospadia sering
digambarkan sesuai dengan posisi meatus uretra dalam kaitannya dengan penis dan
skrotum. Ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati untuk kemungkinkunan timbul
keraguan karena dengan adanya chordee yang signifikan. Sebuah meatus yang berada di
wilayah subcoronal mungkin sebenarnya juga sangat dekat dengan persimpangan
penoscrotal dan karena itu setelah koreksi chordee, meatus akan surut ke daerah
proksimal batang penis memerlukan rekonstruksi uretra yang luas. Sebaliknya, meatus
yang terletak di wilayah subcoronal dalam ketiadaan chordee cocok dengan hipospadia
ringan. Oleh karena itu karena kehadiran chordee yang signifikan, posisi meatus uretra
harus dijelaskan dalam kaitannya dengan persimpangan penoscrotal dan korona. Tingkat
chordee dapat secara akurat dinilai dengan induksi ereksi dengan mengompresi
kavernosum terhadap rami pubis. Kehadiran satu atau kedua testis di skrotum harus
dicatat. Pada sebagian besar kasus, pasien dengan testis hipospadia ringan sampai sedang
dan kedua testis yang dapat turun secara genotif adalah laki-laki normal. Namun dalam
kasus hipospadia yang berat, terutama bila dikaitkan dengan testis yang tidak turun baik
unilateral atau bilateral, muncul pertanyaan tentang interseks. (Man, 1985)
Beberapa
pemeriksaan
penunjang
yang
dapat

dilakukan

yaitu urethtroscopy dan cystoscopy untuk memastikan organ-organ seks internal terbentuk
secara

normal. Excretory

urography dilakukan

untuk

mendeteksi

ada

tidaknya

abnormalitas kongenital pada ginjal dan ureter. (Cafici, 2002)


7. Diagnosis Banding
11

Hipospadia yang terkait dengan pemisahan dari kantung skrotum, testis yang tidak
turun (UTD), alat kelamin yang belum jelas (ambiguous genitalia),, dan hernia inguinalis
(mengandung gonad). (Pai, 2007)
8. Pengobatan
Bedah rekonstruksi mungkin terapi pilihan untuk hipospadia. Tujuan utama dari
rekonstruksi adalah untuk membuat celah vertikal meatus, untuk meluruskan penis pada
kasus kelengkungan dan menghasilakn bentuk yang baik secara kosmetik. Aspek penting
lainnya untuk rekonstruksi adalah untuk menghindari penis yang memendek dan
penggunaan kulit yang optimal tanpa menggunakan kulit scrotum untuk menutup penis.
Usia optimal untuk koreksi hypospadia adalah antara usia 6 dan 24 bulan. Adanya
dihidrotestosteron memungkinkan untuk mengoptimalkan ukuran penis pada usia awal
bila dilakukan operasi. Dalam sebagian besar kasus, operasi dapat dilakukan dalam satu
langkah. Operasi dua-langkah jarang dilakukan, misalnya dalam kasus, insufisiensi dari
kulit uretra atau hipoplasia kulit seperti yang sering ditemukan dalam hipospadia pasca
operasi. Operasi hipospadia mengikuti langkah: meluruskan penis (orthoplasty),
rekonstruksi dari uretra (urethroplasty), rekonstruksi meatus (meatoplasty), rekonstruksi
kelenjar (glanuloplasty) dan rekonstruksi kulit penis serta skrotum bila diperlukan.
(Djakociv, 2008)
a. Hipospadia Anterior
Teknik yang dilipih untuk hipospadia anterior tergantung pada posisi anatomi dari
penis yang hipospadia. Teknik yang paling sering digunakan adalah MAGPI (meatal
advance glansplasty), GAP (glans approximation procedure), metode Mathieu atau
disebut flip-flap dan incise pipa uretroplasti. (Baskin, 2000)
1) Teknik MAGPI (meatal advance glansplasty)

12

Teknik MAGPI dirancang oleh Duckett pada tahun 1981 (20). Teknik ini akan
memberikan hasil yang maksimal jika pasien mengikuti dengan tepat. Penis
dengan hipospadia yang cocok untuk dilakukan MAGPI adalah dengan jaringan
pada punggung dalam glands yang mengalirkan urin baik dari koronal atau sedikit
ke meatus subcoronal. Setelah pasien tertidur, uretra itu sendiri harus memiliki
dinding ventral yang normal, tanpa ada bagian yang tipis atau atresia uretra
spongiosum. Uretra juga harus menjadi mobile sehingga dapat maju ke glands.
(Baskin, 2000)
2) Teknik GAP (glans approximation procedure)

13

Prosedur GAP berlaku pada pasien dengan hipospadia anterior kecil yang
memiliki alur glands luas dan mendalam. Pada pasien ini tidak memiliki jembatan
jaringan kelenjar yang biasanya mngalirkan aliran kemih, seperti yang terlihat
pada pasien yang akan lebih tepat diobati dengan teknik MAGPI. Dalam teknik
GAP, uretra yang berlubang lebar akan dilakukan tubularisasi primer dengna
mnggunakan stent. (Baskin, 2000)
3) Incisi Tubularirasi Urethroplasty

Secara historis, jika alur uretra tidak cukup lebar untuk tubularisasi di situ,
seperti pada teknik GAP atau prosedur Thiersch Duplay, kemudian pendekatan
alternatif seperti Mathieu atau untuk penanganan hipospadia yang lebih parah,
flap pedikel dengan vascularisasi bias dilakukan. Baru-baru ini konsep sayatan di
kulit uretra dan dilakukannya tubularisasi dan penyembuhan sekunder telah
diperkenalkan oleh Snodgrass. Hasil jangka pendek sangat baik dan prosedur ini
memiliki popularitas yang luas. Salah satu aspek yang menarik adalah adanya
celah yang menyerupai meatus, yang dibuat dengan sayatan pertengahan garis
punggung. Baru-baru ini, teknik ini telah diterapkan untuk bentuk-bentuk
hipospadia posterior. Secara teoritis, ada kekhawatiran tentang kemungkinan
stenosis meatus dari jaringan parut, dimana sering terjadi striktur uretra pada

14

pasien dengan urethrotomy internal yang sering menyebabkan striktur berulang.


Pada hipospadia, pada jaringan dengan suplai darah yang sangat baik dan aliran
pembuluh darah yang besar, tampaknya dapat merespon baik terhadap sayatan
primer dan sekunder pada penyembuhan tanpa meninggalkan bekas luka. (Baskin,
2000)
Pada perbaikan hipospadia distal, meskipun tingkat morbiditas relative rendah,
hasil kosmetik yang mungkin sulit untuk menilai dan memuaskan dalam proporsi
yang signifikan, terutama setelah perbaikan Mathieu.
4) Hipospadia Posterior

Kita sudah cukup puas dengan teknik onlay island flap untuk hipospadia untuk
kasus pada hipospadia pada batang penis dan kasus-kasus yang lebih parah dari
hipospadia. Onlay island flap telah berhasil diuji dengan hasil jangka panjang
yang sangat baik. Tidak membuang kulit uretra pada teknik onlay island flap telah
menyingkirkan striktur anastomosis bagian proksimal dan telah mengurangi
kejadian formasi fistula. Ketika kelengkungan penis diperlukan, dapat dikoreksi
dengan lipatan punggung. Laporan terbaru telah memperkenalkan teknik standar
dan variasi yang lebih halus. Kadang-kadang operasi yang luas diperlukan dan
dalam beberapa kasus, beberapa operasi menyebabkan hasil yang kurang optimal
pada beberapa anak, pasien kemudian diklasifikasikan sebagai " cacat hipospadia
". Untuk hipospadia yang sangat parah, kulit preputium yang dapat dirancang
sebagai gaya tapal kuda untuk menjembatani jarak yang luas. (Baskin, 2000)
Operasi hipospadia merupakan salah satu masalah yang paling sering dibicarakan bagi
ahli bedah rekonstruktif, dan ahli bedah urolog, dan pediatrik karena tingkat komplikasi
yang tinggi. Faktanya ada sekitar 250 operasi yang berbeda untuk mengelola masalah
rumit, yang menunjukkan bahwa tidak ada operasi tunggal yang disukai oleh semua ahli
bedah di dunia karena tidak ada teknik tunggal memberikan hasil baik yang seragam. Satu
15

tahap perbaikan secara alami disukai karena trauma post operasi berkurang, tidak ada
bekas luka pada kulit, menurunkan jumlah rawat inap dan lebih ekonomis. Tapi ahli
bedah tertentu tetap yakin ada keterbatasan dan kelemahan dari operasi satu langkah dan
terus berlatih operasi dua tahap. (Ismail, 2009)
Hormon yang terlibat dalam fungsi testis (gonadotropin, androgen) umumnya tidak
terpengaruh baik pada anak-anak atau orang dewasa. Namun, data menunjukkan faktor
epidemiologis, klinis, dan biologis dapat merupakan factor risiko untuk kesuburan:
insiden tinggi gangguan migrasi testis, kelainan histologis hasil tes seperti
hypospermatogenesis, dan insidensi konsentrasi spermatozoa rendah yang tinggi.
Terakhir, belum ada evaluasi kejadian infertilitas pada populasi pasien dengan hipospadia
yang baik dioperasikan pada anak-anak atau yang tidak menjalani bedah perbaikan.
(Mieusset, 2005)
9. Komplikasi
a. Fistula
Fistula uretrokutan merupakan masalah utama yang sering muncul pada operasi
hipospadia. Fistula jarang menutup spontan dan dapat diperbaiki dengna penutupan
berlapis dari flap kulit lokal. Dilakukan fistuloraphy. (Arap, 2000)
Pembentukan fistula sebagian besar di persimpangan neourethra dengan uretra
asli, dan frekuensi tinggi di kasus hipospadia proksimal. (Ahmed, 2010)
b. Stenosis meatus
Stenosis atau menyempitnya meatus uretra dapat terjadi. Adanya aliran air seni
yang mengecil dapat menimbulkan kewaspadaan atas adanya stenosis meatus. (Arap,
2000)
Masalah teknis seperti pembuatan meatus lumen yang sempit atau terlalu ketat
glanuloplasty dapat menjadi penyebab stenosis meatus. (Ahmed, 2010)
c. Striktur
Keadaan ini dapat berkembang sebagai komplikasi jangka panjang dari operasi
hipospadia. Keadaan ini dapat diatasi dengan pembedahan, dan dapat membutuhkan
insisi, eksisi atau reanastomosis. (Arap, 2000)
d. Divertikula
Divertikula uretra dapat juga terbentuk ditandai dengan adanya pengembangan
uretra saat berkemih. Striktur pada distal dapat mengakibatkan obstruksi aliran dan
berakhir pada divertikula uretra. Divertikula dapat terbentuk walaupun tidak terdapat
obstruksi pada bagian distal. Hal ini dapat terjadi berhubungan dengan adanya graft
atau flap pada operasi hipospadia, yang disangga dari otot maupun subkutan dari
jaringan uretra asal. (Arap, 2000)
16

e. Terdapatnya rambut pada uretra


Kulit yang mengandung folikel rambut dihindari digunakan dalam rekonstruksi
hipospadia. Bila kulit ini berhubungan dngan uretra, hal ini dapat menimbulkan
masalah berupa infeksi saluran kemih dan pembentukan batu saat pubertas. Biasanya
untuk mengatasinya digunakan laser atau kauter, bahkan bila cukup banyak dilakukan
eksisi pada kulit yang mengandung folikel rambut lalu kemudian diulang perbaikan
hipospadia. (Arap, 2000)

Daftar Pustaka
1. Baskin,

L.

2000.

HYPOSPADIAS.

ANATOMY,

EMBRYOLOGY,

AND

RECONSTRUCTIVE TECHNIQUES. Brazilian Journal of Urology. Vol. 26 (6): 621629, November - December, 2000.
2. Rey, RA., Codner, E. 2005. Low Risk of Impaired Testicular Sertoli and Leydig Cell :
Functions in Boys with Isolated Hypospadias. J Clin Endocrinol Metab, November
2005, 90(11):60356040.
3. Djacovic, N., Nyarangi-Dix, J. 2008. Hypospadias. Advances in Urology. Volume
2008, Article ID 650135, 7 pages.
4. Arap, S., Mitre, AI. 2000. PENOSCROTAL HYPOSPADIAS. Brazilian Journal of
Urology. Vol. 26 (3): 304-314, May - June, 2000.

17

5. Man, DW. 1985. An Approach to Hypospadias Management. Journal of the Hong


Kong Medical Association, Vol. 37, No. 2, 1985.
6. Brouwers, MM., Feitz, WFJ. 2006. Hypospadias: a transgenerational effect of
diethylstilbestrol?. Society of Human Reproduction and Embryology. Human
Reproduction Vol.21, No.3 pp. 666669, 2006.
7. Fisch, H., Golden, RJ. 2001. MATERNAL AGE AS A RISK FACTOR FOR
HYPOSPADIAS. The Journal Of Urology Vol. 165, 934936, March 2001.
8. Snodgrass, W., Macedo, A. 2010. Hypospadias dilemmas: A round table. Journal of
Pediatric Urology Company. Journal of Pediatric Urology (2011) xx, 1-13.
9. Ismail, KA. 2009. Proximal Hypospadias: Is Still There a Place for Two Stage
Urethroplasty?. Annals of Pediatric Surgery. Vol 5, No 4, October 2009, PP 274-281.
10. Mieusset, R., Soulie, M. 2005. Hypospadias: Psychosocial, Sexual, and Minireview
Reproductive Consequences in Adult Life. Journal of Andrology, Vol. 26, No. 2,
March/April 2005.
11. Ahmed,

J.

2010.

TRANSVERSE

PREPUTIAL

ISLAND

FLAP

FOR

HYPOSPADIAS REPAIR. Journal of Surgery Pakistan (International) 15 (3) July September 2010.
12. Castagnetti, M., Scarpa, MG. 2006. Evaluation of cosmetic results in uncomplicated
distal hypospadias repairs. Journal of Andrological Sciences 2009;16:121-124.
13. Wang, M. 2008. Endocrine Disruptors, Genital Review Development, and
Hypospadias. Journal of Andrology, Vol. 29, No. 5, September/October 2008.
14. Pai, W., Tseng H. 2007. Ambiguous Genitalia during Neonatal Period : A 15-Year
Experience at a Medical Center. Clinical Neonatology 2007 Vol. 14 No.2.
15. Cafici, D., Iglesias, A. 2002. Prenatal Diagnosis of Severe Hypospadias With Twoand Three-dimensional Sonography. American Institute of Ultrasound in Medicine J
Ultrasound Med 21:14231426, 2002.

18

PRESENTASI KASUS
SEORANG ANAK LAKI-LAKI 5 TAHUN DENGAN HIPOSPADIA

19

Oleh:
Aviaddina Ramadhani
G99122022

Pembimbing:
dr. Suwardi, Sp.B, Sp.BA

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
S U R AK AR TA
2013

20

Anda mungkin juga menyukai