Anda di halaman 1dari 17

POLTEKKES PANGKALPINANG

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Mikrobiologi adalah sebuah cabang dari ilmu biologi yang mempelajari
mikroorganisme. Objek kajiannya biasanya adalah semua makhluk (hidup) yang perlu
dilihat dengan mikroskop, khususnya bakteri, fungi, alga mikroskopik, protozoa, dan
Archaea. Virus sering juga dimasukkan walaupun sebenarnya tidak sepenuhnya dapat
dianggap sebagai makhluk hidup.
Penerapan mikrobiologi pada masa kini masuk berbagai bidang dan tidak
dapat dipisahkan dari cabang lain karena diperlukan juga dalam bidang farmasi,
kedokteran, pertanian, ilmu gizi, teknik kimia, bahkan hingga astrobiologi dan
arkeologi.
Mikroorganisme atau mikroba adalah organisme yang berukuran sangat kecil
sehingga untuk mengamatinya diperlukan alat bantuan.Mikroorganisme disebut juga
organisme mikroskopik. Mikroorganisme seringkali bersel tunggal (uniseluler)
maupun bersel banyak (multiseluler). Namun, beberapa protista bersel tunggal masih
terlihat oleh mata telanjang dan ada beberapa spesies multisel tidak terlihat mata
telanjang. Virus juga termasuk ke dalam mikroorganisme meskipun tidak bersifat
seluler.
Ilmu yang mempelajari mikroorganisme disebut mikrobiologi. Orang yang
bekerja di bidang ini disebut mikrobiolog. Mikroorganisme biasanya dianggap
mencakup semua prokariota, protista dan alga renik. Fungi, terutama yang berukuran
kecil dan tidak membentuk hifa, dapat pula dianggap sebagai bagiannya meskipun
banyak yang tidak menyepakatinya. Kebanyakan orang beranggapan bahwa yang
dapat dianggap mikroorganisme adalah semua organisme sangat kecil yang dapat
dibiakkan dalam cawan petri atau inkubator di dalamlaboratorium dan mampu
memperbanyak

diri

secara

mitosis.

Mikroorganisme

berbeda

dengan

sel

makrooganisme. Sel makroorganisme tidak bisa hidup bebas di alam melainkan


menjadi bagian dari struktur multiselular yang membentuk jaringan, organ, dan sistem
IMMUNOGLOBULIN

Page 1

POLTEKKES PANGKALPINANG

organ. Sementara itu, sebagian besar mikrooganisme dapat menjalankan proses


kehidupan dengan mandiri, dapat menghasilkan energi sendiri, dan bereproduksi
secara independen tanpa bantuan sel lain.
Diangkat dari tema mikrobiologi, maka dalam makalah ini akan membahas
masalah imunologi, sistem komplemen immunoglobulin, reaksi dari imunologi dan
mengenai vaksin dan hipersensivitas.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yaitu :
1. Apa imunologi ?
2. Apa sIstem komplemen immunoglobulin?
3. Bagaimana reaksi imunologi?
4. Apa itu vaksin dan hipersensivitas?
C. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui apa itu imunologi
2. Mengetahui system komplemen immunoglobulin
3. Untuk mengetahui reaksi imunologi
4. Untuk mengetahui apa vaksin dan hipersensivitas
D. MANFAAT PENULISAN
Manfaat Penulisan makalah ini yaitu :
1. Mahasiswa dapat mengetahui apa itu imunologi
2. Mahasiswa mengetahui system komplemen immunoglobulin
3. Mahasiswa mengetahui reaksi imunologi
4. Mahasiswa dapat tahu vaksin dan hipersensivitas

BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN IMUNOLOGI

IMMUNOGLOBULIN

Page 2

POLTEKKES PANGKALPINANG

Imunologi adalah suatu cabang yang luas dari ilmu biomedis yang mencakup
kajian mengenai semua aspek sistem imun (kekebalan) pada semua organisme.
Imunologi antara lain mempelajari peranan fisiologis sistem imum baik dalam
keadaan sehat maupun sakit, malfungsi sistem imun pada gangguan imunologi
(penyakit autoimun, hipersensitivitas, defisiensi imun, penolakan allograft),
karakteristik fisik, kimiawi, dan fisiologis komponen-komponen sistem imun in vitro,
in situ, dan in vivo. Imunologi memiliki berbagai penerapan pada berbagai disiplin
ilmu dan karenanya dipecah menjadi beberapa subdisiplin.
B. STRUKTUR DASAR IMMUNOGLOBULIN
Imunoglobulin (antibodi) yang membentuk sekitar 20% dari semua protein
dalam plasma darah adalah produk utama sel plasma. Selain di plasma darah,
imunoglobulin juga ditemukan di dalam air mata, air liur, sekresi mukosa saluran
napas, cerna dan kemih kelamin, serta kolostrum.

Imunoglobulin atau antibodi adalah sekelompok glikoprotein yang terdapat


dalam serum atau cairan tubuh pada hampir semua mamalia. Imunoglobulin termasuk
dalam famili glikoprotein yang mempunyai struktur dasar sama, terdiri dari 82-96%
polipeptida dan 4-18% karbohidrat. Komponen polipeptida membawa sifat biologik
molekul antibodi tersebut. Molekul antibodi mempunyai dua fungsi yaitu mengikat
IMMUNOGLOBULIN

Page 3

POLTEKKES PANGKALPINANG

antigen secara spesifik dan memulai reaksi fiksasi komplemen serta pelepasan
histamin dari sel mast. Pada manusia dikenal 5 kelas imunoglobulin. Tiap kelas
mempunyai perbedaan sifat fisik, tetapi pada semua kelas terdapat tempat ikatan
antigen spesifik dan aktivitas biologik berlainan. Struktur dasar imunoglobulin terdiri
atas 2 macam rantai polipeptida yang tersusun dari rangkaian asam amino yang
dikenal sebagai rantai H (rantai berat) dengan berat molekul 55.000 dan rantai L
(rantai ringan) dengan berat molekul 22.000. Tiap rantai dasar imunoglobulin (satu
unit) terdiri dari 2 rantai H dan 2 rantai L. Kedua rantai ini diikat oleh suatu ikatan
disulfida sedemikian rupa sehingga membentuk struktur yang simetris. Yang menarik
dari susunan imunoglobulin ini adalah penyusunan daerah simetris rangkaian asam
amino yang dikenal sebagai daerah domain, yaitu bagian dari rantai H atau rantai L,
yang terdiri dari hampir 110 asam amino yang diapit oleh ikatan disulfid interchain,
sedangkan ikatan antara 2 rantai dihubungkan oleh ikatan disulfid interchain. Rantai L
mempunyai 2 tipe yaitu kappa dan lambda, sedangkan rantai H terdiri dari 5 kelas,
yaitu rantai G (), rantai A (), rantai M (), rantai E () dan rantai D (). Setiap rantai
mempunyai jumlah domain berbeda. Rantai pendek L mempunyai 2 domain; sedang
rantai G, A dan D masing-masing 4 domain, dan rantai M dan E masing-masing 5
domain.
Struktur dasar imunoglobulin terdiri atas 2 rantai berat (H-chain) yang identik
dan 2 rantai rinngan (L-chain) yang juga identik. Setiap rantai ringan terikat pada
rantai berat melalui ikatan disulfida (S-S), demikian pula rantai berat satu dengan
yang lain diikat dengan ikatan S-S. Molekul ini oleh enzim proteolitik papain dapat
dipecah menjadi tiga fragmen, yaitu 2 fragmen yang mempunyai susunan sama terdiri
atas H-chain dan L-chain, disebut fragmen Fab yang dibentuk oleh domain terminalN, dan 1 fragmen yang hanya terdiri atas H-chain saja disebut fragmen Fc yang
dibentuk oleh domain terminal-C. Fragmen Fab dengan antigen binding site,
berfungsi mengikat antigen karena itu susunan asam amino di bagian ini berbeda
antara molekul imunoglobulin yang satu dengan yang lain dan sangat variabel sesuai
dengan variabilitas antigen yang merangsang pembentukannya. Sebaliknya fragmen
Fc merupakan fragmen yang konstan. Fragmen ini tidak mempunyai kemampuan
mengikat antigen tetapi dapat bersifat sebagai antigen (determinan antigen). Fragmen
ini pulalah yang mempunyai fungsi efektor sekunder dan menentukan sifat biologik
imunoglobulin bersangkutan, misalnya kemampuan imunoglobulin untuk melekat
IMMUNOGLOBULIN

Page 4

POLTEKKES PANGKALPINANG

pada sel, fiksasi komplemen, kemampuan imunoglobulin menembus plasenta,


distribusi imunoglobulin dalam tubuh dan lain-lain. Papain memecah imunoglobulin
pada terminal asam amino di tempat iakatan S-S yang mengikat kedua rantai H satu
dengan yang lain. Enzim proteolitik lain yaitu pepsin dapat memecah molekul
imunoglobulin dibelakang ikatan S-S. Pemecahan ini mengakibatkan terbentuknya
satu fragmen besar yang disebut F(ab)2 yang mampu mengikat dan menggumpalkan
antigen karena ia bersifat bivalen dan dapat membentuk lattice. Pepsin selanjutnya
dapat memecah fragmen Fc menjadi beberapa bagian kecil. Bagian molekul
imunoglobulin yang peka terhadap pemecahan oleh kedua enzim diatas disebut bagian
engsel (hinge region). Kedua bentuk imunoglobulin, yaitu sIg dan Ig yang
disekresikan hanya berbeda pada domain terminal-C: sIg memiliki bagian
transmembran dan bagian intrasitoplasmik yang pendek.
Polimerisasi imunoglobulin terjadi pada IgM (pentamer atau heksamer) dan
IgA (umumnya dimer). Polimerisasi kelas imunoglobulin ini bergantung pada rantai J
(joining) dan banyaknya rantai J menentukan proporsi molekul IgM pentamer
dibanding IgM heksamer. Rantai J membantu polimerisasi IgM dan IgA dengan cara
ikat-silang disulfida pada sesidu cysteine yang terdapat pada domain C-terminal
molekul IgM dan IgA yang disekresi
Rantai dasar imunoglobulin dapat dipecah menjadi beberapa fragmen. Enzim
papain memecah rantai dasar menjadi 3 bagian, yaitu 2 fragmen yang terdiri dari
bagian H dan rantai L. Fragmen ini mempunyai susunan asam amino yang bervariasi
sesuai dengan variabilitas antigen. Fab memiliki satu tempat tempat pengikatan
antigen (antigen binding site) yang menentukan spesifisitas imunoglobulin. Fragmen
lain disebut Fc yang hanya mengandung bagian rantai H saja dan mempunyai susunan
asam amino yang tetap. Fragmen Fc tidak dapat mengikat antigen tetapi memiliki
sifat antigenik dan menentukan aktivitas imunoglobulin yang bersangkutan, misalnya
kemampuan fiksasi dengan komplemen, terikat pada permukaan sel makrofag, dan
yang menempel pada sel mast dan basofil mengakibatkan degranulasi sel mast dan
basofil, dan kemampuan menembus plasenta.
Enzim pepsin memecah unit dasar imunoglobulin tersebut pada gugusan
karboksil terminal sampai bagian sebelum ikatan disulfida (interchain) dengan akibat
IMMUNOGLOBULIN

Page 5

POLTEKKES PANGKALPINANG

kehilangan sebagian besar susunan asam amino yang menentukan sifat antigenik
determinan, namun demikian masih tetap mempunyai sifat antigenik. Fragmen Fab
yang tersisa menjadi satu rangkaian fragmen yang dikenal sebagai F(ab2) yang
mempunyai 2 tempat pengikatan antigen.

Keterangan :
1. Ig G : aktivasi komplemen antibodi heterotropik
2. Ig A : antibodi sekretorik
3. Ig M : aktivasi komplemen
4. Ig D : reseptor permukaan limfosit
5. Ig E : antibodi reagin, pemusnah parasit.
Fungsi imunoglobulin adalah :
1. Menyebabkan sitotoksisitas yang diperantarai oleh sel yang dependen
antibodi.
2. Memungkinkan terjadinya imunisasi pasif
3. Meningkatkan opsonisasi (pengendapan komplemen pada suatu antigen
sehingga kontak lekat dengan sel fagositik menjadi lebih stabil).
4. Mengaktifkan komplemen (kumpulan glikoprotein serum)
5. Menyebabkan anafilaksis.
C. SISTEM KOMPLEMEN IMMUNOGLOBULIN
Sistem komplemen adalah suatu sistem yang terdiri dari seperangkat kompleks
protein yang satu dengan lainnya sangat berbeda. Pada kedaan normal komplemen
IMMUNOGLOBULIN

Page 6

POLTEKKES PANGKALPINANG

beredar di sirkulasi darah dalam keadaan tidak aktif, yang setiap saat dapat diaktifkan
melalui dua jalur yang tidak tergantung satu dengan yang lain, disebut jalur klasik dan
jalur alternatif.
Komplemen

Unsur pokok sistem komplemen diwujudkan oleh sekumpulan komponen protein


yang terdapat di dalam serum. Protein-protein ini dapat dibagi menjadi protein
fungsional yang menggambarkan elemen dari berbagai jalur, dan protein pengatur
yang menunjukkan fungsi pengendalian.

Komplemen sebagian besar disintesis di dalam hepar oleh sel hepatosit, dan juga
oleh sel fagosit mononuklear yang berada dalam sirkulasi darah. Komplemen C l
juga dapat di sintesis oleh sel epitel lain diluar hepar. Komplemen yang dihasilkan
oleh sel fagosit mononuklear terutama akan disintesis ditempat dan waktu
terjadinya aktivasi.

Sebagian dari komponen protein komplemen diberi nama dengan huruf C: Clq,
Clr, CIs, C2, C3, C4, C5, C6, C7, C8 dan C9 berurutan sesuai dengan urutan
penemuan unit tersebut, bukan menurut cara kerjanya

Komponen C3 mempunyai fungsi sangat penting pada aktivasi komplemen, baik


melalui jalur klasik maupun jalur alternatif. Konsentrasi C3 jauh lebih besar
dibandingkan dengan fraksi lainnya, hal ini menempatkan C3 pada kedudukan
yang penting dalam pengukuran kadar komplemen di dalam serum. Penurunan
kadar C3 di dalam serum dapat dianggap menggambarkan keadaan konsentrasi
komplemen yang menurun. Juga penurunan kadar C3 saja dapat dipakai sebagai
gambaran adanya aktivasi pada sistem komplemen.

IMMUNOGLOBULIN

Page 7

POLTEKKES PANGKALPINANG

D. REAKSI IMUNOLOGI
Reaksi imunologi dapat di kaitkan dengan alergi obat. Alergi obat adalah
respon abnormal seseorang terhadap bahan obat atau metabolitnya melalui reaksi
imunologi yang dikenal sebagai reaksi hipersensitivitas yang terjadi selama atau
setelah pemakaian obat. Alergi obat masuk kedalam penggolongan reaksi simpang
obat (adverse drug reaction), yang meliputi toksisitas, efek samping, idiosinkrasi,
intoleransi dan alergi obat. Toksisitas obat adalah efek obat berhubungan dengan
kelebihan dosis obat. Efek samping obat adalah efek obat selain khasiat utama yang
timbul karena sifat farmakologi obat atau interaksi dengan obat lain. Idiosinkrasi
adalah reaksi obat yang timbul tidak berhubungan dengan sifat farmakologi obat,
terdapat dengan proporsi bervariasi pada populasi dengan penyebab yang tidak
diketahui. Intoleransi adalah reaksi terhadap obat bukan karena sifat farmakologi,
timbul karena proses non imunologi. Sedangkan alergi obat adalah respon abnormal
terhadap obat atau metabolitnya melalui reaksi imunologi.

1. Patofisiologi
IMMUNOGLOBULIN

Page 8

POLTEKKES PANGKALPINANG

Alergi obat dapat terjadi melalui semua 4 mekanisme hipersensitifitas Gell


dan Coomb yaitu :
a. Reaksi hipersensitivitas segera (tipe I), terjadi bila obat atau metabolitnya
berinteraksi membentuk antibodi IgE yang spesifik dan berikatan dengan sel
mast di jaringan atau sel basofil di sirkulasi.
b. Reaksi antibody sitotoksik (tipe II), melibatkan antibodi IgG dan IgM yang
mengenali antigen obat di membran sel. Dengan adanya komplemen serum,
maka sel yang dilapisi antibodiakan dibersihkan atau dihancurkan oleh sistem
monosit-makrofag.
c. Reaksi kompleks imun (tipe III), disebabkan oleh kompleks soluble dari obat
atau metabolitnya dengan antibodi IgM dan IgG.
d. Reaksi hipersensitivitas lambat (delayed-type hypersensitivity reactions, tipe
IV) adalah reaksi yang dimediasi oleh limfosit T yang spesifik obat.
Bisa terjadi alergi obat melalui keempat mekanisme tersebut terhadap satu
obat, namun yang tersering melalui tipe I dan IV. Jenis obat penyebab alergi sangat
bervariasi dan berbeda menurut waktu, tempat dan jenis penelitian yang dilakukan.
Alergenisitas obat tergantung dari berat molekul. Obat dengan berat molekul
yang kecil tidak dapat langsung merangsang sistem imun bila tidak bergabung dengan
bahan lain untuk bersifat sebagai allergen,disebut sebagaai hapten. Hapten dapat
membentuk ikatan kovalen dengan protein jaringan yang bersifat stabil, dan ikatan ini
akan tetap utuh selama diproses didalam makrofag dan dipresentasikan pada sel
limfosit. Sebagian kecil obat mempunyai berat molekul besar misalnya insulin,
antisera, ekstrak organ bersifat sangat imunogenik dapat langsung merangsang sistem
imun tubuh.
Ada obat dengan berat molekul rendah yang imunogenik tanpa bergabung
dengan protein lain. Mekanismenya belum jelas, tetapi diduga obat ini membentuk
polimer rantai panjang. Setelah paparan awal maka obat akan merangsang
pembentukan antibody dan aktifasi sel imun dalam masa induksi (laten) yang dapat
berlangsung 10-20 hari.

2. Gejala Klinik
Gejala kilinis alergi obat sangat bervariasi dan tidak spesifik untuk obat
tertentu. Satu macam obat dapat menimbulkan berbagai gejala pada seseorang,
dapat berbeda dengan orang lain, dapat berupa gejala ringan sampai berat. Erupsi
kulit merupakan gejala klinis yang paling sering, dapat berupa gatal, urtika,
IMMUNOGLOBULIN

Page 9

POLTEKKES PANGKALPINANG

purpura, dermatitis kontak, eritema multiforme, eritema nodusum, erupsi obat


fikstum, reaksi fotosensifitas, dermatitis eksfoliatif, erupsi vesikobulosa dan
sidroma Steven Johnson.
E. VAKSIN
1. Vaksin
Vaksin merupakan bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan
kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau
mengurangi pengaruh infeksi oleh organisme alami atau liar. Vaksin dapat
berupa galur virus atau bakteri yang telah dilemahkan sehingga tidak
menimbulkan penyakit. Vaksin dapat juga berupa organisme mati atau hasil-hasil
pemurniannya (protein, peptida, partikel serupa virus, dsb.). Vaksin akan
mempersiapkan sistem kekebalan manusia atau hewan untuk bertahan terhadap
serangan patogen tertentu, terutama bakteri, virus, atau toksin. Vaksin juga bisa
membantu sistem kekebalan untuk melawan sel-sel degeneratif (kanker).
Jenis-jenis Vaksin :
a. Virus atau bakteri yang dilemahkan.
Beberapa vaksin, seperti vaksin campak, gondongan, dan cacar air
(varisela) misalnya, menggunakan virus hidup yang telah dilemahkan.
b. Virus/bakteri yang mati atau dinonaktifkan
Vaksin lain menggunakan bakteri atau virus yang dinonaktifkan
(dimatikan). Vaksin polio dibuat dengan cara ini.
c. Toksoid
Ada beberapa jenis bakteri yang menimbulkan penyakit dengan
memasukkan racun ke dalam aliran darah. Jenis vaksin toksoid, seperti
vaksin difteri dan tetanus, dibuat dengan menggunakan racun bakteri yang
telah dilemahkan.
d. Aseluler dan subunit
Vaksin aseluler dan subunit dibuat dengan menggunakan hanya sebagian
dari virus atau bakteri. Vaksin hepatitis dan hemofilus influenza tipe b
(Hib) dibuat dengan cara ini.
Jenis Imunisasi Vaksin Wajib Pada Anak.
a. BCG
Perlindungan Penyakit : TBC / Tuberkolosis

IMMUNOGLOBULIN

Page 10

POLTEKKES PANGKALPINANG

Penyebab
Kandungan
b. DPT/DT
Perlindungan Penyakit

: Bakteri Bacillus Calmette Guerrin


: Bacillus Calmette-Guerrin yang dilemahkan.
: Difteri (infeksi tenggorokan), Pertusis (batuk

rejan) dan Tetanus (kaku rahang).


Penyebab
c. Polio
Perlindungan Penyakit

: Bakteri difteri, pertusis dan tetanus.


: Poliomielitis / Polio (lumpuh layuh) yang

menyababkan nyeri otot, lumpuh dan kematian.


d. Campak / Measles
Perlindungan Penyakit
Efek samping
e. Hepatitis B
Perlindungan Penyakit

: Campak / Tampek.
: Demam, ruam kulit, diare.
: Infeksi Hati / Kanker Hati mematikan.

Jenis Imunisasi Vaksin Yang Dianjurkan Pada Anak :


a. MMR
Perlindungan Penyakit
b. Hepatitis A
Perlindungan Penyakit
Penyebab
c. Typhoid & Parathypoid

: Campak, gondongan dan campak Jerman


: Hepatitis A (Penyakit Hati)
: Virus hepatitis A

Perlindungan Penyakit

: Demam Typhoid / tipus.

Penyebab

: Bakteri Salmonela thypi.

d. Varisella (Cacar Air)


Perlindungan Penyakit

: Cacar Air

Penyebab

: Virus varicella-zoster

F. HIPERSENSIVITAS
Hipersensitivitas (atau reaksi hipersensitivitas) adalah reaksi berlebihan yang
tidak diinginkan (merusak, menghasilkan ketidaknyamanan, dan terkadang berakibat
fatal) yang dihasilkan oleh sistem kekebalan normal. Berdasarkan mekanisme dan
waktu yang dibutuhkan untuk reaksi, hipersensitivitas terbagi menjadi empat tipe: tipe
I, tipe II, tipe III, dan tipe IV. Penyakit tertentu dapat dikarenakan satu atau beberapa
jenis reaksi hipersensitivitas.
1. Hipersensitivitas Tipe I
IMMUNOGLOBULIN

Page 11

POLTEKKES PANGKALPINANG

Hipersensitifitas tipe I disebut juga sebagai hipersensitivitas langsung atau


anafilaktik. Reaksi ini berhubungan dengan kulit, mata, nasofaring, jaringan
bronkopulmonari, dan saluran gastrointestinal. Reaksi ini dapat mengakibatkan
gejala yang beragam, mulai dari ketidaknyamanan kecil hingga kematian. Waktu
reaksi berkisar antara 15-30 menit setelah terpapar antigen, namun terkadang juga
dapat mengalami keterlambatan awal hingga 10-12 jam. Hipersensitivitas tipe I
diperantarai oleh imunoglobulin E (IgE). Komponen seluler utama pada reaksi ini
adalah mastosit atau basofil. Reaksi ini diperkuat dan dipengaruhi oleh keping
darah, neutrofil, dan eosinofil.
Uji diagnostik yang dapat digunakan untuk mendeteksi hipersensitivitas
tipe I adalah tes kulit (tusukan dan intradermal) dan ELISA untuk mengukur IgE
total dan antibodi IgE spesifik untuk melawan alergen (antigen tertentu penyebab
alergi) yang dicurigai. Peningkatan kadar IgE merupakan salah satu penanda
terjadinya alergi akibat hipersensitivitas pada bagian yang tidak terpapar langsung
oleh alergen). Namun, peningkatan IgE juga dapat dikarenakan beberapa penyakit
non-atopik seperti infeksi cacing, mieloma, dll. Pengobatan yang dapat ditempuh
untuk mengatasi hipersensitivitas tipe I adalah menggunakan anti-histamin untuk
memblokir

reseptor

histamin,

penggunaan

Imunoglobulin

(IgGhyposensitization (imunoterapi atau desensitization) untuk beberapa alergi


tertentu.
2. Hipersensitivitas Tipe II
Hipersensitivitas tipe II diakibatkan oleh antibodi berupa imunoglobulin G
(IgG) dan imunoglobulin E (IgE) untuk melawan antigen pada permukaan sel dan
matriks ekstraseluler. Kerusakan akan terbatas atau spesifik pada sel atau jaringan
yang langsung berhubungan dengan antigen tersebut. Pada umumnya, antibodi
yang langsung berinteraksi dengan antigen permukaan sel akan bersifat patogenik
dan menimbulkan kerusakan pada target sel.
Hipersensitivitas dapat melibatkan reaksi komplemen (atau reaksi silang)
yang berikatan dengan antibodi sel sehingga dapat pula menimbulkan kerusakan
jaringan. Beberapa tipe dari hipersensitivitas tipe II adalah:

IMMUNOGLOBULIN

Page 12

POLTEKKES PANGKALPINANG

Pemfigus (IgG bereaksi dengan senyawa intraseluler di antara sel


epidermal),

Anemia hemolitik autoimun (dipicu obat-obatan seperti penisilin yang


dapat menempel pada permukaan sel darah merah dan berperan seperti hapten
untuk produksi antibodi kemudian berikatan dengan permukaan sel darah
merah dan menyebabkan lisis sel darah merah), dan

Sindrom Goodpasture (IgG bereaksi dengan membran permukaan


glomerulus sehingga menyebabkan kerusakan ginjal).

3. Hipersensitivitas Tipe III


Hipersensitivitas tipe III merupakan hipersensitivitas kompleks imun. Hal
ini disebabkan adanya pengendapan kompleks antigen-antibodi yang kecil dan
terlarut di dalam jaringan. Hal ini ditandai dengan timbulnya inflamasi atau
peradangan. Pada kondisi normal, kompleks antigen-antibodi yang diproduksi
dalam jumlah besar dan seimbang akan dibersihkan dengan adanya fagosit.
Namun, kadang-kadang, kehadiran bakteri, virus, lingkungan, atau antigen (spora
fungi, bahan sayuran, atau hewan) yang persisten akan membuat tubuh secara
otomatis memproduksi antibodi terhadap senyawa asing tersebut sehingga terjadi
pengendapan kompleks antigen-antibodi secara terus-menerus. Hal ini juga terjadi
pada penderita penyakit autoimun. Pengendapan kompleks antigen-antibodi
tersebut akan menyebar pada membran sekresi aktif dan di dalam saluran kecil
sehingga dapat memengaruhi beberapa organ, seperti kulit, ginjal, paru-paru,
sendi, atau dalam bagian koroid pleksus otak.
Patogenesis kompleks imun terdiri dari dua pola dasar, yaitu kompleks
imun karena kelebihan antigen dan kompleks imun karena kelebihan antibodi.
Kelebihan antigen kronis akan menimbulkan sakit serum (serum sickness) yang
dapat memicu terjadinya artritis atau glomerulonefritis. Kompleks imun karena
kelebihan antibodi disebut juga sebagai reaksi Arthus, diakibatkan oleh paparan
antigen dalam dosis rendah yang terjadi dalam waktu lama sehingga menginduksi
timbulnya kompleks dan kelebihan antibodi. Beberapa contoh sakit yang
diakibatkan reaksi Arthus adalah spora Aspergillus clavatus dan A. fumigatus yang
IMMUNOGLOBULIN

Page 13

POLTEKKES PANGKALPINANG

menimbulkan sakit pada paru-paru pekerja lahan gandum (malt) dan spora
Penicillium casei pada paru-paru pembuat keju.
4. Hipersensitivitas Tipe IV
Hipersensitivitas

tipe

IV

dikenal

sebagai

hipersensitivitas

yang

diperantarai sel atau tipe lambat (delayed-type). Reaksi ini terjadi karena aktivitas
perusakan jaringan oleh sel T dan makrofag. Waktu cukup lama dibutuhkan dalam
reaksi ini untuk aktivasi dan diferensiasi sel T, sekresi sitokin dan kemokin, serta
akumulasi makrofag dan leukosit lain pada daerah yang terkena paparan.
Beberapa contoh umum dari hipersensitivitas tipe IV adalah hipersensitivitas
pneumonitis,

hipersensitivitas

kontak

(kontak

dermatitis),

dan

reaksi

hipersensitivitas tipe lambat kronis (delayed type hipersensitivity, DTH).


Hipersensitivitas tipe IV dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori
berdasarkan waktu awal timbulnya gejala, serta penampakan klinis dan histologis.
Ketiga kategori tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
G. VAKSIN DAN HIPERSENSITIVITAS.
1. Hubungan Antara Keduanya
Dulu reaksi hipersensitivitas yang diperantarai oleh imunoglobulin
kadang-kadang disebut sebagai reaksi hipersensitivitas tipe cepat, sedangkan yang
diperantarai oleh mekanisme kekebalan seluler dinamakan reaksi hipersensitivitas
tipe lambat. (kadang-kadang reaksi yang terakhir ini juga disebut sebagai reaksi
hipersensitivitas tipe tuberkulin atau reaksi hipersensitivitas bakteri, karena
contoh-contoh prototipe). Meskipun istilah ini kadang-kadang masih digunakan
akan tetapi oleh karena banyak sekali reaksi yang kecepatannya saling
bertumpang tindih maka istilah ini menjadi kurang cepat. Suatu klasifikasi
kelainan-kelainan imunologis yang lebih berguna telah diusulkan oleh Gell dan
Coombs.
2. Cara-Cara Terjadinya Cedera Jaringan
a. Reaksi Tipe I / Anafilaktik
IMMUNOGLOBULIN

Page 14

POLTEKKES PANGKALPINANG

Pada reaksi tipe I disebut juga sebagai reaksi tipe anafilaktik, subjek
harus disensitisasi lebih dahulu oleh antigen tertentu. Selama respon fase
induktif dibentuk antibodi IgE. Antibodi ini bersirkulasi dan melekat pada
permukaan sel mast yang terbesar diseluruh tubuh. Jika antigen kemudian
dimasukkan ke dalam subjek, maka interaksi antigen dengan antibodi yang
terikat pada sel mast mengakibatkan pelepasan eksplosif dari zat-zat yang
terkandung di dalam sel. Jika antigen yang dimasukkan itu sedikit dan bersifat
lokal, maka pelepasan mediatornya juga bersifat lokal dan hasilnya tidak lebih
dari daerah vasodilatasi dan bertambahnya permeabilitas yang mengakibatkan
pembengkakan lokal.
b. Reaksi Tipe II / Sitotoksik
Reaksi tipe II pada dasarnya merupakan sitotoksik. Pada reaksi macam
ini antibodi IgD dan IgM yang bersirkulasi bersatu dengan antigen yang cocok
pada permukaan sel. (Yaitu, antigen yang melekat pada atau merupakan bagian
dari permukaan sel). Hasil dari interaksi ini adalah percepatan fagositosis sel
target atau lisis sebenarnya dari sel target setelah pengaktifan konponen ke
depalapn atau ke sembilan rangkaian komplemen. Jika sel target adalah sel
asing seperti bakteri makan hasil reaksi ini menguntungkan. Namun, kadangkadang sel target itu adalah eritrosit-eritrosit dari tubuh, dalam hal ini
akibatnya dapat berupa anemia hemolitik.
c. Reaksi Tipe III / Kompleks Imun
Reaksi tipe III mempunyai berbagai bentuk, tetapi pada akhirnya
reaksi-reaksi tersebut sama-sama diperantarai oleh kompleks imun, yaitu
kompleks antigen dengan antibodi biasanya dari jenis IgD. Prototipe dari
reaksi jenis ini adalah reaksi arthus. Secara klasik, jenis reaksi ini ditimbulkan
dengan cara mensensitisasi subjek dengan beberapa protein asing dan
selanjutnya seubjek tersebut diberi suntikan antigen yang sama secara
intrakutan. Reaksi itu secara khas timbul sesudah beberapa jam, dengan
melalui fase pembengkakan dan kemerahan kemudian nekrotik serta pada
kasus yang berat terjadi perdarahan.

IMMUNOGLOBULIN

Page 15

POLTEKKES PANGKALPINANG

d. Reaksi Tipe IV / Diperantarai Sel


Reaksi tipe IV diperantarai oleh kontaknya limfosit T yang telah
mengalami sensitisasi dengan antigen yang sesuai. Kejadian ini dapat terlihat
pada berbagai keadaan. Tuberkulosis merupakan contoh klasik. Menyertai
reaksi ini, biasanya akan terdapat nekrosis luas pada jaringan yang merupakan
tanda yang cukup khas untuk penyakit ini. Nekrosis semacam ini sekarang
diakui sebagai akibat kekebalan yang diperantarai sel, bukan langsung
disebabkan oleh racun dari basil tuberkulosis. Tampaknya nekrosis ini adalah
akibat dari limfositotoksisitas (yaitu pengaruh dari limfosit yang diaktifkan
oleh tuberkuloprotein basil). Reaksi tipe IV juga diperlihatkan oleh dermatitis
kontak alergi yang dapat ditimbulkan secara percobaan maupun secara spontan
pada manusia.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

IMMUNOGLOBULIN

Page 16

POLTEKKES PANGKALPINANG

IMMUNOGLOBULIN

Page 17

Anda mungkin juga menyukai