Disusun oleh :
Alissa Yunitasari
22010113210085
Pembimbing :
dr. M.A. Sungkar, Sp.PD,KKV,SpJP
SEMARANG
2015
HALAMAN PENGESAHAN
Nama Mahasiswa
NIM
Bagian
Judul
:
:
:
:
Alissa Yunitasari
22010113210085
Ilmu Penyakit Dalam FK Undip
SEORANG LAKI-LAKI 49 TAHUN DENGAN RECENT
MIOKARD
INFARK
ANTEROSEPTAL,
DM
TIPE
Pembimbing
II,
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. Angina Pektoris
1.
Definisi
Angina pektoris didefinisikan sebagai perasaan tidak enak di dada (chest
discomfort ) akibat iskemia miokard. Perasaan tidak enak di dada ini dapat
berupa rasa nyeri, rasa terbakar atau rasa tertekan. Kadang-kadang tidak
dirasakan di dada melainkan di leher, rahang bawah, bahu, dan di ulu hati.
Angina pektoris adalah nyeri hebat yang berasal dari jantung dan terjadi
sebagai respons terahadap suplai oksigen yang tidak adekuat ke sel-sel
miokardium.
2. Klasifikasi
a. Angina Pektoris Stabil
Apabila plak ateroma yang berada di arteri koronaria stabil, maka
serangan angina pektoris akan selalu timbul pada kondisi yang sama yaitu
saat terjadi peningkatan beban jantung.
Dengan demikian diagnosis angina pektoris stabil dapat ditegakkan bila
pada anamnesis didapatkan bahwa serangan timbul setiap kali pada saat
melakukan aktivitas fisik, menghilang bila beristirahat atau dengan
pemberian nitrat ,lama serangan tidak lebih dari 5 menit, tidak disertai
keluhan sistemik (seperti muntah dan keringat dingin), gejala angina
pektoris dudah dialami lebih dari 1 bulan, dan beratnya tidak berubah dalam
beberapa tahun terakhir.
b. Angina Pektoris Tak Stabil
Keadaan plak ateroma yang tidak stabil pada arteri koronaria misalnya
mengalami ruptur, perdarahan, atau terjadi fissura, sehingga terbentuk
trombus di daerah plak yang menghambat aliran darah korone dan terjadilah
serangan angina pektoris. Serangan jenis ini datang tidak menentu, dapat
3.
Diagnosis
a. Anamnesis
Nyeri dada tipikal (angina) berupa nyeri dada substernal, retrosternal, dan
prekordial. Nyeri seperti ditekan, ditindih benda berat, rasa terbakar, , rasa
diperas dan dipelintir. Nyeri menjalar ke leher, lengan kiri, mandibula, gigi,
punggung / interskapula, dan dapat juga ke lengan kanan. Nyeri membaik
atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat, atau tidak. Nyeri dicetuskan oleh
latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah makan. Perubahan posisi
4
tidak mengubah kualitas nyeri dada. Dapat disertai gejala mual, muntah, sulit
bernafas, keringat dingin dan lemas (Rani, et.al., 2006).
b. Pemeriksaan Fisik
Pasien dengan gejala nyeri dada, saat pemeriksaan fisik awal fokus pada
kemungkinan adanya SKA seperti hipotensi dan hipertensi yang tak
terkontrol, gangguan hemodinamik dan tanda gagal jantung. Pemeriksaan
pembuluh darah perifer seperti adanya bruit
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan elektrokardiogram dan pemeriksaan enzim jantung sangat
Elektrokardiogram
Dilakukan setidaknya dalam 10 menit pertama sejak pasien masuk
UGD dengan keluhan nyeri dada. Gambaran EKG yang khas untuk
iskemia/infark miokarda adalah ST elevasi, ST depresi maupun gel T
inverted. Bila gambaran EKG sebelumnya diketahui, adanya
gamnbaran Left Bundle Branch Block (LBBB) yang baru juga
memungkinkan terjadinya infark.
Enzim Jantung
Enzim jantung sebagai pertanda adanya cedera miokard yang
direkomendasikan dan banyak tersedia di rumah sakit adalah
pemeriksaan CKMB dan troponin T atau I. Menurut European Society
of Cardiology (ESC) dan ACC dianggap terdapat mionekrosis bila
troponin T atau I positif dalam 24 jam. Troponin tetap positif sampai 2
minggu.
CK-MB
kurang
spesifik
untuk
diagnosis
karena
Penatalaksanaan
a.Terapi Non-Farmakologik
b. Terapi Farmakologik
Antitrombotik
Aspirin (160-345 mg), bila alergi atau intoleransi/ tidak responsif
diganti dengan tiklodipin atau clopidogrel.
Antikoagulan
Heparin
direkomendasikan
untuk
pasien
yang
menjalani
Atasi cemas
Diazepam 3x2-5 mg oral atau iv
Laksansia
Laktulosa (laksadin) 2x15 ml
Antagonis kalsium seperti verapamil untuk infark miokard nonST elevasi atau angina pektoris tak stabil bila nyeri tidak teratasi.
c. Atasi Komplikasi
Komplikasi dapat berupa fibrilasi atrium, fibrilasi ventrikel, takikardia
ventrikel, bradiaritmia dna blok, gagal jantung akut, perikarditis. Juga
komplikasi mekanik seperti ruptur muskulus papilaris dan ruptur septum
ventrikel.
d. Pasien harus menyesuaikan aktivitas fisik dan psikis dengan keadaan
sekarang.
e. Pengendalian faktor risiko. .
B. Diabetes Melitus
1.
Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes
Klasifikasi
Klasifikasi DM dapat dilihat pada tabel 1.
3. Patofisiologi
3.1 Diabetes melitus tipe 1
Pada DM tipe I ( DM tergantung insulin (IDDM), sebelumnya disebut
diabetes juvenilis), terdapat kekurangan insulin absolut sehingga pasien
membutuhkan suplai insulin dari luar. Keadaan ini disebabkan oleh lesi pada
sel beta pankreas karena mekanisme autoimun, yang pada keadaan tertentu
dipicu oleh infeksi virus. DM tipe I terjadi lebih sering pada pembawa
antigen HLA tertentu (HLA-DR3 dan HLA-DR4), hal ini terdapat disposisi
genetik. Diabetes mellitus tipe 1, diabetes anak-anak (bahasa Inggris:
childhood-onset diabetes, juvenile diabetes, insulin-dependent diabetes
mellitus, IDDM) adalah diabetes yang terjadi karena berkurangnya rasio
insulin dalam sirkulasi darah akibat defek sel beta penghasil insulin pada
pulau-pulau Langerhans pankreas.
3.2 Diabetes Melitus tipe 2
Pada DM tipe II (DM yang tidak tergantung insulin (NIDDM),
sebelumnya disebut dengan DM tipe dewasa) hingga saat ini merupakan
diabetes yang paling sering terjadi. Pada tipe ini, disposisi genetik juga
berperan penting. Namun terdapat defisiensi insulin relatif; pasien tidak
mutlak bergantung pada suplai insulin dari luar. Pelepasan insulin dapat
normal atau bahkan meningkat, tetapi organ target memiliki sensitifitas yang
berkurang terhadap insulin. Sebagian besar pasien DM tipe II memiliki berat
badan berlebih. Obesitas terjadi karena disposisi genetik, asupan makanan
yang
terlalu
banyak,
dan
aktifitas
fisik
yang
terlalu
sedikit.
10
merupakan penyebab tunggal diabetes tipe II. Penyebab yang lebih penting
adalah adanya disposisi genetic yang menurunkan sensitifitas insulin. Sering
kali, pelepasan insulin selalu tidak pernah normal. Beberapa gen telah di
identifikasi sebagai gen yang menigkatkan terjadinya obesitas dan DM tipe
II. Diantara beberapa factor, kelaian genetic pada protein yang memisahkan
rangkaian di mitokondria membatasi penggunaan substrat. Jika terdapat
disposisi genetik yang kuat, diabetes tipe II dapat terjadi pada usia muda.
Penurunan sensitifitas insulin terutama mempengaruhi efek insulin pada
metabolisme glukosa, sedangkan pengaruhnya pada metabolisme lemak dan
protein dapat dipertahankan dengan baik. Jadi, diabetes tipe II cenderung
menyebabkan hiperglikemia berat tanpa disertai gangguan metabolisme
lemak.
3.3 Diabetes tipe lain
Defisiensi insulin relative juga dapat disebabkan oleh kelainan yang
sangat jarang pada biosintesis insulin, reseptor insulin atau transmisi
intrasel. Bahkan tanpa ada disposisi genetic, diabetes dapat terjadi pada
perjalanan penyakit lain, seperti pancreatitis dengan kerusakan sel beta atau
karena kerusakan toksik di sel beta. Diabetes mellitus ditingkatkan oleh
peningkatan pelepasan hormone antagonis, diantaranya, somatotropin (pada
akromegali), glukokortikoid (pada penyakit Cushing atau stress), epinefrin
(pada stress), progestogen dan kariomamotropin (pada kehamilan), ACTH,
hormone tiroid dan glucagon. Infeksi yang berat meningkatkan pelepasan
beberapa hormone yang telah disebutkan di atas sehingga meningkatkan
pelepasan beberapa hormone yang telah disebutkan diatas sehingga
meningkatkan manifestasi diabetes mellitus. Somatostatinoma dapat
menyebabkan diabetes karena somatostatin yang diekskresikan akan
menghambat pelepasan insulin. (Silabernagi,2002)
11
keluhan
dapat
ditemukan
pada
penyandang
diabetes.
12
13
5. Penatalaksanaan
5.1. Tujuan penatalaksanaan
14
endokrin lain)
Riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM
Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi
Kehidupan seksual, penggunaan kontrasepsi, dan kehamilan.
Pemeriksaan Fisik
15
A1C
Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, dan
trigliserida)
Kreatinin serum
Albuminuria
Elektrokardiogram
o Mikroalbuminuria
o Kreatinin
o Albumin / globulin dan ALT
o Kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan trigliserida
o EKG
o Foto sinar-X dada
o Funduskopi
5.4. Pilar penatalaksanaan DM
1. Edukasi
2. Terapi gizi medis
3. Latihan jasmani
4. Intervensi farmakologis
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan danlatihan jasmani
selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum
mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik
oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera
diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan
dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan
yang menurun dengan cepat, dan adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan.
(PERKENI,2011)
Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah
terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan
partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi
17
18
19
20
2. Suntikan
1. Insulin
2. Agonis GLP-1/incretin mimetic
1. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
Penurunan berat badan yang cepat
Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
Ketoasidosis diabetik
Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali
dengan perencanaan makan
21
22
23
6. Komplikasi
6.1. Komplikasi Metabolik Akut
Komplikasi metabolik diabetes disebabkan oleh perubahan yang relatif akut dari
konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius pada
diabetes adalah:
a. Ketoasidosis Diabetik (DKA).
Merupakan komplikasi metabolik yang paling serius pada DM . Hal ini terjadi
karena kadar insulin sangat menurun, dan pasien akan mengalami hiperglikemia,
hiperketonemia, asidosis metabolik. Ditandai dengan :
1. Dehidrasi
8. Poliuria
9. Bingung
10. Kelelahan
4. Takikardi
11. Mual-muntah
5. Kusmaul breathing
7. Hipotermia
24
25
problem psikis.
DE sering menjadi sumber kecemasan penyandang diabetes, tetapi jarang
disampaikan kepada dokter oleh karena itu perlu ditanyakan pada saat
konsultasi.
26
27
persalinan.
Sasaran normoglikemia DMG adalah kadar glukosa darah puasa 95
mg/dL dan 2 jam sesudah makan 120 mg/dL. Apabila sasaran kadar
glukosa darah tidak tercapai dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani, langsung diberikan insulin.
makanan.
Penyandang diabetes usia lanjut mempunyai kecenderungan dehidrasi bila
berpuasa, oleh karena itu dianjurkan minum yang cukup. Perlu
peningkatan kewaspadaan pasien terhadap gejala-gejala hipoglikemia.
Untuk menghindarkan terjadinya hipoglikemia pada siang hari, dianjurkan
jadwal makan sahur mendekati waktu imsak/subuh, kurangi aktivitas fisik
pada siang hari dan bila beraktivitas fisik dianjurkan pada sore hari.
Penyandang diabetes yang cukup terkendali dengan OHO dosis tunggal,
juga tidak mengalami kesulitan untuk berpuasa. OHO diberikan saat
berbuka puasa. Hati-hati terhadap terjadinya hipoglikemia pada pasien
yang mendapat OHO dengan dosis maksimal.
28
Bagi yang terkendali dengan OHO dosis terbagi, pengaturan dosis obat
diberikan sedemikian rupa sehingga dosis sebelum berbuka lebih besar
terjadinya
29
2 tahun sekali.
Gambaran dislipidemia yang sering didapatkan pada penyandang diabetes
adalah peningkatan kadar trigliserida, dan penurunan kadar kolesterol
Target terapi:
Pada penyandang DM, target utamanya adalah penurunan LDL
Pada penyandang diabetes tanpa disertai penyakit kardiovaskular: LDL <100
mg/dL (2,6 mmol/L)
Pasien dengan usia >40 tahun, dianjurkan diberi terapi statin untuk menurunkan
LDL sebesar 30- 40% dari kadar awal
Pasien dengan usia <40 tahun dengan risiko penyakit kardiovaskular yang gagal
dengan perubahan gaya hidup, dapat diberikan terapi farmakologis
Pada penyandang DM dengan penyakit AcuteCCoronary Syndrome (ACS) atau
telah diketahui penyakit pembuluh darah lainnya atau mempunyai banyak faktor
risiko maka :
o LDL <70 mg/dL (1,8 mmol/L)
o Semua pasien diberikan terapi statin untuk menurunkan LDL sebesar 3040%.
Trigliserida < 150 mg/dL (1,7 mmol/L)
HDL > 40 mg/dL (1,15 mmol/L) untuk pria dan >50 mg/dL untuk wanita
Setelah target LDL terpenuhi, jika trigliserida 150 mg/dL (1,7 mmol/L)
atau HDL 40 mg/dL (1,15 mmol/L) dapat diberikan niasin atau fibrat
30
Terapi kombinasi statin dengan obat pengendali lemak yang lain mungkin
diperlukan untuk mencapai target terapi, dengan memperhatikan
peningkatan risiko timbulnya efek samping.
Niasin merupakan salah satu obat alternatif yang dapat digunakan untuk
meningkatkan HDL, namun pada dosis besar dapat meningkatkan kadar
glukosa darah
C. Pneumonia
1. Definisi
Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia
yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan
peradangan
paru
yang
disebabkan
oleh
nonmikroorganisme
(bahan
31
3. Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu
bakteri, virus, jamur dan protozoa. Pneumonia komuniti yang diderita oleh
masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram Positif, sedangkan
pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram Negatif sedangkan
pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-akhir ini
laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang
ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah
bakteri Gram Negatif. Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret
bronkus merupakan tindakan yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan.
Bakteri
Agen penyebab pneumonia dibagi menjadi organisme Gram Positif atau Gram
Negatif seperti: Streptococcus pneumoniae (pnemokokus), Streptococcus
piogenes,
Staphylococcus
aureus,
Klebsiela
pneumonia,
Legionella,
Haemophilus influenza.
Virus
Influenza virus, Parainfluenza virus, Syncytial adenovirus, chicken-pox (cacar
air), Rhinovirus, Sitomegalovirus, Virus herpes simpleks, Hanta virus.
Fungi
Aspergilus, Fikomisetes, Blastomisetes dermatitidis, Histoplasma kapsulatum
Aspirasi
Makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda asing.
Beberapa kelompok-kelompok mempunyai faktor risiko yang lebih tinggi
untuk terkena pneumonia, yaitu antara:
1. Usia lebih dari 65 tahun.
2. Merokok.
3. Malnutrisi baik karena kurangnya asupan makan ataupun dikarenakan
penyakit kronis lain.
4. Kelompok dengan penyakit paru, termasuk kista fibrosis, asma, PPOK,
dan emfisema.
32
antara
daya
tahan
tubuh,
mikroorganisme
dapat
b.
c.
Pneumonia aspirasi
d.
33
a.
misalnya
Klebsiella
pada
penderita
alkoholik,
c.
Pneumonia virus
d.
pada
penderita
dengan
daya
tahan
lemah
(immunocompromised)
3.
b.
bronkus.
Di
bronkopneumonia:
34
bawah
ini
gambar
foto
thorax
c. Pneumonia interstisial
6. Diagnosa
1. Gambaran klinis
a. Anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu
tubuh meningkat dapat melebihi 40C, batuk dengan dahak mukoid atau
purulen kadang-kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada.
Bisa juga ditujukan untuk mengetahui kemungkinan kuman penyebab
yang berhubungan dengan faktor infeksi:
Usia pasien
Bayi : virus
Muda : M. Pneumoniae
Dewasa : S. Pneumoniae
35
Awitan
Cepat, akut, dengan rusty coloured sputum : S. Pneumoniae
Perlahan, batuk dengan dahak sedikit : M. Pneumoniae
b. Pemeriksaan fisik
Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada
inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pasa
palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi
terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin
disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada
stadium resolusi.
2. Pemeriksaan penunjang
a. Gambaran radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama
untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat
sampai konsolidasi dengan "air broncogram", penyebab bronkogenik dan
interstisial serta gambaran kaviti. Foto toraks saja tidak dapat secara khas
menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah
diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering
disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering
memperlihatkan
infiltrat
bilateral
atau
gambaran
bronkopneumonia
36
7. Penatalaksanaan
Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian
antibiotik
pada
penderita
pneumonia
sebaiknya
berdasarkan
data
2.
3.
Pneumoni Komunitas
-
37
Pneumoni Nosokomial
Pemberian terapi empirik antibiotik awal untuk pneumonia
nosokomial yang tidak disertai faktor resiko untuk patogen resisten
jamak, dengan onset dini pada semua tingkat berat sakit adalah
dengan antibiotik spektrum terbatas :
38
39
jarang
terkadang
membutuhkan
tindakan
bedah
untuk
membuangnnya.
Bakteremia: Bakteremia muncul bila infeksi pneumonia menyebar dari
paru masuk ke peredaran darah. Ini merupakan komplikasi yang serius
karena infeksi dapat menyebar dengan cepat melaui peredaran darah ke
organ-organ lain.
Kematian: walaupun sebagian besar penderita dapat sembuh dari
pneumonia, pada beberapa kasus dapat menjadi fatal. Kurang dari 3%
penderita yang dirawat di rumah sakit dan kurang dari 1% penderita yang
dirawat di rumah meninggal dunia oleh peneumonia atau komplikasinya.
40
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Tn.A
No. CM
: C533584
Umur
: 49 tahun
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Pegawai Swasta
Pendidikan
: SMA
Alamat
Masalah Aktif
1.
Recent
Tanggal
No
Masalah Pasif
Tanggal
STEMI 5/05/2015
anteroseptal
2.
DM tipe II
5/05/2015
3.
Pneumonia
5/05/2015
4.
Infeksi
kaki 5/05/2015
diabetes tipe II
III.
DATA DASAR
A. DATA SUBYEKTIF
Autoanamnesis dengan pasien dan alloanamnesis dengan istri pasien
pada tanggal 5 Mei 2015 pukul 18.45 WIB di IGD RSUP Dr. Kariadi
Semarang.
Keluhan Utama : Nyeri Dada
Riwayat nyeri dada (+) , sejak 4 tahun yang lalu, tidak pernah
berobat.
Riwayat kencing manis (+), sejak 10 tahun yang lalu, tidak pernah
berobat.
Tanda vital
Status gizi
: 38,7C (aksiler)
: BB
: 65 kg
TB
: 164 cm
IMT
: 24 kg/m2
Kesan : normoweight
Kulit
Mata
Telinga
: Discharge (-/-)
Hidung
Tenggorok
Mulut
Leher
Thorax
43
Cor
Inspeksi
Palpasi:
Linea Axilaris
Perkusi
Batas atas
: SIC II linea
Parasternalis
sinistra
Batas kanan
Batas kiri
Auskultasi :
Pulmo
Inspeksi
Anterior
:
simetris
saat
statis
dan
dinamis
Palpasi:
kiri
Perkusi
Auskultasi :
Inspeksi
simetris
saat
statis
dan
dinamis
Palpasi:
kiri
44
Perkusi
Auskultasi :
RBK (+)
RBK
(+)
Paru depan
Paru belakang
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi :
Perkusi
timpani,
pekak
sisi
(+)
Palpasi:
tekan (-)
Ekstremitas
superior
inferior
Oedem
-/-
-/-
Akral dingin
-/-
-/-
Sianosis
-/-
-/-
Clubbing finger :
-/-
-/-
<2/ <2
<2/ <2
Status Neurologis:
superior
inferior
Cap. Refill
45
Kekuatan
5-5-5 / 5-5-5
5-5-5 / 5-5-5
Refleks fisiologis:
+2/ +2
+2/+2
Refleks patologis :
-/-
-/-
Trofi
eutrofi
eutrofi
Tonus
normotonus
normotonus
Sensibilitas
N/N
N/N
Propioseptif
N/N
N/N
Vegetatif
2. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hematologi (5 Mei 2015 pkl 19:29)
Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai rujukan
Hemoglobin
14,3
g/dL
12,00 15,00
Hematokrit
35-47
Eritrosit
42,5
5,3
10 /uL
4,4 5,9
MCH
27,2
Pg
27,00 32,00
46
MCV
81,0
fL
76 96
MCHC
33,6
g/dL
29,00 36,00
Leukosit
18.0
103 /uL
4 11
Trombosit
210.0
103 /uL
150 400
RDW
13,0
11,60 14,80
MPV
10,5
fL
4,00 11,00
Hasil
Satuan
Nilai rujukan
358
mg/dl
80-160
29
0.87
5.1
mg/dl
mg/dl
mg/dl
15 -39
0,60 1,30
2,5-6,0
142
5,1
99
mmol/l
mmol/l
mmol/l
136 145
3,5 -5,1
98 -107
0.02
<0.01
Hasil
37.0
32.0
7.37
24
90
13.9
-9.6
-11.4
9,9
108
1.2
Satuan
o
C
g
mmHg
mmHg
mmol/L
mmol/l
mmol/l
mmol/l
mmHg
47
Nilai rujukan
7.35-7.45
35 -45
83-108
18-23
-2-3
3,5 -5,1
98 -107
<0.01
Hasil
16
Satuan
U/L
<0.01
Nilai rujukan
7 25
<0,01
Hasil
Satuan
Nilai rujukan
80-109 : baik
110-125 : sedang
Glukosa puasa
111
mg/dL
Glukosa PP 2
Jam
HbA1c
Cholesterol
total
Trigliserid
HDL
Cholesterol
LDL Direk
Ureum
Creatinin
Asam urat
<140
80-140 : Baik 145-179,
186
mg/dL
10.9
149
mg/dL
50-200
97
mg/dl
30-150
29
mg/dl
35-60
107
30
0.84
5.1
mg/dl
mg/dl
mg/dl
mg/dl
0-100
15 -39
0,60 1,30
2,5-6,0
Hasil
Satuan
48
Nilai rujukan
Waktu
Prothombin
PPT Kontrol
PTTK
Waktu
Tromboplasin
APTT Kontrol
12.9
detik
9.4
detik
41.8
detik
35.2
detik
9.4-11.3
23.4-36.8
49
Irama
: Sinus Takikardi
Frekuensi
Posisi elektrik
: 90
Axis
: Normoaxis
50
Zona transisi
: (-)
Gelombang P
Gelombang QRS
: 0,08 detik
Gelombang U
: (-)
Interval PR
: 0,12 detik
Interval QRS
: 0,08 detik
Interval QT
: 0,28 detik
Gelombang T
Segmen ST
: ST Elevasi V1-V4
Lain lain
Kesan
V. DAFTAR MASALAH
No
Masalah Aktif
Tanggal
51
No
Masalah Pasif
Tanggal
1.
Recent
STEMI 5/05/2015
anteroseptal
2.
DM tipe II
3.
Pneumonia
4.
Infeksi
5/05/2015
kaki
diabetes tipe II
5/05/2015
5/05/2015
IP Dx :
IP Rx :
- Bed rest
- 02 3 liter/menit nasal kanul
- Infus RL 20 tetes/menit
- Captopril 6.25 mg / 8 jam p.o
- Aspilet loading 160 mg
80 mg/24 jam
75 mg/24 jam
- Hemodinamik
- elektrokardiogram setiap hari
- keluhan nyeri dada
IP Ex :
52
2. DM tipe II
Assesmen : Status glikemik
Komplikasi : -Makroangiopati : PJI, Penyakit arteri perifer
-Mikroangiopati :Retinopati DM, Neuropati DM, Nefropati
DM
IP Dx : Urin rutin, funduskopi, GD I-II, HbA1c, EMG
IP Rx : - Infus RL 20 tetes/menit
- Insulin rapid 6-6-6 unit 5 menit a.c
- Insulin basal 10 unit jam 22.00
IP Mx : - GD I/II 2x/minggu, HbA1C/3 bulan
IP Ex : - Kurangi makanan manis, makanan yang dimakan hanya yang
diberikan dari Rumah Sakit.
3. Pneumonia
Assesmen : etiologi : kuman, jamur, virus
IP Dx: - Pengecatan sputum gram, jamur, BTA, kultur sputum.
- X-Foto Thorax
IP Rx : - Inj.Ceftriaxon 2 gr/24 jam i.v
-
IP Mx : RR, keluhan batuk dan sesak, ronkhi basah kasar berkurang atau
tidak.
IP Ex : - Menampung dahak untuk diperiksa
- Bila batuk ditutupi tissue, gunakan masker
- Tidak membuang dahak sembarangan
- Kompres bila demam.
53
CATATAN KEMAJUAN
Tgl
Pemeriksaan
fisik/laboratorium
Problem
54
Terapi/program
5/05/1
5
23:00
6/05/1
5
auskultasi: Suara
dasar vesicular +/
+, Ronki basah
kasar di VT V-VI
(+/+) .
EKG
:
Infark
anteroseptal
dengan ST elevasi
GDS : 354 mg/dl
BGA : ALI
auskultasi: Suara
dasar vesicular +/
+, Ronki basah
kasar di VT V-VI
(+/+) .
EKG
:
Infark
55
1.
2.
3.
4.
02 3 liter/menit
Infus Nacl 0,9%, 20 tpm
Injeksi furosemid 1 ampul i.v
Cedocard syringe pump jalan 1
g/kgBB/menit
5. Aspilet 80 mg/24jam
6. ISDN 5mg/8jam
7. Captopril 6.25 mg/8jam p.o
8. Spironolakton 25 mg/24 jam p.o
9. Humulin R 10 unit i.v
10. Heparin 3000 unit bolus iv,
lanjut 750 unit/jam syringe
pump
11. Cek PPT/PTTK/12jam
12. CKMB, Troponin I/8jam
13. GDS/2jam
14. SP Insulin sesuai GDS
15. Insulin 10 unit intravena
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
02 3 liter/menit
Infus Nacl 0,9%, 20 tpm
Injeksi Ceftriaxon 2 gr/24 jam
Clindamisin 300mg/8jam
Aspilet 80 mg/24jam
Clopidogrel 75mg/24jam
ISDN 5mg/8jam
Insulin sliding scale SC/4jam
7/05/1
5
anteroseptal
dengan ST elevasi
Troponin <0.01
auskultasi: Suara
dasar vesicular +/
+, Ronki basah
kasar di VT V-VI
(+/+) .
EKG
:
Infark
anteroseptal
dengan ST elevasi
Troponin <0.01
56
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
02 3 liter/menit
Infus Nacl 0,9%, 20 tpm
Injeksi Ceftriaxon 2 gr/24 jam
Clindamisin 300mg/8jam
Aspilet 80 mg/24jam
Clopidogrel 75mg/24jam
ISDN 5mg/8jam
Insulin sliding scale SC/4jam
Captopril 6,25mg/8jam
BAB III
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang diatas didapatkan beberapa diagnosis. Dari anamnesis didapatkan
keluhan nyeri dada yang muncul tiba-tiba saat beraktivitas dan dipengaruhi
aktivitas, nyeri hilang bila pasien menghentikan aktivitasnya dan mengangkat
lengannya. Keluhan tersebut merupakan keluhan yang khas didapatkan pada
pasien dengan angina pectoris, pada angina pectoris selain nyeri dirasakan di
dada, dapat juga dirasakan di daerah bahu, leher, menjalar ke lengan dan pada ulu
hati. Namun pada pasien ini nyeri hanya dirasakan tepat di bagian dada kiri.
Pasien juga mengeluh demam dalam dua hari terakhir, disertai batuk
dengan lendir berwarna
dimana hasil pemeriksaan fisik paru ditemukan adanya suara ronkhi basah kasar
di bagian medial paru anterior dekstra-sinistra dan bagian medial paru posterior
dekstra. Hal ini mengarah ke diagnosis pneumonia dimana tatalaksana utamanya
adalah pemberian antibiotik sesuai hasil kultur. Akan tetapi karena pembiakan
bakteri memerlukan waktu lama, maka pemberian antibiotik spektrum luas dalam
kasus ini ceftriaxon 2 gr/24 jam i.v dan clindamisin 300 mg/8jam diberikan
mengingat penyakit yang berat dan dapat mengancam jiwa.
Pasien mengatakan bahwa kaki kirinya merasa nyeri yang dirasa menjalar
sampai dibawah lutut, disertai bengkak, panas, keluar nanah dan berdarah bila
dipencet. Nyeri dirasa sejak satu bulan yang lalu setelah pasien menginjak benda
tajam dan muncul luka yang tak kunjung sembuh. Pasien menyatakan didiagnosis
menderita diabetes sejak 10 tahun yang lalu namun tidak pernah berobat, hasil
pemeriksaan penunjang gula darah sewaktu saat pasien datang ke IGD RSUP Dr.
Kariadi menunjukkan kadar gula darah yang tinggi yakni 399 mg/dl. Adanya
Infeksi pada kaki diabetes
darah, dimana infeksi dapat memperburuk kendali glukosa darah, dan kadar
glukosa darah yang tinggi memudahkan atau memperburuk infeksi sehingga
57
munculnya sedikit saja luka yang terinfeksi akan sulit sembuh. Penatalaksanaan
DM dalam kasus ini kita laksanakan sesuai dengan 4 pilar penatalaksanaan DM.
Pertama, edukasi pasien beserta peran aktif dari keluarga dan masyarakat untuk
mendukung pola gaya hidup pasien dengan DM. Berikan edukasi mengenai
pemantauan glukosa darah secara mandiri, setelah mendapatkan pelatihan khusus.
Sampaikan juga, pencegahan terjadinya luka terutama bagian kaki yakni dengan
selalu menggunakan alas kaki. Kedua, terapi nutrisi medis yang menyeluruh
dengan prinsip pengaturan makanan pada pasien diabetes sesuai dengan
kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Perlu juga ditekankan
pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah
makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah
atau insulin. Ketiga, latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama
kurang lebih 30 menit. Keempat, terapi farmakologisyang terdiri dari obat oral
dan bentuk suntikan. Pasien ini diberikan insulin 10 unit i.v, insulin intravena
diberikan atas dasar pasien sedang mengalami stress berat ( infeksi, infark
miokard).
58
DAFTAR PUSTAKA
1. Michael S Figueroa MD and Jay I Peters MD FAARC, Congestive Heart
Failure: Diagnosis, Pathophysiology, Therapy, and Implications for
Respiratory Care, RESPIRATORY CARE , APRIL 2006 VOL 51 NO 4
2. Corwin, Elizabeth J. 2009.Buku Saku PATOFISIOLOGI.Jakarta :EGC
3. Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti S, editor. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Interna Publishing, 2009
4. Rilantono Lyli, Baraas F, Karo S. Buku Ajar Kardiologi FK UI. 2001:
Jakarta.
5. Nurdjanah, Siti. Sudoyo, Aru W dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid I. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI: 2006. p;443-448
6. Masjoer A. Kapita selekta kedokteran jilid 3. Media Ausclapius FKUI.
Jakarta. 2001
7. Boedhi DR. Dr. Penyakit Jantung. Semarang: Fakultas Kedoteran
Universitas Diponegoro.
8. Karim sjukri, Peter kabo. EKG dan penanggulangan beberapa penyakit
jantung untuk dokter umum. Jakarta : Fakultas Kedoteran Universitas
Indonesia.
9. Sherwood Lauralee.Fisiologi manusia dari sel ke sistem.Ed 2.Jakarta:
EGC ;2001
10. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.Pneumonia Komuniti.Pedoman
diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia.Jakarta:Balai Penerbit
FKUI.2003 tersedia di http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensuspneumoniakom/pneumon
ia%20komuniti.html
59
12. Moro O Salifu, MD, MPH, FACP; Chief Editor: Vecihi Batuman, MD,
FACP, FASN.
Azotemia Clinical
Presentation.
2012.
http://emedicine.medscape.com/article/238545-clinical
13. Chobanian AV, et al. The seventh report of the Joint National Committee
on
Pressure. 2004.
14. Indonesian Society of Hypertension. Konsensus Penanggulangan Krisis
Hipertensi. 2008
15. Kasper D.L, Braunwald E, Fauci A.S, Hauser S.L, Longo D.L, Jameson
J.L,
editor.
Harrisons
Medical Publishing
Manual
Division, 2005
60
of
Medicine.
Mc
Graw-Hills