Anda di halaman 1dari 14

REFERAT FORENSIK

INFANTISID DAN UNDANG-UNDANG TENTANG


KEKERASAN ANAK

Disusun oleh:
Lubna
I1A009095

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT


FAKULTAS KEDOKTERAN BANJARMASIN
MEI, 2012

BAB I
PENDAHULUAN

Anak adalah individu unik, yang tidak dapat disamakan dengan orang dewasa, baik dari
segi fisik, emosi, pola pikir, maupun perlakuan terhadap anak membutuhkan spesialisasi
perlakuan khusus dan emosi yang stabil.
Pada anak tertumpu tanggungjawab yang besar. Anak harapan masa depan bangsa dan
agama disandarkan. Anak adalah bapak masa depan, penerus cita-cita dan pewaris keturunan.
Bahwa anak adalah tunas bangsa, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa,
memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan
eksistensial bangsa dan negara pada masa depan.
Banyak cara yang diterapkan oleh orang tua dalam mendidik anak. Ada yang
mengutamakan kasih sayang, komunikasi yang baik dan pendekatan yang lebih bersifat afektif.
Ada pula yang menggunakan kekerasan sebagai salah satu metode dalam menerapkan kepatuhan
dan pendisiplinan anak. Kekerasan pada anak, baik fisik maupun psikis dipilih sebagai cara
untuk mengubah perilaku anak dan membentuk perilaku yang diharapkan.
Sering pula kekerasan pada anak hadir tanpa kita sadari. Di sekolahsekolah bermunculan
geng-geng yang bernuansa kekerasan, kekerasan yang dilakukan oleh guru kepada siswanya,
ataupun tawuran antar pelajar. Jika kekerasan di sekolah ini tidak ditangani maka budaya
bullying dapat subur dan membudaya yang menyebabkan anak akan membentuk geng-geng
kekerasan di sekolah. Geng-geng inilah yang mewarnai layar televisi akhir-akhir ini. Tawuran
antar pelajar, yang disinyalir sebagai kegagalan program dan kurikulum pendidikan. Sekolah,
hanya berhasil dalam penanaman teoritis akademis namun gagal dalam penerapan nilainilai/akhlak. Akibatnya, anak diarahkan kesuatu jurang yang menganga dan melintas diatas titian
yang rapuh.
Lingkungan rumah, dan sekolah adalah lahan subur dan sumber utama terjadinya
kekerasan, karena anak lebih banyak berinteraksi dengan orangtuanya/pengasuh ataupun guru.
Kasus anak jalanan adalah kasus yang unik, dimana mereka hidup dijalan, mencari nafkah
sendiri ataupun untuk agen dari penyedia jasa anak. Banyak anak tidak dapat memperoleh
haknya sebagai seorang anak.
Kasus-kasus kekerasan anak dapat berupa kekerasan fisik, tertekan secara mental,
kekerasan seksual, pedofilia, anak bayi dibuang, aborsi, pernikahan anak dibawah umur, kasus
tenaga kerja dibawah umur, trafficking, anak-anak yang dipekerjakan sebagai PSK, dan kasus
1

perceraian. Semua kasus ini berobjek pada anak yang tentu saja akan berdampak buruk pada
perkembangan dan kepribadian anak, baik fisik, maupun psikis dan jelas mengorbankan masa
depan anak.
Menurut Ketua Komnas Perlindungan Anak, Dr. Seto Mulyadi : Kekerasan pada anak juga
dipengaruhi oleh tayangan televisi yang marak akhir-akhir ini, namun semua itu harus disikapi
bijaksana oleh para orangtua, seperti mengingatkan agar anak tidak banyak nonton sinetron
televisi yang menayangkan kekerasan. "Kita pernah melakukan dengar pendapat tentang
kekerasan yang ditayangkan televisi, namun semua itu adalah nafas dari siaran televisi. Jadi, kita
tidak bisa berkutik. Karena itu, orang tua harus mengalah jangan menonton televisi sepanjang
hari. Jika tidak begitu, maka anak akan ikut-ikutan menonton televisi sampai larut dan
mengabaikan tugas utamanya, yaitu belajar," kata Seto. Ditambahkannya, orang tua harus
mampu menjadi contoh anak-anaknya untuk bertingkah laku positif di rumah, seperti
membelikan buku-buku cerita dan sekaligus bersedia mendongeng untuk si anak. Sebaliknya,
orang tua jangan hanya bisa bercerita apa yang mereka tonton di televisi.
Kasus kekerasan pada anak adalah kasus yang sangat pelik. Dimana jenis kasusnya yang
beragam, interprestasi mengenai kekerasan pun masih penuh dengan perdebatan. Sebagian orang
menganggap bahwa kasus kekerasan digunakan sebagai hak otonominya, dan bersifat pribadi,
dan orang lain tidak boleh mengetahuinya karena terhasuk aib yang harus ditutupi. Dengan
alasan ini, sehingga banyak kasus-kasus kekerasan tidak bisa diungkap.
Anak adalah buah hati yang sangat berharga bagi setiap keluarga, sebagai pewaris dan
penerus kedua orang tuanya. Sedangkan seorang ibu adalah sosok yang penuh kasih sayang,
apapun dikorbankan demi

anak buah hati. Tetapi sekarang ini berita-berita tentang

ditemukannya bayi baru lahir dalam keadaan meninggal yang dimasukan dalam tas platik sering
dimuat di media masa. Masalah pembunuhan bayi merupakan sebutan yang bersifat umum bagi
setiap perbuatan merampas nyawa bayi di luar kandungan, sedangkan infantisid (yang dikenal
di negara-negara

Common Law) merupakan sebutan yang bersifat khusus bagi tindakan

merampas nyawa bayi yang belum berumur satu tahun oleh ibu kandungnya sendiri.

BAB II
ISI

A. INFANTISID
Infantisid menurut pasal 341 KUHP adalah pembunuhan bayi yang dilakukan oleh ibu
kandungnya sendiri, segera atau beberapa saat setelah dilahirkan, karena takut diketahui bahwa
ia telah melahirkan anak.
Infantisid atau pembunuhan anak sendiri (PAS) adalah merupakan suatu bentuk kejahatan
terhadap nyawa yang unik sifatnya. Unik dalam arti si pelaku pembunuhan haruslah ibu
kandungnya sendiri, dan alasan atau motivasi untuk melakukan kejahatan tersebut adalah karena
si ibu takut ketahuan bahwa ia telah melahirkan anak; oleh karena anak tersebut umumnya
adalah hasil hubungan gelap.
Cara yang paling sering digunakan dalam kasus PAS adalah membuat keadaan asfiksia
mekanik yaitu pembekapan, pencekikan, penjeratan dan penyumbatan. Di Jakarta dilaporkan
bahwa 90-95% dari sekitar 30-40 kasus PAS per tahun dilakukan dengan cara asfiksia mekanik.
Bentuk kekerasan lainnya adalah kekerasan tumpul di kepala (5-10%) dan kekerasan tajam pada
leher atau dada (1 kasus dalam 6-7 tahun).
Pembunuhan Anak sendiri (PAS) menurut undang-undang di Indonesia adalah
pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu atas anaknya pada ketika dilahirkan atau tidak
berapa lama setelah dilahirkan, karena takut ketahuan bahwa ia melahirkan anak. Pada tindak
pidana pembunuhan anak, faktor psikologik ibu yang baru melahirkan diperhitungkan sebagai
faktor yang meringankan, keadaan tersebut menyebabkan si ibu melakukan pembunuhan tidak
dalam keadaan sadar yang penuh, dan belum sempat timbul rasa kasih sayang.
Tujuan Pemeriksaan untuk membuktikan:
(1) pengertian pembunuhan mengharuskan kita untuk membuktikan bahwa bayi lahir hidup,
terdapat tanda kekerasan dan sebab kematian akibat kekerasan (termasuk peracunan)
(2) pengertian baru lahir mengharuskan penilaian atas: cukup bulan atau belum, usia gestasi,
usia pasca lahir serta memberikan pula asupan laik hidup (viable) atau tidaknya bayi tersebut
(3) pengertian takut diketahui diasosiasikan dengan belum timbulnya rasa kasih sayang si ibu
kepada bayinya yang diperlihatkan dengan belum tampaknya tanda-tanda perawatan. Anggapan
ini ingin mengatakan bahwa adanya perawatan menunjukkan adanya kasih sayang ibu kepada
bayinya, sehingga dapat diartikan bahwa rasa takut diketahui telah melahirkan tersebut telah
hilang

(4) pengertian si ibu membunuh anaknya sendiri mengharuskan kepada kita untuk berupaya
membuktikan apakah mayat bayi yang diperiksa adalah anak dari tersangka ibu yang diajukan.
Tanda lahir hidup adalah adanya udara dalam paru-paru, lambung dan usus, dan liang
telinga tengah. Adanya udara dalam paru-paru ditandai gambaran paru-paru memenuhi rongga
dada, paru paru berwarna merah ungu, dan gambaran mozaik, tepi paru tumpul, terdapat
krepitasi dan bila dibenamkan dalam air akan tampak gelembung udara, berat 1/35 berat badan,
tes apung positif, pada pemeriksaan mikroskopik tampak pengembangan alveoli yang tidak
merata dengan dinding alveoli licin tanpa ada penonjolan ( projection ). Adanya makanan dalam
lambung menandakan bahwa anak sudah cukup lama hidup.
Tanda tanda perawatan, antara lain :
- keadaan tubuh sudah bersih dari darah dan verniks caseosa
- tali pusat telah terpotong dan diikat
- anak sudah berpakaian atau diberi susu
Untuk membuktikan PAS harus dapat ditentukan apakah bayi lahir hidup atau lahir mati.
Dari hasil pemeriksaan dalam secara makroskopik terlihat gambaran mozaik pada kedua paru
dan uji apung paru positif sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pada kasus ini bayi lahir
hidup. Seyogyanya juga harus dilakukan pemeriksaan mikroskopik pada paru, akan tetapi buku
teks menyebutkan bahwa paru dengan gambaran mozaik selalu memberikan hasil uji apung paru
yang positif yang bisa diasumsikan bahwa bayi sudah pernah bernafas.
Adanya asfiksia mekanik berupa pembengkapan dan pencekikan dapat disimpulkan dari
hasil pemeriksaan luar maupun pemeriksaan dalam. Memar pada lidah kiri memberikan petunjuk
akibat pembengkapan. Sedangkan luka lecet pada leher memberikan ciri-ciri yang khas sesuai
dengan kasus pencekikan. Lebam mayat yang luas (wajah, leher, belakang tubuh dan tungkai),
bintik perdarahan pada mata, pangkal batang tenggorok serta pada piala ginjal juga merupakan
temuan yang mendukung tanda-tanda asfiksia.
Pembengkapan dan atau pencekikan merupakan cara yang paling sering digunakan dalam
kasus PAS oleh pelaku, hal ini dilakukan untuk mencegah bayi menangis agar tidak diketahui
oleh orang lain bahwa ia melahirkan bayi.
Bentuk kekerasan lain yang ditemukan pada mayat bayi ini adalah kekerasan tajam pada
daerah kepala dan dada, serta kekerasan tumpul pada daerah kepala, lidah, dagu dan leher. Luka
terbuka pada daerah kepala merupakan kekerasan tajam yang terjadi intravital karena ditemukan
4

tanda-tanda intravitalitas seperti resapan darah dan perdarahan pada kulit kepala. Tidak
ditemukannya darah pada rongga dada kanan maupun kiri sebagai akibat kekerasan tajam pada
dada kanan menunjukkan bahwa luka merupakan luka pasca mati. Tulang tengkorak yang patah
dan hancurnya jaringan otak menunjukkan bahwa kekerasan yang terjadi adalah kekerasan
tumpul.
Beberapa studi menunjukkan bahwa asfiksia mekanik merupakan metode yang paling
sering digunakan, kekerasan tumpul jarang dan kekerasan tajam amat jarang, hanya 2,1% dari
keseluruhan PAS.
Metode metode yang dapat dilakukan untuk penentuan identitas seseorang, antara lain:
1. Metode visual
Dilakukan dengan memperlihatkan korban kepada anggota keluarga atau teman dekatnya.
2. Pemeriksaan pakaian
Meliputi bahan pakaian, model pakaian, inisial merek.
3. Pemeriksaan dokumen
Seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin Mengemudi (SIM), kartu golongan darah,
paspor, struk struk pembayaran.
4. Pemeriksaan perhiasan
Seperti anting anting, kalung, gelang, atau cincin.
5. Identifikasi medis
Meliputi pemeriksaan dan pencarian data bentuk tubuh, tinggi dan berat badan, ras, jenis kelmin,
warna rambut, warna tirai mata, cacat tubuh / kelainan khusus, jaringan parut bekasi operasi /
lka, tato, dsb.
6. Pemeriksaan serologis
Untuk menentukan golongan darah korban. Sampel dapat dari darah, rambut, kuku, atau tulang.
7. Pemeriksaan sidik jari
Dengan membuat sidik jari langsung dari jari korban atau pada keadaan dimana jari telah
keriput, sidik jari dibuat dengan mencopot kulit ujung jari yang mengelupas dan mengenakan
pada jari pemeriksa yang sesuai lalu dilakukan pengambilan sidik jari.
8. Pemeriksaan gigi
Meliputi oencatatan data gigi (odontogram) dan rahang secara manual, radiologis, dan
pencetakan gigi dan rahang.

9. Metode eksklusi
Dilakukan jika terdapat korban yang banyak dengan daftar tersangka korban pasti seperti pada
kecelakaan masal penumpang pesawat udara, kapal laut, (melalui daftar penumpang). Bila semua
korban kecuali satu yang terakhir telah dapat ditentukan identitasnya dengan metoda identifikasi
lain, maka korban yang terakhir tersebut kangsung diidentifikasikan dari daftar korban tersebut.
Pemeriksaan Pada Bayi
Autopsi
Pada kasus dilakukan Autopsi forensik atau Autopsi mediko-legal. Yaitu dilakukan
terhadap mayat seseorang berdasarkan peraturan Undang Undang, dengan tujuan :
a. Membantu dalam hal penentuan identitas
b. Menentukan sebab pasti kematian
c. Memperkirakan cara kematian. Wajar (natural death) atau tidak wajar.
Kematian wajar sebagai contoh, cedera atau luka akibat penyakit. Sedangkan kematian tidak
wajar adalah, akibat kecelakaan, bunuh diri, atau pembunuhan.
d. Memperkirakan mekanisme kematian
e. Mengumpulkan serta mengenali barang-barang bukti
f. Membuat laporan tertulis yang objektif dan berdasarkan fakta Visum et Repertum.
g. Melindungi orang yang tidak bersalah dan membantu penuntutan terhadap yang bersalah
Pemeriksaan Hubungan Bayi dan Wanita
a. Identifikasi DNA
Setiap orang memiliki DNA yang unik. DNA adalah materi genetik yang membawa
informasi yang dapat diturunkan. Di dalam sel manusia DNA dapat ditemukan di dalam inti sel
dan di dalam mitokondria. Di dalam inti sel, DNA membentuk satu kesatuan untaian yang
disebut kromosom. Setiap sel manusia yang normal memiliki 46 kromosom yang terdiri dari 22
pasang kromosom somatik dan 1 pasang kromosom sex (XX atau XY).
Kedua pola penurunan materi genetik dapat diilustrasi seperti gambar sebelumnya. Dengan
perkembangan teknologi, pemeriksaan DNA dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan
membedakan individu yang satu dengan individu yang lain.
Tes DNA dilakukan dengan berbagai alasan seperti persoalan pribadi dan hukum antara
lain: tunjangan anak, perwalian anak, adopsi, imigrasi, warisan dan masalah forensik (dalam
Identifikasi korban pembunuhan). Hampir semua sampel biologis dapat dipakai untuk tes DNA,
6

seperti buccal swab (usapan mulut pada pipi sebelah dalam), darah, rambut beserta akarnya,
walaupun lebih dipilih penggunaan darah dalam tabung (sebanyak 2ml) sebagai sumber DNA.
b. Aspek Hukum
Hasil tes ini hanya dapat digunakan sebagai referensi pribadi, kecuali jika sampel yang
diperiksa diambil melalui prosedur hukum (surat dan polisi atau jaksa), maka sampel tersebut
memiliki kekuatan hukum. Hingga saat ini pengaturan mengenai penggunaan alat bukti tes DNA
hanya diatur dalam KUHAP. Berikut adalah beberapa paparan mengenai pengaturan mengenai
alat bukti tes DNA dari peraturan hukum tersebut berdasarkan ketentuan dalam KUHAP (UU
No. 8 Tahun 1981). Sebagai produk hukum yang mengatur mengenai pidana formil, di dalam
KUHAP tidak banyak kita temui pengaturan mengenai penggunaan alat bukti tes DNA sebagai
alat bukti. Dalam hal ini hanya terdapat satu pasal yang mengatur alat bukti, yaitu :
Pasal 184 KUHAP yang menyebutkan Alat bukti yang sah ialah;
(1) Keterangan saksi
(2) Keterangan ahli
(3) Surat
(4) Petunjuk
(5) Keterangan terdakwa
Mengingat pembuktian dengan menggunakan tes DNA memang tidak diatur secara khusus
dalam KUHAP, sehingga berakibat masalah legalitasnya bersifat sangat interpretatif. Namun
sebelum melangkah lebih jauh mengenai memanfaatkan alat bukti tes DNA sebagai alat bukti di
persidangan, berbagai pemikiran dan ulasan serta kerangka pikir yang terbangun nampaknya
sudah mulai mengerucut bahwa alat bukti tes DNA paling dekat korelasinya dengan alat bukti
petunjuk.
B. KEKERASAN TERHADAP ANAK
Kekerasan, sebagai salah satu bentuk agresi, memiliki definisi yang beragam. Meski
tampaknya setiap orang sering mendengar dan memahaminya. Salah satu definisi yang paling
sederhana adalah segala tindakan yang cenderung menyakiti orang lain, berbentuk agresi fisik,
agresi verbal, kemarahan atau permusuhan ( Abu Huraerah:2006). Masing-masing bentuk
kekerasan memiliki faktor pemicu dan konsekuensi yang berbeda-beda. Penderaan anak atau
penganiayaan anak atau kekerasan pada anak atau perlakuan salah terhadap anak merupakan
terjemahan bebas dari

child abuse, yaitu perbuatan semena-mena orang yang seharusnya

menjadi pelindung (guard) pada seorang anak (individu berusia kurang dari 18 tahun) secara
fisik, seksual, dan emosional. Pengertian kekerasan Menurut UU perlindungan anak no 23 tahun
2003 dalam Pasal 3 UU PA adalah meliputi kekerasan fisik, psikis, seksual, dan penelantaran.
UNICEF mendefinisikan bahwa kekerasan terhadap anak adalah Semua bentuk perlakuan salah
secara fisik dan/atau emosional, penganiayaan seksual, penelantaran, atau eksploitasi secara
komersial atau lainnya yang mengakibatkan gangguan nyata ataupun potensial terhadap
perkembangan, kesehatan, dan kelangsungan hidup anak ataupun terhadap martabatnya dalam
konteks hubungan yang bertanggung jawab, kepercayaan, atau kekuasaan.
Faktor penyebab terjadinya

kekerasan terhadap anak antara lain : (1) Anak mengalami

cacat tubuh, retardasi mental, gangguan tingkah laku, autisme, terlalu lugu, memiliki
temperamen lemah, ketidaktahuan anak akan hak-haknya, dan terlalu bergantung kepada orang
dewasa. (2) Kemiskinan keluarga, banyak anak.(3) Keluarga pecah (broken home) akibat
perceraian, ketiadaan ibu dalam jangka panjang, atau keluarga tanpa ayah. (4) Keluarga yang
belum matang secara psikologis, ketidakmampuan mendidik anak, harapan orang tua yang tidak
realistis, anak yang tidak diinginkan (unwanted child), anak lahir di luar nikah. (5) Penyakit
gangguan mental pada salah satu orang tua. (6) Pengulangan sejarah kekerasan: orang tua yang
dulu sering ditelantarkan atau mendapat perlakukan kekerasan sering memperlakukan anakanaknya dengan pola yang sama, serta (7) Kondisi lingkungan sosial yang buruk,
keterbelakangan. Namun, di luar faktor-faktor tersebut, sebenarnya kekerasan struktural menjadi
problem utama kehidupan anak-anak Indonesia.
Menurut Emmy (2007) Komisi Perlindungan Anak Indonesia kekerasan terhadap anak
terbagi atas: kekerasan fisik, penelantaran, kekerasan seksual, dan kekerasan emosional. Namun
antara kekerasan yang satu dengan lainnya saling berhubungan. Anak yang menderita kekerasan
fisik, pada saat yang bersamaan juga menderita kekerasan emosional. Sementara yang menderita
kekerasan seksual juga mengalami penelantaran. Secara umum ciri-ciri anak yang mengalami
kekerasan adalah sebagai berikut :
- Menunjukkan perubahan pada tingkah laku dan kemampuan belajar di sekolah.
- Tidak memperoleh bantuan untuk masalah fisik dan masalah kesehatan yang seharusnya
menjadi perhatian orang tua.
- Memiliki gangguan belajar atau sulit berkonsentrasi, yang bukan merupakan akibat dari
masalah fisik atau psikologis tertentu.
- Selalu curiga dan siaga, seolah-olah bersiap-siap untuk terjadinya hal yang buruk.
8

- Kurangnya pengarahan orang dewasa.


- Selalu mengeluh, pasif atau menghindar.
- Datang ke sekolah atau tempat aktivitas selalu lebih awal dan pulang terakhir, bahkan
sering tak mau pulang ke rumah.
C. UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBUNUHAN DAN KEKERASAN TERHADAP
ANAK
1. Pasal 341 KUHP
Seorang ibu yang dengan sengaja menghilangkan jiwa anaknya pada ketika dilahirkan atau
tidak beberapa lama sesudah dilahirkan, karena takut ketahuan bahwa ia sudah melahirkan anak,
dihukum, karena makar mati terhadap anak, dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh
tahun.
2. Pasal 342 KUHP
Seorang ibu yang dengan sengaja akan menjalankan keputusan yang diambilnya sebab
takut ketahuan bahwa ia tak lama lagi akan melahirkan anak, menghilangkan jiwa anaknya itu
pada ketika dilahirkan atau tidak lama kemudian dari pada itu, dihukum karena pembunuhan
anak yang direncanakan (kindermoord) dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan
tahun.
Pasal-pasal diatas (pasal 341 dan 342) berlaku jika dan hanya jika pembunuh adalah ibu
kandung sendiri. Apabila pembunuh bukan ibu kandung, berarti orang tersebut dihukum karena
pembunuhan tanpa rencana (pasal 338; ancaman pidana 15 tahun) atau pembunuhan berencana
(pasal 339 dan 340 ancaman pidana 20 tahun, seumur hidup, atau hukuman mati)
3. Pasal 343 KUHP
Bagi orang lain yang turut campur dalam kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan
342 dianggap kejahatan itu sebagai makar mati atau pembunuhan.

4. Pasal 181 KUHP


Barang siapa mengubur, menyembunyikan, membawa lari atau menghilangkan mayat
dengan maksud menyembunyikan kematian atau kelahirannya, diancam dengan pidana penjara
paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lirna ratus rupiah.
5. Pasal 308 KUHP
Bila seorang ibu, karena takut akan diketahui orang bahwa ia telah melahirkan anak,
menempatkan anaknya itu untuk ditemukan atau meninggalkannya dengan maksud untuk

melepaskan diri daripadanya, maka maksimum pidana tersebut dalam pasal 305 dan 306
dikurangi separuh.
6. Pasal 305 KUHP
Barangsiapa menempatkan anak yang berumur di bawah tujuh tahun untuk ditemukan atau
meninggalkan anak itu dengan maksud untuk melepaskan diri daripadanya, diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
7. Pasal 306 KUHP
(1) Bila salah satu perbuatan tersebut dalam pasal 304 dan 305 mengakibatkan luka-luka berat,
maka yang bersalah dianeam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun enam bulan.
(2) Bila mengakibatkan kematian, maka yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling
lama sembilan tahun.
Apabila bayi yang lahir mati itu sebelumnya masih dapat hidup di dalam kandungan
ibunya, namun karena usaha-usaha tertentu mengakibatkan pengeluaran janin tersebut sebelum
waktunya, terkena pasal :
1. Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh
orang lain untuk itu, diancam dengan pidana paling lama empat tahun
2. Pasal 347 :
(1) Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa
persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling
lama lima belas tahun

3. Pasal 348 :
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita
dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling
lama tujuh tahun.
4. Pasal 349

10

Jika seorang dokter, bidan, atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut
pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan
dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah sepertiga
dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.
Kekerasan Pada Anak Menurut UU Perlindungan Anak
Definisi anak menurut Undang-Undang Perlindungan Anak No 23 tahun 2002; Anak
adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak dalam kandungan.
Definisi undang-undang ini mencakup janin, bayi, anak-anak sampai berumur 18 tahun.
Undang-undang ini juga mengatur tanggung jawab sosial anak dan tanggung jawab anak dimuka
hukum. Kekerasan (Bullying) menurut Komisi Perlindungan Anak (KPA) adalah kekerasan fisik
dan psikologis berjangka panjang yang dilakukan seseorang atau kelompok terhadap seseorang
yang tidak mampu mempertahankan diri dalam situasi dimana ada hasrat untuk melukai atau
menakuti orang atau membuat orang tertekan, trauma/depresi dan tidak berdaya.
Batas-batas kekerasan menurut Undang-Undang Perlindungan Anak nomor 23 tahun 2002
ini, Tindakan yang bisa melukai secara fisik maupun psikis yang berakibat lama, dimana akan
menyebabkan trauma pada anak atau kecacatan fisik akibat dari perlakuan itu. Dengan mengacu
pada defenisi, segala tindakan apapun seakan-akan harus dibatasi, dan anak harus dibiarkan
berkembang sesuai dengan hak-hak yang dimilikinya (Hak Asasi Anak). Hak anak untuk
menentukan nasib sendiri tanpa intervensi dari orang lain.

BAB III
PENUTUP
Kasus-kasus pembunuhan bayi (infantisid), untuk mengetahui: (1) Siapa orang tua bayi
(2) Berapa umur bayi, berkenan dengan penetapan berat ringannya sanksi dalam kasus abortus

kriminalis, seperti yang diatur dalam KUHP pasal-pasal 306, 308, 342 dan 349. Umur bayi
dalam bulan dapat diperkirakan berdasarkan ukuran panjang badan menurut Haase (puncak
kepala-tumit) atau menurut Streeter (puncak kepala-tulang ekor). Untuk mengetahui apakah bayi
lahir hidup atau mati dapat diektahui melalui tes apung paru-paru atau dapat juga melalui
pemeriksaan histologis garis-garis neonatal gigi. Mengenai garis-garis neonatal ini, disebutkan
bahwa proses mneralisasi pada gigi berlangsung kontinyu dan ritmis, fase aktif dan istirahat silih
berganti dalam keseimbangan yang halus dan peka. Ritme perkembangan ini berpola, terlihat
sebagai garis-garis sejajar disebut garis-garis pertumbuhan (incremental lines) Retzius dalam
email dan Owen dalam dentin. Pada gigi geligi yang proses kalsifikasinya mulai prenatal, yaitu
gigi-gigi susu dan geraham tetap pertama, disebutkan tampak dalam penampang mikroskopis ada
garis-garis pertumbuhan yang menyimpang polanya dan bentuknya lain. Hal ini disebabkan
karena goncangan dan perubahan dalam metabolisme mineral pada saat lahir, karena pengaruh
makanan dan perubahan lingkungan. Sejumlah garis pertumbuhan yang menunjukkan aksentuasi
sesaat lahir, dinamakan garis-garis neonatal.
Upaya penanggulangan kekerasan terhadap anak jelas menjadi kewajiban pemerintah, yang
didukung oleh keluarga dan masyarakat. Masyarakat Indonesia modern ternyata belum sadar
bahwa anak memiliki hak penuh untuk diperlakukan secara manusiawi. Anak harus mendapatkan
jaminan keberlangsungan hidup dan perkembangannya di bawah naungan ketetapan hukum yang
pasti, yang harus dijalankan semua pihak, baik keluarga masyarakat maupun pemerintah
(negara). Sehingga anak bisa tumbuh dan berkembang dengan baik serta jauh dari berbagai
tindak kekerasan. Kita menyadari bahwa kekerasan telah meremukkan kekayaan imajinasi,
keriangan hati, kreatifitas, bahkan masa depan anak-anak kita.

DAFTAR PUSTAKA
1. Afandi D, Swasti D, dkk. Pembunuhan anak sendiri (PAS) dengan kekerasan multipel. Maj
Kedokt Indon 2008, Vol 5, No.9.
2. Peraturan Perundang-undangan Bidang Kedokteran. Cetakkan Kedua. Bagian Kedokteran
Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1994.

12

3. Elfia Desi & Vivik Shofiah. Hubungan Tindakan Kekerasan Terhadap Anak (Child Abuse)
dengan Konsep Diri. Fakultas Psikologi UIN Suska Riau: Jurnal Psikologi, Vol.3 No. 2, 2007.
hal. 16
4. Putrika P.R. Gharini. ( 2004) . Kekerasan Pada Anak: Efek Psikis, Fisik, dan Tinjauan Agama

. Makalah ini disampaikan pada Seminar Online Kharisma ke-3, 13-19 September 2004

Anda mungkin juga menyukai