Anda di halaman 1dari 60

BAB I

PENGERTIAN DAN ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERDATA


Manusia sebagai makhluk hidup bermasyarakat mempunyai kebutuhan hidup
yang beraneka ragam. Kebutuhan hidup tersebut hanya dapat dipenuhi secara wajar
bila diadakan hubungan antara satu sama lain. Dalam hubungan tersebut timbul hak
dan kewajiban yang wajib dipenuhi oleh masing-masing pihak, yang kemudian
hubungan semacam ini disebut hubungan hukum. Hubungan hukum ini terjadi antara
objek-objek hukum dan apabila hubungan tersebut terjadi antara pribadi yang satu
dengan pribadi yang lain maka disebut sebagai hubungan hukum perdata. Hukum
Perdata mengatur hak dan kewajiban orang-orang yang mengadakan hubungan
hukum. Peraturan hukum perdata meliputi peraturan tertulis berupa perundangundangan dan peraturan tidak tertulis. Semua peraturan hukum yang memuat hak dan
kewajiban disebut hukum materiil, lebih khususnya hukum materiil yang mengatur
tentang hubungan hukum antara pribadi yang satu dengan pribadi yang lain disebut
hukum perdata material.
Pelaksaanaan dari hukum materiil perdata dapat berlangsung secara diamdiam antara para pihak yang bersangkutan tanpa melalui pejabat atau instansi resmi.
Namun apabila hukum materiil perdata dilanggar, maka akan terjadi gangguan
keseimbangan kepentingan dalam masyarakat. Dan apabila terjadi hal ini maka
hukum materiil perdata yang dilanggar tersebut harus dipertahankan atau ditegakkan.
Untuk melaksanakan hukum materiil perdata diperlukan rangkaian peraturanperaturan hukum lain disamping hukum materiil perdata itu sendiri. Peraturan hukum
inilah yang disebut hukum formil atau hukum acara perdata. Hukum acara perdata
bertujuan untuk menjamin ditaatinya hukum materiil perdata. Definisi hukum acara
perdata menurut Sudikno Mertokusumo adalah peraturan hukum yang mengatur
bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantara
hakim1.
Didalam Hukum Acara Perdata terdapat beberapa asas yang mutlak dipenuhi yang
akan dijabarkan satu persatu. Asas yang pertama adalah Hakim bersifat menunggu.
Maksud dari asas ini adalah bahwa inisiatif untuk mengajukan tuntutan diserahkan
1 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata. 1998.
Liberty:Yogyakarta. Hal.2
1

sepenuhnya kepada yang berkepentingan dan hakim bersikap menunggu datangnya


tuntutan yang diajukan kepadanya. Namun apabila suatu tuntutan telah diajukan maka
hakim sesuai dengan pasal 14 ayat (1) UU No 14 tahun 1970 tidak boleh menolak
untuk memeriksa dan mengadilinya terlebih lagi dengan dalih tidak ada hukumnya
atau hukumnya kurang jelas. Hal ini dikarenakan anggapan bahwa hakim tahu akan
hukumnya atau sesuai dengan ius curia novit. Asas kedua adalah hakim bersifat pasif.
Pasif disini berarti ruang lingkup pokok perkara yang disengketakan ditentukan oleh
para pihak yang berperkara, atau dalam kata lain hakim tidak menentukan luas pokok
perkara. Hakim dilarang menambah atau mengurangi pokok perkara, seperti misalnya
Hakim

berinisiatif

untuk

memunculkan

perkara-perkara

baru

yang

tidak

disengketakan oleh para pihak. Namun, hal ini tidak berarti bahwa Hakim sama sekali
tidak aktif, karena selaku pimpinan sidang hakim harus aktif melakukan pemeriksaan
perkara serta berusaha keras untuk mengatasi segala hambatan untuk dapat
tercapainya peradilan. Asas yang ketiga adalah persidangan bersifat terbuka. Hal ini
berarti bahwa setiap orang diperbolehkan untuk hadir dan mendengarkan jalannya
persidangan. Tujuan dari asas ini adalah untuk memberikan perlindungan hak asasi
manusia dalam bidang peradilan serta menjamin obyektivitas peradilan dengan
mempertanggungjawabkan pemeriksaan yang fair, tidak memihak dan putusan yang
adil kepada masyarakat. Putusan yang diucapkan dalam sidang yang tidak terbuka
untuk umum berakibat pada putusan yang tidak sah dan putusan tersebut tidak
memiliki kekuatan hukum. Asas ini berlaku dalam setiap persidangan kecuali
ditentukan lain oleh undang-undang atau berdasarkan alasan-alasan penting yang
dimuat didalam berita acara dan diperintahkan oleh Hakim, maka persidangan dapat
dilakukan denga pintu tertutup. Namun setiap persidangan harus dibuka dan
dinyatakan terbuka untuk umum terlebih dahulu sebelum dinyatakan ditutup.
Asas selanjutnya adalah mendengar kedua belah pihak atau audi et alteram
partem. Dimuka persidangan kedua belah pihak haruslah diperlakukan sama, tidak
memihak dan didengar bersama-sama. Hal ini berarti bahwa pengajuan alat bukti
tidak dapat dilakukan apabila terdapat pihak yang tidak hadir. Misalnya, apabila
penggugat tidak hadir maka persidangan tidak dapat dilanjutkan sehingga harus
menunggu kedua belah pihak hadir di muka persidangan. Asas yang kelima adalah
setiap putusan harus disertai alasan-alasan. Hal ini juga telah diatur dalam pasal 23
UU No 14 tahun 1970, HIR pasal 184 ayat (1) dan 319 serta pasal 195 dan 618 Rbg.
Setiap putusan pengadilan harus memuat alasan-alasan yang dijadikan dasar untuk
2

mengadili. Hal ini bertujuan sebagai wujud pertanggungjawaban hakim mengenai


putusannya terhadap masyarakat, para pihak, pengadilan yang lebih tinggi dan ilmu
hukum selain itu agar putusan tersebut memiliki nilai objektif. Alasan-alasan tersebut
itu dimaksudkan agar suatu putusan memiliki wibawa dan bukan karena hakim
tertentu yang menjatuhkannya. Putusan yang tidak memiliki alasan lengkap atau
kurang cukup dipertimbangkan merupaka alasan untuk kasasi dan harus dibatalkan.
Hakim dapat mengacu kepada ilmu pengetahuan dan atau yurisprudensi untuk
mendukung argumen-argumen yang dijadikan dasar untuk mengadili. Asas yang
keenam adalah beracara dikenakan biaya. Biaya berperkara ini meliputi biaya
kepaniteraan, biaya untuk panggilan, biaya pemberitahuan para pihak serta biaya
materai. Selain itu juga terdapat biaya tambahan apabila menggunakan bantuan
pengacara. Tetapi bagi mereka yang tidak mampu membayar biaya perkara dapat
mengajukan perkara secara cuma cuma(pro deo) dengan mendapatkan izin untuk
dibebaskan dari pembayaran biaya perkara dengan mengajukan surat keterangan tidak
mampu yang dibuat oleh camat yang membawahi daerah tempat yang berkepentingan
tinggal. Asas yang terakhir adalah tidak ada keharusan mewakilkan, Yang dimaksud
disini adalah HIR tidak mewajibkan bagi para pihak untuk diwakilkan kepada orang
lain, sehingga pemeriksaan dipersidangan terjadi secara langsung terhadap para pihak
yang langsung berkepentingan. Dengan demikian hakim tetap wajib memeriksa
sengketa yang diajukan kepadanya, meskipun para pihak tidak mewakilkan kepada
seorang kuasa. Sebenarnya terdapat kelebihan masing masing terkait dengan hal ini
yaitu apabila pemerikasaan di persidangan dilakukan tanpa diwakilkan maka hakim
akan dapat mengetahui lebih jelas persoalannya dan biaya perkara pun akan menjadi
lebih ringan. Dan sebaliknya, adanya seorang wakil memiliki kelebihan pula karena
seorang wakil tentunya lebih mengetahui hukum. Karena bagi para pihak yang buta
hukum sama sekali rawan menjadi sasaran penipuan dan perlakuan sewenang-wenang
sehingga seorang wakil yang tahu hukum dapat mencegah perlakuan yang tidak fair
tersebut.
Pada umumnya dikenal pembagian peradilan menjadi peradilan umum dan
peradilan khusu. Peradilan umum adalah peradilan bagi rakyat pada umumnya, baik
yang menyangkut perkara perdata maupun pidana, sedangkan peradilan khusus
mengadili perkara pada golongan rakyat tertentu. Susunan badan peradilan yang
berlaku di Indonesia diatur dalam pasal 10 UU No 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman.
3

Bab II

Tahapan Beracara dan Ketentuan Pasal 118 HIR


Tahapan beracara di pengadilan dalam perkara perdata terbagi atas dua tahap
yaitu, tahap administratif dan tahap yudikatif. Tahap administratif dilakukan baik oleh
penggugat maupun pengadilan negeri yang bersangkutan. Tahap ini meliputi
pengajuan gugatan atau permohonan oleh penggugat, pembayaran biaya perkara, dan
sebagainya yang akan dijelaskan pada table dibawah ini.
Penggugat
1. Mengajukan gugatan atau permohonan

1.

2. Membayar biaya perkara (persekot)

memberi nomor register perkara


2. Panitera menyampaikan kepada ketua

3. Menerima tanda bukti pembayaran

Panitera

Pengadilan
menerima perkara

dan

PN
3. Ketua PN menentukan majelis Hakim
4. Majelis Hakim menentukan hari sidang
pertama
5. Panitera membuat surat panggilan
6. Juru Sita menyampaikan surat
panggilan

Yahya Harahap menyatakan bahwa tahap penyampaian gugatan kepada


Pengadilan Negeri, pembayaran biaya perkara dan registrasi merupakan tahapan yang
terpisah dari tahapan pemanggilan2. Hakim setelah menetapkan hari sidang pertama
memerintahkan juru sita untuk melakukan pemanggilan kepada para pihak. Cara
panggilan yang sah diatur dalam pasal 390 ayat (1) dan ayat (3) HIR. Pasal 390 ayat
(1) HIR mengatur mengenai tata cara pemanggilan tergugat yang diketahui sementara
pasal 390 ayat (3) mengatur mengenai tata cara pemanggilan tergugat yang tidak
diketahui. Secara garis besar tata cara pemanggilan adalah minimal disampaikan 3
hari kerja dari hari sidang pertama ditentukan dan surat panggilan tersebut harus
disampaikan langsung kepada tergugat tidak boleh diwakili, kecuali apabila tergugat
tidak dapat ditemui di kediamannya atau tempat tinggal tergugat tidak diketahui.
Terdapat empat dokumen penting dalam tahap administrative ini yaitu surat penetapan
hari sidang pertama, surat panggilan; yang berfungsi untuk membuktikan apakah

2 Yahya Harahap. Hukum Acara Perdata. 2012. Jakarta-Sinar Grafika.


Halaman 214.
5

tergugat telah dipanggil secara sah, berita acara pemanggilan atau relass dan daftar
perkara (roll).
Ketentuan pasal 118 HIR berkenaan dengan beberapa hal yaitu kompetensi
pengadilan, cara mengajukan gugatan serta cara menghadap di pengadilan.
Kompetensi pengadilan terbagi atas kompetensi relatif dan absolut. Kompetensi
absolut ditentukan oleh jenis perkara dan institusi yang mengadilinya. Perkara perdata
termasuk kedalam kompetensi badan peradilan umum sedangkan institusi yang
mengadilinya mulai dari tingkat Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan
Mahkamah Agung. Sedangkan kompetensi relatif merupakan kewenangan mengadili
pada pengadilan yang sejenis, sehingga apabila perkara diadili di tingkat Pengadilan
Negeri maka kompetensi relatif ini mempengaruhi pada pengadilan negeri mana
Penggugat harus mengajukan gugatan. Hal ini diatur dalam Pasal 118 HIR jo. Pasal
125 ayat (2) HIR. Pasal 118 HIR mengatur enam macam kompetensi relatif yaitu:
a) Actor Sequitor Forum Rei
Gugatan diajukan oleh penggugat kepada ketua Pengadilan Negeri di
domisili tergugat. Tujuannya adalah melindungi kepentingan tergugat. Hal
ini diatur dalam pasal 118 ayat (1). Domisili tergugat bersumber pada
beberapa dokumen yaitu:
- KTP
- Surat Pajak
- Kartu Rumah Tangga
- Anggaran Dasar Perseroan
b) Actor Sequitor Forum Rei dengan Hak Opsi
Apabila terdapat lebih dari satu tergugat, menurut pasal 118 ayat (2) HIR
kalimat pertama Penggugat memiliki hak opsi untuk memilih Pengadilan
Negeri di salah satu domisili tergugat.
c) Actor Sequitor Forum Rei tanpa Hak Opsi
Apabila terdapat lebih dari satu tergugat, namun salah sat tergugatnya
merupakan debitur pokok serta penanggung maka Penggugat mengajukan
hanya dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan domisili Penggugat
yang merupakan debitur pokok tersebut. Hal ini sesuai dengan pasal 118
ayat (2) HIR kalimat kedua.
d) Domisili Penggugat
Jika domisili Tergugat tidak diketahui berdasarkan surat keterangan dari
pejabat yang berwenang, maka gugatan dapat diajukan di Pengadilan

Negeri tempat Penggugat berdomisili. Ketentuan ini diatur dalam pasal


188 ayat (3) HIR Kalimat pertama.
e) Forum Rei Sitae
Gugatan juga dapat diajukan di Pengadilan negeri berdasarkan letak suatu
benda tetap yang menjadi objek sengketa. Ketentuan ini diatur dalam pasal
118 ayat (3) HIR kalimat terakhir. Terdapat dua pendapat mengenai syarat
penentuan gugatan yang dapat diajukan berdasarkan Forum Rei Sitae:
- Mahkamah Agung
o Tempat tinggal tergugat tidak diketahui
o Objek sengketa adalah benda tetap
- Menurut Soebekti dan Soepomo
o Objek dengketa adalah benda tetap
o Tempat tinggal tergugat diketahui
f) Pemilihan Domisili
Jika dalam perjanjian sejak semula telah dipilih oleh kedua belah pihak
domisili untuk pengadilan negeri mana yang berwenang bila terjadi suatu
sengketa, namun hal ini boleh diikuti dan boleh juga tetap pada aturan
Actor Sequitor Forum Rei
Menurut HIR, gugatan dapat diajukan secara tertulis ataupun lisan,
mengajukan gugatan secara lisan sesuai dengan pasal 120 HIR. Dalam pasal 118
HIR, diatur pula cara para pihak menghadap ke pengadilan yaitu partai materiil dan
partai formil. Yang dimaksud dengan partai materiil adalah dalam beracara di
pengadilan perkara perdata tidak wajib diwakilkan, sehingga yang bersangkutan dapat
menghadap sendiri. Sementara partai formil berarti pihak yang bersangkutan
memberikan kuasa kepada pihak lain. Pemberian kuasa ini harus diberikan dengan
surat kuasa khusus.
Setelah tahap administratif selesai maka berlanjutlah ke tahap selanjutnya
yaitu tahap yudisial. Dalam tahap yudisial , terdapat empat tahapan yaitu :
a. Tahap hari sidang pertama
Dalam tahap ini terdapat empat kemungkinan yaitu :
Penggugat dan tergugat sama-sama hadir
Penggugat hadir namun tergugat tidak hadir
Tergugat hadir namun penggugat tidka hadir
Baik penggugat maupun tergugat sama-sama tidak hadir
b. Tahap jawab-menjawab
c. Tahap pembuktian
d. Tahap putusan dan pelaksanaan putusan

BAB III
MEDIASI
Seperti yang telah dikemukakan dalam bab sebelumnya, pada hari sidang
pertama terdapat empat kemungkinan. Salah satu dari kemungkinan tersebut adalah
kedua belah pihak, penggugat maupun tergugat hadir di muka pengadilan. Ketika
kedua belah pihak hadir di muka pengadilan maka majelis Hakim wajib
mengusahakan mediasi. Mediasi merupakan suatu upaya atai cara penyelesaian
sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak
dengan dibantu oleh mediator. Dalam hal ini mediasi diatur didalam Pasal 130 HIR

(yang dinyatakan masih berlaku sebagia) dan PERMA No 1 Tahun 2008 tentang
Prosedur Mediasi di Pengadilan (Pasal 26 PERMA No 1 tahun 2008).
Didalam pasal 130 HIR diatur demikian:
Ayat 1 : Pada setiap persidangan, apabila kedua pihak datang maka wajib ditawarkan
mediasi
Ayat 2 : Jika mediasi tercapa, maka dibuat akta perdamaian (acta van dading)
dengan suatu putusan hakim
Ayat 3 : Terhadap akte tersebut, tidak dapat disbanding
Ayat 4 : Dapat disediakan penerjemah yang diatur lebih lanjut.
Selain itu, PERMA No 1 tahun 2008 hanya berlaku bagi mediasi yang terkait
dengan proses berperkara di pengadilan. Apabila tidak dilaksanakan, maka
mengakibatkan putusan batal demi hukum. Dalam putusan wajib disebutkan bahwa
telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan menyebutkan nama
mediatornya.
Mediasi sifatnya wajib bagi semua sengketa perdata yang diajukan ke
pengadilan tingkat pertama, kecuali:
1.
2.
3.
4.

Pengadilan Niaga
Pengadilan Hubungan Industrial
Keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
Keberatan atas putusan KPPU

Adapun putusan yang tanpa melalui proses mediasi, maka putusannya batal
demi hukum. Pada asasnya, mediasi bersifat tertutup kecuali para pihak menghendaki
lain. Dalam hal ini, para pihak wajib menempuh mediasi dengan itikad baik. Salah
satu pihak dapat menyatakan mundur dari proses mediasi jika pihak lawan menempuh
mediasi dengan itikad tidak baik. Mediasi memiliki manfaat sebagai berikut :
1. Penyelesaian bersifat informal
2. Yang menyelesaikan sengketa adalah para pihak sendiri
3. Jangka waktu penyelesaian pendek
4. Biaya ringan
5. Aturan penyelesaiannya bersifat konfiensial
6. Aturan pembuktian tidak perlu
7. Hubungan para pihak bersifat kooperatif
8. Komunikasi dan focus penyelesaian
9. Hasil yang dituju adalah sama sama menang
10. Bebas emosi dan dendam
Sedangkan, mediator merupakan pihak netral yang membantu para pihak
dalam proses perundingan untuk mencari berbagai kemungkinan penyelesaian

sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.


Untuk menjadi mediator dibutuhkan sertifikat khusus dari pelatihan yang
diselenggarakan oleh Mahkamah Agung. Namun, dalam hal tidak terdapat mediator
yang bersertifikat maka hakim di lingkungan pengadilan yang bersnagkutan berweang
menjalankan fungsi mediator.
Pihak yang berhak menjadi mediator adalah sebagai berikut:
1. Hakim yang bukan memeriksa perkara
2. Advokat atau akademisi hukum
3. Profesi bukan hukum yang dianggap para pihak menguasai dan
berpengalaman
4. Hakim majelis pemeriksa perkara
5. Gabungan antara butir 1 dan 4 atau butir 3 dan 4
Bila mediator yang dipilih oleh para pihak merupakan hakim yang bukan
memerika perkara maka tidak dipungut biaya namun apabila selain dari itu maka akan
dikenakan biaya honorarium mediator. Mediator memiliki peran yang signifikan
dalam memimpin mediasi yaitu :
1. Mempersiapkan ususlan jadwal pertemuan mediasi kepada para pihak
2. Mendorong para pihak untuk secara langsung berperan dalam proses
mediasi.
3. Apabila diperlukan,

mediator

dapat

melakukan

kaukus.

Yaitu

mendengarkan keterangan para pihak secara terpisah


4. Mendorong para pihak utuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka
dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak.
Menurut PERMA No 1 tahun 2008, mediasi merupakan suatu hal yang mutlah
harus dilakukan oleh Hakim. Sehingga disusunlah prosedur mediasi dalam penjelasan
ini. Mediasi dilakukan apabila dalam hari sidang pertama kedua pihak hadir. Setelah
itu, hakim mewajibkan mediasi dan dan menunda sidang, apabila terdapat pihak Turut
tergugat maka ketidakhadirannya tidak mengganggu jalannya proses mediasi. Setelah
itu para pihak akan menyerahkan mediator pilihan kepada ketua majelis hakim yang
kemudian menyampaikan kepada mediator terpilih lalu para pihak tersebut diberi
waktu maksimal 5 hari kerja untuk menyelesaikan resume perkara untuk diberikan
kepada para pihak dan mediator. Namun apabila para pihak gagal memilih mediator
maka majelis hakim akan menunjuk hakim yang tidak memeriksa perkara dan
bersertifikat mediator untuk menjadi mediator.

10

Ketentuan mengenai tempat penyelenggaraan mediasi dapat dilaksanakan di


salah satu ruangan Pengadilan tingkat pertama atau di tempat lain yang disepakati
para pihak. Mediator hakim tidak boleh menyelenggarakan mediasi di luar
pengadilan. Kesepakatan juga dapat terjadi di luar pengadilan, namun Hakim hanya
akan menguatkan perdamaian dalam bentuk akta perdamaian apabila memenuhi
syarat sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.

sesuai dengan kehendak para pihak


tidak bertentangan dengan hukum
tidak merugikan pihak ketiga
dapat dieksekusi
dengan itikad baik

Perdamaian yang dilakukan di luar pengadilan memiliki ciri-ciri sebagai


berikut :
1. Dilakukan oleh para pihaknya sendiri tanpa campur tangan Hakim
2. Apabila salah satu pihak ingkar janji, perkaranya dapat diajukan kembali
ke pengadilan
Berbeda dengan perdamaian di muka hakim yang memiliki ciri sebagai
berikut :
1. Kekuatan perdamaian sama dengan putusan pengadilan
2. Apabila salah satu pihak ingkar janji maka permasalahannya tidak
dapat diajukan lagi ke Pengadilan Negeri

11

BAB IV
SURAT KUASA
Salah satu asas dalam hukum acara perdata adalah, beracara tidak perlu
diwakili. Namun tetap saja, seseorang dapat menunjuk pihak lain utuk mewakilinya
dalam hal hadir di persidangan. Apabila seseorang dalam berperkara menunjuk pihak
lain maka dibutuhkan surat kuasa khusus sebagai bukti otentik pemberian kuasa
tersebut. Ketentuan mengenai pemberian kuasa diatur dalam pasal 1792 KUHPerdata
sebagai suatu persetujuan dengan mana seaorang memberikan kekuasaan kepada
orang lain yang menerimanya untuk dan atas namanya menyelenggarakn suatu
urusan.
Berdasarkan penjelasan tersebut maka unsur dari surat kuasa dapat diuraikan
menjadi :
1. persetujuan atau perjanjian
artinya berlaku seluruh ketentuan hukum perdata mengenai hukum
perjanjian dalam KUHPer
2. memberikan kuasa
Artinya terjadi peralihan kekuasaan terkait pelaksanaan suatu urusan

12

3. menerimanya
Artinya si kuasa menerima kuasa yang diberikan kepadanya
4. untuk dan atas nama
artinya, segala tindakan yang dilakukan oleh penerima kuasa serta akibat
yang ditimbulkan oleh penerima kuasa sepanjang dilakukan berdasarkan
perintah pemberi kuasa, maka sepenuhnya menjadi tanggung jawab
pemberi kuasa. Kecuali, dalam hal penerima kuasa melakukan tindakan di
luar kewenangannya, maka hal tersebut menjadi tanggung jawab pribadi
dirinya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh
penerima kuasa bersifat limitative sebagaimana diatur dalam pasal 1797
KUHPerdata
5. menyelenggarakan suatu urusan
Hal ini merupakan tujuan pemberian kuasa
Pada dasarnya seseorang yang memberikan kuasa kepada orang lain
dengan surat kuasa, maka pada saat itulah terjadi perjanjian pemberian kuasa
sebagaimana diatur dalam pasal 1792 sampai dengan 1819 KUHPerdata. Didalam
perjanjian pemberian kuasa itulah, mutlak mengacu pada syarat sah perjanjian dalam
pasal 1320 KUHPer. Syarat sah perjanjian yang dimaksud dalam pasal 1320 KUHPer
terbagi atas syara subjektif dan objektif, yang dijabarkan sebagai berikut :
-

Syarat Subjektif
o Terdapat kesepakatan (1321 KUHPer)
Tidak ada unsur paksaan
Tidak ada unsur penipuan
Tidak ada unsur kekhilafan
o Kecakapan bertindak
Seseorang dapat melakukan tindakan hukum apabila memiliki
wewenang bertindak. Adapun orang yang tidak cakap melakukan
perbuatan hukum diiatur dalam pasal 330 KUHPerdata yaitu sebagai
berikut:
Belum dewasa
Dibawah pengampuan
Wanita bersuami (sudah dihapus oleh SEMA No 3 Tahun 1963

dan Pasal 31 UU No 1 Tahun 1974)


Syarat Objektif
13

o Hal tertentu (pasal 1333 KUHPer)


o Sebab yang halal (Pasal 1337 KUHPer)
Pemberian kuasa berakhir dengan cara ditariknya kembali kuasa dari pemberi
kuasa, pemberitahuan penghentian kuasanya oleh pemberi kuasa dan meninggal, pailit
dan atau pengampuannya pemberi kuasa maupun penerima kuasa. Berdasarkan
ketentuan dalam UU No 18 Tahun 2003 tentang advokat hanya advokat lah yang
berhak menerima kuasa dan mewakili penggugat dan tergugat dalam beracara di muka
pengadilan.
Surat kuasa terbagi menjadi dua jenis, menurut HIR dan KUHPerdata.
Menurut pasal 123 HIR surat kuasa dibedakan menjadi surat kuasa umum dan surat
kuasa khusus. Surat kuasa umum adalah kuasa yang ditunjuk didalam surat gugatan
atau pada saat mengajukan gugatan lisan. Sementara surat kuasa khusus adalah orang
yang dengan suart kuasa tersendiri dikuasakan untuk mewakili salah satu pihak dalam
berperkara. Sedangkan menurut pasal 1795 KUHPerdata, surat kuasa juga dibedakan
menjadi surat kuasa umum dan khusus. Disini lebih menitik beratkan kepada hal yang
dikuasakan. Surat kuasa umum berate si pemberi kuasa memberikan segalakuasanya
meliputi segala kepentingan si pemberi kuasa. Lain halnya dengan kuasa khusu yang
hanya mengenai satu atau lebih kepentingan tertentu. Untuk beracara di pengadilan,
berdasarkan SEMA No 2 Tahun 1959 dan Fatwa MA No 531k.sIP/1973, diperlukan
surat kuasa khusus. Dan pemberian kuasa tersebut hanya dapat dilakukan secara lisan
atau tertulis.
Sebuah surat kuasa khusus harus memuat beberapa syarat yang mutlak
dipenuhi yaitu sebagai berikut :
1. Identitas dan kedudukan para pihak
Mengenai identitas dan domisili para pihak maka hal-hal yang harus
diperhatikan adalah sebagai berikut :
a. Subjek Hukum
b. Kecakapan bertindak
2. Kompetensi absolut dan relatif
Kompetensi absolut terbagi menjadi empat, yaitu :
a. Peradilan Umum
b. Peradilan Agama
c. Peradilan Militer
d. Peradilan Tata Usaha Negara
14

Sedangkan kompetensi relatif terbagi menjadi enam, sebagaimana yang


telah dijelaskan pada pasal 118 HIR dan bab II dalam makalah ini.
3. Pokok sengketa
a. Wanprestasi; atau
b. Perbuatan Melawan Hukum
4. Hak bagi penerima kuasa
a. Hak Substitusi
Hak substitusi adalah hak yang memberikan kewenangan bagi
penerima kuasa untuk mengalihkan kuasa yang diberikan kepada
orang lain.
b. Hak honorarium
Pada hakikatnya, pemberian kuasa itu adalah cuma-cuma.
Sehingga apabila terdapat hak honorarium maka pemberian kuasa
itu dapat dibayar.
c. Hak Retensi
Hak Retensi merupakan suatu hakk dimana si penerima kuasa
berhak untuk menahan segala apa kepunyaan pemberi kuasa yang
berada di tangannya dalam waktu tertentu, hingga kepadanya telah
dibayar lunas segala apa yang dituntutnya sebagai akibat
pemberian kuasa.
Didalam surat kuasa juga harus terdapat materai sebagaimana diatur
dalam UU No 13 tahun 1985 tentang bea materai. Materai merupakan hutang para
pembuat perjanjian kepada negara. Materai merukapan kewajiban pembuat perbuatan
hukum tertulis kepada negara. Seperti yang telah disebutkan dalam pasal 1 UU No 13
tahun 1985 bahwa surat perjanjian dan surat-surat lainnya dibuat dengan tujuan untuk
digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan. Kenyataan atau keadaan
yang bersifat perdata.

15

BAB V
SURAT GUGATAN
Suatu hal yang paling utama dilakukan penggugat adalah membuat surat
gugatan yang harus ditujukan kepada Pengadilan dalam hal terdapat hak-haknya yang
dilanggar. Menurut Sudikno Mertokusumo gugatan merupakan tuntutan hak yang
mengandung sengketa. Sedangkan menurut Darwin Prints, gugatan merupakan suatu
upaya atau tindakan untuk menunutut hak atau memaksa pihak lain untuk
melaksanakan tuga atau kewajibannya guna memulihkan kerugian yang diderita oleh
penggugat melalui suatu putusan pengadilan.
Syarat untuk mengajukan gugatan adalah harus terlebih dahulu diawali dengan
somasi sebanyak tiga kali. Hal ini dimaksud untuk menunjukkan adanya itikad baik
serta gugatan tersebut harus diajukan melalui pengadilan. Terkait dengan syarat
gugatan itu sendiri adalah sebagai berikut:
1. Syarat Substansi
a. Persona standi in judicio
i. Kompetensi absolut dan relatif
ii. Identitas dan kedudukan para pihak
iii. Kualitas para pihak
b. Posita
i. Kejadian atau peristiwa
ii. Penjelasan duduk perkara
1. Wanprestasi
Tindakan yang tergolong wanprestasi ada empat
bentuk yaitu :
a. Tidak Memenuhi Prestasi
Debitur sama sekali tidak

memenuhi

kewajibannya sebagaimana yang tertuang


dalam perjanjian
b. Tidak Tunai memenuhi prestasi
Debitur
memenuhi
kewajibannya
sebagaimana tertian dalam kontrak namun
tidak sepenuhnya.
c. Terlambat memenuhi prestasi
Debitur memenuhi kewajiban sebagaimana
tertuang dalam kontrak, namun terlambat
16

d. Keliru Memenuhi prestasi


Debitur memenuhi prestasi sebagaimana
tertuang dalam kontrak namun bentuk
prestasinya

berbeda

dengan

yang

dipernjanjikan.
2. Perbuatan Melawan Hukum
a. Kesalahan
Kesalahan dapat berupa kesengajaan atau
kelalaian
b. Kerugian
Kerugian meliputi kerugian materiil dan
kerugian imateriil
c. Hubungan sebab akibat antara kesalahan dan
kerugian
d. Penggantian kerugian
iii. Hubungan hukum
iv. Tuntutan atau petitum
Dalam tuntutan harus terdapat hubungan atau korelasi
antara apa yang diminta dalam tuntutan dan posita yang
sudah dijelaskan.
v. Ganti rugi
1. Materiil
2. Imateriil
3. Bunga
Namun, dapat saja pihak yang menimbulkan kerugian
tidak berkwajiban memberikan ganti kerugian apabila
kerugian tersebut disebabkan oleh force majeur atau
peristiwa

yang

luar

biasa.

Force

majeur

merupakansuatu keadaan sedemikian rupa karena


keadaan prestasi dalam suatu kontrak tidak dapat
dipenuhi sebagaimana mestinya.
2. Syarat Formil
a. Hari, tanggal, tempat
b. Tanda tangan
c. Materai
Dalam gugatan, terdapat pihak-pihak yang terlibat yaitu penggugat, tergugat
dan turut tergugat. Penggugat, disebut juga eisser atau plaintiff merupakan pihak yang
merasahak-haknya dilanggar yang dapat berupa perseorangan atau badan hukum.
Tergugat, dapat disebut juga gedaagle atau defendant, adalah pihak yang dirasa telah
17

melanggar hak orang lain. Sementara Turut tergugat adalah pihak yang demi
formalitas gugatan harus dilibatkan dalam petitum sebagai pihak yang tunduk dan taat
pada putusan hakim.
Mengenai format surat gugatan, HIR tidak mengatur secara tegas tetapi dalam
pasal 8 ayat (3) RV dan yurisprudensi bahwa format gugatan secara umum terdiri dari:
1. Persona Standi in Judicio
a. Kompetensi absolut dan relatif
b. Identitas dan kedudukan para pihak
c. Kualitas para pihak
2. Posita
a. Kejadian atau peristiwa
b. Penjelasan duduk perkara
c. Tuntutan
d. Ganti rugi
Dalam hukum acara perdata terdapat dua teori yang menjelaskan duduk
perkara atau posita yaitu:
1. Substantiering theorie
Gugatan selain menyebutkan peristiwa hukum yang menjadi dasar
gugatan

harus

menyebutkan

kejadian-kejadian

nyata

yang

mendahului peristiwa hukum tersebut.


2. Individualiserings theorie
Gugatan yang cukup dijelaskan mengenai peristiwa atau kejadian
yang menunjukkan adanya hubungan hukum yang menjadi dasar
gugatan tanpa harus menyebutkan kejadian-kejadian nyata yang
mendahului dan menjadi sebab timbulnya kejadian kejadian
tersebut. Atau dengan kata lain hanya menjelaskan hal-hal yang
terkait.
Mengenai penambahan atau perubahan gugatan, dalam hal ini tidak diatur
dalam HIR. Namun dalam hukum acara perdata di Indonesia, penambahan atau
perubahan gugatan merupakan kewenangan Hakim dengan syarat penambahan atau
perubahan gugatan tersebut tidak merugikan tergugat sehingga pengurangan gugatan
selalu diperbolehkan. Berdasarkan pasl 127 RV, dikatakan bahwa perubahan gugatan
diperbolehkan sepanjang tidak mengubah atau menambah petitum namun perubahan
tersebut dilarang apabila berdasarkan hukum yang sama dimohon pelaksanaan suatu
hak yang lain. Misalnya, dalam gugatan semula diminta ganti rugi namun kemudian

18

dirubah menjadi pemenuhan kewajiban. Yang kedua adalah apabila adanya


penambhan keadaan-keadaan baru sehingga diperlukan putusan Hakim tentang suatu
hubungan hukum antara para pihak yang lain daripada yang semula telah
dikemukakan.
Gugatan juga dapat digabungkan yaitu apabila dalam satu pengadilan terdapat
dua perkara yang satu dan lainnya berhubungan terutama apabila penggugat dan
tergugatnya sama, maka salah satu pihak atau keduanya dapat meminta kepada hakim
agar perkara tersebut digabung. Lain halnya dengan Kumulasi Gugatan yaitu apabila
adanya dua gugatan yang dituangkan ke dalam satu surat gugatan. Dalam hal ini
diperbolehkan apabila pihakpenguggat dan tergugatnya adalah orang yang sama.
Sehingga, pada kumulasi gugatan biasanya tiap gugatanharus berdiri sendiri.
Kumulasi gugatan terbagi menjadi tiga, yaitu :
1. Kumulasi Subjektif
Penggabungan beberapa subjek
2. Kumulasi Objektif
Artinya penggabungan beberapa tuntutan. Namun, hal ini dilarang apabila
memang diperlukan acara secara khusus atau gugatan ditujukan kepada
seseorang dalam dua kualitas.
3. Konkursus
Terjadi apabila penggugat mengajukan gugatan yang mengandung
beberapa tuntutan yang menuju pada suatu akibat yang sama, dengan
dikabulkannya salah satu dari tuntutan maka tuntutan lainnya sekaligus
terkabul.
BAB VI
JAWABAN DAN INTERVENSI
Jawaban adalah hak tergugat atau tanggapan tergugat atas gugatan yang
ditujukan kepada dirinya. Jawaban dibedakan menjadi eksepsi yaitu jawaban yang
tidak langsung mengenai pokok perkara dan konvensi yaitu jawaban yang langsung
mengenai pokok perkara. Eksepsi yang dalam bahasa inggris disebut exception dan
dalam bahasa belanda disebut exceptie secara harfiah diartikan sebagai pengecualian,
namun secara hukum pengertiannya adalah bantahan atau tangkisan . Eksepsi
merupakan jawaban yang tidak langsung mengenai pokok perkara. Eksepsi diajukan
oleh tergugat didalam persidangan terhadap gugatan penggugat sebagai pernyataan

19

keberatan yang ditujukan terhadap keabsahan gugatan yang menyangkut syarat-syarat


atau formalitas gugatan. Ketentuan mengenai eksepsi diatur dalam pasal 136 HIR.
Eksepsi terbagi menjadi dua, yaitu :
1. Eksepsi prosesuil
Meruoakan eksepsi yang berkenaan dengan syarat formil gugatan
2. Eksepsi materiil
Eksepsi yang berkenaan dengan pokok gugatan namun belum ke pokok
perkara.
a. Eksepsi dillatoir
Merupakan eksepsi yang menyatakan bahwa gugatan penggugat belum
dapat dikabulkan
b. Eksepsi peremptoir
Merupakan eksepsi

mengenai

adanya

hal

yang

menghalangi

dikabulkannya gugatan
Dalam hal ini apabila eksepsi diterima maka harus dinyatakan bahwa gugatan
tidak dapat diterima. Adapun beberapa contoh konktet yang biasanya sering terjadi
sehingga tergugat mengajukan eksepsi adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Gugatan diajukan id pengadilan yang tidak berwenang


Gugatan salah alamat
Penggugat tidak berkualitas
Perkara tidak jelas (kabur)
Tergugat tidak lengkap
Penggugat telah memberi penundaan pembayaran

Menurut pasal 134 HIR dan pasal 132 RV, eksepsi dapat diajukan setiap saat
selamaa proses perkara berlangsung di persidangan pengadilan tingkat pertama
berlangsung sejak saat pemeriksaan dan sebelum putusan dijatuhkan. Dalam
kompetensi absolut, tergugat dapat mengajukan eksepsi setiap saat selama proses
pemeriksaan berlangsung. Dalam hal ini, Hakim wajib menyatakan diri tidak
berwenang mengadili perkara yang diperiksanya tersebut apabila perkara diajukan
diluar yurisdiksinya atau berada dalam lingkungan kewenangan peradilan lainnya dan
meskipun tergugat tidak mengajukan eksepsi, Hakim wajib secara ex-officio
menyatakan tidak berwenang mengadili perkara tersebut.
Konpensi atau jawaban langsung mengenai pokok perkara terbagi menjadi dua yaitu
jawaban dalam konpensi dan jawaban dalam rekonpensi. Jawaban dalam konpensi
merupakan jawaban tergugat atas dalil yang dikemukakan.
1. PengakuanMurni

20

Mengakui secara keseluruhan atas gugatan yang diajukan sehingga tidak perlu
dilakukan pembuktian
2. Tambahan mengakui tapi menyebabkan perkara tidak selesai sampai disini
saja, harusada pembuktian
3. Referte (lisan) : menyerahkan kepada hakim tentang perkara tersebut (tidak
mengakui dantidak membantah)
4. bantahan
a. mengenai pokok perkara (sangkalan), posita dan petitum
b. bukan pokok perkara (eksepsi) : formalitas gugatan
Putusan dapat diambil dari pengakuan.Jawaban tergugat dapat berisi
1. eksepsi
tergugat membantah hal-hal yang bukan menjadi pokok perkara
2. konvensi
3. rekonvensi
tergugat bisa menggugat dalam satu penelesaian perkara
Sedangkan jawaban dalam rekonpensi merupakan suatu gugatan balik yang diajukan
tergugat terhadap penggugat dalam suatu proses perkara yang sedang berlangsung
Rekonvensi (Reconventie / reconvention) adalah gugatan yang diajukan oleh tergugat
berhubung penggugat juga pernah melakukan wanprestasi terhadap tergugat.
Rekonvensi yang diajukan tergugat itu sebetulnya adalah jawaban tergugat terhadap
gugatan penggugat atas perkara yang sedang diperiksa oleh pengadilan. Menurut M.
Yahya Harahap dalam buku Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan,
Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan istilah (gugatan) rekonvensi diatur
dalam Pasal 132a HIR yang maknanya rekonvensi adalah gugatan yang diajukan
tergugat sebagai gugatan balasan terhadap gugatan yang diajukan penggugat
kepadanya3. Dalam penjelasan Pasal 132a HIRdisebutkan, oleh karena bagi tergugat
diberi kesempatan untuk mengajukan gugatan melawan, artinya. untuk menggugat
kembali penggugat, maka tergugat itu tidak perlu mengajukan tuntutan baru, akan
tetapi cukup dengan memajukan gugatan pembalasan itu bersama-sama dengan
jawabannya terhadap gugatan lawannya
Gugatan konvensi dan rekonvensi diselesaikan sekaligus dan diputus dalam
satu surat putusan, kecuali kalau pengadilan berpendapat bahwa perkara yang satu
dapat diselesaikan lebih dahulu dari pada yang lain. Istilah konvensi sebenarnya
3 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan,
Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan,
Jakarta:Sinar Grafika, 2009, hal. 468
21

merupakan istilah untuk menyebut gugatan awal atau gugatan asli. Istilah ini memang
jarang digunakan dibanding istilah gugatan karena istilah konvensi baru akan dipakai
apabila ada rekonvensi (gugatan balik tergugat kepada penggugat). Di dalam
penjelasan Yahya Harahap bahwa ketika penggugat asal (A) digugat balik oleh
tergugat (B) maka gugatan A disebut gugatan konvensi dan gugatan balik B disebut
gugatan rekonvensi4.

Dalam hal ini perkara yang dapat diperiksa dahulu boleh didahulukan, tetapi
gugatan semula dan gugat balas (rekonvensi) yang belum diputuskan tetap diperiksa
oleh hakim yang sama, sampai dijatuhkan putusan terakhir. (132 b ayat (3) HIR)
Keuntungan gugat balas bagi kedua belah pihak :
1.
2.
3.
4.

Menghemat ongkos perkara;


Mempermudah pemeriksaan;
Mempercepat penyelesaian perkara;
Menghindari
putusan
yang

saling

bertentangan.5

(R. Subekti, 1982 : 65-66)


Replik merupakan tahap yang dilakukan setelah proses pengajuan jawaban
tergugat di pengadilan. Replik adalah jawaban penggugat terhadap jawaban tergugat
atas gugatannya yang diajukan secara lisan. Replik yang diajukan oleh penggugat
berisi peneguhan gugatannya dengan mematahkan alasan-alasan penolakan yang
dikemukakan tergugat dalam jawabannya.Setelah penggugat mengajukan replik, maka
tahapan pemeriksaan selanjutnya adalah duplik yang merupakan jawaban tergugat
terhadap replik yang diajukan penggugat. Duplik dapat diajukan secara tertulis
(maupun lisan). Duplik yang diajukan tergugat berisi peneguhan jawabannya, yang
lazimnya berisi penolakan terhadap gugatan penggugat. Namun dalam prakteknya,
Dalam prakteknya acara jawab menjawab di Pengadilan antara penggugat dengan
tergugat berjalan secara tertulis. Oleh karena itu dibutuhkan waktu yang cukup

4 ibid
5 Hukum Acara Perdata, R. Soebekti, 1982, hal 65-66
22

dengan menunda waktu selama satu atau dua minggu untuk tiap-tiap tahap
pemeriksaan.
Ikut

sertanya

pihak

ketiga

dalam

proses

perkara

yaitu

voeging,

intervensi/tussenkomst, dan vrijwaring tidak diatur dalam HIR atau RBg, tetapi dalam
praktek ketiga lembaga hukum ini dapat dipergunakan dengan berpedoman pada Rv
(Pasal 279 Rv dst dan Pasal 70 Rv), sesuai dengan prinsip bahwa hakim wajib
mengisi kekosongan, baik dalam hukum materiil maupun hukum formil.Voeging
adalah ikut sertanya pihak ketiga untuk bergabung kepada penggugat atau tergugat.
Dalam hal ada permohonan voeging, hakim memberi kesempatan kepada para pihak
untuk menanggapi, selanjutnya dijatuhkan putusan sela, dan apabila dikabulkan maka
dalam putusan harus disebutkan kedudukan pihak ketiga tersebut. Intervensi
(tussenkomst) adalah ikut sertanya pihak ketiga untuk ikut dalam proses perkara itu
atas alasan ada kepentingannya yang terganggu. Intervensi diajukan oleh karena pihak
ketiga merasa bahwa barang miliknya disengketakan/diperebutkan oleh penggugat
dan tergugat. Permohonan intervensi dikabulkan atau ditolak dengan putusan sela.
Apabila permohonan intervensi dikabulkan, maka ada dua perkara yang diperiksa
bersama-sama yaitu gugatan asal dan gugatan intervensi

Vrijwaring adalah penarikan pihak ketiga untuk bertanggung jawab (untuk


membebaskan tergugat dari tanggung jawab kepada penggugat). Vrijwaring diajukan
dengan sesuatu permohonan dalam proses pemeriksaan perkara oleh tergugat secara
lisan atau tertulis. Misalnya: tergugat digugat oleh penggugat, karena barang yang
dibeli oleh penggugat mengandung cacat tersembunyi, padahal tergugat membeli
barang tersebut dari pihak ketiga, maka tergugat menarik pihak ketiga ini, agar pihak
ketiga tersebut bertanggung jawab atas cacat itu. Setelah ada permohonan vrijwaring,
hakim memberi kesempatan para pihak untuk menanggapi permohonan tersebut,
selanjutnya dijatuhkan putusan yang menolak atau mengabulkan permohonan
tersebut. Apabila permohonan intervensi ditolak, maka putusan tersebut merupakan
putusan akhir yang dapat dimohonkan banding, tetapi pengirimannya ke PT harus
bersama-sama dengan perkara pokok. Apabila perkara pokok tidak diajukan banding,
maka dengan sendirinya permohonan banding dari intervenient tidak dapat diteruskan
dan yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan tersendiri.Apabila permohonan
23

dapat dikabulkan, maka putusan tersebut merupakan putusan sela, yang dicatat dalam
Berita Acara, dan selanjutnya pemeriksaan perkara diteruskan dengan menggabung
gugatan intervensi ke dalam perkara pokok.

BAB VII
SITA JAMINAN
Sita jaminan adalah suatu tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan tempat
gugatan diajukan atas suatu permintaan agar suatu barang baik bergerak maupun
tetap, baik dimiliki oleh penggugat ataupun tergugat, pada kemudian hari tidak dapat
dialihkan dijualbelikan ataupun dipindahtangankan kepada pihak ketiga. Sehingga,
dapat disimpulkan bahwa sita jaminan adalah tindakan hukum yang bertujuan untuk
menjamin pelaksanaan putusan. Sita jaminan dapat berubah menjadi sita eksekutorial
jika perkara tersebut telah sampai kepada putusan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap. Dasar hukumnya adalah Pasal 227 ayat (1) HIR. Untuk sita jaminan,
barang bergerak harus didahulukan peniytaannya disbanding barang tidak bergerak.
Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 197 ayat (1) HIR. Alasannya adalah agar mudah
proses pemindatanganan apda saat lelang dilakukan. Namun terdapat pengecualian
apabila objek sengketa adalah kepemilikan suatu barang tidak bergerak, maka barang

24

yang tidak bergerak itulah yang disita terlebih dahulu. Tata cara dan akibat hukum sita
jaminan terdapat dalam pasal 197-199 HIR.
Tentu saja tidak semua barang dapat disita, beberapa benda yang tidak dapat
disita sesuai ketentuan pasal 197 ayat (8) HIR adalah :
1. Hewan
2. Perkakas

yang

sungguh

sungguh

dipergunakan

untuk

menjalankan

pencaharian orang yang terhukum itu.


Sita jaminan diatas terbagi menjadi beberapa macam yang akan dijabarkan
secara jelas satu persatu dibawah ini ;
a. conservatoir beslag
Conservatoir beslag ditur dalam pasal 227 HIR, yaitu sita jaminan
terhadap benda-benda tergugat (baik bergerak maupun tetap) sehingga
sifatnya

tidak

dapat

dialihkan

atau

diperjualbelikan

ataupun

dipindahtangankan, merupakan jenis sita yang paling umum. Syaratnya,


harus ada dugaan yang beralasan bahwa tergugat akan mencari akal untuk
menggelapkan atau melarikan barangnya sebelum putusan dijatuhkan dan
berkekuatan hukum tetap. Permohonan conservatoir beslag diajukan secara
tertulis bersama-sama dengan surat gugatan kepada ketua PN yag
memeriksa perkarang yang berseangkutan.
b. revindicatoir beslag
diatur dalam pasal 226 HIR, yaitu sita jaminan terhadap barang barang
penggugat yang dikuasai oleh tergugat. Hanya dapat dilakukan terhadap
barang bergerak milik penggugat yang berada ditangan tergugat.
Permohonan revindicatoir beslag dapat diajukan secara lisan maupun
tertulis kepada ketu PN yang berwenangn dalam daerah hukum tempat
tinggal orang yang memegang barang tersebut.
c. maritale beslag
diatur dalam pasa 832a RV yaitu sita jaminan yang dimohonkan istri
terhadap benda-benda suami agar selam aproses perceraian suami tidak
menjual atau mengalihkan barang barangnya yang di kemudian hari akan
dihitung sebagai harta gono-gini. Jadi, obyek marital beslag adalah harta
dalam perkawinan baik benda bergerak maupun benda tetap. Sita ini juga
dapat dimohonkan oleh istri meskipun sekarang pada prakteknya juga
dapat dilakukan oleh suami. Permohonan dapat diajukan kepada ketua PN
yang memerikasa perkara perceraian

25

d. pand beslag
diatur dalam pasal 751 RV yaitu sita yang dimohonkan oleh seorang yang
menyewakan rumah agar perabot-perabot milik penyewa disitua untuk
menjamin agar ia membayar uang sewa rumah. Sehingga obyek sitaan
adalah barang bergerak berupa perabot milik penyewa rumah. Dalam
prakteknya, sekarang dapat pula berbentuk uang jaminan.
e. vergelijkende beslag
diatur dalam pasal 463 RV yang merupakan permohonan sita jaminan
kedua menyesuaikan pada sita jaminan yang pertama. Dapat dilakukan
hanya bila sita pertama telah dilaksanakan sesuai dengan sisa hak yang
belum diperoleh oleh penggugat.
Sita jaminan dan sita eksekutorial memiliki beberapa perbedaan yang
signifikan. Namun juga tetap memiliki persamaan misalbya dalam pelaksanaanya
dimulai dari barang yang bergerak, dengan pengecualian bila jenis perkara adalah
sengketa kepemilikan suatu benda teteap, maka sita jaminan dapat langsung
diletakkan terhadap barang tetap yang dipersengketakan tersebut, dengan ketentuan
sita eksekutorial tidak mengenai pengecualian ini. Selanjutnya adalah pelaksanaan
dan tata cara sita jaminan dan sita eksekutorial adalah sama diatur dalam pasal 197
ayat (2), (5), (6) HIR. Sita yang dilakukan oleh panitera dan/atau juru sita ditempat
terletaknya barang yang disita, disaksikan oleh dua orang saksi, dibuat berita acara
sita dan meninggalkan barang yag disita dibawah oenjagaan tersita. Ketiga adalah
pendaftaran berita acara sita diatur dalam pasal 198 HIR yang merupakan syarat
formil kekuatan mengikat dan syarat sahnya sita, yaitu harus didaftarakan di kantor
pendaftaran yang berwenang kemudian memerintahkan Kepala Desa untuk
mengumumkan penyitaan. Selanjutnya adalah terdapat larangan memindahtangankan
atau memperjual belikan, menyewakan dan mengalihkan barang sitaan, sesuai dengan
ketentuan pasal 199 HIR. Selain itu juga terdapat larangan sita terhadap hewan dan
perkakas ayng digunakan sebagai mata pencaharian.
Perbedaan antara keduanya adalah tujuan dari sita jaminan adalah menjamin
gugatan pengguat sebelum putusan berkekuatan hukum tetap, sementara tujuan sita
eksekutorial adalah untukk melaksanakan lelang eksekusi setelah putusan berkekuatan
hukum tetap. Waktu pelaksanaan keduanya pun berbeda, sita jaminan dilakukan

26

sebelum putusan berkekuatan hukum tetap sementara sita eksekutorial adalah setelah
perkaran mendapat putusan yang berkekuatan hukum tetap. Selain itu sita jaminal
kewenangan pelaksanaanya berada ditangan Ketua Majelis Hakim sementara
kewenangan pelaksanaan sita eksekutorial adalah oleh Ketua Pengadilan Negeri.

BAB VIII
PEMBUKTIAN
Prof. Sudikno Mertokusumo, S.H dalam bukunya Hukum Acara Perdata
Indonesia, mendefisinikan pembuktian dalam tiga arti, yaitu:
1) arti logis
Artinya memberikan kepastian mutlak karena berlaku bagi setiap orang dan
tidak memungkinkan adanya bukti lawan.
2) arti konvensional
Artinya memberikan kepastian nisbi atau relative yang mempunyai tindakantindakan yakni:
a. kepastian yang didasarkan atas perasaan belaka
dalam hal ini bersifat intuitif (conviction intime)
b. kepastian yang didasarkan atas pertimbangan akal
disebut juga convictio raisonne
3) arti yuridis
Artinya pembuktian yang konvensional yang bersifat khusus. Dalam hal ini
merupakan pembuktian historis, yakni pembuktian yang menetapkan apa yang
telah terjadi secara concreto. Tujuannya adalah memberi dasar yang cukup
kepada Hakim yang memeriksa perkara yang bersangkutan guna memberikan
kepastian tentang kebenaran peristiwa yang diajuka. Hal ini berlaku agi pihakpihak yang berperkara atau yang memperoleh hak dari mereka.
27

HIR mengatur pembuktian dalam pasal 162 sampai dengan pasal 177
sementara KUHPerdata mengatur pembuktian dalam pasal 1865 sampai dengan pasal
1945. Dalam hukum acara perdata, objek pembuktian adalah peristiwanya bukan
dasar hukumnya. Peristiwa inilah yang harus dicari kebenarannya. Didalam
kebenaran tersebut harus dicari mengenai kebenaran formil. Artinya hakim tidak
boleh melampaui batas-batas yang diajukan oleh yang berperkara. Hakim cukup
membuktikan dengan prepondence of evidence sebagaimana yang dinyatakan dalam
pasal 178 ayat (3) HIR. Penggugat dan tergugat merupakan pihak yang dapat
melakukan pembuktian, hal ini diatur dalam pasal 163 HIR yang menyatakan bahwa
siapa yang mendalilkan sesuatu, dia yang harus membuktikannya.
Menurut Retnowulan, S.H. dalam bukunya Hukum Acara Perdata dalam teori
dan Praktek menyatakan bahwa terdapat tiga teori penilaian pembuktian
1) teori pembuktian bebas
Menyatakan bahwa tidak menghendaki adanyan ketuantuan-ketentuan yang
mengikat Hakim, seghingga penilain pembuktian seberapa dapat diserahkan
kepadanya.
2) teori pembuktian negative
Merupakan teori yang mebatasa pada larangan kepada Hakim untuk
melakukan sesuatu yang berhubungan dengan pembuktian, Dengan kata lain,
Hakim dilarang dengan pengecualian. Hal ini sesuai dengan pasal 169 HIR jo
pasal 306Rbg jo pasal 1905 KUHPerdata
3) teori pembuktian positif
Merupakan teori yang menghendaki adanya perintah bagi hakim. Artinya
diwajibkan dengan syarat. Hal ini diatur dalam pasal 165 HIR jo. Pasal 258
Rbg jo pasal 1870 KUHPerdata.
Pasal 164 HIR mengenal lima macam alat bukti yaitu sebagai berikut :
1) Bukti surat
Bukti surat merupakan bukti yang paling penting dan utama. Bukti surat
dibedakan menjadi dua jenis :
a. Akta
i. Akta otentik
Merupakan surat yang diperbuat oleh atau dihadapan pegawai
umum yang berwenang untuk membuat surat tersebut dengan
tjuan muwujudkan bukti yang cukup bagi kedua belah pihak
dan ahli warisnya serta sekalian orang yang mendapat hak

28

daripadanya. Atau surat ini dibuat dengan sengaja sebelum


terjadi sengketa. Akta otentik diatur dalam paal 165 HIR. Surat
panggilan juru sita dan surat putusan hakim merupakan contoh
akta otentik. Akta otentik mempunyai tiga macam kekuatan
pembuktian, sebagai
1. Kekuatan pembuktian formil
Artinya, membuktikan anytara para pihak bahwa
mereka sudah menerangkan apa yang ditulis dalam akta
tersebut.
2. Kekuatan pembuktian materiil
Artinya, membuktikan antara para pihak bahwa benarbenar peristiwa yangtersebut dalam akta itu benar
terjadi
3. Kekuatan mengikat
Artinya, membuktikan antara para pihak dan pihak
ketiga bahwa pada tangga yang tersebut dalam akta,
yang bersangkutan telah menghadap kepalapegawai
umum dan menerangkan apa yang ditulis dalam akta
tersebut.
ii. Akta bawah tangan
Merupakan surat akta yang hanya ditandatangi oleh para pihak
dan tidak dibuat dengan perantara pejabat umum. Akta jual
beli, sewa menyewa serta utangpiutang merupakan contoh dari
akta bawah tangan. Hal ini diatur dalam pasal 286 sampai
dengan pasal 305 Rbg jo pasal 1874 sampai dengan pasal 1880
KUHPerdata. Adapun akta dibawah tangan yang dibubuhi cap
jari dapat diperkuat dengan suatu keterangan dari notaris atau
pejabat umum yang menurut peraturan perundang-undangan
berwenang untuk itu, dengan mengatakan bahwa ia mengal
orang yang membubuhkan cap jari tersebut. Kekuatan akta
dibawah tangan ini juga sama dengan kekuatan akta otentik,
artinya apabila akta tersbeut diakui para pihak maka terhadap
siapa akta tersebut dapat dibakai sebgagai alat bukti.
b. Surat bukan akta

29

Syrat bukan akta atau surat biaa adalah sehelai surat biasa yang dibuat
tidak dengan maksud untuk dijadikan alat bukti. Apabila kemudia surat
tersebut dijadikan alat bukti, itu hanya kebetulan saja.
2) Bukti saksi
Prinsip hakim terkati dengan bukti saksi adalah unus testis nullus testis
yang artinya satu saksi bukanlahh saksi. Keterangan seorang saksi saja tanpa
adanya bukti yang lain, tidak cukup untuk membuktikan atau dianggap
terbuktinya suatu dalil yang harus dibuktikan. Syarat sebagai seorang saksi
adalah:
- Melihat, mendengar dan mengalami sendiri (Pasal 171 ayat (2) HIR)
- Dewasa
- Tidak dibawah pengampuan
Terkait dengan bukti saksi, dibedakan menjadi dua kategori yaitu
a. Keterangan saksi
Keterangan saksi merupakan kketerangan seseorang yang dialami
secara langsung dan dilihat sendiri oleh saksi, keterangan tersebut
harus juga menyebutian tentang sebab musabab ang diketahuinya
tentang itu. Perkiraan, rekaan, atau sebagai kesimpulan dari pikiran
seorang saksi tidka dapat dinilai sebagai suatu kesaksian. Diatur dalam
pasal 145 dan 146 HIR.
Beberapa orang tidak dapat didengan sebagai saksi adalah:
o Keluarga sedarah dan semenda dalam garis lurus keatas atau
kebawah
o Suami atau istri salah satu pihak
o Anak anak dibawah usia 15 tahun
o Orang sakit ingatannya.
b. Keterangan ahli
Berdasarkan pasal 154 HIR keterangan ahli merupakan keterangan ang
diberikan oleh seseorang berdasarkan keahlian yang dimilikinya dalam
pembuktian. Di dalam pasal 154 HIR dikatakan jika pengadilan negeri
berpendapat bahwa perkara itu akan lebih terang hika ada pemeriksaan
dan oengamatan oleh seorangan ahli, maka dapatlah pengadilan negeri
mengangkat ahli tersebut, baik atas permintaan dkedua belah piak
maupun karna jabatannya.
Kewajiban seorang saksi adalah sebagai berikut :
o Kewajiban untuk menghadap
o Kewajiban untuk memberikan keterangan
o kewajiban untuk bersumpah

30

sumpah promissior
sumpah confirmatoir

3) Persangkaan
Persangkaan merupakan kesimpulan-kesimpulan yang oleh undang-undang
atau hakim ditarik dari suatu peristiwa yang terang nyata kearah peristiwa lain
yang belum terang kenyataannya.
a. Persangkaan hakim
Suatu persangkaan dimmana hakim yang memutus berdasarkan
kenyataannya,

apakah

mungkin

dan

sampai

berapa

jauhkan

kemungkinannya unuk membuktikan suatu peristiwa tertentu. Hal ini


diatur dalam pasal 173 HIR.
b. Persangkaan menurut undang-undang
Persangkaan menurut undang undangan merupakan suatu persangkaan
dimana undang undanglah yang menetapkan hubungan antara
peristiwa yang diajukan dan harus dibuktikan dengan peristiwa yang
tidak diajukan. Atau dengan kata lain, merupakan persangkaan
berdasarkan suatu ketentuan khusus undang-undang atau peristiwa
tertentu, diantara:
o perbuatan yang oleh undang-undangn dinyatakan batal, karena
semata-mata demi sifat dan wujudnya, dianggap telah dilakukan
untuk menyelundupi suatu ketentuan undang-undang.
o Hal-hal dimana oleh undang-undang diterangkan bahwa hak milik
atau pembebasan utang disimpulkan dari keadaan tertentu.
o Kekuatan yang oleh undang-undang diberikan kepada suatu
putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
o Kekuatan yan oleh undang-undangan diberikan kepada pengakuan
atau kepada sumpah salah satu pihak.
Persangkaan menurut undang-undang ini terbaga menjadi dua yaitu:
i. Prasumptiones juris tantum
Merupakan persangkaan berdasarkan hukum atau undangundang yang memungkinkan adanya pembuktian lawan.
ii. Prasumptiones juris et de jure
Merupakan persangkaan berdasarkan hukum atau undangundang yang tidak memungkinkan pembuktian lawan.
4) Pengakuan
Pada dasarnya pengakuan merupakan suatu pernyataan dengan bentuk tertulis
maupun lisan dari salah satu pihak berperkara yang isinya membenarkan dalil31

dalil dari salah satu pihak berperkara yang isinya membenarkan dalil lawan,
baik sebagian maupun seluruhnya. Terdapat tiga bentuk pengakuan yaitu,
a. Pengakuan yang dilakukan dihadapan sidang
Merupakan pengakuan yang berisi ketrangan sepihak, baik tertulis
maupun lisan yang tegas dan dinyatakan oleh salah satu pihak dalam
perkara di persidangann yang membenarkan baik seluruhnya atau
sebagian dari suatu peristiwa, hak atau hubungan hukum yang diajukan
oleh lawannya, yang mengakibatkan pemeriksaan lebih lanjut oleh
hakim tidak perlu lagi. Ciri pengakuan yang dilakukan di hadapan
sidang yaitu :
o mempunyai kekuatan pembuktian sempurna
o pengakuan dapat disampaikan oleh yang bersangkutan sendiri
maupun kuasanya
o pengakuan tidak dapat ditarik kembali
o pengakuan didepan sidang sama dengan persangkaan menurut
undang-undang.
b. Pengakuan yang dilakukan diluar sidang
Merupakan pengaukan yang berisi keterangan yang diberikan oleh
salah satu pihak dalam suatu perkara perdata di luar persidangan untuk
membenarkan pernyataan-pernyataan yang diberikan oleh lawannya.
Pengakuan ini dapat dilakukan secaratertulis dan lisan.
c. Pengakuan yang tidak boleh dipisah-pisah
Merupakan suatu pengakuan yang harus diterima bulat. Hakim tidak
boleh memecahmecah pengakuan itu dan menerima sebagian dari
pengakuan sehingga tidak perlu lagi dibuktikan dan menolak sebagian
lainnya yang masih perlu dibuktikan lebih lanjut. Pengakuan terbagi
menjadi menjadi dua yaitu:
i. Pengakuan dengan kualifikasi
Pengakuan dengan sangkalan terhadap sebagian dari tuntutan.
Denan kata lain merupakan jawaban dari tergugat yang
sebagian terdiri dari pengakuan dan sebagian terdiri dari
sangkalan.
ii. Pengakuan dengan klausula
Merupakan pengakuan yang disertai dengan keterangan
tambahan yang bersifat membebaskan. Dengan kata lain,
merupakan jawaban tergugat yakni pengakuaan mengenai hal
pokok yang diajukan oleh penggugat tetapi disertai dengan
tambahan penjelasan yang menjadi dasar penolakan gugatan.

32

5) Bukti sumpah
Merupakan suatu pernyataan yang khidmat diberikan atau diucapkan pada
waktu memberi janji atau keterangan dengan mengingat akan sifat mahakuasa
Tuhan dan percaya bahwa barang siapa yang memberik keterangan atau janji
yang tidak benar akan dihukum olehNya. Diatur dalam pasal 155 sampai
dengan 158 HIR dan pasal 177 HIR. Terdapat tiga macam bentuk sumpah
yaitu:
a. Sumpah pelengkap
Merupakan sumpah yang diperintahkan oleh hakim karena jabatannya
kepada salah satu pihak untuk melengkapi pembuktian peristiwa yang
menjadi sengketa sebagai dasar putusannya. Syaratnya adalah bukti
permulaan yang cukup ditambah dengan sumpah pelengkap maka
perkara dianggap selesai atau dengan kata lain mempunyai kekuatan
pembuktian sempurna. Hal ini diatur dalam pasal 155 HIR
b. Sumpah pemutus
Merupakan sumpah yang dibebankan atas permintaan salah satu pihak
kepada lawannya. Pihak yang meminta lawannya untuk mengucapkan
sumpah disebut deferent. Sedangkan pihak yang harus bersumpah
disebut delaat. Sumpah ini dapat dilaukan pada setiap saat selama
pemeriksaan di pengadilan. Adanya inisiatif untuk membebani sumpah
decisoir selama pemeriksaan pengadilan. Adanya inisiatif untuk
membebani sumpah decisoir berasal dari salah satu pihak. Hal ini
diatur dalam pasal 156 HIR.
c. Sumpah penaksir
Merupakan sumpah yang diperintahkan oleh hakim karena jabatannya
kepada penggugat untuk menentukan jumlah uang ganti kerugian.
Sumpah ini memiliki kekuatan pembuktian sempurna.

33

BAB IX
PUTUSAN
Setelah melakukan segala pemeriksaan terhadap berkas-berkas dari penggugat
serta alat bukti yang dihadirkan dalam persidangan acara perdata, maka hakim akan
mengambil suatu putusan terhadap perkara yang ia periksa. Menurut Prof. Sudikno
Mertokusumo putusan merupakan suatu eprnyataan yang oleh hakim, sebagi pejabat
yang diberi wewenang itu, diucapkan di persidangan dan bertujuan untuk mengakhiri
atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak. Terkait dengan
pembacaan putusan tersebut, berdasarkan SEMA No. 5 Tahun 1959 tanggal 20 April
1959 dan SEMA No. 1 tahun 1962 tanggal 7 Maret 1962, menginstruksikan kepada
para hakim agar pada waktu putusan pengadilan tersebut diucapkan untuk mencegah
adanya perbedaan antara bunyi putusan.
Tata cara pembacaan putusan adalah sebagai berikut, putusan diambil dengan
didahului oleh sidang permusyawaratan yang sifatnya rahasia. Kemudian, dalam
34

sidang permusyawaratan setiap hakim wajib menyampaikan pertimbangannya dan


apabila tidak tercapai mufakat bulat, maka pendapat hakim yang berbeda wajib
dimuat dalam putusan, yang disebut dengan dissenting opinion. Selanjutnya, putusan
hakim harus dibacakan di depan persidangan yang e=terbuka untuk umum agar sah
dan mempunyai kekuatan hukum, kecuali Undang-undang menentukan lain. Bila hak
tersebut tidak dilaksanakan, maka terhadap putusan tersebut batal demi hukum.
Isi putusan hakim haruslah mengacu pada pasal 184 HIR yang meliputi suatu
keterangan singkat tetapi jelas dari isi gugatan dan jawaban. Ditambah dengan alasanalasan yang dipakai sebagai dasar dari putusan hakim. Selain itu terdapat pula
keputusan hakim mengenai pokok perkara dan besar ongkos perkara. Keterangan
mengenai pihak-pihak yang hadir saat keputusan dijatuhkan juga termasuk dalam isi
putusan. Jika keputusan tersebut didasarkan atas suatu undang-undang, hal tersebut
harus disebutkan. Dalam putusan tersebut juga terdapat tanda tangan hakim dan
panitera. Berdasarkan pasal 50 UU No 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman,
isis keputusan pengadilan selain harus memuat alasan-alasan dan dasar-dasar putusan,
juga harus memuat oula pasal-pasal tertentu dari peraturan-peraturan bersangkutan
atau sumber hukum tidak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.
Setiap putusan terdiri dari lima bagian, yang akan dijabarkan sebagai berikut
dibawah ini:
a) kepala putusan
Setiap putusan harus dimulai dengan DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA yang dapat disebut titel eksekutorial
atau irah irah sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (1) UU No 48 tahun
2009. Dengan adanya titel eksekutorial tersebut suatu putusan mempunyai
kekuatan eksekutorial sehingga dapat dieksekusi. Termasuk didalam kepala
putusan adalah :
a. nomor register perkara
b. nama pengadilan yang memutus perkara
b) identitas para pihak
Dalam hal ini, identitas harus dimuat secara jelas, yaitu nama, alamat,
pekerjaan, serta nama kuasanya bila yang bersangkutan memberi kuasa kepada
orang lain. Dalam praktik peradilan, membuat putusan setelah aspek ini juga
diuraikan terhadap kerangka dasar yang berisikan penguraian mengenai
redaksionalnya yaitu : telah membaca, mempelajari, dan melihat surat-surat

35

dalam berkas perkara ini, serta telah mengdengar keterangan para saksi dan
pihak yang berperkara
c) pertimbangan
bagian ini merupakan alasan atau dasar dari suatu putusan, yang terdiri atas
dua bagian, yaitu
a. pertimbangan tentang duduk perkaranya
yaitu mengenai apa yang terjadi di depan pengadilan dimana sringkali
gugatan dan jawaban dikutip secara lengkap
b. pertimbangan hukum
digunakan untuk menentukan nilai dari suatu putusan hakim, sehingga
aspekpertimbangan hukum oleh hakim haruslah teliti, baik dan cermat.
d) amar putusan
pada hakikatnya amar atau dictum putusan merupakan jawaban terhdap
petitum dari gugatan. Dalam mengadili suatu perkara, Hakim wajib mrngsdili
semua bagian dari tuntutan, baik dalam konpensi maupun rekonpensi, bila
tidak maka putusan tersebut harus dibatalkan. Walau demikian hakim tidak
oleh menjatuhkan putusan erhadap sesuatu yang tidak dituntut. Amar putusan
dapat bersifat deklaratif atau dispositive. Dikatakan declarative apabila amar
itu merupakan penerapan dari hubungan hukum yang menjadi sengketa atau
hukumnya mengabulkan atau menolak gugatan.
e) Penandatanganan
Setiap putusan harus ditandatangani oleh majelis hakim ketua, hakim anggota
dan panitera sebagaimana diatur dalam pasal 184 ayat (3) HIR. Apabila ketua
sidan tidak dapat menandatangani putusan, maka penandatangan oleh hakim
anggota yang ikut serta memeriksa, yang pangkatnya setingkat dibawah
pangkat ketua sebagaimana diatur dalam pasal 137 ayat (10) HIR. Jika
panitera berhalangan menandatangani putusan maka hal tersebut harus
dinyatakan dalam Beritas Acara sebagaimana diatur dalam pasal 187 HIR.
Putusan memiliki digolongkan menjadi beberapa tingkat, yaitu :
1) Putusan sela
a. Putusan preparatoir
Adalah putusan persiapan mengenai jalannya pemeriksaan guna
melancarkan proses persidangan hingga tercapai putusan akhir.
b. Putusan interlocutoir
Putusan yang isinya memerintahkan pembuktian. Isi putusan ini
mempengaruhi putusan akhir.
c. Putusan incindeteel

36

Putusan yang berhubungan dengan insiden,yaitu peristiwa yang


menunda prosedur peradilan biasa. Putusan ini belum berhubungan
dengan pokok perkara, masih bersifat formil belum menyangkut
materiil suatu perkara.
d. Putusan provisional
Putusan yang menjawab tuntutan provisi, yaitu permintaan pihak
yangberperkara

supaya

diadakan

tindakan

pendahuluan

untuk

kepentingan salah satu pihak sebelum putusan akhir dijatuhkan.


Dalam pasal 185 HIR disebutkan bahwa putusan sela tidak dibuat dalam suatu
surat tersendiri, tetapi dimasukkan ke dalam berita acara sidang. Sedangkan, di
pasal 190 HIR disebutkan bahwa permintaan banding terhadap putusan sela
hanya dapat diajukan bersama-sama dengan pemohon banding terhadap
putusan akhir.
2) Putusan akhir
Merupakan puusan yang mengakhiri perkara perdata pada tingkat pemeriksaan
tertentu.
3) Putusan berdasarkan sifat amar
Putusan terbagi menjadi tiga bentuk, yaitu
a. Putusan declaratoir
Merupakan putusan yang menyatakan suatu keadaan sebagai suatu
keadaan yang sah menurut uku,. Putusan ini bersifat hanya
menerangkan menegaskan suatu keadaan hukum semata.
b. Putusan constitutief
Merupakan putusan yang menciptkanan suatu keadaan hukum baru.
Keadaan hukum baru tersebut dapat berupa meniadakan suatu keadaan
hukum atau menimbulkan suatu keadaan hukum baru.
c. Putusan condemnatoir
Merupakan putusan yang bersifat menghukum para pihak yang
dikalahkan untuk memenuhi prestasi.
4) Putusan perdamaian
Merupakan putusan yang dijatuhkan Hakim yang isinya menghukum para
pihak yang berperkara untuk melaksanakan isi perjanjian perdamaian yang
sebelumnya telah disetujui oleh para pihak. Berdasarkan pasal 130 ayat (2)
putusan perdamaian mempunyai kekuatan hukum tetap. Ditandai dengan
adanya acta van dading.
5) Putusan gugur
Putusan ini dijatuhkan kepada penggugat dalam hal penggugat tidak hadir
pada sidang hari pertama tanpa alasan yang sah dan tidak pula menyuruh

37

wakilnya yang sah walaupun telah dipanggil secara sah dan patut (pasa 125
HIR)
6) Putusan verstek
Putusan yang dijatuhkan oleh hakim karena tergugat tidak hadir pada sidang
hari pertama dan tidak mengirimkan wakilnya yang sah walaupun telah
dipanggil secara sah dan patut.
7) Putusan contradictoir
Putusan yang diambil dalam hal tergugat pernah datang ke persidangan.
Merupakan kebalikan dari putusan verstek
8) Putusan serta merta
Putusan yang dapat dijalankan terlebih dahulu walaupun terhadap putusan
tersebut ada upaya hukum lain.
9) Putusan berkekuatan hukum tetap
Putusan yang sudah tidak lagi ada upaya hukum biasa yang dipergunakan
yaitu perlawanan, banding, kasasi. Karena apabila telah memperoleh kekuatan
hukum tetap, maka suatu putusan tidak dapat lagi diubah, sekalipun dengan
pengadilan tinggi, kecuali dengan upaya hukum luar biasa. Dalam hal ini
menimbulkan upaya hukum eksekusi.

38

BAB IX
PUTUSAN
Setelah melakukan segala pemeriksaan terhadap berkas-berkas dari penggugat
serta alat bukti yang dihadirkan dalam persidangan acara perdata, maka hakim akan
mengambil suatu putusan terhadap perkara yang ia periksa. Menurut Prof. Sudikno
Mertokusumo putusan merupakan suatu eprnyataan yang oleh hakim, sebagi pejabat
yang diberi wewenang itu, diucapkan di persidangan dan bertujuan untuk mengakhiri
atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak. Terkait dengan
pembacaan putusan tersebut, berdasarkan SEMA No. 5 Tahun 1959 tanggal 20 April
1959 dan SEMA No. 1 tahun 1962 tanggal 7 Maret 1962, menginstruksikan kepada
para hakim agar pada waktu putusan pengadilan tersebut diucapkan untuk mencegah
adanya perbedaan antara bunyi putusan.
Tata cara pembacaan putusan adalah sebagai berikut, putusan diambil dengan
didahului oleh sidang permusyawaratan yang sifatnya rahasia. Kemudian, dalam
sidang permusyawaratan setiap hakim wajib menyampaikan pertimbangannya dan
apabila tidak tercapai mufakat bulat, maka pendapat hakim yang berbeda wajib
dimuat dalam putusan, yang disebut dengan dissenting opinion. Selanjutnya, putusan
hakim harus dibacakan di depan persidangan yang e=terbuka untuk umum agar sah
dan mempunyai kekuatan hukum, kecuali Undang-undang menentukan lain. Bila hak
tersebut tidak dilaksanakan, maka terhadap putusan tersebut batal demi hukum.
Isi putusan hakim haruslah mengacu pada pasal 184 HIR yang meliputi suatu
keterangan singkat tetapi jelas dari isi gugatan dan jawaban. Ditambah dengan alasanalasan yang dipakai sebagai dasar dari putusan hakim. Selain itu terdapat pula
keputusan hakim mengenai pokok perkara dan besar ongkos perkara. Keterangan
mengenai pihak-pihak yang hadir saat keputusan dijatuhkan juga termasuk dalam isi
putusan. Jika keputusan tersebut didasarkan atas suatu undang-undang, hal tersebut
39

harus disebutkan. Dalam putusan tersebut juga terdapat tanda tangan hakim dan
panitera. Berdasarkan pasal 50 UU No 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman,
isis keputusan pengadilan selain harus memuat alasan-alasan dan dasar-dasar putusan,
juga harus memuat oula pasal-pasal tertentu dari peraturan-peraturan bersangkutan
atau sumber hukum tidak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.
Setiap putusan terdiri dari lima bagian, yang akan dijabarkan sebagai berikut
dibawah ini:
f) kepala putusan
Setiap putusan harus dimulai dengan DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA yang dapat disebut titel eksekutorial
atau irah irah sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (1) UU No 48 tahun
2009. Dengan adanya titel eksekutorial tersebut suatu putusan mempunyai
kekuatan eksekutorial sehingga dapat dieksekusi. Termasuk didalam kepala
putusan adalah :
a. nomor register perkara
b. nama pengadilan yang memutus perkara
g) identitas para pihak
Dalam hal ini, identitas harus dimuat secara jelas, yaitu nama, alamat,
pekerjaan, serta nama kuasanya bila yang bersangkutan memberi kuasa kepada
orang lain. Dalam praktik peradilan, membuat putusan setelah aspek ini juga
diuraikan terhadap kerangka dasar yang berisikan penguraian mengenai
redaksionalnya yaitu : telah membaca, mempelajari, dan melihat surat-surat
dalam berkas perkara ini, serta telah mengdengar keterangan para saksi dan
pihak yang berperkara
h) pertimbangan
bagian ini merupakan alasan atau dasar dari suatu putusan, yang terdiri atas
dua bagian, yaitu
a. pertimbangan tentang duduk perkaranya
yaitu mengenai apa yang terjadi di depan pengadilan dimana sringkali
gugatan dan jawaban dikutip secara lengkap
b. pertimbangan hukum
digunakan untuk menentukan nilai dari suatu putusan hakim, sehingga
aspekpertimbangan hukum oleh hakim haruslah teliti, baik dan cermat.
i) amar putusan
pada hakikatnya amar atau dictum putusan merupakan jawaban terhdap
petitum dari gugatan. Dalam mengadili suatu perkara, Hakim wajib mrngsdili
semua bagian dari tuntutan, baik dalam konpensi maupun rekonpensi, bila

40

tidak maka putusan tersebut harus dibatalkan. Walau demikian hakim tidak
oleh menjatuhkan putusan erhadap sesuatu yang tidak dituntut. Amar putusan
dapat bersifat deklaratif atau dispositive. Dikatakan declarative apabila amar
itu merupakan penerapan dari hubungan hukum yang menjadi sengketa atau
hukumnya mengabulkan atau menolak gugatan.
j) Penandatanganan
Setiap putusan harus ditandatangani oleh majelis hakim ketua, hakim anggota
dan panitera sebagaimana diatur dalam pasal 184 ayat (3) HIR. Apabila ketua
sidan tidak dapat menandatangani putusan, maka penandatangan oleh hakim
anggota yang ikut serta memeriksa, yang pangkatnya setingkat dibawah
pangkat ketua sebagaimana diatur dalam pasal 137 ayat (10) HIR. Jika
panitera berhalangan menandatangani putusan maka hal tersebut harus
dinyatakan dalam Beritas Acara sebagaimana diatur dalam pasal 187 HIR.
Putusan memiliki digolongkan menjadi beberapa tingkat, yaitu :
10) Putusan sela
a. Putusan preparatoir
Adalah putusan persiapan mengenai jalannya pemeriksaan guna
melancarkan proses persidangan hingga tercapai putusan akhir.
b. Putusan interlocutoir
Putusan yang isinya memerintahkan pembuktian. Isi putusan ini
mempengaruhi putusan akhir.
c. Putusan incindeteel
Putusan yang berhubungan dengan insiden,yaitu peristiwa yang
menunda prosedur peradilan biasa. Putusan ini belum berhubungan
dengan pokok perkara, masih bersifat formil belum menyangkut
materiil suatu perkara.
d. Putusan provisional
Putusan yang menjawab tuntutan provisi, yaitu permintaan pihak
yangberperkara

supaya

diadakan

tindakan

pendahuluan

untuk

kepentingan salah satu pihak sebelum putusan akhir dijatuhkan.


Dalam pasal 185 HIR disebutkan bahwa putusan sela tidak dibuat dalam suatu
surat tersendiri, tetapi dimasukkan ke dalam berita acara sidang. Sedangkan, di
pasal 190 HIR disebutkan bahwa permintaan banding terhadap putusan sela
hanya dapat diajukan bersama-sama dengan pemohon banding terhadap
putusan akhir.
11) Putusan akhir

41

Merupakan puusan yang mengakhiri perkara perdata pada tingkat pemeriksaan


tertentu.
12) Putusan berdasarkan sifat amar
Putusan terbagi menjadi tiga bentuk, yaitu
a. Putusan declaratoir
Merupakan putusan yang menyatakan suatu keadaan sebagai suatu
keadaan yang sah menurut uku,. Putusan ini bersifat hanya
menerangkan menegaskan suatu keadaan hukum semata.
b. Putusan constitutief
Merupakan putusan yang menciptkanan suatu keadaan hukum baru.
Keadaan hukum baru tersebut dapat berupa meniadakan suatu keadaan
hukum atau menimbulkan suatu keadaan hukum baru.
c. Putusan condemnatoir
Merupakan putusan yang bersifat menghukum para pihak yang
dikalahkan untuk memenuhi prestasi.
13) Putusan perdamaian
Merupakan putusan yang dijatuhkan Hakim yang isinya menghukum para
pihak yang berperkara untuk melaksanakan isi perjanjian perdamaian yang
sebelumnya telah disetujui oleh para pihak. Berdasarkan pasal 130 ayat (2)
putusan perdamaian mempunyai kekuatan hukum tetap. Ditandai dengan
adanya acta van dading.
14) Putusan gugur
Putusan ini dijatuhkan kepada penggugat dalam hal penggugat tidak hadir
pada sidang hari pertama tanpa alasan yang sah dan tidak pula menyuruh
wakilnya yang sah walaupun telah dipanggil secara sah dan patut (pasa 125
HIR)
15) Putusan verstek
Putusan yang dijatuhkan oleh hakim karena tergugat tidak hadir pada sidang
hari pertama dan tidak mengirimkan wakilnya yang sah walaupun telah
dipanggil secara sah dan patut.
16) Putusan contradictoir
Putusan yang diambil dalam hal tergugat pernah datang ke persidangan.
Merupakan kebalikan dari putusan verstek
17) Putusan serta merta
Putusan yang dapat dijalankan terlebih dahulu walaupun terhadap putusan
tersebut ada upaya hukum lain.
18) Putusan berkekuatan hukum tetap
Putusan yang sudah tidak lagi ada upaya hukum biasa yang dipergunakan
yaitu perlawanan, banding, kasasi. Karena apabila telah memperoleh kekuatan
hukum tetap, maka suatu putusan tidak dapat lagi diubah, sekalipun dengan

42

pengadilan tinggi, kecuali dengan upaya hukum luar biasa. Dalam hal ini
menimbulkan upaya hukum eksekusi.

BAB XI
UPAYA HUKUM
Yang dimaksud dengan upaya hukum ialah suatu usaha setiap pribadi atau
badan hukum yang merasa dirugikan haknya atau atas kepentingannya untuk

43

memperoleh keadilan dan perlindungan atau kepastian hukum, menurut cara-cara


yang ditetapkan dalam undang-undang. Upaya hukum merupakan hak dari terdakwa
atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa untuk
mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang
diatur dalam UU. Dua upaya yang dapat ditempuh:

Upaya hukum biasa, yaitu meliputi:


o Banding
o Kasasi
Upaya hukum luar biasa
o Kasasi demi kepentingan hukum (Pasal 259 HIR), semua
putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari
pengadilan selain dari putusan MA, Jaksa Agung, dapat
mengajukan satu kali permohonan, putusan kasasi demi
kepentingan hukum tidak boleh merugikan pihak yang
berkepentingan.
o Herziening, peninjauan kembali terhadap putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (pasal 263 ayat
(1) HIR). Peninjauan ini diajukan oleh terpidana atau ahli
warisnya. Alasan pengajuan (pasal 263 ayat 2 HIR), apabila
terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa
apabila keadaan itu sudah diketahui sebelum sidang
berlangsung hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan
bebas dari segala tuntutan, atau ketentuan lebih ringan
(novum), apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan
suatu kekhilafan hakim atau kekeliruan nyata. Pengadilan
ditetapkan.
o Upaya hukum grasi, wewenang dari Kepala Negara untuk
memberikan pengampunan terhadap hukuman yang telah
dijatuhkan oleh Hakim, untuk menghapus seluruhnya, sebagian
atau merubah sifat atau bentuk hukuman (pasal 14 UUD 1945).

Macam-macam Upaya Hukum


A. Perlawanan (Verzet)

44

Menurut pasal 214 ayat (2) KUHAP, dalam hal memutus diluar hadirnya
terdakwa (verstek), maka surat amar putusan segera disampaikan kepada terpidana.
Adapun bukti bahwa surat amar putusan telah disampaikan oleh penyidik kepada
terpidana, diserahkan kepada panitera untuk dicatat dalam buku register.Dan menurut
pasal 214 ayat (4) KUHAP, dalam hal putusan yang dijatuhkan diluar hadirnya
terdakwa dan putusan itu berupa pidana perampasan kemerdekaan ( penjara atau
kurungan ), maka terdakwa dapat mengajukan perlawanan (verzet). Perlawanan ini
harus diajukan dalam waktu tujuh hari sesudah putusan itu diberitahukan secara sah
kepada terdakwa dan perlawanan tersebut diajukan kepada pengadilan yang
menjatuhkan putusan verstek itu.
Dengan adanya verzet itu, maka menurut pasal 214 ayat (4) KUHAP, dalam
hal putusan versteknya menjadi gugur. Setelah panitera memberitahukan kepada
penyidik tentang adanya verzet ( perlawanan ) itu hakim menetapkan hari sidang
untuk memeriksanya kembali perkara itu. Dan apabila putusan yang dijatuhkan hakim
setelah diajukan perlawanan tersebut tetap berupa pidana perampasan kemerdekaan,
maka terdakwa dapat mengajukan banding (pasal 214 ayat (8). Namun, jika pidana
yang dijatuhkan hakim berubah menjadi pidana denda setelah diajukan verzet
tersebut. Maka hal itu merupakan peradilan tingkat pertama dan terakhir. Jadi
terdakwa tidak dapat mengajukan banding, tetapi terdakwa dapat langsung
mengajukan kasasi. Sebagai dasar hukumnya pasal 244 KUHAP yang menyatakan
bahwa terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh
pengadilan lain selain dari pada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum
dapat mengajukan permintaan pemerikasaan kasasi kepada MahkamahAgung kecuali
terhadap putusan bebas.
B. Banding (Revisie)
Didalam pasal 87 KUHAP dinyatakan bahwa Pengadilan Tinggi berwenang
mengadili perkara yang di putus oleh Pengadilan Negeri dalam daerah hukumnya
yang dimintakan banding.Acara pemeriksaan banding didalam KUHP diatur dalam
pasal 233 sampai dengan pasal 243. Sebelum berlakunya KUHAP acara banding ini
diatur dalam pasal 7 sampai dengan pasal 20 Undang-Undang Nomor 1 Drt. Tahun
1951, yang terhadap putusan bebas ( vrijsraak ) tidak dapat dimintakan banding,
begitu juga putusan dalam perkara ringan ( rol ).

45

Dalam pada itu, hak terdakwa atau penuntut umum untuk mohon
pemeriksaan banding ini dasar-dasarnya telah ditentukan dalam UndangUndang Nomor 14 Tahun 1970, yang menyatakan bahwa atas semua putusan
pengadilan tingkat pertama yang tidak merupakan pembebasan dari tuduhan, dapat
dimintakan banding oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali undang-undang
menentukan lain. Pemeriksaan tingkat banding ini pada dasarnya adalah pemeriksaan
ulangan dari pemeriksaan yang telah dilakukan oleh Pengadilan Negeri, sehingga
pengadilan tinggi kadang-kadang disebut pengadilan ulangan. Dalam pemeriksaan
tingkat banding tersebut Pengadilan Tinggi memeriksa kembali semua fakta-fakta
yang ada, sehingga sama halnya dengan Pengadilan Negeri maka pengadilan tinggi
disebut sebagai judex factie.
Pasal 67 KUHAP menyatakan bahwa terdakwa atau atau penuntut umum
berhak untuk mintabanding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama kecuali
terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah
kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam acara cepat.
Walaupun dalam penjelasan pasal demi pasal dari KUHAP dinyatakan sebagai cukup
jelas, akan tetapi dalam prakteknya masih memungkinkan timbul persoalan
mengenai pengertian kalimat yang menyangkut masalah kurang tepatnyapenerapan
hukum tersebut. Di dalam praktek bisa saja terjadi, bahwa hakim telah salah
dalam menerapkan hukum, misalnya hakim telah menyatakan perbuatan yang di
dakwakan terhadap terdakwa itu telah terbukti, tetapi ia menilai bahwa perbuatan itu
bukan tindak pidana (karena bukan kejahatan ataupun pelanggaran), padahal
perbuatan yang telah di nyatakan terbuktu itu sesungguhnya merupakan tindak
pidana. Putusan hakim tersebut jelas merupakan kesalahan/kekeliruan/kurang
tepatnya penerapan hukum, yang menurut pasal 67 KUHAP justru tidak dapat
dimintakan banding.
Dengan demikian kesimpulannya menjadi, jika hakim tidak keliru dalam menjatuhkan
putusan lepas dari segala tuntutan hukum, putusannya bisa dimintakan banding,
sebaliknya jika hakim keliru/kurang tepat dalam penerapan hukumnya dalam
menjatuhkan putusan lepas dari segala tuntutan hukum, justru malahan tidak dapat
dimintakan banding.

Pencabutan permohonan pemeriksaan banding

46

Selama perkara belum diputus dalam tingkat banding, pemohon sewaktu-waktu dapat
mencabut permohonan bandingnya. Permohonan banding yang sudah dicabut tidak
dapat diajukan lagi (pasal 235 ayat 1). Selanjutnya dalam ayat (2) nya diatur bahwa
perkara yang sudah diperiksa oleh Pengadilan Tinggi akan tetapi belum diputus,
pemohon dapat mencabut permohonan bandingnya, maka sebagai akibatnya pemohon
dibebani membayar biaya perkara sebanyak yang telah dikeluarkan oleh Pengadilan
Tinggi sampai saat pencabutannya.

Pengiriman permohonan pemeriksaan banding ke Pengadilan Tinggi

Permohonan pemeriksaan banding ini selambat-lambatnya dalam waktu14 hari sejak


diajukannya harus sudah dikirim ke Pengadilan Tinggi oleh Panitera (pasal 236 ayat
1).
Yang dikirim adalah :
1. Salinan putusan Pengadilan Negeri
2. Berkas Perkara
3. Surat-surat Bukti
Batasan waktu yang ketat ini (14 hari) sehubungan dengan sifat KUHAP yang
sangat memperhatikan hak azasi terdakwa. Disamping itu juga untuk menghindari
jangan sampai perkarabanding bertumpuk di Pengadilan Negeri.
Pasal 236 ayat (2) ditentukan hak terdakwa untuk mempelajari bekas perkara di
Pengadilan Negeri (inzage).
Waktu untuk mempelajari berkas perkara ini adalah selama tujuh hari sebelum
dikirimkan ke Pengadilan Tinggi. Dalam ayat (3) nya ditentukan apabila
pemohon banding akan mempelajari berkas perkara tersebut di Pengadilan Tinggi,
maka wajib mengajukan permohonannya secara tertulis. Dan kepada pemohon diberi
kesempatan untuk mempelajari secepatnya tujuh hari setelah perkara diterima oleh
Pengadilan Tinggi. Sewaktu-waktu pemohon banding dapat meneliti keaslian berkas
perkaranya yang sudah berada di Pengadilan Tinggi.
Pemeriksaan dalam tingkat banding diajukan oleh suatu majelis hakim yang
sekurang-kurangnya terdiri dari 3 orang hakim. Pemeriksaan didasarkan atas :
1. Berkas perkara yang terdiri dari berita acara pemeriksaan penyidik dan berita
acara pemeriksa sidang.
2. Surat-surat yang timbul disidang yang berhubungan dengan perkara tersebut.
3. Putusan Pengadilan Negeri.

47

Apabila terdakwa berada dalam tahanan, wewenang untuk menentukan penahanan


beralih ke Pengadilan Tinggi, sejak diajukan permohonan pemeriksaan banding (pasal
238 ayat 2). Apabila waktu penahanan sama dengan pidana yang dijatuhkan, maka
terdakwa dibebaskan seketika itu juga. Jadi apabila terdakwa mengajukan
permohonan pemeriksaan banding ia dapat menungguproses banding diluar tahanan.
C. Kasasi
Perkataan kasasi yanssg di negara kelahirannya Prancis disebut cassation
berasal dari kata-kata casser yang berarti membatalkan atau memecahkan. Lembaga
kasasi telah dikenal Prancis sejak abad ke-16 dan diciptakan pada zaman itu sebagai
benteng raja. Pengertian kasasi itu kemudian diambil alih dalam perundang-undangan
revolusioner di Prancis. Lembaga kasasi model Prancis ini, yang menjamin dominasi
hukum tertulis dengan jalan menguji sahnya putusan hakim oleh Mahkamah kasasi di
Perancis atas dasar undang-undang, diambil alih oleh banyak negara lain di Eropa
Barat yang sistemnya adalah kodifikasi. Alasan-alasan kasasi yaitu alasan-alasan yang
dapat dipakai dasar untuk memeriksa perkara dalam tingkat kasasi disebut dalam
pasal 253 ayat (1) KUHAP, yang menyatakan bahwa pemeriksaan dalam tingkat
kasasi dilakukan guna menentukan :
a. Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan tidak
sebagaimana mestinya,
b. Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan
undang-undang
c. Apakah benar peradilan telah melampaui batas wewenangnya.
Dalam hubungan dengan ini, Prof. Oemar Senoadji menyatakan bahwa dasardasar pokok untuk mengajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung adalah
pertama salah penerapan hukum (schending van hetrecht) dan salah dalam acara
(vormerzuim) serta disebut dalam pasal 253 KUHAP sebagai dasar untuk kasasi.
D. Kasasi Demi Kepentingan Hukum
Fungsi pokok lembaga kasasi ialah membina kesatuan dan kepastian hukum.
Hal ini nampak jelas karena struktur kasasi yang tidak memungkinkan untuk
memeriksakan kembali duduk perkaranya atau fakta-faktanya. Maka dari itu maksud
diadakan lembaga kasasi ialah memanfaatkan kepentingan khusus para pencari
keadilan bagi kepentingan umum yaitu kesatua dalam menyelenggarakan peradilan.

48

Kasasi demi kepentingan hukum ini merupakan monopoli dari Jaksa Agung. Hal ini
adalah wajar, karena Jaksa Agung adalah penuntut umum tertinggi di indonesia yang
ruang lingkup daerah hukumnya meliputi seluruh tanah air, sama dengan wilayah
hukum wewenang Mahkamah Agung. Kewenangan ini ditunjukkan agar undangundang dilaksanakan menurut makna dan arti yang sesungguhnya dan tujuan yang
terkandung dalam peraturan.
E. Peninjauan Kembali (Herzeining)
Sama halnya dengan lembaga kasasi yang berasal dari sistem hukum Perancis,
maka peninjauan kembali yang nmanya revision di negara asalnya ini dimasukkan
dalam hukum acara pidana Belanda dengan nama herzeining, yang kemudian di
Indonesia herzeining ini diatur dalam Reglement op de Strafvordering (Staatsblad
tahun 1874 No. 40), yang berlaku bagi orang eropa dan hal yang demikian itu terdapat
dalam Iniands Reglement (Staatsblad tahun 1874 No. 16) yang berlaku bagi orang
Indonesia (Bumiputra) dan Timur Asing. Setelah proklamasi kemerdekaan Republik
Indonesia , lembaga peninjauan kembali tersebut pertama kali mendapat dasar hukum
sebagaimana diatur dalam pasal 15 Undang-Undang Pokok Kekuasan Kehakiman
yang lama (Undang-Undang No. 19 Tahun 1964). Selanjutnya di dalam UndangUndang No. 13 Tahun 1965 tentang Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan Umum
dan Mahkamah Agung, yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang
No. 19 Tahun 1964 tersebut, lembaga peninjauan kembali mendapat penegasan lagi
seperti dinyatakan dalam pasal 31 dan paasal 32. Kedua pasal ini menunjukkan bahwa
Mahkamah Agung diberi wewenang dan tugas untuk memeriksa permohonan
peninjauan kembali terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap. Menurut pasal 263 (1) KUHAP, yang berhak mengajukan peninjauan
kembali (P.K) adalah terpidana atau ahli warisnya, sehingga putusan yang dapat
dimintakan peninjauan kembali ialah putusan pemidanannya saja yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap. Didalam pasal tersebut juga secara tegas
dinyatakan bahwa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum tidak
dapat dimintakan peninjauan kembali. Peninjauan kembali ini adalah merupakan
upaya hukum luar biasa (buiten gewone rechtsmiddel), dalam arti hanya dapat
dilakukan terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
(inkrachtvan gewijsde). Ada beberapa persamaan dan perbedaan apabila kita
bandingkan dengan alasan-alasan peninjauan kembali sebagai berikut :
49

Persamaannya adalah bahwa keempat peraturan tentang peninjauan kembali tersebut


menentukan tiga alasan untuk peninjauan kembali, hanya urutannya yang berbeda.
Ketiga alasan tersebut adalah :
1. Keadaan baru yang tidak diketahui waktu sidang masih berlangsung (novum)
2. Pertentangan dalam putusan (conflict van rechtspraak)
3. Pertanyaan terbuktinya perbuatan yang didakwakan tanpa diikuti dengan
pemidanaan.
Sedangkan perbedaannya adalah bahwa baik KUHAP maupun Perma No. 1 tahun
1969 masih mengenal satu alasan lagi yaitu berupa kekhilafan hakim atau kekeliruan
yang nyata. Sedangkan alasan peninjauan kembali yang demikian ini tidak terdapat,
baik pada Perma No. 1 tahun 1980 maupun dalam Sv. Dalam penjelasan umum atas
undang-undang No. 13 tahun 1965 juga di nyatakan bahwa herzeining atau
peninjauan kembali hamyaa dapat di minta apabila terdapat novum atau keadaan baru.
Alasan peninjauan kembali semacam ini dapat kita ketemukan pula dalam penjelasan
umum atas undang-undang kekuasaan kehakiman (UU No. 14 tahun 1970), yang
menyatakan :
Peninjauan kembali ini dilakukan kembali apabila terdapat fakta-fakta atau
keadaan-keadaan yang pada waktu mengadili dahulu tidak diketahui.
Permintaan peninjauan kembali diajukan oleh terpidana atau ahliwarisnya
kepada panitera Pengadilan Negeri yang memutus perkaranya dalam tingkat pertama
dengan menyebutkan secara jelas alasannya (Pasal 264 ayat 1 KUHAP). Pemohon
peninjauan kembali adalah terpidana yang kurang memahami hukum, maka panitera
pada waktu menerima permintaan peninjauan kembali tersebut wajib menanyakan apa
alasannya mengajukan permintaan peninjauan kembali dan untuk itu panitera
membuat surat peninjauan kembali (Pasal 264 ayat 4 KUHAP).
Syarat-syarat untuk mengajukan permintaan peninjauan kembali telah
terpenuhi atau tidak, yaitu :
1. Apakah putusan yang terhadapnya diajukan permintaan peninjauan kembali
telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan putusan tersebut berupa
pemidanaan.
2. Apakah pemohon terpidana atau jika terpidana telah meninggal dunia apakah
pemohon ahli warisnya.
3. Apakah alasan-alasan permintaan peninjauan kembali tersebut telah sesuai
dengan syarat-ayarat sebagaimana ditentukan dalam pasal 263 ayat 2 dan 3
KUHAP.

50

Apabila semua persyaratan itu telah dipenuhi berarti bahwa permintaan


peninjauan kembali secara formil dapat diterima dan kemudian barulah hakim
memeriksa pokok perkaranya sebagaimana diajukan oleh pemohon. Perkara yang
dimintakan peninjauan kembali adalah putusan pengadilan banding, maka tembusan
surat pengantar tersebut dilampiri tembusan berarti acara pemeriksaan, berarti acara
pendapat juga disampaikan pada pengadilan banding yang bersangkutan.
Dalam memeriksa permintaan peninjauan kembali ini, pertama-tama diadakan
pemeriksaan dari persyaratan formalnya terlebih dahulu, yaitu : apakah pemohon
tersebut terpidana atau ahli warisnya, apakah putusan tersebut merupakan putusan
yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap, yang bukan berupa putusan
bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, apakah alasan-alasan yang dijadikan
dasar permintaan peninjauan kembali tersebut berupa alasan-alasan yang secara
limitatif disebut dalam pasal 263 ayat 2 KUHAP. Mahkamah Agung juga berpendapat
bahwa permintaan peninjauan kembali dapat diterima untuk diperiksa, maka berlaku
ketentuan seperti tersebut dalam Pasal 266 ayat (2) KUHAP sebagai berikut :
Apabila Mahkamah Agung tidak membenarkan alasan pemohon. Misalnya karena
alasannya tidak didukung oleh fakta atau keadaan yang menunjang alasan yang
mendasari permintaan peninjauan kembali tersebut. Maka dalam putusanya
Mahkamah Agung menolak permintaan peninjauan kembali itu. Dalam hal demikian,
maka tetap berlaku putusan yang dimintakan peninjauan kembali, hal mana ditetapkan
oleh Mahkamah Agung disertai pertimbangannya (Pasal 266 ayat 2 sub a). Apabila
Mahkamah Agung membenarkan alasan pemohon, Mahkamah Agung membatalkan
putusan yang dimintakan peninjauan kembali itu dan menjatuhkan putusan yang dapat
berupa:
1.
2.
3.
4.

Putusan bebas
Putusan lepas dari segala tuntutan hukum
Putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum
Putusan dengan menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan (Pasal 266
ayat 2 sub b).

Salinan putusan Mahkamah Agung mengenai peninjauan kembali tersebut berserta


berkas perkaranya dalam waktu tujuh hari setelah putusan tersebut dijatuhkan dikirim
kepada pengadilan yang melanjutkan permintaan peninjauan kembali (Pasal 267 ayat
1).

51

BAB XII
CLASS ACTION
Definisi Class Action PERMA No 1 Tahun 2002 merumuskan Gugatan
Perwakilan Kelompok (Class Action) sebagai suatu prosedur pengajuan gugatan ,
dimana satu orang atau lebih yang mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk
dirinya sendiri dan sekaligus mewakili sekelompok orang yang jumlahnya banyak ,
yang memiliki kesamaan fakta atau kesamaan dasar hukum antara wakil kelompok
dan anggota kelompoknya.
Unsur-Unsur Class Action

52

1. Gugatan secara perdata gugatan dalam class action masuk dalam


lapangan hukum perdata. Istilah gugatan dikenal dalam hukum acara
perdata sebagai suatu tindakan yang bertujuan untuk memperoleh
perlindungan hak yang diberikan oleh pengadilan untuk menghindari
adanya upaya main hakim sendiri (eigenechting). Gugatan yang
merupakan bentuk tuntutan hak yang mengandung sengketa, pihakpihaknya adalah pengugat dan tergugat Pihak disini dapat berupa orang
perseorangan maupun badan hukum. Umumnya tuntutan dalam
gugatan perdata adalah ganti rugi berupa uang.
2. Wakil Kelompok (Class Representatif) Adalah satu orang atau lebih
yang menderita kerugian yang mengajukan gugatan sekaligus
mewakili kelompok orang yang lebih banyak jumlahnya. Untuk
menjadi wakil kelompok tidak disyaratkan adanya suatu surat kuasa
khusus dari anggota Kelompok. Saat gugatan class action diajukan ke
pengadilan maka kedudukan dari wakil Kelompok sebagai penggugat
aktif. Anggota Kelompok (Class members) Adalah sekelompok orang
dalam jumlah yang banyak yang menderita kerugian yang
kepentingannya diwakili oleh wakil kelompok di pengadilan. Apabila
class action diajukan ke pengadilan maka kedudukan dari anggota
kelompok adalah sebagai penggugat pasif.
3. Adanya Kerugian yang nyata-nyata diderita Untuk dapat mengajukan
class action Baik pihak wakil kelompok (class repesentatif ) maupun
anggota kelompok (class members) harus benar-benar atau secara
nyata mengalami kerugian atau diistilahkan concrete injured parties.
Pihak-pihak yang tidak mengalami kerugian secara nyata tidak dapat
memiliki kewenangan untuk mengajukan Class Action.
4. Kesamaan peristiwa atau fakta dan dasar hukum Terdapat kesamaan
fakta (peristiwa) dan kesamaan dasar hukum (question of law) antara
pihak yang mewakilili (class representative) dan pihak yang diwakili
(class members). Wakil Kelompok dituntut untuk menjelaskan adanya
kesamaan ini. Namun bukan berarti tidak diperkenankan adanya
perbedaan, hal ini masih dapat diterima sepanjang perbedaan yang
subtansial atau prinsip.
Manfaat Class Action adalah proses berperkara menjadi sangat ekonomis
(Judicial Economy), mencegah pengulangan proses perkara dan mencegah putusan53

putusan yang berbeda atau putusan yang tidak konsisten, akses terhadap Keadilan
(Access to Justice), mendorong Bersikap Hati-Hati (Behaviour Modification) dan
merubah sikap pelaku pelanggaran.
Persyaratan mengajukan Class Action
1. jumlah anggota kelompok yang besar (Numerousity) - Jumlah anggota
kelompok (class members) harus sedemikan besar sehingga tidaklah
efektif dan efisien apabila gugatan dilakukan secara sendiri-diri
2.

(individual).
adanya kesamaan fakta dan dasar hukum (Commonality) Terdapat
kesamaan fakta (peristiwa) dan kesamaan dasar hukum (question of
law) antara pihak yang mewakilili (class representative) dan pihak
yang diwakili (class members). Wakil Kelompok ditubtut untuk
menjelaskan adanya kesamaan ini. Namun bukan berarti tidak
diperkenankan adanya perbedaan, hal ini masih dapat diterima

sepanjang perbedaan yang subtansial atau prinsip.


3. Tuntutan sejenis (Typicality) Tuntutan (bagi plaintif Class Action)
maupun pembelaan (bagi defedant Class Action ) dari seluruh anggota
yang diwakili (class members) haruslah sejenis. Pada umumnya dalam
class action, jenis tuntutan yang dituntut aaalah pembayaran ganti
kerugian.
4. Kelayakan wakil kelompok (Adequacy of Repesentation) Wakil
kelompok memiliki kejujuran dan kesungguhan untuk melindungi
kepentingan anggota kelompok yang diwakili. Untuk menentukan
apakah wakil kelompok memiliki kriteria Adequacy of Repesentation
tidakalah mudah, hal ini sangat tergantung dari penilaian hakim. Untuk
mewakili kepentingan hukum anggota kelompok, wakil kelompok
tidak diperyaratkan memperoleh surat kuasa khusus dari anggota
kelompok Class Action
Dalam Aturan Hukum Indonesia

UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Dalam


pasal 37 ayat 1 berbunyi : Masyarakat berhak mengajukan gugatan
perwakilan ke pengadilan dan/atau melaporkan ke penegak hukum

54

mengenai berbagai masalah lingkungan hidup yang merugikan

perikehidupan masyarakat.
UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 46 ayat 1
huruf b berbunyi : Gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat
dilakukan oleh kelompok konsumen yang mempunyai kepentingan

yang sama
UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi Pasal 38 ayat 1
Masyarakat yang dirugikan akibat pekerjaan konstruksi berhak
mengajukan gugatan ke pengadilan secara :
o orang perorangan
o Kelompok orang dengan pemberi kuasa
o Kelompok orang dengan tidak dengan kuasa melalui gugatan
perwakilan 4.UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Pasal
71 ayat 1 berbunyi Masyarakat berhak mengajukan gugatan
perwakilan ke pengadilan dan atau melaporkan ke penegak
hukum terhadap kerusakan hutan yang merugikan kehidupan
masyarakat

PERMA No. 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok


Pembahasan mengenai prosedur atau tata cara gugatan perwakilan kelompok (Class
Action) yang diatur dalam PERMA No. 1 Tahun 2002. Secara garis besar terdiri dari
ketentuan umum, tata cara dan persyaratan gugatan perwakilan kelompok,
pemberitahuan, pernyataan keluar, putusan dan ketentuan umum.
Tahap-tahap class action
1.
2.
3.
4.
5.

Pengajuan gugatan
Sebelum proses pemeriksaan perkara
Saat proses pemeriksaan perkara
Putusan Hakim
Distribusi kerugian

Pengajuan surat gugatan Class Action Selain harus memenuhi persyaratanpersyaratan formal surat gugatan yang diatur dalam Hukum Acara Perdata yang
berlaku seperti mencantumkan identitas dari pada para pihak, dalil-dalil konkrit
tentang adanya hubungan hukum yang merupakan dasar serta alasan-alasan dari pada
tuntutan (fundamentum petendi) dan tuntutan. Surat gugatan perwakilan kelompok
(class action ) harus memuat hal-hal sebagai berikut:

Identitis lengkap dan jelas wakil kelompok

55

Definisi kelompok secara rinci dan spesifik, walaupun tanpa

menyebutkan nama anggota kelompok satu persatu


Keterangan tentang anggota kelompok yang diperlukan dalam kaitan

dengan kewajiban melakukan pemberitahuan


Posita dari seluruh kelompok yang dikemukakan secra jelas dan

terperinci
Tuntutan atau petitum tentang Ganti Rugi harus dikemukaakn secra
jelas dan rinci memuat usulan tentang mekanisme atau tata cara
pendistribusian ganti kerugian kepada keseluruhan anggota kelompok.

Sebelum proses pemeriksaan perkara yang dilakukan adalah Hakim


memeriksa dan mempertimbangakan kriteria gugatan Class Action. Apabila hakim
memutuskan bahwa penggunaan tatacara gugatan perwakilan kelompok dinyatakan
tidak sah maka pemeriksaan gugatan dihentikan dengan suatu putusan hakim. Apabila
hakim menyatakan sah maka gugatan Class Action tersebut dituangkan dalam
penetapan pengadilan kemudian hakim memerintahkan penggugat mengajukan usulan
model pemberitahuan untuk memperoleh persetujuan hakim. Setelah model
pemberitahuaan memperoleh persetujuan hakim pihak penggugat melakukan
pemberitahuan kepada anggota kelompok sesuai dengan jangka waktu yang
ditentukan oleh hakim.
Proses pemeriksaan sama seperti dalam perkara perdata pada umumnya yaitu :

Pembacaan surat gugatan oleh penggugat


Jawaban dari tergugat
Replik(tangkisan Penggugat atas jawaban yang telah disamapaikan

oleh Tergugat)
Duplik(jawaban Tergugat atas tanggapan penggugat dalam replik)
Pembuktian Untuk memberikan kepastian kepada hakim tentang apa
yang telah didalilkan oleh para pihak, maka kedua belah pihak

menyampaikan bukti-bukti dan saksi-saksi


Kesimpulan merupakan resume dan secara serentak dibacakan oleh

kedua belah pihak


Putusan hakim Putusan hakim dapat berupa dikabulkannya gugatan
penggugat atau gugatan penggugat tidak dapat diterima (ditolak).
Terhadap putusan ini pihak yang dikalahkan dapat mengajukan upaya
hukum banding Apabila hakim mengabulkan gugatan Ganti rugi
penggugat maka hakim juga memutuskan jumlah ganti rugi ,
penentuan kelompok dan/atau sub kelompok yangh berhak ,
56

mekanisme pendistribusian ganti rugi dan langkah-langkah yang wajib


ditempuh oleh wakil kelimpok dalam penetapan dan pendistribusian
seperti halnya kewajibnan kelompok.
Pemberitahuan (Notifikasi) merupakan notifikasi kepada anggota kelompok
adalah mekanisme yang diperlukan untuk memberikan kesempatan bagi anggota
kelompok untuk menentukan apakah mereka menginginkan untuk ikut serta dan
terikat dengan putusan dalam perkara tersebut atau tidak menginginkan yaitu dengan
cara menyatakan keluar (opt out) dari keanggotaan kelompok. Pemberitahuan wajib
dilakukan oleh penggugat atau para penggugat sebagai wakil kelompok kepada
anggota kelompok pada tahap-tahap: Segera setelah hakim memutuskan bahwa
pengajuan tata cara gugatan perwakilan kelompok dinyatakan sah (pada tahap ini
harus juga memuat mekanisme pernyataan keluar)

BAB XIII
PENGADILAN NIAGA
Pengaturan tentang kekhususan hukum acara Pengadilan Niaga sampai saat ini
belum dilakukan secara tegas dan khusus. Hukum acara Pengadilan Niaga yang ada
saat ini terpisah-pisah sesuai dengan obyek sengketa yang diajukan. Sampai saat ini,
ada dua masalah dan dua UU yang mengatur tentang penunjukan Pengadilan Niaga
sebagai lembaga penyelesaian sengketa, yaitu UU tentang Kepailitan dan UU tentang
HaKI. Hukum acara yang dipakai Pengadilan Niaga dalam perkara kepailitan pada
dasarnya tetap berpedoman pada Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. BerbedadenganHukum
AcaraPerdataBiasa,acara perdata di muka Pengadilan Niaga berlaku dengan tulisan
atau surat (schiftelijke procedure), berlainan dengan acara yang berlaku di Pengadilan
Negeri yang memungkinkan acara lisan (modelinge procedure). Acara lisan berarti
bahwa pemeriksaan perkara pada pokoknya berjalan dengan tanya jawab dengan lisan
di muka Hakim. Salah satu atau kedua belah pihak diperbolehkan juga

57

mengajukan surat, bahkan dalam Pasal 121 ayat (2) HIR memberikan kesempatan
kepada tergugat untuk menjawab dengan tulisan. Acara dengan surat berarti bahwa
pemeriksaan perkara pada pokoknya berjalan dengan tulisan. Akan tetapi, kedua belah
pihak mendapat kesempatan juga untuk menerangkan kedudukannya dengan lisan.6
Undang-Undang Kepailitan dan PKPU mewajibkan bantuan seorang ahli
hukum. Adapun dasar yang menjadi pertimbangan ketentuan tersebut adalah bahwa di
dalam suatu proses kepailitan dimana memerlukan pengetahuan tentang hukum dan
kecakapan teknis, perlu kedua pihak yang bersengketa dibantu oleh seorang atau
beberapa ahli yang memiliki kemampuan teknis, agar segala sesuatunya berjalan
dengan layak dan wajar. Hukum acara dalam proses kepailitan berpangkal pada
pendirian bahwa hakim pada intinya pasif. Hakim hanya mengawasi supaya
peraturan-peraturan acara yang ditetapkan dengan undang-undang dijalankan oleh
kedua belah pihak. Acara demikian adalah model liberal-individualistis.7
Pemeriksaan perkara kepailitan di Pengadilan Niaga berlangsung lebih cepat,
hal ini dikarenakan Undang-Undang Kepailitan memberikan batasan waktu proses
kepailitan. Selain itu, lebih cepatnya waktu pemeriksaan perkara di Pengadilan Niaga
antara lain dipengaruhi oleh sistem pembuktian yang dianut, yaitu bersifat sederhan
atau pembuktian secara sumir. Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila
terdapat fakta yang terbukti secara sederhana bahwa pernyataan untuk dinyatakan
pailit telah terpenuhi. Pembuktian hanya meliputi syarat untuk dapat dipailitkan yaitu,
adanya utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, adanya kreditor yang lebih
dari satu serta adanya fakta bahwa debitor atau termohon pailit telah tidak membayar
utangnya. Sifat pembuktian yang sederhana dapat digunakan hakim niaga sebagai
alasan untuk menolak permohonan pailit yang diajukan kepadanya. Hakim dapat
menyatakan bahwa perkara yang diajukan itu adalah perkara perdata biasa. Jika suatu
perkaradikategorikan hakim niaga sebagai perkara yang pembuktiannya berbelit-belit,
maka hakim dapat menyatakan bahwa kasus itu bukan kewenangan Pengadilan
Niaga,melainkan Pengadilan Perdata.

6 Martiman Prodjohamidjojo, Proses Kepailitan, Mandar


Maju:Bandung, 1999. Hal 11
7 ibid.
58

Pembaharuan yang tak kalah penting dari Undang-Undang Kepailitan ialah


tentang

pemeriksaan

yang

dibatasi

waktunya.

Undang-Undang

Kepailitan

menentukan batas waktu pemeriksaan serta tenggang waktu yang pasti tentang hari
putusan pailit harus diucapkan. Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang Nomor 37 Tahun
2004 menentukan bahwa Putusan Pengadilan atas permohonan pernyataan pailit harus
diucapkan paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah tanggal permohonan pernyataan
pailit didaftarkan.
Putusan atas permohonan pernyataan pailit di Pengadilan Niaga dapat
dilaksanakan lebih dahulu, meskipun terhadap putusan tersebut masih diajukan upaya
hukum. Undang-Undang Kepailitan mewajibkan kurator untuk melaksanakan segala
tugas dan kewenangannnya untuk mengurus dan atau membereskan harta pailit
terhitung sejak putusan pernyataan pailit ditetapkan. Meskipun putusan pailit tersebut
di kemudian hari dibatalkan oleh suatu putusan yang secara hierarkhi lebih tinggi,
semua kegiatan pengrurusan dan pemberesan oleh kurator yang telah dilakukan
terhitung sejak putusan kepailitan dijatuhkan hingga putusan tersebut dibatalkan, tetap
dinyatakan sah oleh undang-undang.8 Eksistensi Pengadilan Niaga, sebagai
Pengadilan yang dibentuk berdasarkan Pasal 280 ayat (1) Perpu No. 1 tahun 1998
memiliki kewenangan khusus berupa yurisdiksi substansif eksklusif terhadap
penyelesaian perkara kepailitan. Dengan status hukum dan kewenangan (legal status
and power), Pengadilan Niaga memiliki kapasitas hukum (legal capacity) untuk
menyelesaikan

permohonan

pailit.

Yurisdiksi

substansif

eksklusif

tersebut

mengesampingkan kewenangan absolut dari Arbitrase sebagai pelaksanaan prinsip


pacta sunt servanda yang digariskan dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang telah
memberikan pengakuan extra judicial atas klausula Arbitrase untuk menyelesaikan
sengketa para pihak sebagaimana telah diperjanjikan. Jadi, walaupun dalam perjanjian
telah disepakati cara penyelesaian sengketa melalui arbitrase, di sini Pengadilan Niaga
tetap memiliki kewenangan memeriksa dan memutus.
Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2007 dengan tegas
menyatakan bahwa Upaya hukum yang dapat diajukan terhadap putusan atas
permohonan pernyataan pailit adalah kasasi ke Mahkamah Agung. Jadi, terhadap
putusan pada Pengadilan Niaga tingkat pertama tidak dapat diajukan upaya hukum
8 Ahmad Yani& Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Kepailitan, Raja
Grafindo:Jakarta, 2004.
59

banding. Sepanjang menyangkut kreditor, yang dapat mengajukan kasasi bukan saja
kreditor yang merupakan pihak pada persidangan tingkat pertama, akan tetapi kasasi
dapat diajukan pihak lain yang tidak berperkara, termasuk pula kreditor lain yang
bukan pihak pada tingkat pertama, namun tidak puas terhadap putusan permohonan
pailit yang diputuskan.

60

Anda mungkin juga menyukai