Anda di halaman 1dari 32

1

DAFTAR ISI
Judul..............................................................................................................i
Daftar Isi......................................................................................................ii
BAB I. Pendahuluan..................................................................................1
Identitas........................................................................................................2
Anamnesis....................................................................................................2
Pemeriksaan Fisik........................................................................................4
Pemeriksaan Penunjang...............................................................................8
Diagnosis....................................................................................................10
Planning.....................................................................................................10
Prognosis....................................................................................................11
Follow Up..................................................................................................12
BAB II. Pembahasan...............................................................................12
IMA...........................................................................................................12
Definisi .............................................................................................12
Epidemiologi.....................................................................................12
Klasifikasi ........................................................................................13
Patogenesis........................................................................................14
Manifestasi Klinis.............................................................................15
Faktor Resiko....................................................................................16
Komplikasi........................................................................................16
Pemeriksaan Fisik.............................................................................17
Diagnosis...........................................................................................17
Evaluasi.............................................................................................18
Penatalaksanaan................................................................................19
BAB III. Kesimpulan...............................................................................35
Daftar Pustaka............................................................................................37

BAB 1. PENDAHULUAN
Penyakit jantung koroner (PJK) menjadi suatu masalah kesehatan
dunia yang bersifat epidemik. Di seluruh dunia diperkirakan 30 % dari semua
penyebab kematian diakibatkan oleh PJK. Lebih dari 1 juta orang di Amerika
Serikat menderita infark miokard akut, dan lebih dari 300.000 orang
diperkirakan meninggal karena infark miokard akut sebelum sampai ke rumah
Sakit. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan
Republik Indonesia menyatakan bahwa peringkat penyakit kardiovaskular
sebagai penyebab kematian semakin meningkat. Pada tahun1972, penyakit
kardiovaskular berada di urutan ke-11 sebagai penyebab kematian, dan pada
tahun 1986 berubah menjadi urutan ke-3. Persentase kematian akibat penyakit
kardiovaskular di tahun 1998 sekitar 24,4%. PJK umumnya terjadi pada
pasien dengan usia diatas 40 tahun. Walaupun begitu, usia yang lebih muda
dari 40 tahun dapat juga menderita penyakit tersebut ( Sulastomo, 2010)
Banyak penelitian yang telah menggunakan batasan usia 40-45 tahun
untuk mendefenisikan pasien usia muda dengan penyakit jantung koroner
atau infark miokard akut (IMA). IMA mempunyai insidensi yang rendah pada
usia muda. Persentase penderita IMA dengan usia di bawah 40 tahun adalah 28% dari seluruh penderita IMA dan sekitar 10% pada penderita dengan usia di
bawah 46 tahun. Berdasarkan data rekam medis Pusat Jantung Nasional
Harapan Kita (PJNHK), penderita IMA yang berusia di bawah 45 tahun
sejumlah 92 orang dari 962 penderita IMA di tahun 2006, atau 10,1%. Di
tahun 2007 angka ini menjadi 10,7% (117 penderita IMA usia muda dari 1096
seluruh penderita IMA). Sedangkan di tahun 2008 menjadi 10,1% (108
penderita IMA usia muda dari 1065 seluruh penderita IMA) (Sulastomo,
2010).

I.

IDENTITAS

Nama

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 33 tahun

Status

: Menikah

Agama

: Islam

: Tn. T

Alamat

: Jl. Dr. Soebandi I No. 138 Patrang - Jember

Pekerjaan

: Kuli Bangunan

Tanggal MRS : 19 Maret 2016

Pemeriksaan : 22 Maret 2016

II.

ANAMNESIS

Keluhan umum

Riwayat Penyakit Sekarang

: Nyeri Dada

Pasien mengeluh nyeri dada sebelah kiri menembus ke belakang sejak


pukul 05.30 WIB tadi pagi. Nyeri juga menjalar ke lengan kiri. Nyeri
berlangsung 20 menit. Selain itu pasien juga mengeluh sesak (+)
yang berlangsung sepanjang hari namun saat ini sudah mereda. Pasien
juga mengatakan sering terbangun malam hari karena sesak nafas.
Beberapa hari ini pasien mengatakan dirinya menjadi cepat capek
terutama setelah berjalan jauh. BAB (+) normal, BAK (+) normal.
Pasien memiliki riwayat merokok sejak usia 14 tahun hingga sekarang
dan setiap harinya pasien dapat menghabiskan 1 bungkus rokok.

Riwayat Penyakit Dahulu :


HT(-) DM (-) PJK(-) Asma (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :


HT(-) DM(-) PJK(-)

Riwayat Pengobatan :

Riwayat Sosial
Pasien merupakan kuli bangunan. Pasien merupakan perokok berat
sejak usia 14 tahun hingga sekarang. Sehari merokok menghabis 1
bungkus dan sering minum kopi. Tidak ada riwayat penggunaan
kokain.

Anamnesis Sistem (Review of System)


Kulit

:Kuning -, pucat -, gatal -, kering -, ruam -

Kepala

: Pusing -, nyeri kepala -, trauma kepala -

Mata

: Kuning -, penglihatan kabur -, kacamata -

Telinga

: Gangguan pendengaran -, keluar cairan telinga

Hidung dan sinus

: Perdarahan -, sering pilek -, bersin -, napas


cuping hidung -

Mulut

: Perdarahan gusi -, mulut kering -, sariawan -

Leher

: Kaku leher -, tumor -, pembesaran getah

bening -Jantung

: Berdebar -, nyeri dada +, sesak +

Paru

: Sesak -, batuk -

Alat pencernaan

: Mual -, muntah -, muntah darah -, BAB hitam


-, BAB merah segar -, hemoroid -, nafsu
makan berkurang +, gangguan menelan -

Saluran kencing

: Kencing seperti teh -, nyeri pinggang -, nyeri


kencing -, sering kencing -

Alat kelamin

: Tidak dievaluasi

Alat gerak

: Nyeri sendi -, kaku sendi -, kemerahan sendi -,


bengkak-, luka -

Sistem saraf

: Kejang -, rasa tebal pada kedua kaki -,


kesemutan Kelumpuhan -

Endokrin

: Nafsu makan berkurang +, penurunan berat


badan - , keringat malam -, demam -

II.PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan umum

: lemah

Kesadaran

: compos mentis

Tekanan darah

: 120/70 mmHg

Nadi

: 87x/menit, reguler, kuat angkat

Pernafasan

: 28x/menit, thoracoabdominal, reguler

Suhu

: 36,5 o C

Tinggi Badan

: 160 cm

Berat Badan

: 51 Kg

IMT

51
(1,6)2

: 19,92 kg/m2
Kesan status gizi cukup
B. Kepala Leher

Umum
Anemis (-), ikterus (-), sianosis (-), dyspnea (+)

Mata
Alis

: normal

Bola mata

: normal

Kelopak

: normal

Konjungtiva

: normal

Sclera

: normal, tidak ikterus

Pupil

: bulat, isokor, refleks cahaya +/+

Lensa

: normal

Telinga

Bentuk

: normal

Procesus mastoideus

: tidak nyeri

Lubang telinga

: tidak ada kelainan

Can.audit.ext

: tidak ada kelainan

Pendengaran

: tidak ada kelainan

Hidung
Penyumbatan

: tidak ditemukan penyumbatan

Daya penciuman

: normal

Cuping Hidung

ditemukan

pernapasan

hidung

Mulut
Bibir

: tidak ada tanda sianosis

Gusi

: tidak didapat perdarahan

Lidah

: tidak kotor

Mukosa

: normal

Palatum

: normal

Leher
Kel.limfe

: tidak didapatkan pembesaran

Trakea

: deviasi -

Tiroid

: tidak didapatkan pembesaran kelenjar

Vena Jugularis

: tidak terdapat distensi

Arteri Carotis

: teraba pulsasi

C. Thorax

Umum
Bentuk

: normal

Payudara

: simetris, ginekomasti -

Kulit

: normal, spider nevi -, vena kolateral -

cuping

Axilla

tidak

ditemukan

kelainan,

tidak

ada

pembesaran kelenjar getah bening

Paru
Dextra

Sinistra

I : simetris, retraksi -

I: simetris, retraksi -

P : fremitus raba + normal

P: fremitus raba + normal

P : sonor +

P: sonor +

A:

Vesikuler

+,

Rhonki

-,

Wheezing

A:

Vesikuler

+,

Rhonki

-,

Wheezing -

Jantung
Inspeksi
Palpasi

Iktus tidak tampak


Iktus teraba di axillaris anterior line sinistra ICS VI,

Perkusi

tidak didapatkan thrill


Batas jantung kanan: parasternal line dextra ICS VI
Batas jantung kiri: axillaris anterior line sinistra

Auskultasi

ICS VI
S1, S2: normal, murmur -, gallop -, ekstrasistole -

D. Abdomen
Inspeksi

Bentuk:
Supel, tak tampak massa, umbilicus masuk
kedalam

Auskultasi
Palpasi

Kulit: turgor normal


Bising usus: positif, normal
Tugor normal, tonus normal.
Hepatomegali -, Lien tidak teraba
Nyeri tekan(-)
Ginjal tidak teraba

Perkusi

Nyeri ketok ginjal (-)


Meteorismus (-), Shifting dullness (-)

E. Inguinal Genitalia Anus


Tidak dievaluasi
F. Extremitas
Atas

Akral hangat dan kering


Tidak didapatkan petechiae, purpura dan echimosis
Tidak didapat deformitas
Sendi: tidak didapatkan nyeri sendi
Kuku: tidak didapat kelainan
Jari: tidak didapat kelainan
Edema: tidak didapatkan

Bawah

Tidak didapatkan kelumpuhan


Akral hangat dan kering
Tidak didapatkan petechiae, purpura dan echimosis
Tidak didapat deformitas
Sendi: tidak ada nyeri
Kuku: tidak didapat kelainan
Jari: tidak didapat kelainan
Edema: tidak didapatkan
Tidak didapatkan kelumpuhan

III.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

JENIS

HASIL

NILAI

PEMERIKSAAN

PEMERIKSAAN

NORMAL

HEMATOLOGI
Hemoglobin

12,0-16,0 gr/dl
14,8
4,5-11,0 x 109

Lekosit
12,1
Hematokrit

36-46 %
43,7

Hitung Jenis
-/-/-/82/13/5
150-450 x 109

Trombosit
333
FAAL HATI
SGOT

10-31
137

SGPT

9-36
25

Albumin

3,4-4,8
3.2

GDA

<200
82

ELEKTROLIT
Natrium

135-155 mmol/L
138,6

Kalium

3,5-5,0 mmol/L
4,13

Chlorida

90-110 mmol/L
110,5

Calcium

2,15-2,57
2,32

mmol/L

10

Kesan : Leukositosis e.c susp. infeksi bakterial , Hipoalbumin,


peningkatan enzim hepar

Foto Thorax

Kesan :
Cor : pinggang jantung menghilang, tampak pelebaran jantung bagian
Pulmo : tak tampak infiltrat
Sinus phrenicocostalis: kanan tajam kiri tdk tajam

kiri

11

Elektrokardiografi

Kesan: Irama sinus, aksis kiri, Heart Rate 78 kali/menit,


Q patologis di V1-V6.
ST segmen elevasi di V1-V6, aVL
Inversi gelombang T di aVL
Diagnosis EKG : Sinus Takikardia, LAD, ST elevasi anterior luas
IV.DIAGNOSIS
Fungsional : STEMI Inferoposterior
V. PLANNING

Diagnostik

:
o Echocardiography
o PCI

Terapi

:
o Inf. PZ 500 cc/ 24 jam

12

o ISDN pump 0,5mg/jam


o p/o clopidogrel 1x1
o ASA 1x1
o Alprazolam 2x 0,5
o Simvastatin 20mg 0-0-1
o Bisoprolol 2x5mg
o Sanmol 2x1 tab
o Ramipril 2,5mg 2x1 tab

Monitoring

o Gejala klinis
o Vital Sign
o Urine Output 24jam
o EKG

Edukasi

:
o Menjelaskan tentang penyebab penyakit, pemeriksaan yang
perlu dilakukan dan tindakan medis kepada pasien serta
keluarga.
o Menjelaskan kemungkinan komplikasi dan prognosis kepada
pasien dan keluarga
o Menjelaskan tentang faktor risiko yang perlu dihindari
nantinya

VI.

PROGNOSIS
Quo ad vitam

: dubia

Quo ad functionam

: dubia

13

BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Definisi
World

Health Organization

(WHO) mulai dari

tahun 1950

menggunakan data epidemiologi mendefinisikan IMA dengan adanya minimal


dua dari 3 kriteria, yaitu keluhan klinis sugestif ke arah infark miokard,
abnormalitas

EKG,

peningkatan marker serum yang mengindikasikan

terjadinya nekrosis miokard. Perkembangan biomarker nekrosis miokard yang


lebih sensitif dan spesifik serta tehnik imaging untuk disfungsi miokard yang
iskemik menyebabkan terjadinya perbaikan diagnosis IMA (Bagiari, 2014).
Infark Miokard Akut adalah nekrosis dari miokard yang terjadi akibat
insufisiensi aliran darah lewat koroner yang mendadak sehingga aliran darah
koroner tidak mampu mencukupi kebutuhan oksigen. Infark Miokard Akut
memberikan gambaran klinis yang khas berupa nyeri dada, kelainan EKG
yang khas dan kenaikan serum enzim (Sargowo, 2008).
2.2

Epidemiologi
Prevalensi infark miokardium dalam populasi seperti diketahui

mengikuti penyebaran aterosklerosis berat. Prevalensi MI fatal meningkat


bersama umur dangan puncak pada 55-64 tahun usia kelompok pria dan dalam
dekade ke-8 wanita. Tetapi prevalensi penyakit dapat semakin tinggi
frekuensinya pada usia sangat lanjut. Individu yang berpredisposisi
aterosklerosis adalah yang mengalami hipertensi, diabetes melitus dan
hiperlipoproteinemi familial dapat terkena infark pada usia dekade terlalu
awal. Pria lebih banyak terkena daripada wanita dengan rasio umum 3:1.

14

Kecenderungan pada pria kebanyakan meningkat antara umur 33


sampai 55 tahun, dengan resiko pria pada wania dalam tahun belakangan ini
6:1. Selama usia reproduksi, wanita sama sekali bebas, dengan alasan yang
tidak diketahui, kecuali bila memiliki latar belakang predisposisi terhadap
aterosklerosis seperti diabetes melitus. Pada dekade terakhir ini, kecederungan
pada pria berkurang dan mencapai 1:1 pada usia sangat tua. Faktor-faktor
risiko yang menyebabkan penyebaran penyakit ini telah dibahas pada diskusi
aterosklerosis.

Sebagai

tambahan

pada

keempat

besar-hipertensi,

hiperkolesterolemi, merokok sigaret dan diabetes melitus- dua pengaruh lain


yang menyebabkan infark miokardium adalah aktifitas fisik dan pemakaian
kontrasepsi oral.

2.3

Klasifikasi
Secara morfologis IMA dibedakan atas dua jenis yaitu : IMA

transmural, yang mengenai seluruh dinding miokard dan terjadi pada daerah
distribusi suatu arteri koroner (Sylvia A. Price, 2005) :
1. IMA sub-endokardial dimana nekrosis hanya terjadi pada bagian dalam
dinding ventrikel dan umumnya berupa bercak-bercak dan tidak konfluens.
2. IMA sub-endokardial dapat regional (terjadi pada distribusi satu arteri
koroner) atau difus (terjadi pada distribusi lebih dari satu arteri koroner).
Berdasarkan kelainan pada gelombang ST (Aru W. Sudoyono, 2006) :
1. STEMI
IMA dengan elevasi Segmen ST (ST elevasion myocardialinfarcion =
STEMI) merupakan bagian dari spectrum sindrom koroner akut (SKA) yang
terdiri dari angina pectoris tidak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA
dengan elevasi ST.
2. NSTEMI
Angina pektoris tak stabil (unstable angina = UA) dan miokard akut
tanpa Elevasi ST (Non ST elevation myocardial infarction = NSTEMI)
diketahui merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi
dan gambaran klinis sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan keduanya

15

tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi


klinis UA menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan
biomarker jantung.

2.4

Etiologi
Menurut Fakih Ruhyanudin (2006), penyebab akut miokard infark

adalah :
1. Gangguan pada arteri koronaria berkaitan dengan atherosclerosis,
kekakuan, atau penyumbatan total pada arteri oleh emboli atau thrombus.
2. Penurunan aliran darah sistem koronaria menyebabkan ketidak
seimbangan antara miokardial O2 suplai dan kebutuhan jaringan terhadap O2.
Penyebab suplai oksigen ke miokard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor
1. Faktor pembuluh darah :

Aterosklerosis

Spasme

Arteritis

2. Faktor sirkulasi :

Hipotensi

Stenosis aorta

Insufisiensi

3. Faktor darah :

Anemia

Hipoksemia

Polisitemia

Penyebab lain :

16

a. Curah jantung yang meningkat :


Aktifitas berlebihan
Emosi
Makan terlalu banyak
Hypertiroidisme
b. Kebutuhan oksigen miokard meningkat pada :
Kerusakan miokard
Hypertropi miokard
Hypertensi diastolik
c. Faktor predisposisi :
Faktor risiko biologis yang tidak dapat diubah :
o Usia lebih dari 40 tahun
o Jenis kelamin : insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita
meningkat setelah menopause
o Hereditas
o Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam
Faktor risiko yang dapat diubah :
a. Mayor :
o Hiperlipidemia
o Hipertensi
o Merokok
o Diabetes Melitus

17

o Obesitas
o Diet tinggi lemak jenuh, kalori
b. Minor :
o Inaktifitas fisik
o Pola kepribadian tipe A (emosional, agresif, ambisius,
kompetitif).
o Stress psikologis berlebihan ketidakadekuatan aliran darah
akibat dari penyempitan, sumbatan, arteri koronaria akibat
terjadinya aterosklerosis, atau penurunan aliran darah akibat
syok atau perdarahan.
Faktor risiko menurut Framingham :
o Hiperkolesterolemia : >275 mg/dl
o Merokok sigaret : >20/hari
o Kegemukan : >120% dari BB ideal
o Hipertensi : >160/90 mmHg
o Gaya hidup monoton
Penyebab dari IMA pada usia muda < 45th dapat dibagi menjadi 4 golongan:
1. Penyakit jantung koroner (PJK) atheromatous
Berhubungan dengan faktor risiko konvensional. Proses
atheromatous dimulai lebih dini. Pada studi necroskopi dari
760 pasien usia muda yang meninggal pada beberapa kasus,
PJK ditemukan pada 20% laki-laki dan 8% perempuan antara
usia 30-34 tahun. Pada pasien usia muda yang mengalami
proses atheromatous, merokok umumnya ditemukan pada >
90% kasus.
2. PJK Non-atheromatous

18

Kelompok ini jarang terjadi. Bisa terjadi antar lain


karena anomali arteri koroner kongenital atau pun diseksi arteri
koroner spontan.
3. Status Hypercoagulable
Antiphospholipid

syndrome

berhubungan

dengan

trombosi arteri dan vena. Bisa sebagai primer ataupun sekunder


penyakit autoimun, seperti systemic lupus erythematosus. Yang
juga termasuk ke dalam kelompok ini antara lain sindroma
nephrotic, penurunan konsentrasi antithrombin III, mutasi
faktor V Leiden, dan pil kontrasepsi.
4. Infark miokard yang berhubungan dengan penyalahgunaan obat
Pengunaan kokain, rokok, amphetamine dan marihuana.
Walaupun ada tumpang tindih antara masing-masing kelompok
tersebut, tetapi pembagian ini bisa berguna dalam pendekatan
tatalaksana yang tepat.
2.5

Patologi
Kejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya aterosklerosis

yang

kemudian

ruptur

dan menyumbat

pembuluh

darah.

Penyakit

aterosklerosis ditandai dengan formasi bertahap fatty plaque di dalam dinding


arteri. Lama-kelamaan plak ini terus tumbuh ke dalam lumen, sehingga
diameter lumen menyempit. Penyempitan lumen mengganggu aliran darah ke
distal dari tempat penyumbatan terjadi (Ramrakha, 2006).
Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitus
tipe II, hipertensi, reactive oxygen species dan inflamasi menyebabkan
disfungsi dan aktivasi endotelial. Pemaparan terhadap faktor-faktor di atas
menimbulkan injury bagi sel endotel. Akibat disfungsi endotel, sel-sel tidak
dapat lagi memproduksi molekul-molekul vasoaktif seperti nitric oxide, yang
berkerja sebagai vasodilator, anti-trombotik dan anti-proliferasi. Sebaliknya,
disfungsi endotel justru meningkatkan produksi vasokonstriktor, endotelin-1,
dan angiotensin II yang berperan dalam migrasi dan pertumbuhan sel
(Ramrakha, 2006).

19

Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi.


Kemudian leukosit bermigrasi ke sub endotel dan berubah menjadi makrofag.
Di sini makrofag berperan sebagai pembersih dan bekerja mengeliminasi
kolesterol LDL. Sel makrofag yang terpajan dengan kolesterol LDL
teroksidasi disebut sel busa (foam cell). Faktor pertumbuhan dan trombosit
menyebabkan migrasi otot polos dari tunika media ke dalam tunika intima dan
proliferasi matriks. Proses ini mengubah bercak lemak menjadi ateroma
matur. Lapisan fibrosa menutupi ateroma matur, membatasi lesi dari lumen
pembuluh darah. Perlekatan trombosit ke tepian ateroma yang kasar
menyebabkan terbentuknya trombosis. Ulserasi atau ruptur mendadak lapisan
fibrosa atau perdarahan yang terjadi dalam ateroma menyebabkan oklusi arteri
(Price, 2006).
Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh formasi
plak. Kejadian tersebut secara temporer dapat memperburuk keadaan
obstruksi, menurunkan aliran darah koroner, dan menyebabkan manifestasi
klinis infark miokard. Lokasi obstruksi berpengaruh terhadap kuantitas
iskemia miokard dan keparahan manifestasi klinis penyakit. Oleh sebab itu,
obstruksi kritis pada arteri koroner kiri atau arteri koroner desendens kiri
berbahaya (Selwyn, 2005).
Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke jaringan
miokard menurun dan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis,
biokimia dan elektrikal miokard. Perfusi yang buruk ke subendokard jantung
menyebabkan iskemia yang lebih berbahaya. Perkembangan cepat iskemia
yang disebabkan oklusi total atau subtotal arteri koroner berhubungan dengan
kegagalan otot jantung berkontraksi dan berelaksasi (Selwyn, 2005).
Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme,
fungsi dan struktur sel. Miokard normal memetabolisme asam lemak dan
glukosa menjadi karbon dioksida dan air. Akibat kadar oksigen yang
berkurang, asam lemak tidak dapat dioksidasi, glukosa diubah menjadi asam
laktat dan pH intrasel menurun. Keadaaan ini mengganggu stabilitas membran
sel. Gangguan fungsi membran sel menyebabkan kebocoran kanal K+ dan

20

ambilan Na+ oleh monosit. Keparahan dan durasi dari ketidakseimbangan


antara suplai dan kebutuhan oksigen menentukan apakah kerusakan miokard
yang terjadi reversibel (<20 menit) atau ireversibel (>20 menit). Iskemia yang
ireversibel berakhir pada infark miokard (Selwyn, 2005).
Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di arteri
koroner, maka terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST (STEMI).
Perkembangan perlahan dari stenosis koroner tidak menimbulkan STEMI
karena dalam rentang waktu tersebut dapat terbentuk pembuluh darah
kolateral. Dengan kata lain STEMI hanya terjadi jika arteri koroner tersumbat
cepat (Antman, 2005).
Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST
yang disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi dan
ruptur plak ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen. Pada Non STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak
menyebabkan oklusi menyeluruh lumen arteri koroner (Kalim, 2001).
Infark miokard dapat bersifat transmural dan subendokardial
(nontransmural). Infark miokard transmural disebabkan oleh oklusi arteri
koroner yang terjadi cepat yaitu dalam beberapa jam hingga minimal 6-8 jam.
Semua otot jantung yang terlibat mengalami nekrosis dalam waktu yang
bersamaan. Infark miokard subendokardial terjadi hanya di sebagian miokard
dan terdiri dari bagian nekrosis yang telah terjadi pada waktu berbeda-beda
(Selwyn, 2005).

2.6

Patofisiologi
Iskemia yang berlangsung lebih dari 30-45 menit akan menyebabkan

kerusakan seluler yang irreversibel dan kematian otot atau nekrosis. Bagian
miokardium yang mengalami infark atau nekrosis akan berhenti berkontraksi
secara permanen. Jaringan yang mengalami infark dikelilingi oleh suatu
daerah iskemik yang berpotensi dapat hidup. Ukuran infark akhir tergantung
dari nasib daerah iskemik tersebut. Bila pinggir daerah ini mengalami nekrosis

21

maka besar daerah infark akan bertambah besar, sedangkan perbaikan iskemia
akan memperkecil daerah nekrosis.
Infark miokardium biasanya menyerang ventrikel kiri. Infark
digambarkan lebih lanjut sesuai letaknya pada dinding ventrikel. Misalnya,
infark miokardium anterior mengenai dinding anterior ventrikel kiri. Daerah
lain yang biasanya terserang infark adalah bagian inferior, lateral, posterior,
dan septum.
Otot yang mengalami infark akan mengalami serangkaian perubahan
selama

berlangsungnya

proses

penyembuhan.

Mula-mual

otot

yang

mengalami infark tampak memar dan sianotik akibat terputusnya aliran darah
regional. Dalam jangka waktu 24 jam timbul edema pada sel-sel, respon
peradangan disertai infiltrasi leukosit. Enzim-enzim jantung akan terlepas dari
sel-sel ini. Menjelang hari kedua atau ketiga mulai proses degradasi jaringan
dan pembuangan semua serabut nekrotik. Selama fase ini dinding nekrotik
relative tipis. Kira-kira pada minggu ketiga mulai terbentuk jaringan parut.
Lambat laun jaringan penyambung fibrosa menggantikan otot yang nekrosis
dan mengalami penebalan yang progresif. Pada minggu keenam parut sudah
terbentuk dengan jelas.
Infark miokardium jelas akan mengurangi fungsi ventrikel karena otot
yang nekrosis kehilangan daya kontraksi sedangkan otot yang iskemia
disekitarnya juga mengalami gangguan daya kontraksi. Secara fungsional
infark miokardium akan menyebabkan perubahan-perubahan seperti pada
iskemia : (1) Daya kontraksi menurun, (2) Gerakan dinding abnormal, (3)
Perubahan daya kembang dinding ventrikel, (4) Pengurangan curah sekuncup,
(5) Pengurangan fraksi ejeksi, (6) Peningkatan volume akhir sistolik dan akhir
diastolik ventrikel dan (7) Peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri.
Peningkatan frekuensi jantung dan daya kontriksi oleh refleks simpatik
dapat memperbaiki fungsi ventrikel. Penyempitan arteriola menyeluruh akan
mempertinggi resistensi perifer total, dengan demikian tekanan rata-rata arteri
akan meningkat. Penyempitan pembuluh vena akan mengurangi kapasitas
vena, akan meningkatkan alir balik vena ke jantung dan pengisian ventrikel.

22

Pengisian ventrikel yang meningkat akan meningkatkan daya kontaksi dan


volume ejeksi. Dengan menurunnya fungsi ventrikel maka diperlukan tekanan
pengisian

diastolik

yang

lebih

tinggi

agar

curah

sekuncup

dapat

dipertahankan. Peningkatan tekanan pengisian diastolik dan volume ventrikel


akan meregangkan serabut miokardium, dan dengan demikian meningkatkan
kekuatan kontraksi sesuai hukum starling.

Tekanan

pengisian

sirkulasi

dapat ditingkatkan lebih lanjut lewat retensi natrium dan air oleh ginjal.
Akibatnya, infark miokardium biasanya disertai pembesaran ventrikel kiri
sementara akibat dilatasi kompensasi jantung. Bila perlu, dapat terjadi
hipertrofi kompensasi jantung sebagai usaha untuk meningkatkan daya
kontraksi dan pengosongan ventrikel.
Secara ringkas, terdapat serangkaian refleks yang dapat mencegah
memburuknya curah jantung dan tekanan perfusi : (1) Peningkatan frekuensi
jantung dan daya kontraksi, (2) Vasokontraksi umum, (3) Retensi natrium dan
air, (4) Dilatasi ventrikel, (5) Hipertrofi ventrikel.Tetapi semua respon
kompensasi ini akhirnya dapat memperburuk keadaan miokardium dengan
meningkatkan kebutuhan miokardium akan oksigen (Price, Silvia. 2006).

2.7

Gejala Klinis
Nyeri dada penderita infark miokard serupa dengan nyeri angina tetapi

lebih intensif dan berlangsung lama serta tidak sepenuhnya hilang dengan
istirahat ataupun pemberian nitrogliserin. Angina pektoris adalah jeritan otot
jantung yang merupakan rasa sakit pada dada akibat kekurangan pasokan
oksigen miokard. Gejalanya adalah rasa sakit pada dada sentral atau
retrosentral yang dapat menyebar ke salah satu atau kedua tangan, leher dan
punggung. Faktor pencetus yang menyebabkan angina adalah kegiatan fisik,
emosi berlebihan dan terkadang sesudah makan. Hal ini karena kegiatan
tersebut mencetuskan peningkatan kebutuhan oksigen. Namun, sakit dada juga
sering timbul ketika pasien sedang beristirahat.
Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat
dingin dan lemas. Pasien terus menerus mengubah posisinya di tempat tidur.

23

Hal ini dilakukan untuk menemukan posisi yang dapat mengurangi rasa sakit,
namun tidak berhasil. Kulit terlihat pucat dan berkeringat, serta ektremitas
biasanya terasa dingin (Antman, 2005).
Nyeri sering disertai nafas pendek, pucat, berkeringat dingin, pusing,
mual, dan muntah (Brunner and Suddarth, 2005).
Pada fase awal infark miokard, tekanan vena jugularis normal atau
sedikit meningkat. Pulsasi arteri karotis melemah karena penurunan stroke
volume yang dipompa jantung (Antman, 2005). Volume dan denyut nadi
cepat, namun pada kasus infark miokard berat nadi menjadi kecil dan lambat.
Bradikardi dan aritmia juga sering dijumpai. Tekanan darah menurun atau
normal selama beberapa jam atau hari. Dalam waktu beberapa minggu,
tekanan darah kembali normal.
Dari ausklutasi prekordium jantung, ditemukan suara jantung yang
melemah. Pulsasinya juga sulit dipalpasi. Pada infark daerah anterior,
terdengar pulsasi sistolik abnormal yang disebabkan oleh diskinesis otot-otot
jantung. Penemuan suara jantung tambahan (S3 dan S4), penurunan intensitas
suara jantung dan paradoxal splitting suara jantung S2 merupakan pertanda
disfungsi ventrikel jantung. Jika didengar dengan seksama, dapat terdengar
suara friction rub perikard, umumnya pada pasien infark miokard transmural
tipe STEMI (Antman, 2005).
Tanda dan gejala infark miokard ( TRIAS ) adalah :
1. Nyeri :
a. Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak
mereda, biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas, ini
merupakan gejala utama.
b. Keparahan nyeri dapat meningkat secaara menetap sampai nyeri tidak
tertahankan lagi.
c. Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke
bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).

24

d. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan
emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang
dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin (NTG).
e. Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
f. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat,
pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
g. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat
karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor
(mengumpulkan pengalaman nyeri).
2.8

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Enzim jantung :
a. CPK-MB/CPK
Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara 4-6 jam,
memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam.
b. LDH/HBDH
Meningkat dalam 12-24 jam dam memakan waktu lama untuk kembali
normal
c. AST/SGOT
Meningkat ( kurang nyata/khusus ) terjadi dalam 6-12 jam, memuncak
dalam 24 jam, kembali normal dalam 3 atau 4 hari.
2. EKG
Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang T
tinggi dan simetris. Setelah ini terdapat elevasi segmen ST.Perubahan
yang terjadi kemudian ialah adanya gelombang Q/QS yang
menandakan adanya nekrosis.
Skor nyeri menurut White :
0 = tidak mengalami nyeri
1 = nyeri pada satu sisi tanpa menggangu aktifitas

25

2 = nyeri lebih pada satu tempat dan mengakibatkan terganggunya


aktifitas, mislnya kesulitan bangun dari tempat tidur, sulit menekuk
kepala dan lainnya.
3. Elektrolit.
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas,
missal hipokalemi, hiperkalemi.
4. Sel darah putih
Leukosit ( 10.000 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah
IMA berhubungan dengan proses inflamasi.
5. Kecepatan sedimentasi
Meningkat pada ke-2 dan ke-3 setelah AMI , menunjukkan inflamasi.
6. Kimia
Mungkin normal, tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi organ
akut atau kronis.
7. GDA
Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau
kronis.
8. Kolesterol atau Trigliserida serum
Meningkat, menunjukkan arteriosclerosis sebagai penyebab AMI.
9. Foto dada
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK
atau aneurisma ventrikuler.
10. Ekokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau

26

dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.


11. Pemeriksaan pencitraan nuklir
a. Talium : mengevaluasi aliran darah miocardia dan status sel
miocardia missal lokasi atau luasnya IMA
b. Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik
12. Pencitraan darah jantung (MUGA)
Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan
dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran darah).
13. Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya
dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan
mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu
dilakukan pad fase AMI kecuali mendekati bedah jantung angioplasty
atau emergensi.
14. Digital subtraksion angiografi (PSA)
15. Nuklear Magnetic Resonance (NMR)
Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup
ventrikel, lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark
dan bekuan darah.
16. Tes stress olah raga
Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering
dilakukan sehubungan dengan pencitraan talium pada fase
penyembuhan.
2.9

Penatalaksanaan Medis

27

Tujuan penatalaksanaan medis adalah memperkecil kerusakan jantung


sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi. Kerusakan jantung
diperkecil dengan cara, segera mengembalikan keseimbangan antara
kebutuhan dan suplai oksigen jantung. Terapi obat-obatan, pemberian oksigen,
dan tirah baring dilakukan secara bersamaan untuk mempertahankan jantung.
Obat-obatan dan oksigen digunakan untuk meningkatkan suplai oksigen,
sementara tirah baring dilakukan untuk mengurangi kebutuhan oksigen
(Brunner and Suddarth, 2005).

Farmakoterapi
3 kelas obat-obatan yang biasa digunakan untuk meningkatkan suplai
oksigen (Brunner and Suddarth, 2005) :
1. Vasodilator
Vasodilator pilihan untuk mengurangi nyeri jantung adalah
Nitrogliserin (NTG) Intravena.
2. Antikoagulan
Heparin

adalah

antikoagulan

pilihan

untuk

membantu

mempertahankan integritas jantung. Heparin memperpanjang


waktu

pembekuan

kemungkinan

darah,

pembentukan

sehingga
thrombus

dapat

menurunkan

dan

selanjutnya

menurunkan aliran darah.


3. Trombolitik
Tujuan trombolitik adalah untuk melarutkan setiap trombus
yang

telah

terbentuk

di

arteri

koroner,

memperkecil

penyumbatan dan juga luasnya infark. Agar efektif, obat ini


harus diberikan pada awal awitan nyeri dada. Tiga macam obat
trombolitik yang terbukti bermanfaat melarutkan trombus
adalah : Streptokinase, aktifator plasminogen jaringan (t-PA =
tissue plasminogen activator) dan anistreplase.

28

Pemberian Oksigen. Terapi oksigen dimulai saat awitan nyeri


oksigen yang dihirup akan langsung meningkatkan saturasi
darah. Efektifitas terapeutik oksigen ditentukan dengan
observasi kecepatan dan irama pertukaran pernafasan, dan
pasien mampu bernafas dengan mudah. Saturasi oksigen dalam
darah secara bersamaan diukur dengan pulsa oksimetri.
Analgetik. Pemberian analgetik dibatasi hanya untuk pasien
yang tidak efektif diobati dengan nitrat dan anti koagulan.
Analgetik pilihan masih tetap morfin sulfat yang diberikan
secara intravena dengan dosis meningkat 1 sampai 2 mg.

2.10

Komplikasi
Dapat terjadi tromboembolus akibat kontraktilitas miokard berkurang.
Embolus tersebut dapat menghambat aliran darah kebagian jantung
yang sebelumnya tidak rusak oleh infark pertama.

Dapat terjadi gagal jantung kongestif apabila jantung tidak dapat


memompa keluar semua darah yang diterimanya.

Disritmia adalah komplikasi tersering pada infark, terjadi akibat


perubahan keseimbangan elektrolit dan penurunan PH.

Dapat terjadi syok kardiojenik apabila curah jantung sangat berkurang


dalam waktu lama.

Dapat terjadi ruptur miokardium selama atau segera setelah suatu


infark besar.

Dapat terjadi perikarditis, peradangan selaput jantung, (biasanya


beberapa hari setelah infark).

29

Setelah infark miokard sembuh, terbentuk jaringan parut yang


menggantikan sel-sel miokardium yang mati. Apabila jaringan parut
ini cukup luas, kontraktilitas jantung dapat berkurang secara permanen
(Corwin,2009).

BAB 3. KESIMPULAN
Insiden PJK pada usia kurang dari 40 tahun bervariasi antara 2%
hingga 10% dari seluruh insidensi PJK. Penyebab MI pada usia kurang
dari 45 tahun dibagi menjadi 4 grup 1) PJK ateromatous 2) PJK non
ateromatous 3) MI related to substance abuse dan 4) Hiperkoagulabilitas.
Hiperkoagulabilitas yaitu kecenderungan abnormal darah untuk trombosis.
Hiperkoagulabilitas

meningkatkan

risiko

pasien

untuk

terjadinya

komplikasi tromboembolik seperti DVT, PE, MI dan stroke (Ferdian, et


al, 2013).

30

DAFTAR PUSTAKA
Aziz, F. 2014. Coronary Artery Diseas in Women: An Unsolved Dilemma. J Clin Med
Res. Vol 6(2): 86-90
Rilantono, L. A, dkk. 2004. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: FK UI
Sharma, K & Gulati, M. 2013. Coronary Artery Disease in Women. Global Heart. Vol
8(2): 105-112
Anderson, J. L., Adams, C. D., dkk. 2011. ACCF/AHA Focused Update Incorporated
Into the ACC/AHA 2007 Guidelines for the Management of Patients With
Unstable Angina/Non ST-Elevation Myocardial Infarction: A Report of the
American College of Cardiology Foundation/American Heart Association Task
Force on Practice Guideline Circulation.
Anonim 2010. Sindroma Koroner Akut dengan Gangguan Metabolik pada Wanita Usia
Muda Pengguna Kontrasepsi Hormonal. Heru Sulastomo. Departement
Cardiology and Vascular Medicine Faculty of Medicine, University of
Indonesia.
Antman, E. M. danBrawnwald, E. 2007. ST Elevation myocardial Infraction :
Pathology,Pathophysiology, and Clinical Feature. In: Libby, P., Bonow, R. O.,
Mann, D. L. danZipes, D. P. (eds.) Brauwnwald's Heart Disease. Philadelphia:

31

Saunders Elsevier.
Antman, E. M. dan Morow, D. A. 2012. ST Segmen Elevation Myocardial Infarction :
Management. In: O.Bonow, R., Mann, D. L., P.Zipes, D. danLibby, P. (eds.)
th
Braunwald's Heart Disease 9 ed. Philadelphia: Elsevier Saunders.

Bagiari, K. Erna. 2014. Hiperlaktasemia Sebagai Prediktor Morbiditas Infark Miokard


Akut (Ima). Universitas Udayana.

32

Bennett, W., D. Lombardi, A.,dkk. 2008. Risk Factors for Acute Myocardial
Infarction in Our Patient Population: A Retrospective Pilot Study. NYMJ.
Burke, A. P. danVirmani, R. 2007. Pathophysiology of Acute Myocardial
Infarction.
Med Clin North Am, 91, 553-572; ix.
Christofferson, A. 2009. Acute Myocardial Infarction : Early Diagnosis and
Management. In: Topol, E. J. (ed.) Textbook of Cardiovascular Medicine.
Cleveland Ohio: Lippincott Williams & Wilkins.
Daubert, M. A., Jeremias, A., dkk. 2010. Diagnosis of Acute Myocardial
Infarction. In: Jeremias, A. danBrown, D. L. (eds.) Cardiac Intensive Care
2nd Ed. 2 ed. United States of America: Saunders Elsevier.
Dunne,J.R., Tracy, J.K., dkk. Lactate and Base Deficit in Trauma: Does Alcohol or
Drug Use Impair Their Predictive Accuracy?. J Trauma 2005, 58,959-966
Ferreira, G. M. T. D. M., Correia, L. C., dkk. 2009. Increased Mortality and
Morbidity Due to Acute Myocardial Infarction in a Public Hospital, in
Feira de Santana, Bahia. Arq Bras Cardiol, 93, 92-99.
Fox, K. a. A., Dabbous, O. H., dkk. 2006. Prediction of Risk of Death and
Myocardial Infarction in The Six Months after Presentation with Acute
Coronary Syndrome: Prospective Multinational Observational Study
(GRACE). BMJ, 333.
Gatien, M., Stiell, I., dkk. 2005. Diagnostic performance of venous lactate on
arrival at the emergency department for myocardial infarction. Acad
Emerg Med, 12, 106-113.

32

Anda mungkin juga menyukai

  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    Hendri Jaya Permana
    Belum ada peringkat
  • Referat Diabetic Nefropati
    Referat Diabetic Nefropati
    Dokumen23 halaman
    Referat Diabetic Nefropati
    Hendri Jaya Permana
    Belum ada peringkat
  • BAB 2. Tinjauan
    BAB 2. Tinjauan
    Dokumen5 halaman
    BAB 2. Tinjauan
    Hendri Jaya Permana
    Belum ada peringkat
  • Pandujvhgan Prajhgktis Kljinis
    Pandujvhgan Prajhgktis Kljinis
    Dokumen2 halaman
    Pandujvhgan Prajhgktis Kljinis
    Hendri Jaya Permana
    Belum ada peringkat
  • COVER Vitiligo
    COVER Vitiligo
    Dokumen2 halaman
    COVER Vitiligo
    Hendri Jaya Permana
    Belum ada peringkat
  • Vitiligo
    Vitiligo
    Dokumen33 halaman
    Vitiligo
    Hendri Jaya Permana
    Belum ada peringkat
  • Dian 2
    Dian 2
    Dokumen1 halaman
    Dian 2
    Hendri Jaya Permana
    Belum ada peringkat
  • Judul Referat DN
    Judul Referat DN
    Dokumen1 halaman
    Judul Referat DN
    Hendri Jaya Permana
    Belum ada peringkat
  • Cover Referat Hematochezia
    Cover Referat Hematochezia
    Dokumen3 halaman
    Cover Referat Hematochezia
    Hendri Jaya Permana
    Belum ada peringkat
  • Vaskularisasi Otak
    Vaskularisasi Otak
    Dokumen11 halaman
    Vaskularisasi Otak
    Hendri Jaya Permana
    100% (1)
  • Referat DN Dian
    Referat DN Dian
    Dokumen21 halaman
    Referat DN Dian
    Hendri Jaya Permana
    Belum ada peringkat
  • Referat DN Dian
    Referat DN Dian
    Dokumen21 halaman
    Referat DN Dian
    Hendri Jaya Permana
    Belum ada peringkat
  • HEMATOCHEZIA
    HEMATOCHEZIA
    Dokumen21 halaman
    HEMATOCHEZIA
    Hendri Jaya Permana
    100% (2)
  • HEMATOCHEZIA
    HEMATOCHEZIA
    Dokumen21 halaman
    HEMATOCHEZIA
    Hendri Jaya Permana
    100% (2)
  • SEROSIS
    SEROSIS
    Dokumen14 halaman
    SEROSIS
    Hendri Jaya Permana
    Belum ada peringkat
  • KB Hormonal 2
    KB Hormonal 2
    Dokumen25 halaman
    KB Hormonal 2
    Hendri Jaya Permana
    Belum ada peringkat
  • Hipertensi Dalam Kehamilan
    Hipertensi Dalam Kehamilan
    Dokumen8 halaman
    Hipertensi Dalam Kehamilan
    Hendri Jaya Permana
    Belum ada peringkat
  • Referat Cranial Arteritris
    Referat Cranial Arteritris
    Dokumen18 halaman
    Referat Cranial Arteritris
    Hendri Jaya Permana
    Belum ada peringkat
  • Responsi Epilepsi
    Responsi Epilepsi
    Dokumen4 halaman
    Responsi Epilepsi
    Hendri Jaya Permana
    Belum ada peringkat
  • Referat USG Mata
    Referat USG Mata
    Dokumen12 halaman
    Referat USG Mata
    Hendri Jaya Permana
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Demam Typhoid
    Lapsus Demam Typhoid
    Dokumen33 halaman
    Lapsus Demam Typhoid
    Hendri Jaya Permana
    Belum ada peringkat
  • Referat USG Mata
    Referat USG Mata
    Dokumen12 halaman
    Referat USG Mata
    Hendri Jaya Permana
    Belum ada peringkat
  • Penyuluhan TB
    Penyuluhan TB
    Dokumen17 halaman
    Penyuluhan TB
    Hendri Jaya Permana
    Belum ada peringkat
  • Pembahasan
    Pembahasan
    Dokumen1 halaman
    Pembahasan
    Hendri Jaya Permana
    Belum ada peringkat
  • Ortodonti
    Ortodonti
    Dokumen16 halaman
    Ortodonti
    Suryo Basofi
    Belum ada peringkat
  • Pembahasan
    Pembahasan
    Dokumen1 halaman
    Pembahasan
    Hendri Jaya Permana
    Belum ada peringkat
  • Pembahasan
    Pembahasan
    Dokumen1 halaman
    Pembahasan
    Hendri Jaya Permana
    Belum ada peringkat
  • Chapter I
    Chapter I
    Dokumen4 halaman
    Chapter I
    Hendri Jaya Permana
    Belum ada peringkat
  • Soft Tissue Diseases
    Soft Tissue Diseases
    Dokumen24 halaman
    Soft Tissue Diseases
    Hendri Jaya Permana
    Belum ada peringkat