PENDAHULUAN
Cacing tanah telah dicantumkan dalam "Ben Cao Gang Mu", buku bahan obat
standar pengobatan tradisional China. Di Cina, cacing tanah akrab disebut 'naga
tanah' dan nama lain dari cacing tanah kering di kalangan pedagang obat-obatan
tradisional China adalah ti lung kam (Hasanudin, 2010).
Cacing tanah yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini adalah
cacing tanah Megascolex sp., atau yang sering disebut masyarakat dengan julukan
cacing merah. Mudah ditemukan di tempat-tempat sampah dan merupakan cacing
lokal Indonesia.
Jika kita berkunjung ke Jawa Tengah, maka kita akan menemukan kios-kios
penjual jamu khusus penyakit tifus. Ternyata bahan dasar dari jamu tersebut
adalah cacing tanah dan sudah sejak lama dijadikan jamu tradisional masyarakat
setempat. Di media elektronik, juga sudah banyak masyarakat mengkonsumsi
cacing tanah untuk mengobati penyakit tifus dengan mengkonsumsi air rebusan
cacing tanah dan serbuk cacing tanah yang dimasukkan ke dalam kapsul
(Hasanudin, 2010).
Penulis juga memperoleh informasi bahwa pemanfaatan cacing tanah
digunakan oleh masyarakat di Gang Flamboyan, Tanjung Slamat, kecamatan
Medan Tuntungan, Medan untuk mengobati penyakit tifus dengan meminum air
rebusan cacing tanah sebanyak 30 ekor dan campuran bahan lain (tidak
diberitahukan pada peneliti), tiga kali sehari selama lebih kurang 7 hari.
Hasil penelitian dari Farmasi Unpad menyatakan enzim dalam cacing tanah
mampu memperbaiki proses fisiologis tubuh. Adapun enzim tersebut adalah
peroksidase, katalase dan selulase (Palungkung, 2010).
seringkali
ditularkan pada manusia oleh kotoran ternak. Gejala penyakit tifus bisa sangat
bervariasi yaitu terjadi demam dengan kenaikan suhu secara bertahap dalam tiga
hari pertama, nyeri kepala yang hebat, perut kembung dan nyeri, anorexia, nausea
dan obstipasi. Kemudian sering kali diikuti diare, bronchitis, perdarahan hidung
dan apati ( T.H. Tjay, 2002).
Salah satu gejala penyakit tifus adalah diare. Diare dapat juga disebabkan
oleh bakteri Escherichia coli dan Shigella dysenteriae. Salmonella typhosa,
Escherichia coli dan Shigella dysenteriae merupakan bakteri dari kelompok
bakteri gram-negatif berbentuk batang (Enterobacteriaceae) yang habitat
alaminya berada pada sistem usus manusia (Jawetz et al, 2001).
Berdasarkan latar belakang di atas peneliti menguji aktivitas antibakteri
dari air rebusan dan ekstrak etanol cacing tanah Megascolex sp. terhadap beberapa
bakteri gram negatif yaitu Salmonella typhosa, Escherichia coli, dan Shigella
dysenteriae. Menggunakan metode difusi dengan mengukur diameter zona
hambat pertumbuhan bakteri.
Variabel Terikat
Parameter
Cacing tanah
Serbuk
Simplisia
Skrining
Fitokimia
Maserasi
Alkaloida
Saponin
Glikosida
Flavonoida
Glikosida Antrakinon
Triterpenoida/Steroida
Tanin
Ekstrak etanol
Rebus
Air
rebusan
Aktivitas antibakteri
terhadap bakteri
Salmonella typhosa,
Escherichia coli,dan
Shigella dysenteriae
Diameter hambat
masing-masing bakteri
1.4 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka diperoleh hipotesis
sebagai berikut:
1. Kandungan golongan senyawa kimia yang terdapat dalam cacing tanah
Megascolex sp. adalah alkaloida, flavonoida, glikosida, saponin,
glikosida antrakinon, triterpenoida/steroida dan tanin.
2. Air rebusan dan ekstrak etanol cacing tanah Megascolex sp.
mempunyai
aktivitas
antibakteri
terhadap
Salmonella
typhosa,