DAFTAR ISI
Judul..............................................................................................................i
Daftar Isi......................................................................................................ii
BAB I. Pendahuluan..................................................................................1
Identitas........................................................................................................2
Anamnesis....................................................................................................2
Pemeriksaan Fisik........................................................................................4
Pemeriksaan Penunjang...............................................................................8
Diagnosis....................................................................................................10
Planning.....................................................................................................10
Prognosis....................................................................................................11
Follow Up..................................................................................................12
BAB II. Pembahasan...............................................................................12
IMA...........................................................................................................12
Definisi .............................................................................................12
Epidemiologi.....................................................................................12
Klasifikasi ........................................................................................13
Patogenesis........................................................................................14
Manifestasi Klinis.............................................................................15
Faktor Resiko....................................................................................16
Komplikasi........................................................................................16
Pemeriksaan Fisik.............................................................................17
Diagnosis...........................................................................................17
Evaluasi.............................................................................................18
Penatalaksanaan................................................................................19
BAB III. Kesimpulan...............................................................................35
Daftar Pustaka............................................................................................37
BAB 1. PENDAHULUAN
Penyakit jantung koroner (PJK) menjadi suatu masalah kesehatan
dunia yang bersifat epidemik. Di seluruh dunia diperkirakan 30 % dari semua
penyebab kematian diakibatkan oleh PJK. Lebih dari 1 juta orang di Amerika
Serikat menderita infark miokard akut, dan lebih dari 300.000 orang
diperkirakan meninggal karena infark miokard akut sebelum sampai ke rumah
Sakit. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan
Republik Indonesia menyatakan bahwa peringkat penyakit kardiovaskular
sebagai penyebab kematian semakin meningkat. Pada tahun1972, penyakit
kardiovaskular berada di urutan ke-11 sebagai penyebab kematian, dan pada
tahun 1986 berubah menjadi urutan ke-3. Persentase kematian akibat penyakit
kardiovaskular di tahun 1998 sekitar 24,4%. PJK umumnya terjadi pada
pasien dengan usia diatas 40 tahun. Walaupun begitu, usia yang lebih muda
dari 40 tahun dapat juga menderita penyakit tersebut ( Sulastomo, 2010)
Banyak penelitian yang telah menggunakan batasan usia 40-45 tahun
untuk mendefenisikan pasien usia muda dengan penyakit jantung koroner
atau infark miokard akut (IMA). IMA mempunyai insidensi yang rendah pada
usia muda. Persentase penderita IMA dengan usia di bawah 40 tahun adalah 28% dari seluruh penderita IMA dan sekitar 10% pada penderita dengan usia di
bawah 46 tahun. Berdasarkan data rekam medis Pusat Jantung Nasional
Harapan Kita (PJNHK), penderita IMA yang berusia di bawah 45 tahun
sejumlah 92 orang dari 962 penderita IMA di tahun 2006, atau 10,1%. Di
tahun 2007 angka ini menjadi 10,7% (117 penderita IMA usia muda dari 1096
seluruh penderita IMA). Sedangkan di tahun 2008 menjadi 10,1% (108
penderita IMA usia muda dari 1065 seluruh penderita IMA) (Sulastomo,
2010).
I.
IDENTITAS
Nama
Umur : 33 tahun
Status
: Menikah
Agama
: Islam
: Tn. T
Alamat
Pekerjaan
: Kuli Bangunan
II.
ANAMNESIS
Keluhan umum
: Nyeri Dada
Riwayat Pengobatan :
Riwayat Sosial
Pasien merupakan kuli bangunan. Pasien merupakan perokok berat
sejak usia 14 tahun hingga sekarang. Sehari merokok menghabis 1
bungkus dan sering minum kopi. Tidak ada riwayat penggunaan
kokain.
Kepala
Mata
Telinga
Mulut
Leher
bening -Jantung
Paru
: Sesak -, batuk -
Alat pencernaan
Saluran kencing
Alat kelamin
: Tidak dievaluasi
Alat gerak
Sistem saraf
Endokrin
II.PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan umum
: lemah
Kesadaran
: compos mentis
Tekanan darah
: 120/70 mmHg
Nadi
Pernafasan
Suhu
: 36,5 o C
Tinggi Badan
: 160 cm
Berat Badan
: 51 Kg
IMT
51
(1,6)2
: 19,92 kg/m2
Kesan status gizi cukup
B. Kepala Leher
Umum
Anemis (-), ikterus (-), sianosis (-), dyspnea (+)
Mata
Alis
: normal
Bola mata
: normal
Kelopak
: normal
Konjungtiva
: normal
Sclera
Pupil
Lensa
: normal
Telinga
Bentuk
: normal
Procesus mastoideus
: tidak nyeri
Lubang telinga
Can.audit.ext
Pendengaran
Hidung
Penyumbatan
Daya penciuman
: normal
Cuping Hidung
ditemukan
pernapasan
hidung
Mulut
Bibir
Gusi
Lidah
: tidak kotor
Mukosa
: normal
Palatum
: normal
Leher
Kel.limfe
Trakea
: deviasi -
Tiroid
Vena Jugularis
Arteri Carotis
: teraba pulsasi
C. Thorax
Umum
Bentuk
: normal
Payudara
: simetris, ginekomasti -
Kulit
cuping
Axilla
tidak
ditemukan
kelainan,
tidak
ada
Paru
Dextra
Sinistra
I : simetris, retraksi -
I: simetris, retraksi -
P : sonor +
P: sonor +
A:
Vesikuler
+,
Rhonki
-,
Wheezing
A:
Vesikuler
+,
Rhonki
-,
Wheezing -
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
ICS VI
S1, S2: normal, murmur -, gallop -, ekstrasistole -
D. Abdomen
Inspeksi
Bentuk:
Supel, tak tampak massa, umbilicus masuk
kedalam
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
Bawah
III.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
JENIS
HASIL
NILAI
PEMERIKSAAN
PEMERIKSAAN
NORMAL
HEMATOLOGI
Hemoglobin
12,0-16,0 gr/dl
14,8
4,5-11,0 x 109
Lekosit
12,1
Hematokrit
36-46 %
43,7
Hitung Jenis
-/-/-/82/13/5
150-450 x 109
Trombosit
333
FAAL HATI
SGOT
10-31
137
SGPT
9-36
25
Albumin
3,4-4,8
3.2
GDA
<200
82
ELEKTROLIT
Natrium
135-155 mmol/L
138,6
Kalium
3,5-5,0 mmol/L
4,13
Chlorida
90-110 mmol/L
110,5
Calcium
2,15-2,57
2,32
mmol/L
10
Foto Thorax
Kesan :
Cor : pinggang jantung menghilang, tampak pelebaran jantung bagian
Pulmo : tak tampak infiltrat
Sinus phrenicocostalis: kanan tajam kiri tdk tajam
kiri
11
Elektrokardiografi
Diagnostik
:
o Echocardiography
o PCI
Terapi
:
o Inf. PZ 500 cc/ 24 jam
12
Monitoring
o Gejala klinis
o Vital Sign
o Urine Output 24jam
o EKG
Edukasi
:
o Menjelaskan tentang penyebab penyakit, pemeriksaan yang
perlu dilakukan dan tindakan medis kepada pasien serta
keluarga.
o Menjelaskan kemungkinan komplikasi dan prognosis kepada
pasien dan keluarga
o Menjelaskan tentang faktor risiko yang perlu dihindari
nantinya
VI.
PROGNOSIS
Quo ad vitam
: dubia
Quo ad functionam
: dubia
13
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Definisi
World
Health Organization
tahun 1950
EKG,
Epidemiologi
Prevalensi infark miokardium dalam populasi seperti diketahui
14
Sebagai
tambahan
pada
keempat
besar-hipertensi,
2.3
Klasifikasi
Secara morfologis IMA dibedakan atas dua jenis yaitu : IMA
transmural, yang mengenai seluruh dinding miokard dan terjadi pada daerah
distribusi suatu arteri koroner (Sylvia A. Price, 2005) :
1. IMA sub-endokardial dimana nekrosis hanya terjadi pada bagian dalam
dinding ventrikel dan umumnya berupa bercak-bercak dan tidak konfluens.
2. IMA sub-endokardial dapat regional (terjadi pada distribusi satu arteri
koroner) atau difus (terjadi pada distribusi lebih dari satu arteri koroner).
Berdasarkan kelainan pada gelombang ST (Aru W. Sudoyono, 2006) :
1. STEMI
IMA dengan elevasi Segmen ST (ST elevasion myocardialinfarcion =
STEMI) merupakan bagian dari spectrum sindrom koroner akut (SKA) yang
terdiri dari angina pectoris tidak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA
dengan elevasi ST.
2. NSTEMI
Angina pektoris tak stabil (unstable angina = UA) dan miokard akut
tanpa Elevasi ST (Non ST elevation myocardial infarction = NSTEMI)
diketahui merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi
dan gambaran klinis sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan keduanya
15
2.4
Etiologi
Menurut Fakih Ruhyanudin (2006), penyebab akut miokard infark
adalah :
1. Gangguan pada arteri koronaria berkaitan dengan atherosclerosis,
kekakuan, atau penyumbatan total pada arteri oleh emboli atau thrombus.
2. Penurunan aliran darah sistem koronaria menyebabkan ketidak
seimbangan antara miokardial O2 suplai dan kebutuhan jaringan terhadap O2.
Penyebab suplai oksigen ke miokard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor
1. Faktor pembuluh darah :
Aterosklerosis
Spasme
Arteritis
2. Faktor sirkulasi :
Hipotensi
Stenosis aorta
Insufisiensi
3. Faktor darah :
Anemia
Hipoksemia
Polisitemia
Penyebab lain :
16
17
o Obesitas
o Diet tinggi lemak jenuh, kalori
b. Minor :
o Inaktifitas fisik
o Pola kepribadian tipe A (emosional, agresif, ambisius,
kompetitif).
o Stress psikologis berlebihan ketidakadekuatan aliran darah
akibat dari penyempitan, sumbatan, arteri koronaria akibat
terjadinya aterosklerosis, atau penurunan aliran darah akibat
syok atau perdarahan.
Faktor risiko menurut Framingham :
o Hiperkolesterolemia : >275 mg/dl
o Merokok sigaret : >20/hari
o Kegemukan : >120% dari BB ideal
o Hipertensi : >160/90 mmHg
o Gaya hidup monoton
Penyebab dari IMA pada usia muda < 45th dapat dibagi menjadi 4 golongan:
1. Penyakit jantung koroner (PJK) atheromatous
Berhubungan dengan faktor risiko konvensional. Proses
atheromatous dimulai lebih dini. Pada studi necroskopi dari
760 pasien usia muda yang meninggal pada beberapa kasus,
PJK ditemukan pada 20% laki-laki dan 8% perempuan antara
usia 30-34 tahun. Pada pasien usia muda yang mengalami
proses atheromatous, merokok umumnya ditemukan pada >
90% kasus.
2. PJK Non-atheromatous
18
syndrome
berhubungan
dengan
Patologi
Kejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya aterosklerosis
yang
kemudian
ruptur
dan menyumbat
pembuluh
darah.
Penyakit
19
20
2.6
Patofisiologi
Iskemia yang berlangsung lebih dari 30-45 menit akan menyebabkan
kerusakan seluler yang irreversibel dan kematian otot atau nekrosis. Bagian
miokardium yang mengalami infark atau nekrosis akan berhenti berkontraksi
secara permanen. Jaringan yang mengalami infark dikelilingi oleh suatu
daerah iskemik yang berpotensi dapat hidup. Ukuran infark akhir tergantung
dari nasib daerah iskemik tersebut. Bila pinggir daerah ini mengalami nekrosis
21
maka besar daerah infark akan bertambah besar, sedangkan perbaikan iskemia
akan memperkecil daerah nekrosis.
Infark miokardium biasanya menyerang ventrikel kiri. Infark
digambarkan lebih lanjut sesuai letaknya pada dinding ventrikel. Misalnya,
infark miokardium anterior mengenai dinding anterior ventrikel kiri. Daerah
lain yang biasanya terserang infark adalah bagian inferior, lateral, posterior,
dan septum.
Otot yang mengalami infark akan mengalami serangkaian perubahan
selama
berlangsungnya
proses
penyembuhan.
Mula-mual
otot
yang
mengalami infark tampak memar dan sianotik akibat terputusnya aliran darah
regional. Dalam jangka waktu 24 jam timbul edema pada sel-sel, respon
peradangan disertai infiltrasi leukosit. Enzim-enzim jantung akan terlepas dari
sel-sel ini. Menjelang hari kedua atau ketiga mulai proses degradasi jaringan
dan pembuangan semua serabut nekrotik. Selama fase ini dinding nekrotik
relative tipis. Kira-kira pada minggu ketiga mulai terbentuk jaringan parut.
Lambat laun jaringan penyambung fibrosa menggantikan otot yang nekrosis
dan mengalami penebalan yang progresif. Pada minggu keenam parut sudah
terbentuk dengan jelas.
Infark miokardium jelas akan mengurangi fungsi ventrikel karena otot
yang nekrosis kehilangan daya kontraksi sedangkan otot yang iskemia
disekitarnya juga mengalami gangguan daya kontraksi. Secara fungsional
infark miokardium akan menyebabkan perubahan-perubahan seperti pada
iskemia : (1) Daya kontraksi menurun, (2) Gerakan dinding abnormal, (3)
Perubahan daya kembang dinding ventrikel, (4) Pengurangan curah sekuncup,
(5) Pengurangan fraksi ejeksi, (6) Peningkatan volume akhir sistolik dan akhir
diastolik ventrikel dan (7) Peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri.
Peningkatan frekuensi jantung dan daya kontriksi oleh refleks simpatik
dapat memperbaiki fungsi ventrikel. Penyempitan arteriola menyeluruh akan
mempertinggi resistensi perifer total, dengan demikian tekanan rata-rata arteri
akan meningkat. Penyempitan pembuluh vena akan mengurangi kapasitas
vena, akan meningkatkan alir balik vena ke jantung dan pengisian ventrikel.
22
diastolik
yang
lebih
tinggi
agar
curah
sekuncup
dapat
Tekanan
pengisian
sirkulasi
dapat ditingkatkan lebih lanjut lewat retensi natrium dan air oleh ginjal.
Akibatnya, infark miokardium biasanya disertai pembesaran ventrikel kiri
sementara akibat dilatasi kompensasi jantung. Bila perlu, dapat terjadi
hipertrofi kompensasi jantung sebagai usaha untuk meningkatkan daya
kontraksi dan pengosongan ventrikel.
Secara ringkas, terdapat serangkaian refleks yang dapat mencegah
memburuknya curah jantung dan tekanan perfusi : (1) Peningkatan frekuensi
jantung dan daya kontraksi, (2) Vasokontraksi umum, (3) Retensi natrium dan
air, (4) Dilatasi ventrikel, (5) Hipertrofi ventrikel.Tetapi semua respon
kompensasi ini akhirnya dapat memperburuk keadaan miokardium dengan
meningkatkan kebutuhan miokardium akan oksigen (Price, Silvia. 2006).
2.7
Gejala Klinis
Nyeri dada penderita infark miokard serupa dengan nyeri angina tetapi
lebih intensif dan berlangsung lama serta tidak sepenuhnya hilang dengan
istirahat ataupun pemberian nitrogliserin. Angina pektoris adalah jeritan otot
jantung yang merupakan rasa sakit pada dada akibat kekurangan pasokan
oksigen miokard. Gejalanya adalah rasa sakit pada dada sentral atau
retrosentral yang dapat menyebar ke salah satu atau kedua tangan, leher dan
punggung. Faktor pencetus yang menyebabkan angina adalah kegiatan fisik,
emosi berlebihan dan terkadang sesudah makan. Hal ini karena kegiatan
tersebut mencetuskan peningkatan kebutuhan oksigen. Namun, sakit dada juga
sering timbul ketika pasien sedang beristirahat.
Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat
dingin dan lemas. Pasien terus menerus mengubah posisinya di tempat tidur.
23
Hal ini dilakukan untuk menemukan posisi yang dapat mengurangi rasa sakit,
namun tidak berhasil. Kulit terlihat pucat dan berkeringat, serta ektremitas
biasanya terasa dingin (Antman, 2005).
Nyeri sering disertai nafas pendek, pucat, berkeringat dingin, pusing,
mual, dan muntah (Brunner and Suddarth, 2005).
Pada fase awal infark miokard, tekanan vena jugularis normal atau
sedikit meningkat. Pulsasi arteri karotis melemah karena penurunan stroke
volume yang dipompa jantung (Antman, 2005). Volume dan denyut nadi
cepat, namun pada kasus infark miokard berat nadi menjadi kecil dan lambat.
Bradikardi dan aritmia juga sering dijumpai. Tekanan darah menurun atau
normal selama beberapa jam atau hari. Dalam waktu beberapa minggu,
tekanan darah kembali normal.
Dari ausklutasi prekordium jantung, ditemukan suara jantung yang
melemah. Pulsasinya juga sulit dipalpasi. Pada infark daerah anterior,
terdengar pulsasi sistolik abnormal yang disebabkan oleh diskinesis otot-otot
jantung. Penemuan suara jantung tambahan (S3 dan S4), penurunan intensitas
suara jantung dan paradoxal splitting suara jantung S2 merupakan pertanda
disfungsi ventrikel jantung. Jika didengar dengan seksama, dapat terdengar
suara friction rub perikard, umumnya pada pasien infark miokard transmural
tipe STEMI (Antman, 2005).
Tanda dan gejala infark miokard ( TRIAS ) adalah :
1. Nyeri :
a. Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak
mereda, biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas, ini
merupakan gejala utama.
b. Keparahan nyeri dapat meningkat secaara menetap sampai nyeri tidak
tertahankan lagi.
c. Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke
bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
24
d. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan
emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang
dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin (NTG).
e. Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
f. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat,
pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
g. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat
karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor
(mengumpulkan pengalaman nyeri).
2.8
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Enzim jantung :
a. CPK-MB/CPK
Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara 4-6 jam,
memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam.
b. LDH/HBDH
Meningkat dalam 12-24 jam dam memakan waktu lama untuk kembali
normal
c. AST/SGOT
Meningkat ( kurang nyata/khusus ) terjadi dalam 6-12 jam, memuncak
dalam 24 jam, kembali normal dalam 3 atau 4 hari.
2. EKG
Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang T
tinggi dan simetris. Setelah ini terdapat elevasi segmen ST.Perubahan
yang terjadi kemudian ialah adanya gelombang Q/QS yang
menandakan adanya nekrosis.
Skor nyeri menurut White :
0 = tidak mengalami nyeri
1 = nyeri pada satu sisi tanpa menggangu aktifitas
25
26
Penatalaksanaan Medis
27
Farmakoterapi
3 kelas obat-obatan yang biasa digunakan untuk meningkatkan suplai
oksigen (Brunner and Suddarth, 2005) :
1. Vasodilator
Vasodilator pilihan untuk mengurangi nyeri jantung adalah
Nitrogliserin (NTG) Intravena.
2. Antikoagulan
Heparin
adalah
antikoagulan
pilihan
untuk
membantu
pembekuan
kemungkinan
darah,
pembentukan
sehingga
thrombus
dapat
menurunkan
dan
selanjutnya
telah
terbentuk
di
arteri
koroner,
memperkecil
28
2.10
Komplikasi
Dapat terjadi tromboembolus akibat kontraktilitas miokard berkurang.
Embolus tersebut dapat menghambat aliran darah kebagian jantung
yang sebelumnya tidak rusak oleh infark pertama.
29
BAB 3. KESIMPULAN
Insiden PJK pada usia kurang dari 40 tahun bervariasi antara 2%
hingga 10% dari seluruh insidensi PJK. Penyebab MI pada usia kurang
dari 45 tahun dibagi menjadi 4 grup 1) PJK ateromatous 2) PJK non
ateromatous 3) MI related to substance abuse dan 4) Hiperkoagulabilitas.
Hiperkoagulabilitas yaitu kecenderungan abnormal darah untuk trombosis.
Hiperkoagulabilitas
meningkatkan
risiko
pasien
untuk
terjadinya
30
DAFTAR PUSTAKA
Aziz, F. 2014. Coronary Artery Diseas in Women: An Unsolved Dilemma. J Clin Med
Res. Vol 6(2): 86-90
Rilantono, L. A, dkk. 2004. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: FK UI
Sharma, K & Gulati, M. 2013. Coronary Artery Disease in Women. Global Heart. Vol
8(2): 105-112
Anderson, J. L., Adams, C. D., dkk. 2011. ACCF/AHA Focused Update Incorporated
Into the ACC/AHA 2007 Guidelines for the Management of Patients With
Unstable Angina/Non ST-Elevation Myocardial Infarction: A Report of the
American College of Cardiology Foundation/American Heart Association Task
Force on Practice Guideline Circulation.
Anonim 2010. Sindroma Koroner Akut dengan Gangguan Metabolik pada Wanita Usia
Muda Pengguna Kontrasepsi Hormonal. Heru Sulastomo. Departement
Cardiology and Vascular Medicine Faculty of Medicine, University of
Indonesia.
Antman, E. M. danBrawnwald, E. 2007. ST Elevation myocardial Infraction :
Pathology,Pathophysiology, and Clinical Feature. In: Libby, P., Bonow, R. O.,
Mann, D. L. danZipes, D. P. (eds.) Brauwnwald's Heart Disease. Philadelphia:
31
Saunders Elsevier.
Antman, E. M. dan Morow, D. A. 2012. ST Segmen Elevation Myocardial Infarction :
Management. In: O.Bonow, R., Mann, D. L., P.Zipes, D. danLibby, P. (eds.)
th
Braunwald's Heart Disease 9 ed. Philadelphia: Elsevier Saunders.
32
Bennett, W., D. Lombardi, A.,dkk. 2008. Risk Factors for Acute Myocardial
Infarction in Our Patient Population: A Retrospective Pilot Study. NYMJ.
Burke, A. P. danVirmani, R. 2007. Pathophysiology of Acute Myocardial
Infarction.
Med Clin North Am, 91, 553-572; ix.
Christofferson, A. 2009. Acute Myocardial Infarction : Early Diagnosis and
Management. In: Topol, E. J. (ed.) Textbook of Cardiovascular Medicine.
Cleveland Ohio: Lippincott Williams & Wilkins.
Daubert, M. A., Jeremias, A., dkk. 2010. Diagnosis of Acute Myocardial
Infarction. In: Jeremias, A. danBrown, D. L. (eds.) Cardiac Intensive Care
2nd Ed. 2 ed. United States of America: Saunders Elsevier.
Dunne,J.R., Tracy, J.K., dkk. Lactate and Base Deficit in Trauma: Does Alcohol or
Drug Use Impair Their Predictive Accuracy?. J Trauma 2005, 58,959-966
Ferreira, G. M. T. D. M., Correia, L. C., dkk. 2009. Increased Mortality and
Morbidity Due to Acute Myocardial Infarction in a Public Hospital, in
Feira de Santana, Bahia. Arq Bras Cardiol, 93, 92-99.
Fox, K. a. A., Dabbous, O. H., dkk. 2006. Prediction of Risk of Death and
Myocardial Infarction in The Six Months after Presentation with Acute
Coronary Syndrome: Prospective Multinational Observational Study
(GRACE). BMJ, 333.
Gatien, M., Stiell, I., dkk. 2005. Diagnostic performance of venous lactate on
arrival at the emergency department for myocardial infarction. Acad
Emerg Med, 12, 106-113.
32