STRONGILODIASIS
STRONGILODIASIS
Loury Priskila
A. Etiologi/ Faktor Resiko
Strongyloides stercoralis (paling umum ditemukan pada manusia) dan S. fulleborni
B. Gejala
Dermatitis ringan karena migrasi larva ke kulit, dapat terjadi batuk, ronkhi bahakan
pneumonitis jika larva masuk ke paru-paru melalui sistem limfatik dan venula
Sakit perut umumnya disekitar ulu hati akibat infeksi dari larva, merusak selaput lendir usus
Penurunan berat badan serta diare terkadang tampak tampakan steatorrhea akibat
meningkatnya jumlah cacing yang bermigrasi di sistem pencernaan dan menyebabkan
malabsorbsi zat gizi
Gangguan status mental jika caing telah bermigrasi hingga ke sistem saraf
C. Pemeriksaan Fisik :
Kulit : Lihat ujud kelainan kulit, larva migrasi ke kulit akan terasa gatal dan akan ada bekas
garukan dan kemerahan serta edema
Kondisi lain sesuai dengan keluhan pasien, dibutuhkan pemeriksaan yang menyeluruh karena
kondisi penderita seperti infeksi pada umumnya.
D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan feses, sputum : ditemukannya larva cacing pada feses penderita
Pemeriksaan darah : Leukositosis akibat infeksi , Eosinofil sebagai reaksi alergi akibat
migrasi larva ke jaringan (alergen), dapat diikuti anemia, trombositopenia dan peningkatan
PT (protrombin time), kultur darah ditemukan Strongyloides sp.
X-Ray non kontras : infiltrat pada alveolar
E. Differential Diagnose
ARDS
Asthma Bronkial
Terkait dengan penyakit respirasi akibat setelah bermigrasi ke kulit pada umumnya Strongyloides sp.
Bermigrasi ke sistem respirasi khususnya paru-paru dan menyebabkan gejala gangguan respirasi
F. Terapi
Farmako : Albendazole 400mg 3-7 hari (anti cacing) namun bagi penderita juga dibutuhkan
penambahan cairan secara iv, tranfusi darah, dan bantuan nafas secara mekanik.dan beberapa
obat untuk mengurangi gejala seperti bronkodilator
Non farmako : Perilaku hidup bersih (pengunaan alas kaki, mencuci tangan dengan air dan
sabun)
G. Edukasi
Yang harus dilakukan pasien : minum obat teratur, berperilaku hidup bersih dan sehat
Yang harus diwaspadai : Kontak dengan tanah tanpa alas kaki
PAROTITIS (4A)
Loury Priskila
Faktor perilaku
Faktor
lingkungan
-Diet
rendah
serat
-Ketidaktahuan
gejala
awal
Abses Apendiks
-Keterlambatan
membawa
penderita
ke
tempat
pelayanan
kesehatan
-Sanitasi
lingkungan
sekitar
yang
kurang baik
-Lingkungan
bermain
yang
kotor
Faktor
pelayanan
kesehatan
-Kurangnya alat
diagnostik
berupa
alat
diagnostic
radiologis dan
endoskopi untuk
mendiagnosis
Abses Apendiks
-Keterlambatan
dalam diagnosis
dan terapi
-Kekeliruan
dalam
mendiagnosis
dan memberikan
terapi
B. Gejala :
- Nyeri ketika mengunyah atau menelan
- Demam namun tidak terlalu tinggi karena infeksi virus
C. Pemeriksaan Fisik :
- Kelenjar parotidea mengalami pembengkakan, kemerahan, teraba hangat (akut),
- Perubahan warna saliva : purulent (bakteri), jernih dengan bercak kuning (kronik auto imun)
D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan saliva : anti-SS A, anti-SS B, faktor rematoid
Pencitraan : CT Scan dan MRI untuk melihat ukuran, bentuk dan kualitas neoplasma tau
pembengkakan pada kelenjar, dapat juga digunakan untuk membedakan masa padat, lesi
kistik, perubahan difus pada
Sialografi : sudah jarang dilakukan
E. Differential Diagnosa : Neoplasma Glandula Saliva
F. Terapi
Farmako : imunisasi, vitamin untuk meningkatkan daya tahan tubuh
Non farmako : Dipijat dari belakang ke arah depan, irigasi dengan salin,
G. Edukasi
Kontrol : tidak diperlukan
Yang harus dilakukan pasien : perawatan mulut dan gigi, kebersihan gigi mulut
Yang harus diwaspadai : penggunaan obat dengan efek atropin
B. Gejala
Rasa sakit pada gigi
C. Pemeriksaan Fisik :
Adanya lubang berwarna hitam atau coklat pada gigi.
D. Pemeriksaan Penunjang
Radiografi, Sensitivitas jika Nekrosis
Tes Perkusi apakah nekrosis sudah sampai ke jaringan penyangga gigi
E. Terapi
Penambalan Gigi
F. Edukasi
Kontrol : 6 Bulan sekali
Oral hygine
Menghindari makanan yang terlalu manis
Penggunaan pasta gigi berflouride, flossing