Daftar Isi: Bab I Pendahuluan BAB II Tinjauan Pustaka
Daftar Isi: Bab I Pendahuluan BAB II Tinjauan Pustaka
BAB I
Pendahuluan.........................................................................................2
BAB II Tinjauan Pustaka.........................................................................4
2.1 Definisi..........................................................................................4
2.2 Prinsip Umum.................................................................................5
2.3 Indikasi Psikoterapi...........................................................................5
2.4 Tujuan Psikoterapi............................................................................5
2.5 Golongan Psikoterapi........................................................................6
2.6 Proses Psikoterapi...........................................................................10
2.7 Jenis Psikoterapi.............................................................................11
2.7.1 Pendekatan Psikoanalitik.............................................................11
2.7.2 Psikoterapi Psikoanalitik.............................................................14
2.7.3 Psikoterapi Psikodinamik Singkat..................................................21
2.7.4 Psikoterapi Kelompok................................................................23
2.7.5 Psikoterapi Interpersonal.............................................................28
2.7.6 Terapi jenis individual.................................................................28
2.7.7 Psikoterapi Kombinasi Individual dan Kelompok...............................29
2.7.8 Psikodrama..............................................................................29
2.7.9 Terapi Keluarga.........................................................................30
2.7.10 Terapi Pasangan (Perkawinan).....................................................33
2.7.11 Behavior Therapy.....................................................................33
2.7. 12 Terapi Kognitif.......................................................................36
2.7.13 Hipnoterapi............................................................................38
2.7.14 Narkoterapi............................................................................39
2.7.15 Terapi Psikososial dan Rehabilitasi...............................................40
2.8 Efektifitas Psikoterapi......................................................................40
2.9 Manfaat Terapeutik.........................................................................41
BAB III Kesimpulan.............................................................................42
Daftar Pustaka.....................................................................................44
BAB I
Pendahuluan
Kehidupan di zaman modern yang semakin pelik, membuat orang memiliki makin
banyak masalah. Terkadang masalah ini bukanlah sekedar fisik, melainkan sesuatu yang
menggerogoti mental individu tersebut. Seiring dengan tingginya tuntutan zaman, keinginan
orang yang tak kunjung terpuaskan, tingginya pendidikan, dan mewahnya gaya hidup,
membuat orang lebih rentan terhadap stress. Stress merupakan akan masalah hubungan
intrapersonal ataupun interpersonal, pada diri individu tersebut. Menurut WHO, pada tahun
2010, terdapat sekitar 150 kejadian bunuh diri, setiap harinya, di Indonesia., di mana
mayoritas diakibatkan oleh masalah kejiwaan. Depresi, gangguan cemas, serangan panic,
trauma masa lalu, dan skizofrenia merupakan masalah kejiwaan yang paling sering kita
temukan dalam praktek sehari-hari. Selain banyaknya masalah kejiwaan ini, mata kita juga
tidak boleh tertutup bahwa tingginya tingkat orang yang sakit, banyak dipengaruhi pada
keadaan mental individu yang lemah. Seperti kita ketahui, orang yang faktor emosionalnya
buruk, lebih rentan terhadap penyakit, berbeda dengan mereka yang amat bersemangat dalam
kehidupannya sehari-hari.
Mekanisme daya mental adalah hal yang akan disentuh pada psikoterapi ini. Di mana,
kerapuhan mekanisme daya mental, merupakan akar inti dari terjadinya neurosis, yaitu suatu
gangugan jiwa yang tidak disertai dengan gangguan organic. Gangguan mekanisme daya
tahan mental ini umumnya bersifat negatif, melawan, dan menentang usaha-usaha positif
dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini memunculkan peranan dari psikoterapi, yang tujuan
umumnya adalah menanamkan ide-ide positif, ke dalam pikiran seseorang yang selalu diliputi
oleh hal-hal negatif.
Perlu dicatat bahwa psikoterapi sendiri sudah amat sering kita lakukan dalam
kehidupan sehari-hari. Pasti banyak di antara kita yang saat memiliki masalah, akan lari dan
menceritakan masalah kita terhadap figur yang kita percaya, seperti orang tua, atau teman.
Sehingga, sebetulnya, secara tidak disadari, psikoterapi sudah ada dalam kehidupan kita
sehari-hari, walaupun tentunya psikoterapi jenis ini hanyalah untuk masalah-masalah ringan.
Kebanyakan kasus, di mana masalah seseorang tidak dapat terpecahkan oleh temannya atau
orang tuanya, maka ia akan datang mencari terapi professional, yaitu datang ke psikiater,
untuk menjadwalkan sesi psikoterapi.
Psikoterapi oleh psikiater professional, adalah bersifat terapeutik, sehingga fokus aka
nada pada proses-proses yang sadar ataupun nirsadar. Sehingga, tidak dipertanyakan lagi,
bahwa psikoterapi semakin hari menjadi semakin dibutuhkan. Mereka yang datang ke
psikiater untuk menjalankan psikoterapi, sangatlah bervariasi. Mulai dari seorang perkerja
yang stress karena tidak kunjung naik posisinya, hingga seorang ibu yang menderita
skizofrenia.
Prinsip psikoterapi adalah terapeutik yang tercapai melalui usaha dua arah yang saling
bertimbal balik. Maksudnya adalah, bahwa pasien juga memegang peranan kuat dalam
penentuan kesembuhannya, sama besar dengan peranan psikiater dalam menymbuhkan
pasien itu sendiri. Sehingga, hubungan yang harmonis dan efektif antara pasien dengan
terapis, merupakan suatu landasan yang amat baik, dalam tercapainya keberhasilan
psikoterapi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PSIKOTERAPI
2.1 Definisi
Psikoterapi (Psychotherapy) berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu
Psyche yang artinya jiwa, pikiran atau mental dan Therapy yang artinya penyembuhan,
pengobatan atau perawatan. Oleh karena itu, psikoterapi juga diistilahkan sebagai terapi
kejiwaan, terapi mental atau terapi pikiran. Psikoterapi merupakan salah satu modalitas terapi
yang terandalkan dalam tata laksana pasien psikiatri di samping psikofarmaka dan terapi
fisik.3
Pengertian psikoterapi secara luas, adalah meliputi segala cara pendekatan psikologis,
penggunaan pengaruh psikologi, untuk mengendalikan dan sedapat mungkin menormalkan
kembali fungsi-fungsi mental dan emosional, dan perilaku seseorang yang telah menunjukkan
penyimpangan dari kenormalan itu.1 Terapi yang diberikan dapat berupa cara verbal atau
nonverbal, dan mencakup teknik yang bervariasi seperti pengakuan (confession),
penenteraman (reassurance), hipnosis, dan pencucian otak.2 Dalam arti yang lebih inklusif,
psikoterapi nyaris meliputi semua interaksi dan komunikasi manusia untuk mewajarkan dan
mendamaikan kejiwaannya, yang diterapkan pada segala macam masalah hidup. Maka dari
itu, perdefenisian psikoterapi secara eksplisit sebetulnya masih kabur.1
Pada hakekatnya, yang dilakukan ialah pembujukan atau persuasi, melalui berbagai
macam cara. Pendekatan yang dapat dilakukan amat beragam, mulai dari pendampingan dan
percakapan biasa, pembujukan, penasihatan, pengajaran, serta latihan disiplin.
Efektifitas terapeutik dari psikoterapi, pada hakikatnya bergantung pada empat unsur
dalam upaya therapist, yaitu simpati, sopan santun (good bedside manners), penghiburan
(simple reassurance), dan realism akal sehat (psikoterapi supportif). 1 Selain itu, pembujukan
juga baiknya dilakukan pada saat yang tepat, dengan cara yang tepat, dan oleh orang yang
mempunyai cukup pengalaman. Namun, berdasarkan sejumlah studi pemantauan hasil terapi,
4
menunjukkan bahwa hasil terapeutik yang efektif hanya dapat diperoleh, jika masalah
mental-emosional pada kepribadian yang pada hakikatnya dalam keadaan relatif cukup
terintegrasi dan tidak atau belum mengalami hambatan dalam perkembangan.
Pada
Psikoterapi ventilatif
Psikoterapi sugestif
Psikoterapi kataris
Psikoterapi ekspresif
Operant conditioning
Modeling
Psikoterapi asosiasi bebas
Psikoterapi interpretatif
1. Psikoterapi perilaku
(terdiri dari beberapa orang, misalnya tiga atau lima orang), oleh satu atau dua
orang terapis. Metode dan cara yang ditempuh amat bervariasi, ada yang sifatnya
suportif, edukatif, interpretatif, serta ada juga yang bersifat analitik. Kelompok ini
dapat terdiri atas pasien-pasien dengan gangguan yang berbeda-beda, atau
seluruhnya
memiliki
gangguan
yang
sama
(contoh:
gangguan
makan,
Psikoanalisis Freudian
Analisis Jungian
Analisis transaksional
Eric
Berne
Ellis
Konseling non-direktif Rogers
Terapi Gestalt dari Fritz Perls
Narkoterapi
Hypnoterapi
Terapi music
Psikodrama
Terapi permainan dan peragaan
Psikoterapi religious
Latihan meditasi
H. Lainnya
1. Konseling
o Menurut beberapa ahli, sebetulnya tidak dapat dikategorikan sebagai
psikoterapi, karena tidak memenuhi kriteria dan batasannya kabur.
o Merupakan proses membantu seseorang untuk belajar menyelesaikan
masalah interpersonal, emosional, dan memutuskan hal tertentu.
o Berbetuk suatu percakapan terstruktur antara klien dan pemberi konseling
o Dapat dilakukan oleh siapapun, misalnya dokter, guru, pengacara, dll
o Bertujuan untuk membantu kemampuan klien atau pasien untuk
mengambil keputusan yang paling bijaksana. Serta digunakan untuk
memberikan informasi dan edukasi.3
o Terdapat dua tipe
Pengarahan untuk mengatasi kesulitan dalam mengambil keputusan
Membantu seseorang dalam suatu menentukan suatu pilihan
2. Terapi interpersonal
o Diindikasikan untuk pasien yang mengalami konflik saat ini dengan pihakpihak lain yang bermakna, sehingga ia mengalami kesulitan dalam
menghadapi perubahan-perubahan social yang harus ia alami3
3. Intervensi krisis
o Diindikasikan pada pasien yang sedang mengalami suatu krisis dan
memperlukan tindakan segera. Krisis di sini didefinisikan sebagai suatu
respons terhadap keadaan bahaya dan dirasakan sebagai keadaan yang
menyakitkan. 3
o Dokter harus secepatnya membina hubungan interpersonal yang adekuat,
serta mengerti peran psikodinamik dan hubungannya terhadap krisis yang
sedang terjadi pada pasien.
o Bertujuan untuk kembali mencapai emotional equilibrium
10
11
Fenomena transferensi adalah suatu distorsi persepsi pada pasien, yang secara tidak sadar,
mengganggap seorang terapis sebagai figur yang bermakna pada masa lalunya. Fenomena ini
seharusnya digunakan sebaik-baiknya oleh terapis, karena dalam kondisi ini, pasien akan
menjadi lebih terbuka dalam bercerita. Sedangkan fenomena resistensi adalah perlawanan
pasien terhadap usaha-usaha untuk mengubah pola perilakunya, hal yang biasanya dilakukan
adalah membuat suatu permasalahan nirsadar menjadi sadar. Contoh resistensi adalah tidak
ada motivasi terapi, penolakan terhadap arti dan situasi terapi, dan terdapatnya agresi. Faktor
lainnya adalah defense mechanism, yaitu mekanisme nirsadar untuk mengelakkan
pengetahuan sadar tentang konflik dan ansietas yang berkaitan dengan hal itu.
Sementara dari sisi dokter, faktor yang paling sering mempengaruhi proses adalah
kontra-transferensi, yaiut salah persepsi terapis terhadap pasiennya. 3 Masalahnya misalnya
seperti terapis tidak mampu bersimpati, berkomunikasi dan saling mengerti secara timbal
balik, serta tidak mampu memberi kehangatan pada pasien.
Kerangka proses psikoterapi itu sendiri adalah sebagai berikut:
1. Fase Awal
Bertujuan untuk membina hubungan yang harmonis dengan pasien.
Tugas
terapeutiknya meliputi
- Memotivasi pasien untuk menerima terapi
- Menjelaskan dan menjernihkan salah pengertian mengenai terapi (bila ada)
- Meyakinkan pasien bahwa terapi mengerti penderitaannya dan bahwa terapis
mampu membantunya
- Menetapkan secara tentaif mengenai tujuan terapi
2. Fase Pertengahan
Bertujuan untuk menentukan perkiraan sebab dan dinamika gangguan yang dialami
oleh pasien.3 Selain itu, terapis juga hendaknya menentukan langkah korektif yang
akan diambil selanjutnya. Tugas terapeutiknya meliputi:
- Mengeksplorasi berbagai frustasi terhadap lingkungan dan hubungan interpersonal
yang menimbulkan ansietas pada pasien
12
kehidupan
3. Fase Akhir
Bertujuan untuk terminasi terapi secara perlahan. 3 Tugas terapeutiknya meliputi:
- Menganalisis elemen-elemen dependensi hubungan terapis-pasien
- Mendefinisikan kembali situasi terapi untuk mendorong pasien membuat
-
Agar tujuan terapeutik tercapai, hendaknya senantiasa diusahakan agar dokter dapat
menciptakan dan memelihara hubungan yang optimal antara dokter dan pasien.1 Dalam
mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada pasien, senantiasa harus dipertimbangkan
bilamana dan bagaimana kita akan menanyakan hal tersebut. Bila konteksnya kurang tepat,
misalnya, pasien justru dapat merasa tersinggung atau dipermalukan oleh pertanyaan kita
(nyata atau tidak nyata), pasien mungkin akan menolak atau menyangkal, atau akan
membuat-buat jawabannya.3
Pasien dibantu agar merasa dirinya diterima, aman dilindungi, diperhatikan,
dibesarkan hatinya dan dikurangi kecemasannya.
pada pasien yang mengerti bahwa analisis ini adalah untuk pasien lebih mengerti diri
mereka sendiri, bukan mencari terapi sementara (dilakukan pada pasien yang
mengerti bahwa analisis ini adalah untuk pasien lebih mengerti diri mereka sendiri,
bukan mencari terapi sementara (symptomatic relief). Pasien juga harus yang cukup
kuat untuk menahan rasa frustasi, ketakutan, dan lainnya, yang dapat muncul saat
analisis. Indikasi terakhir adalah pasien psikoanalisis, baiknya memiliki tingkat
intelegensia yang cukup baik.
Banyak kontraindikasi untuk psikoanalisis, yaitu tidak adanya penderitaan,
kontrol diri sendiri yang kurang baik, serta tidak mampu menoleransi rasa frustasi dan
ketakutan. Selain itu, pasien dengan motivasi yang rendah untuk sembuh juga tidak
diindikasikan untuk psikoanalisis. Kontraindikasi terakhir adalah hubungan dekat
antara analis dan pasien.
C. Proses
Proses keseluruhan dari analisis ini adalah bagaimana konflik neurotik yang
nirsadar, untuk kemudian dikeluarkan secara verbal. Pasien diinstruksikan untuk
merasakan kembali pengalaman ini pada fase transferensi, untuk kemudian
rekonstruksi secara lebih baik oleh analis, dan pada akhirnya, dipecahkan melalui
suatu pengertian. Freud menamakan proses-proses ini sebagai recollection, repetition,
dan working through, yang semuanya meliputi mengingat kembali secara total,
mengeluarkannya, dan memperoleh insight.
Proses recollection adalah untuk menelusuri memori pasien, jkembali jauh hingga ke
masa kanak-kanak (jika diperlukan), untuk mencari suatu waktu di mana, inti
permasalah neurosis tersebut mulai ada. Proses selanjutnya adalah repetition, yaitu
melebihi sekedar mental recall; proses ini merupakan pengulangan emosional, dari
interaksi yang membentuk neurosis pada pasien. Proses yang terakhir, adalah working
through, merupakan integrasi afektif dan kognitif dari memori yang sebelumnya
terepresi, dan telah dibawa ke dalam kesadaran, lalu pasien dibebaskan dari neurosis
ini secara perlahan.1
D. Fase dari Psikoanalisis
Fase yang pertama adalah pasien mulai familiar dengan metode, rutinitas, dan
kebutuhan-kebutuhan dari suatu analisis. Pada fase ini, sudah terbentuk hubungan
cukup baik antara pasien dengan analis, sehingga pasien akan banyak menceritakan
mengenai masalah dia. Hal ini akan memberikan pasien suatu kesembuhan sementara
(instant relief), karena telah merasa cukup lega.
14
Fase yang kedua adalah neurosis transferensi yang telah dibangun bersama
analis, mulai menggantikan neurosis yang sebenarnya diderita oleh pasien. Pada fase
ini, akan mulai muncul banyak konflik, secara tidak tersadari, seperti misalnya sifat
keterikatan pasien terhadap analis yang semakin kuat, serta pasien akan makin
menggantungkan dirinya pada hubungan ini.
Fase yang ketiga, disebut juga fase terminasi, ditandai dengan mulai
diakhirinya hubungan antara pasien dengan analis, karena pasien mulai disiapkan
untuk dilepas (leave-taking). Pada fase ini, pasien akan menjadi lebih rasional karena
masalahnya telah terselesaikan. Dengan mulai berakhirnya psikoanalisis ini, pasien
akan semakin kuat dan bersikap dewasa dalam menghadapi masalah-masalah di
kehidupannya.
E. Kriteria pasien
- Bermotivasi tinggi
Pasien memperlukan motivasi tinggi untuk bertahan selama terapi psikoanalisis
yang intens dan memakan waktu. Keinginan diri untuk sembuh dan mengerti diri
sendiri, harus melebihi kebutuhan neurotik untuk sedih. Pasien harus meneerti
bahwa seluruh waktu dan uang yang dialokasikan, adalah untuk kesembuhan total
-
proses psikoanalisis.
F. Tujuan
Tujuan utama psikoanalisis adalah untuk menghapus secara gradual, amnesia
yang dasarnya terletak pada memori saat pasien masih kecil. Pasien akan menjadi
lebih baik, mampu menghapus pola regresif yang telah ada, menggantikannya dengan
yang baru, dan lebih adaptif. Tujuan yang berkaitan dengan ini adalah, pasien akan
menggapi suatu pengertian akan dirinya sendiri (self-understanding or insight).
15
B. Tipe
1. Psikoterapi berorientasi tilikan (Psikoterapi ekspresif)
Tilikan adalah pengertian pasien tentang fungsi psikologisnya
dan
mengekspresikan perasaannya.
Gangguan penyesuaian
17
18
D. Teknik Terapi
Pada psikoterapi psikoanalitik, pasien dan terapis sbiasanya saling berhadapan, saling
bertatap antara satu dengan lainnya. Tipe terapi ini jauh lebih fleksibel dibandingkan
dengan psikoanalisis, serta sering disertai dengan penggunaan psikotropik.
Teknik yang digunakan pada psikoterapi psikoanalitik, adalah memusatkan pada
masalah yang diderita sekarang ini. Selain durasi terapi yang lebih bervariasi,
psikoterapi psikoanalitik dapat mengobati sebagian besar gangguan dalam bidang
psikopatologi.
untuk membuat
pasien santai,
21
22
E. Faktor Terapeutik
No Faktor
Definisi
Abreaksi
dibawa kembali ke kesadaran. Dalam proses ini, tidak hanya mengingat namun
menghidupkan kembali materi dan disertai respon emosional yang sesuai; Terjadinya
2
Penerimaan
Alturisme
Katarsis
Kohesi
23
Pengesahan
konsensual
Penularan
Pengalaman
keluarga
mengatasi konflik dengan keluarga asal secara psikologis melalui interaksi kelompok
korektif
Empati
10
Identifikasi
11
Imitasi
12
Tilikan
13
Inspirasi
perilaku
Proses menanamkan rasa optimisme ke dalam anggota kelompok; kemampuan untuk
mengetahui bahwa seseorang memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah; juga
14
15
Interaksi
Interpretasi
16
Belajar
perilakunya sendiri
Pasien mendapatkan pengetahuan tentang bidang baru, seperti keterampilan sosial dan
perilaku
seksual;
mereka
mendapatkan
nasihat,
bimbingan,
dan
berusaha
17
Tes realitas
18
Transferensi
orang lain
Proyeksi perasaan, pikiran, dan harapan kepada ahli terapi yang telah mewakili suatu
objek dari masa lalu pasien. Reaksi tsb bisa saja sesuai untuk kondisi sebelumnya,
namun menjadi tidak sesuai ketika diaplikasi kepada kondisi terapis di masa sekarang.
Pasien dapat juga mengarahkan perasaan tsb satu sama lain, proses ini disebut
19
Universalisasi
transferensi multipel
Kesadaran pasien bahwa ia tidak sendirian memiliki masalah; orang lain memiliki keluhan
20
Pengungkapan
24
25
2.7.8 Psikodrama
A. Definisi
Psikodrama adalah metode psikoterapi kelompok, yang dikemukakan oleh Jacob
Moreno. Pada jenis ini, susunan kepribadian, hubungan interpersonal, konflik, dan
masalah emosional, digali oleh terapis dengan menggunakan metode dramatic
spesifik.
B. Proses
Prinsip utamanya adalah dramatisasi terapeutik. Di mana untuk menjankan ini, akan
diperlukan beberapa peran, yaitu:
o Pasien Orang yang memerankan masalah yang memperlukan bantuan
o Peran pembantu / Auxiliary Ego Orang yang memperankan berbagai aspek
pasien
o Sutradara / Ahli terapi Orang yang membimbing jalannya drama, agar
dapat mencapai insight
C. Teknik
Psikodrama dapat memusatkan perhatian pada suatu situasi ternteu, misalnya seperti
mimpi, keluarga, situasi komunitas, suatu sikap alam bawah sadar, ataupun bayangan
26
masa depan. Teknik yang digunakan adalah percapakan seorang diri (pasien bercerita
tentang pikiran dan perasaannya), peran ganda multipel (beberapa orang berperan
seperti pasien pada keadaan yang bervariasi), dan teknik cermin. Terapis juga bisa
menggunakan teknik hypnosis dan penggunaan obat psikotropik untuk memerankan
perilaku dalam berbagai cara.
2.7.9 Terapi Keluarga
A. Definisi
Terapi ini fokusnya adalha untuk mengubah interaksi di antara anggota keluarga dan
berupaya memperbaiki fungsi keluarga sebagai suatu unit, yang terdiri atas individuindividu.
B. Indikasi
Untuk keluarga yang memiliki masalah, misalnya suatu keluarga yang hubungan
antara orang tua dan anaknya sangat kaku, sehingga sosialisasi dalam keluarga tidak
berjalan sebagaimana mestinya.
C. Teknik Terapi
1. Terapi kelompok keluarga
Terapi ini mengombinasikan beberapa keluarga ke dalam satu kelompok tunggal.
Masalah yang dihadapi masing-masing individu akan saling dikemukakan, dan
individu tersebut akan membagingkannya dengan individu dari keluarga lain, di
dalam suatu terapi kelompok. Keluarga dengan salah satu anggota yang terkena
skizofrenia, adalah contoh yang akan efektif dalam menjalani terapi tipe ini.
Orang tua dan anak yang terganggu, akan digabungkan, serta saling berbagi
tentang bagaimana situasi yang mereka hadapi.
2. Social network therapy
Terapi ini ditujukan untuk mereka yang berada di sekeliling pasien. Baik itu orang
tua, kerabat, teman, guru, dll, yaitu mereka yang berkontak dengan pasien dalam
kehidupan sehari-hari. Terapi ini adalah untuk mereka, yang merasa tidak nyaman
untuk bertemu dengan pasien, di dalam suatu sesi terapi kelompok.
3. Terapi paradoksikal
Terapi ini fokusnya adalah memposisikan pasien, ke suatu posisi, di mana ia
dilibatkan secara sengaja, dalam perilaku yang tidak diharapkan (keputusan
paradoksikal), seperti misalnya menghindari objek fobik dan melakukan ritual
kompulsif. Walaupun terapi ini tergolong baru dan masih jarang digunakan, hal ini
diakui dapat menciptakan insight baru bagi pasien. Bahayanya adalah, pada pasien
yang sudah terbiasa, ia dapat melakukannya secara sewenang-wenang.
4. Konotasi positif
27
Terapi ini disebut juga sebagai reframing, adalah penglabelan ulang semua
perasaan atau perilaku yang diekspresikan secara negatif, menjadi positif. Terapis
akan mengubah konotasi pikiran anggota keluarga, dalam memandang suatu
perilaku. Misalnya, seorang orang tua kesal dengan anaknya dan mengatakan
Anak ini sangat bandel, tidak bisa diatur, menjadi Anak ini hanyalah berusaha
mati-matian mengalihkan perhatian anda, karena ia membutuhkan rasa kasih
saying yang lebih
D. Proses
Pada awalnya, terapis harus terlebih dahulu memperkenalkan diri, menyambut, dan
mengenal masing-masing anggota keluarga. Terapis terus berhubungan dengan tiap
anggota keluarga secara intensif, hal ini agar terapis dapat merasakan perasaan
anggota keluarga, sekaligus mengamati hubungan verbal dan nonverbal antar anggota
keluarga.
Terapis juga harus mengeksplorasi pandangan tiap anggota keluarga terhadap masalah
mereka, penyelesaian apa saja yang sudah ditempuh, serta pengharapan mereka
terhadap perubahan.
1. Amati interaksi di antara anggota keluarga
2. Tanyakan pertanyaan yang berakitan dengan hubungan antar anggota keliarga,
serta teliti betul terhadap respon verbal dan nonverbal dari masing-masing anggota
3. Mengembangkan beberapa hipotesis mengenai sistem keluarga
4. Cari, apakah adalah perlibatan orang ketiga dalam konflik antara dua orang
(segitiga)
5. Pertahankan posisi terapis sebagai seseorang yang empatik dan netral
6. Kenali kekuatan dalam anggota keluarga dan perseorangan
7. Fokuskan pada pola hubungan dan cara berinteraksi habitual
E. Kriteria pasien
Terapis harus terlebih dahulu mendapatkan informasi dasar mengenai struktur
keluarga dan natur dari masalah yang dihadapi.
F. Tujuan
Terapi ini bertujuan untuk menghentikan pola antargenerasi yang kurang nyaman,
serta dapat menimbulkan penderitaan di dalam atau antar individu. Terapi ini juga
dapat menyelesaikan kekhawatiran anggota keluarga, tetapi, pengaruh paling besar
akan ada pada sang anak.
1. Memecahkan atau menurunkan konflik dan kecemasan patogenik di dalam
hubungan interpersonal antar anggota keluarga
2. Meningkatkan persepsi dan pemenuhan kebutuhan tiap anggota keluarga
3. Meningkatkan hubungan peran yang sesuai antar jenis kelamin dan antar generasi
4. Memperkuat kemampuan anggota individual dan keluarga, untuk menanggulangi
masalah masalah, baik di dalam atau di luar lingkup keluarga
28
29
30
o Pada terapi ini, pasien diajarkan perilaku baru melalui imitasi, utamanya
melalui observasi terlebih dahulu, tanpa ada tekanan untuk pasien sesegera
mungkin melakukannya, jika memang ia merasa belum siap.
o Contoh terapi ini yang efektif adalah, penempatan anak fobia dengan anak
seumur yang tidak memiliki fobia.
5. Exposure to Stimuli Presented in Virtual Reality
o Kemajuan teknologi computer membuat pasien dapat merasakan lingkungan
yang membuatnya takut, dalam suatu realitas virtual (semu).
o Masih banyak eksperimen di bidang yang terbilang baru ini
o Hasil efektif utamanya ditemukan pada pasien dengan fobia tinggi, takut
terbang, fobia terhadap laba-laba.
6. Assertiveness Training
o Terapi ini bermaksud agar pasien berani melakukan apa yang dianggapnya
benar, tanpa ada rasa takut. Pasien agar berani untuk berbicara jujur dengan
nyaman, dan menuntut hak-hak personal mereka.
o Contoh: Pasien dilatih agar berani berbicara jika ada yang menyerobot mereka
dalam suatu antrian
7. Social Skills Training
o Terapi ini mengajarkan social skills pada pasien-pasien, yang memang tidak
memiliki kemampuan tersebut. Berbeda dengan assertiveness, di mana pada
pasien dengan terapi assertiveness, mereka memiliki kemampuannya, hanya
saja tidak berani menggunakannya.
o Biasa dilakukan pada pasien skizofrenia dan depresi
o Pelatihannya meliputi area-area seperti perbincangan, penyelesaian konflik,
keberanian berbicara, hidup dalam suatu komunitas, pertemanan dan hidup
berpasangan, serta kerja.
8. Aversion Therapy
o Prinsip terapi ini adalah diberikannya hukuman jika respons pasien masih
tidak sesuai dengan harapannya.
o Penghukuman yang diberikan bermacam-macam, mulai dari syok listrik,
substansi yang membuat muntah, dll
o Terapi ini utamanya dilakukan pada pasien alcohol abuse, paraphilia,
pencandu narkoba.
9. Positive Reinforcements
o Terapi ini berprinsip bahwa jika respons pasien sudah dianggap memuaskan,
maka pasien akan diberikan suatu hadiah.
o Hadiahnya dapat berupa makanan, pujian, dll
o Biasanya digunakan pada pasien rawat inap dengan gangguan mental
32
keyakinan
otomatis
33
bahwa setiap
orang pasti
akan
sepeda
Menguji pikiran otomatis
Terapi di sini berperan sebagai guru, mendorong pasien untuk menolak
tertentu itu.
o Teknik perilaku
Teknik perilaku pada prakteknya sering disandingkan dengan teknik kognitif.
Teknik ini digunakan untuk menguji dan mengubah kognisi maladptif pada
diri pasien. Terapi ini bertujuan agar pasien mengerti bahwa kognisi atau
kepercayaannya selama ini salah dan tidak akurat. Pasien akan dibekali
strategi dan cara untuk menanggulangi masalah ini.
F. Tujuan
Menghilangkan depresi dan mencegah rekurensi, dengan cara membantu pasien
dalam:
o Mengidentifikasi dan menguji kognisi negatif
o Mengembangkan skema alternative dan yang lebih fleksibel
o Mengulangi respon kognitif yang baru dan respon perilaku yang baru.
Tujuannya adalah untuk mengubah cara seseorang berpikir dan selanjutnya
memperbaiki gangguan depresinya.
2.7.13 Hipnoterapi
Pada saat orang terhipnosis, atensi dan imaginasinya jadi lebih hebat, dan kesadaran
perifernya berangsur melemah. Kondisi trance ini dapat diinduksi oleh seorang
hipnotis, melalui berbagai prosedur.
A. Definisi
Hipnosis diartikan sebagai suatu aktifitas dari pikiran yang normal, di mana atensi
akan jadi lebih fokus dan pengambilan keputusan menjadi lebih kritis. Prinsipnya
34
35
Bebas penyakit
Sejahtera bahagia
B. PSIKOTERAPI SUPORTIF
37
Kriteria Pemilihan:
Pasien yang sangat sehat yang berhadapan dengan krisis yang melanda pasien dengan
defisit ego. ( Kaplan dan Sadock, 2010)
Lama Terapi
Beberapa hari, bulan, atau tahun-sesuai kebutuhan. ( Kaplan dan Sadock, 2010)
Mekanisme
Pasien dianjurkan untuk datang sekali (atau lebih) seminggu, untuk beberapa minggu atau
bulan (kadang ada pula yang mencapai tahunan). Termasuk pula disini intevensi krisis
yang singkat (untuk 1-3 pertemuan).
39
Terapis berurusan dengan gejala pasien, tetapi hanya sedikit mengolah proses
alam nirsadarnya dan tidak berupaya mengubah kepribadian. Pertahanan psikologik
diperkuat dan teknik yang digunakan antara lain menenangkan, sugesti, mengeluarkan
semua masalah, abreaction, dan manipulasi lingkungan. Terapis bersikap aktif,
menunjukkan minat, berempati dan hangat (dengarkan pasien), mengerti hal-hal yang
menjadi perhatian pasien, dan menolong pasien untuk menetukkan arah. Medikasi juga
dapat diberikan. (Tomb, 2004)
Indikasi psikoterapi suportif :
Secara umum psikoterapi suportif diindikasikan pada pada pasien yang
mana kontraindikasi terhadap psikoanalisi ataupun psikoterapi insight-oriented
psychoanalitic, mempunyai pertahanan ego yang kurang.
Secara garis besar terapi ini diindikasikan terhadap :
a.
Seseorang yang dalam keadaan kritis dan kacau serta tidak mempunyai
kemampuan untuk menyelesaikan suatu masalah, yang menghasilkan
kecemasan berat dan kebingungan (contoh, orang yang mengalami
kesedihan yang berat, kesakitan, perceraian, atau kehilangan pekerjaan
ataupun mereka yang pernah menjadi korban kejahatan, penganiayaan,
bencana alam, ataupun kecelakaan).
b.
c.
d.
e.
40
f.
g.
h.
i.
j.
b.
c.
bicaranya
(menginterupsi).
41
Yang
dibicarakan
ialah
diyakinkan bahwa bila gejala-gejala itu hilang, hal itu terjadi karena ia
sendiri mengenal maksud gejala-gejala itu dan bahwa timbulnya gejala itu
tidak logis.
4. Penjaminan kembali atau reassurance dilakukan melalui komentar yang
halus atau sambil lalu dan pertanyaan yang hati-hati, bahwa pasien mampu
berfungsi secara adekuat (cukup, memadai). Dapat juga diberi secara tegas
berdasarkan kenyataan atau dengan menekankan pada apa yang telah
dicapai oleh pasien.
5. Bimbingan ialah memberi nasehat-nasehat yang praktis dan khusus
(spesifik) yang berhubungan dengan masalah kesehatan (jiwa) pasien agar
ia lebih sanggup mengatasinya, umpamanya tentang cara mengadakan
hubungan antar manusia, cara berkomunikasi, bekerja dan belajar, dan
sebagainya.
6. Penyuluhan atau konseling (counseling) ialah suatu bentuk wawancara
untuk membantu pasien mengerti dirinya sendiri lebih baik, agar ia dapat
mengatasi suatu masalah lingkungan atau dapat menyesuaikan diri.
Konseling biasanya dilakukan sekitar masalah pendidikan, pekerjaan,
pernikahan dan pribadi.
7. Kerja kasus sosial (social casework) secara tradisional didefinisikan
sebagai suatu proses bantuan oleh seorang yang terlatih (pekerja sosial
atau social worker) kepada seorang pasien yang memerlukan satu atau
lebih pelayanan sosial khusus. Fokusnya ialah pada masalah luar atau
keadaan sosial dan tidak (seperti pada psikoterapi) pada gangguan dalam
individu itu sendiri. Tidak diadakan usaha untuk mengubah pola dasar
kepribadian, tujuannya ialah hanya hendak menangani masalah situasi
pada tingkat realistik (nyata).
8. Terapi kerja dapat berupa sekedar memberi kesibukan kepada pasien,
ataupun berupa latihan kerja tertentu agar ia terapil dalam hal itu dan
berguna baginya untuk mencari nafkah kelak.
Suportif
Defek ego yang bermakna dengan sifat
jangka panjang
Hubungan objek (object relations) yang masih Hubungan objek yang terganggu parah
baik
Pengendalian impuls yang baik
Intelegensia rendah
untuk
mengobservasi
diri
Respon reflektif ketika dicoba untuk dilakukan Disfungsi kognitif dengan dasar kelainan
interpretasi
organik
Kemampuan yang lemah untuk membentuk
ikatan terapeutik
Sumber : Sadock, BJ dan Virginia Alcott Sadock. 2007. Kaplan & Sadocks Synopsis of
Psychiatry 10th ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins
44
45
BAB III
Kesimpulan
Psikoterapi pada dasarnya berprinsip bahwa terapi ini merupakan suatu metode pengobatan,
yang dilakukan oleh psikiater, terhadap masalah emosional seorang pasien, dalam hubungan
professional yang saling mendukung, dengan tujuan utama berupa menghilangkan,
mengubah, dan menghambat permasalahan yang dihadapi pasien. Permasalahan ini naturnya
amat unik dan berbeda pada msaing-masing individu, apakah itu bersifat fobia, perilaku
menyimpang, dan sakit jiwa. Melalui psikoterapi, seluruh permasalahan ini akan dikoreksi,
serta pada diri pasien akan ditumbuhkan hal-hal yang lebih positif untuk mennyokong
perbaikan kualitas hidup.
Psikoterapi merupakan suatu ilmu dan ketrampilan, yang sangat bermanfaat untuk pasienpasien dengan problem kejiwaan pada umumnya. Namun, untuk seseorang memahami dan
mempelajari ilmu ini, tidaklah mudah. Seorang psikiater, memperlukan waktu yang banyak,
ketekunan, dan kepribadian yang baik, agar menjadi seorang terapis yang khatam dalam
menyembuhkan pasien melalui psikoterapi.
Pada prosesnya, terapis harus ingat bahwa wawancara, selain mengandung makna terapeutik,
juga diperlukan dalam menyokong diagnosis pasien. Komunikasi dan keharmonisan
hubungan antara pasien dan dokter harus terbina baik. Sebagai seorang terapis, maka dokter
harus senantian membina hubungan interpersonal yang optimal dalam memberikan efek
terapeutik, kita juga harus mengerti, sadar, dan berempati akan ucapan-ucapan permasalahan
pasien. Setelah itu, sebagai terapis, kita harus hati-hati betul dalam menyampaikan umpan
balik kita terhadap suatu omongan pasien, kata-kata yang digunakan haruslah tidak bersifat
ofesnsif pada pasien, dan diharapkan bahwa respons kita dapat menyentuh hati pasien.
Terapis juga harus bersifat professional, bahwa segala rahasia pribadi pasien tidak boleh
diumbar ke siapapun, oleh karena itu, kontraindikasi mutlak psikoterapi adalah, relasi dekat
antara terapis dengan pasien.
Ketrampilan yang diperlukan oleh seorang dokter, dalam menjalankan psikoterapi, meliputi
pendengaran yang cermat (emphatic listening), observasi yang teliti, serta pengetahuan yang
cukup dalam mengenai psikologi, psikopatologi, dan proses kejiwaan lainnya. Dengan begitu,
46
diharapkan dokter akan mampu mendapat gambaran yang menyeluruh dan tepat tentang
pasiennya.
Setelah wawancara, dokter diwajibkan membuat suatu konklusi tentang status mental
pasiennya, untuk kemudian ditindak-lanjuti dengan cermat. Hal ini akan berulang terus
menerus, hingga batas waktu yang telah ditetapkan (pada jenis psikoterapi tertentu), ataupun
hingga pasien sembuh.
47
Daftar Pustaka
1. Corey Gerald; Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, Refika Aditama.2009
2. I. M. Ingram, G. C. Timbury, R. Mowbray; Catatan Kuliah Psikiatri, EGC. 1993
3. D. Bachtiar Lubis, Sylvia D. Elvira; Penuntun wawancara psikodinamik dan
psikoterapi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2005
4. Kaplan, Sadocks ; Psikoterapi, Sinopsis Psikiatri, Edisi Ketujuh, Jilid 2, hal 383
442.
5. Kaplan, Harold I., dkk. 2010. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku
Psikiatri Klinis. Jakarta : Binarupa Aksara Publisher.
6. Maslim, Rusdi. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas. PPDGJ III.
Jakarta : PT. Nuh Jaya.
7. Tomb, David. A. 2004. Buku Saku Psikiatri Edisi 6. Jakarta : EGC.
8. Ingram, dkk. 1995. Catatan Kuliah Psikiatri Edisi 6. Jakarta : EGC
9.
http://health.detik.com/read/2009/07/17/141957/1167103/770/psikoterapisuportif
10. http://www.caps.utoronto.ca/Services-Offered/IndividualPsychotherapy/Supportive-Psychotherapy.htm
11.http://ndri.com/article/role_and_basics_of_individual_supportive_psychothe
rapy-484.html
48