Anda di halaman 1dari 19

1.

Memahami dan Menjelaskan BPJS


Definisi BPJS
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum public yang dibentuk untuk
menyelenggarakan program jaminan sosial. BPJS terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan.BPJS kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program
jaminan kesehatan
Jenis Pelayanan
Peserta BPJS Kesehatan adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam)
bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran, meliputi :
1. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI) : fakir miskin dan orang tidak mampu, dengan
penetapan peserta sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan.
2. Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Non PBI), terdiri dari :

Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya


a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Pegawai Negeri Sipil;


Anggota TNI;
Anggota Polri;
Pejabat Negara;
Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri;
Pegawai Swasta; dan
Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd f yang menerima Upah.

Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.

Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya


a. Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri; dan
b. Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah.

Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.

Bukan pekerja dan anggota keluarganya


a. Investor;
b. Pemberi Kerja;
c. Penerima Pensiun, terdiri dari :
o Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun;
o Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun;
o Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun;
o Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun yang mendapat hak pensiun;
o Penerima pensiun lain; dan
o Janda, duda, / anak yatim piatu dari penerima pensiun lain yang mendapat hak pensiun.
d.
e.
f.
g.

Veteran;
Perintis Kemerdekaan;
Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan; dan
Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd e yang mampu membayar iuran.

ANGGOTA KELUARGA YANG DITANGGUNG


1. Pekerja Penerima Upah :
o Keluarga inti meliputi istri/suami dan anak yang sah (anak kandung, anak tiri dan/atau
anak angkat), sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang.
o Anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah, dan anak angkat yang sah, dengan
kriteria:
Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri;
Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua puluh lima)
tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal.
2. Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja : Peserta dapat mengikutsertakan anggota
keluarga yang diinginkan (tidak terbatas).
3. Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan, yang meliputi anak ke-4 dan
seterusnya, ayah, ibu dan mertua.
4. Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan, yang meliputi kerabat lain seperti
Saudara kandung/ipar, asisten rumah tangga, dll.
Tatacara pelayanan sistem rujukan BPJS kesehatan
setiap peserta BPJS kesehatan yang sakit tidak bisa serta merta menuju ke rumah sakit yang di inginkan,
jika sakit kita langsung menuju ke faskes tk 1 yang kita tunjuk sesuai yang tertera di kartu BPJS kita baik
itu puskesmas, klinik kesehatan atau dokter pribadi.Ingat Apabila Sakit Ke Faskes Tk 1 sesuai di Kartu
Sistem rujukan BPJS Kesehatan
didalam BPJS kesehatan dikenal 3 penggolongan fasilitas kesehatan diantaranya

Faskes TK I (Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama): puskesmas, klinik atau dokter umum.
Disebut juga Faskes Primer.
Faskes TK II (Fasilitas Kesehatan Tingkat Kedua): pelayanan kesehatan spesialistik oleh
dokter spesialis atau dokter gigi spesialis.
Faskes RTL (Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan): 1. Klinik utama atau yang setara, 2.
Rumah Sakit Umum, 3. Rumah Sakit Khusus

IURAN
1. Bagi peserta Penerima Bantun Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan iuran dibayar oleh Pemerintah.
2. Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja pada Lembaga Pemerintahan terdiri dari
Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non
pegawai negeri sebesar 5% (lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan : 3%
(tiga persen) dibayar oleh pemberi kerja dan 2% (dua persen) dibayar oleh peserta.
3. Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja di BUMN, BUMD dan Swasta sebesar
4,5% (empat koma lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan : 4% (empat
persen) dibayar oleh Pemberi Kerja dan 1% (satu persen) dibayar oleh Peserta.
4. Iuran untuk keluarga tambahan Pekerja Penerima Upah yang terdiri dari anak ke 4 dan
seterusnya, ayah, ibu dan mertua, besaran iuran sebesar sebesar 1% (satu persen) dari dari gaji
atau upah per orang per bulan, dibayar oleh pekerja penerima upah.

5. Iuran bagi kerabat lain dari pekerja penerima upah (seperti saudara kandung/ipar, asisten rumah
tangga, dll); peserta pekerja bukan penerima upah serta iuran peserta bukan pekerja adalah
sebesar:
o
o
o

Sebesar Rp. 25.500,- (dua puluh lima ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan dengan
manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.
Sebesar Rp. 42.500,- (empat puluh dua ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan
dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II.
Sebesar Rp. 59.500,- (lima puluh sembilan ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan
dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.

6. Iuran Jaminan Kesehatan bagi Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan janda, duda, atau anak yatim
piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan, iurannya ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari
45% (empat puluh lima persen) gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III/a dengan
masa kerja 14 (empat belas) tahun per bulan, dibayar oleh Pemerintah.
7. Pembayaran iuran paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan
Denda Keterlambatan Pembayaran Iuran
1. Keterlambatan pembayaran Iuran untuk Pekerja Penerima Upah dikenakan denda administratif sebesar
2% (dua persen) per bulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu 3 (tiga) bulan,
yang dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak oleh Pemberi Kerja.
2. Keterlambatan pembayaran Iuran untuk Peserta Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja dikenakan
denda keterlambatan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak
untuk waktu 6 (enam) bulan yang dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak.
Tujuan
Dengan adanya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh BPJS bertujuan untuk memberikan perlindungan
kesehatan agar setiap peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan
Manfaat
Setiap peserta berhak memperoleh manfaat jaminan kesehatan yang bersifat pelayanan kesehatan
perorangan, mencakup pelayanan promotif, preventif, (Promotif & preventif : penyuluhan kesehatan
perorangan, imunisasi dasar, KB & skrining kesehatan), kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat
dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang diperlukan. Manfaat jaminan
kesehatan sebagaimana dimaksud terdiri atas manfaat medis dan manfaat non medis. Manfaat medis tidak
terikat dengan besaran iuran yang dibayarkan. Manfaat non medis meliputi manfaat akomodasi, dan
ambulans.
Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan meliputi :
1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, yaitu pelayanan kesehatan non spesialistik mencakup:
Administrasi pelayanan
Pelayanan promotif dan preventif
Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis
Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif
Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
Transfusi darah sesuai kebutuhan medis
Pemeriksaan penunjang diagnosis laboratorium tingkat pertama

Rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi


2. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, yaitu pelayanan kesehatan mencakup:
Rawat jalan, meliputi:
o Administrasi pelayanan
o Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan
sub spesialis
o Tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis
o Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
o Pelayanan alat kesehatan implant
o Pelayanan penunjang diagnostic lanjutan sesuai dengan indikasi medis
o Rehabilitasi medis
o Pelayanan darah
o Peayanan kedokteran forensik
o Pelayanan jenazah di fasilitas kesehatan
Rawat Inap yang meliputi:
o Perawatan inap non intensif
o Perawatan inap di ruang intensif
o Pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh Menteri
Prinsip
BPJS memiliki empat prinsip dasar yang menjadi acuan dalam pelaksanaannya.
a. gotong royong, maksudnya adalah yang tidak sakit menolong yang sakit, yang tua menolong
yang tua.
b. Portability artinya adalah semua anggota BPJS bisa melakukan pengobatan di semua wilayah.
c. ekuitas/kesamaan layanan ini dimaksudkan bahwa standar layanan yang diberikan sama di semua
wilayah.
d. akuntabilitas, karena BPJS sebagai badan akan diaudit oleh BPK dan intansi lain yang terkait.
2.Memahami dan Menjelaskan Pembiayaan Kesehatan
Sumber pembiayaan praktek keluarga
Keuangan dalam praktik DOGA tercatat secara seksama dengan cara yang umum dan bersifat
transparansi. Manajemen keuangannya dapat mengikuti sistem pembiayaan praupaya maupun sistem
pembiayaan fee for service.

Manajemen Pembiayaan Klinik Doga

Berdasarkan bagan tersebut, dapat disimpulkan bahwa sistem pembiayaan klinik dokter keluarga dapat
berasal dari asuransi sosial, asuransi komersial, dan out of pocket. Model pembiayaan yang diterapkan
sesuai dengan kebutuhan.
Bentuk - Bentuk Pembiayaan Pra-Upaya
Mengingat bentuk pembayaran pra-upaya banyak menjanjikan keuntungan, maka pada saat ini bentuk
pembayaran pra-upaya tersebut banyak diterapkan. Pada dasarnya ada tiga bentuk pembiayaan secara praupaya yang dipergunakan.
Ketiga bentuk yang dimaksud adalah:
1) Sistem kapitasi (capitation system)
Yang dimaksud dengan sistem kapitasi adalah sistem pembayaran dimuka yang dilakukan oleh
badan asuransi kepada penyelenggara pelayanan kesehatan berdasarkan kesepakatan harga yang
dihitung untuk setiap peserta untuk jangka waktu tertentu. Dengan sistem pembayaran ini, maka
besarnya biaya yang dibayar oleh badan asuransi kepada penyelenggara pelayanan yang tidak
ditentukan oleh frekwensi penggunaan pelayanan kesehatan oleh peserta, melainkan ditentukan
oleh jumlah peserta dan kesepakatan jangka waktu jaminan.
2) Sistem paket (packet system)
Yang dimaksud dengan sistem paket adalah sistem pembayaran di muka yang dilakukan oleh
badan asuransi kepada penyelenggara pelayanan kesehatan berdasarkan kesepakatan harga yang
dihitung untuk suatu paket pelayanan kesehatan tertentu. Dengan sistem pembayaran ini, maka
besarnya biaya yang dibayar oleh badan asuransi kepada penyelenggara pelayanan kesehatan
tidak ditentukan oleh macam pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, melainkan oleh paket
pelayanan kesehatan yang dimanfaatkan. Penyakit apapun yang dihadapi, jika termasuk dalam
satu paket pelayanan yang sama, mendapatkan biaya dengan besar yang sama. Sistem
pernbiayaan paket ini dikenal pula dengan nama sistem pembiayaan kelompok diagnosis terkait
(diagnosis related group) yang di banyak negara maju telah lama diterapkan.
3) Sistem anggaran (budget system)
Yang dimaksud dengan sistem anggaran adalah sistem pembayaran di muka yang dilakukan oleh
badan asuransi kepada penyelenggara pelayanan kesehatan berdasarkan kesepakatan harga, sesuai
dengan besarnya anggaran yang diajukan penyelenggara pelayanan kesehatan. Sama halnya
dengan sistern paket, pada sistem anggaran ini, besarnya biaya yang dibayar oleh badan asuransi
kepada penyelenggara pelayanan kesehatan tidak ditentukan oleh macam pelayanan kesehatan
yang diselenggarakan, melainkan oleh besarnya anggaran yang telah disepakati.
.

Mengenai sistem pembiayaan dokter keluarga, ASKES sebagai salah satu BUMN yang digadang menjadi
BPJS menerapkan besaran kapitasi Dokter keluarga mengacu pada pola perhitungan yang didasarkan
pada 2 (dua) ketentuan popok:
Hasil penetapan penggololongan Dokter Keluarga berdasarkan kapasitas pelayan yang dimiliki

Penetapan komposisi jenis kelamin dan umur peserta yang terdaftar di Dokter Keluarga tersebut
(Community Rating by Class)

Pembayaran besaran kapitasi tersebut, pada prinsipnya hanya dapat dilakukan bila Kantor Cabang telah
melaksanakan perhitungan sesuai ketentuan-ketentuan pokok seperti di atas Penetapan penggolongan
Dokter Keluarga berdasarkan kapitasi pelayanan yang dimilikinya dilakukan melalui pelaksanaan seleksi
PPK (credentialing) dan seleksi kembali PPK (re-credentialing) dengan memperhatihkan indicator
penentu yakni:
Hasil penilaian sarana dan prasarana
Ketersediaan tenaga perawat
Ketersediaan tenaga administrasi
Kemampuan penyediaan sarana laboratorium
Penggolongan besaran kapitasi Dokter Keluarga berdasarkan kapasitas
Pelayanan yang dimiliki di bagi atas 3 kategori yakni:
Kategori Kapitasi A yakni apabila Dokter Keluarga memenuhi seluruh indicator (indicator
penentu point (1)-(4) point c). besaran kapitasi yang ditetapkan adalah maksimal sebesar Rp
6500,00 per jiwa
Kategori Kapitasi B yakni apabila Dokter Keluarga hanya mampu memenuhi minimal 2 (dua)
indicator penentu. Besaran kapitasi yang ditetapkan adalah maksimal sebesar Rp 6000,00 per
jiwa
Kategori Kapitasi C yakni apabila Dokter keluarga hanya mampu memenuhi indicator sarana dan
prasarana sedangkan indicator penentu lainnya tidak terpenuhi. Besarnya kapitasi yang ditetapkan
adalah maksimal Rp 5500,00
Penetapan komponen besaran kapitasi yang dibayarkan kepada Dokter Keluarga untuk masing-masing
kategori adalah sebagai berikut:
Kategori Kapitasi A yakni maksimal sebesar Rp 6.500,00 per jiwa, terdiri dari: jasa medis dokter,
pelayanan obat dan pelayanan laboratorium sederhana (darah rutin dan urine rutin). Besaran jasa
medis dokter adalah sebesar Rp 2.000,00, siasanya adalah biaya obat dan pelayanan laboratorium
sederhana (darah rutin dan urine rutin).
Kategori Kapitasi B yakni maksimal sebesar Rp 6.000,00 per jiwa terdiri dari : jasa medis dokter,
pelayanan obat dan salah satu pelayanan laboratorium sederhana (darah rutin dan urine rutin).
Besaran jasa medis dokter adalah sebesar Rp 2.000,00, sisanya adalah biaya obat dan salah satu
pelayanan laboratorium sederhana (darah rutin dan urine rutin).
Kategori Kapitasi C yakni maksimal sebesar Rp 5.500,00 per jiwa, terdiri dari : jasa medis dokter,
pelayanan obat (tanpa pelayanan laboratorium sederhana). Besaran jasa medis dokter adalah
sebesar Rp 2.000,00, sisanya adalah pelayanan obat (tanpa pelayanan laboratorium sederhana)
Jenis sistem pembiayaan
Jenis pelayanan kesehatan dan pembiayaan kesehatan antara lain :

1. Penataan Terpadu (managed care)


Merupakan pengurusan pembiayaan kesehatan sekaligus dengan pelayanan kesehatan. Pada saat
ini penataan terpadu telah banyak dilakukan di masyarakat dengan program Jaminan Pelayanan
Kesehatan Masyarakat atau JPKM. Managed care membuat biaya pelayanan kesehatan yang
dikeluarkan bisa lebih efisien.
Persyaratan agar pelayanan managed care di perusahaan dapat berhasil baik, antara lain:

Para pekerja dan keluarganya yang ditanggung perusahaan harus sadar bahwa kesehatannya
merupakan tanggung jawab masing-masing atau tanggung jawab individu. Perusahaan akan
membantu upaya untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Para pekerja harus menyadari bahwa managed care menganut sistem rujukan.
Para pekerja harus menyadari bahwa ada pembatasan fasilitas berobat, misalnya obat yang
digunakan adalah obat generik kecuali bila keadaan tertentu memerlukan life saving.
Prinsip kapitasi dan optimalisasi harus dilakukan

2. Sistem reimbursement
Perusahaan membayar biaya pengobatan berdasarkan fee for services. Sistem ini memungkinkan
terjadinya over utilization. Penyelewengan biaya kesehatan yang dikeluarkan pun dapat terjadi
akibat pemalsuan identitas dan jenis layanan oleh karyawan maupun provider layanan kesehatan.
3. Asuransi
Perusahaan bisa menggunakan modal asuransi kesehatan dalam upaya melaksanakan pelayanan
kesehatan bagi pekerjanya. Dianjurkan agar asuransi yang diambil adalah asuransi kesehatan yang
mencakup seluruh jenis pelayanan kesehatan (comprehensive), yaitu kuratif dan preventif. Asuransi
tersebut menanggung seluruh biaya kesehatan, atau group health insurance (namun kepada pekerja
dianjurkan agar tidak berobat secara berlebihan).
4. Pemberian Tunjangan Kesehatan
Perusahaan yang enggan dengan kesukaran biasanya memberikan tunjangan kesehatan atau
memberikan biaya kesehatan kepada pegawainya dalam bentuk uang. Sakit maupun tidak sakit
tunjangannya sama. Sebaiknya tunjangan ini digunakan untuk mengikuti asuransi kesehatan (family
health insurance). Tujuannya adalah menghindari pembelanjaan biaya kesehatan untuk kepentingan
lain, misalnya untuk membeli rokok, minuman beralkohol, dan hal hal lain yang malah merugikan
kesehatannya.
5. Rumah Sakit Perusahaan
Perusahaan yang mempunyai pegawai berjumlah besar akan lebih diuntungkan apabila
mengusahakan suatu rumah sakit untuk keperluan pegawainya dan keluarga pegawai yang
ditanggungnya. Menyangkut kesehatan pegawainya, rumah sakit perusahaan harus menyiapkan
rekam medis khusus, yang lebih lengkap, dan perlu dievaluasi secara periodik. Perlu diingatkan
bahwa pelayanan kesehatan yang didapat dari rumah sakit perusahaan diupayakan bisa lebih baik
bila dibandingkan jika dilayani oleh rumah sakit lain. Dengan demikian, pegawai perusahaan yang
dirawat akan merasa puas dan bangga terhadap fasilitas yang disediakan. Rasa senang menerima
fasilitas kesehatan ini akan membuahkan semangat bekerja untuk membalas jasa perusahaan yang
dinikmatinya.
Secara universal, beberapa jenis asuransi kesehatan yang berkembang di Indonesia :
Asuransi Kesehatan Sosial (Social Health Insurance)
Asuransi ini memegang teguh prinsipnya bahwa kesehatan adalah sebuah pelayanan sosial, pelayanan
kesehatan tidak boleh semata-mata diberikan berdasarkan status sosial mayarakat sehingga semua

lapisan berhak untuk memperoleh jaminan pelayanan kesehatan.Asuransi Kesehatan Sosial


dilaksanakan menggunakan prinsip :
o Keikutsertaan bersifat wajib
o Menyertakan tenaga kerja dan keluarganya
o Iuran/premi berdasarkan gaji/pendapatan
o Untuk Askes menetapkan 2% dari gaji pokok PNS
o Premi untuk tenaga kerja ditanggung bersama (50%) oleh pemberi kerja dan tenaga kerja
o Premi tidak ditentukan oleh resiko perorangan tetapi didasarkan pada resiko kelompok
o Tidak diperlukan pemeriksaan kesehatan awal
o Jaminan pemeliharaan kesehatan bersifat menyeluruh
o Peran pemerintah sangat besar untuk mendorong berkembangnya asuransi kesehatan sosial di
Indonesia

Asuransi Kehatan Komersial Perorangan (Private Voluntary Health Insurance)


Model asuransi kesehatan ini juga berkembang di Indonesia, dapat dibeli preminya baik oleh individu
maupun segmen masyarakat kelas menengah ke atas.Asuransi kesehatan komersial perorangan
mempunyai prinsip kerja sebagai berikut :
o Kepesertaannya bersifat perorangan dan sukarela
o Iuran/premi berdasarkan angka absolut, ditetapkan berdasar jenis tanggungan yang dipilih
o Premi didasarkan atas resiko perorangan dan ditentukan oleh faktor usia, jenis kelamin, dan jenis
pekerjaan
o Dilakukan pemeriksaan kesehatan awal
o Santunan diberikan sesuai kontrak
o Peranan pemerintah relatif kecil

Asuransi Kesehatan Komersial Kelompok (Regulated Voluntary Health Insurance)


Prinsip-prinsip dasar sebagai berikut :
o Keikutsertaannya bersifat sukarela tetapi berkelompok
o Iuran / preminya dibayar berdasarkan atas angka absolute
o Perhitungan premi bersifat community rating yang berlaku untuk kelompok masyarakat
o Santunan diberikan sesuai kontrak
o Tidak diperlukan pemeriksaan awal
o Peranan pemerintah cukup besar dengan membuat undang-undang

Tujuan pembiayaan kesehatan


Tujuan pembiayaan kesehatan adalah tersedianya pembiayaan kesehatan dengan jumlah yang mencukupi,
teralokasi secara adil dan termanfaatkan secara berhasil-guna dan berdaya-guna, untuk menjamin
terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya.
Pokok utama dalam pembiayaan kesehatan adalah:
o Mengupayakan kucukupan dan kesinambungan pembiayaan kesehatan pafa tingkat pusat dan
daerah
o Mengupayakan pengurangan pembiayaan OOP dan meniadakan hambatan pembiayaan untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan terutama kelompok miskin dan rentan melalui pengembangan
jaminan
o Peningkatan efisiensi dan efektifitas pembiayaan kesehatan

Memahami dan Menjelaskan Manajemen Klinik Dokter Keluarga


Fasilitas
Struktur Organisasi Manajemen Klinik Dokter Keluarga
Man
Medis:Dokter Keluarga,Spesialis,Paramedis
NonMedis:Administrasi,Teknisi,Operator komputer,dll
Money
Sistem Pra Upaya
Sistem Sharing, individu, kolektif,dll
Sistem Fee for services
Material
Produk Pelayanan Dokkel:10 paket pelayanan kesehatan dokter keluarga
Machine
Sentra:
o Peralihan pelatihan/pendidikan dokter keluarga
o Pelayanan kesehatan:subklinik DK,klinik DK type I,II
Methode
Organisasi:Struktur,job discription,alu rkerja
Standarisasi:
o Produk Yankes
o dokter keluarga
o Fasilitas-klinik DK
o Prosedur-pelayanan+rujukan+report
o Sistem informasi-komunikasi/data
o Biaya
o Evaluasi
o Intervensi
Organisasi:
Intraklinik
Interklinik
Ekstraklinik:
o Dr.Spesialis
o Rumahsakit/klinikrujukan
o Apotik/Labmedis
o Org.Profesikesehatanlain
Standarisasi:
Module,
Form:Hidupsehat,
panduan,SOP
JenisKlinikDokterKeluarga:
a. Klinik keluarga mandiri(free-standingfamilyclinic)
Dapat dilaksanakan secara solo
Bersamasama dalam satu kelompok
b. Klinik keluarga merupakan bagian dari rumah sakit(satelitefamilyclinic)

Halhal essensial yang harus dipenuhi:


a) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan primer
b) Terletak ditempat strategis(mudah dicapai dengan kendaraan umum)
c) Bangunannya memenuhi syarat untuk pelayanan kesehatan
d) Dilengkapi dengan sarana administratif yang memenuhi syarat
e) Dilengkapi dengan sarana komunikasi
f) Mempuny isejumlah tenaga dokter yang telah lulus pelatihan DK
g) Mempunyai sejumlah tenaga pembantu klinik dan paramedic telah lulus pelatihan pembantu DK
Program menjaga mutu adalah suatu upaya yang berkesinambunagn, sistematis dan objektif dalam
memantau dan menilai pelayanan yang diselenggrakan dibandingkan dengan standar yang telah
ditetapkan, serta menyelesaikan masalah yang ditemukan untuk memeperbaiki mutu pelayanan. (Maltos
and Keller, 1989)
Karakteristik program menjaga mutu ada empat macam :
Program menjaga mutu harus dilakukan secara berkesinambungan. Artinya pelaksanaan program menjaga
mutu tidak hanya satu kali, tetapi harus terus menerus. Dalam kaitan perlunya memenuhi sifat
berkesinambungan, program menjaga mutu sering pula disebut dengan nama program meningkatkan
mutu berkelanjutan (continous quality improvement program).
1) Program menjaga mutu harus dilaksanakan secara simpatis. Artinya pelaksanaan program
menjaga mutu harus mengikuti alur kegiatan serta sasaran yang baku. Alur kegiatan yang
dimaksud dimulai dengan menetapkan masalah dan penyebab masalah mutu, dilanjutkan
dengan menetapkan dan melaksanakan upaya penyelesaian masalah, untuk kemudian
diakhiri dengan melakukan penilaian serta menyusun saran-saran untuk tindak lanjut.
Sedangkan sasaran yang dimaksud adalah semua unsur pelayanan yakni lingkungan,
masukan proses serta keluaran pelayanan.
2) Program menjaga mutu harus dilaksanakan secara objektif. Artinya pelaksanaan program
menjaga mutu, terutama pada waktu menetapkan masalah penyebab masalah dan penilaian,
tidak dipengaruhi oleh berbagai pertimbangan lain. Kecuali atas dasar data yang ditemukan.
Untuk menjamin objektifitas, dipergunakanlah berbagai standar dan indikator.
3) Program menjaga mutu harus dilakukan secara terpadu. Artinya pelaksanaan program
menjaga mutu harus terpadu dengan pelayanan yang diselengarakan, bukanlah program
menjaga mutu yang baik. Karena adanya sifat terpadu ini. Program menjaga mutu disebut
pula sebagai manajamen mutu terpadu (total quality management).
Unsur program menjaga mutu banyak macamnya. Unsur-unsur yang dimaksud :
1) Mutu pelayanan. Mutu pelayanan yang dimaksud adalah menunjuk kepada tingkat
kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggrakan, yang di satu pihak dapat
menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan tinkat kepuasan rata-rata
penduduk, serta di pihak lain tata cara penyelengaraannya sesuai dengan kode etik dari
standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan.
2) Sasaran program menjaga mutu. Untuk melaksanakan hal ini diperkukan empat hal :
a. Unsur masukan. Yang dimaksud adalah semua hal yang diperlukan untuk dapat
menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Yang termasuk dalam hal ini adalah tenaga
pelaksana, sarana dan dana.
b. Unsur lingkungan. Yang dimakud lingkungan adalah keadaan sekitar yang
mempengaruhi pelayanana kesehatan. Untuk satu saran pelayanan kesehatan yang

terpenting adalah kebijakan (policy), struktur organisasi (organization) serta sistem


manajemen (management) yang diterapkan.
c. Unsur proses. Yang dimaksud dengan unsur proses di sini adalah semua tindakan yang
dilakukan pada pelayanan kesehatan. Tindakan ini secara umum dapat dibedakan atas
dua macam. Pertama, tindakan medis (medical procedure) mulai dari anamesis sampai
dengan pengobatan. Kedua, tindakan non medis (non medical procedure) seperti tata
cara rekam medis, persetujuan tindakan medis, penerimaan dan perawatan pasien dan
lain selanjutnya yang seperti ini.
d. Unsur keluaran. Yang dimaksud dengan unsur keluaran adalah yang menunjukan pada
penampilan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan. Penampilan pelyanan tersebut
dibedakan atas dua macam :
a) Penampilan aspek media (medical performance) seperti misalnya kesembuhan
penyakit, kecacatan dan atau kematian.
b) Penampilan aspek non medis (non mediacal performance) seperti misalnya kepuasan
dan keluhan pasien.
Kriteria
Klinik Dokter Keluarga
a)
b)
c)
d)
e)

Merupakan klinik yang menyelenggarakan Sistem Pelayanan Dokter Keluarga (SPDK)


Sebaiknya mudah dicapai dengan kendaraan umum. (terletak di tempat strategis)
Mempunyai bangunan yang memadai, d) Dilengkapi dengan saraba komunikasi,
Mempunyai sejumlah tenaga dokter yang telah lulus pelatihan DK
Mempunyai sejumlah tenaga pembantu klinik dan paramedis telah lulus perlatihan khusus
pembantu KDK
f) Dapat berbentuk praktek mandiri (solo) atau berkelompok.
g) Mempunyai izin yang berorientasi wilayah
h) Menyelenggarakan pelayanan yang sifatnya paripurna, holistik, terpadu, dan berkesinambungan
i) Melayani semua jenis penyakit dan golongan umur
j) Mempunyai sarana medis yang memadai sesuai dengan peringkat klinik ybs.
Pelayanan
Sistem Pelayanan Dokter Keluarga ( SPDK )
Untuk menunjang tugas dan wewenangnya diperlukan Sistem Pelayanan DOGA yang terdiri atas
komponen :
a) Dokter keluarga yang menyelenggarakan pelayanan primer di klinik Dokter Keluarga (KDK)
b) Dokter Spesialis yang menyelenggarakan pelayanan sekunder di klinik Dokter Spesialis (KDSp)
c) Rumah sakit rujukan
d) Asuransi kesehatan/ Sistem Pembiayaan
e) Seperangkat peraturan penunjang.
Dalam sistem ini kontak pertama pasien dengan dokter akan terjadi di KDK yang selanjutnya akan
menentukan dan mengkoordinasikan keperluan pelayanan sekunder jika dipandang perlu sesuai dengan
SOP standar yang disepakati. Pasca pelayanan sekunder, pasien segera dirujuk balik ke KDK untuk
pemantauan lebih lanjut. Tata selenggarapelayanan seperti ini akan diperkuat oleh ketentuan yang
diberlakukan dalam skema JPKM/asuransi.
Pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga banyak macamnya. Secara umum dapat
dibedakan atas tiga macam:

a) Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan


Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga hanya pelayanan
rawat jalan saja. Dokter yang menyelenggarakan praktek dokter keluarga tersebut tidak
melakukan pelayanan kunjungan dan perawatan pasien di rumah atau pelayanan rawat inap di
rumah sakit. Semua pasien yang membutuhkan pertolongan diharuskan datang ke tempat praktek
dokter keluarga. Jika kebetulan pasien tersebut memerlukan pelayanan rawat inap, pasien tersebut
dirujuk ke rumah sakit.
b) Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan, kunjungan dan perawatan pasien dirumah.
Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga mencakup
pelayanan rawat jalan serta pelayanan kunjungan dan perawatan pasien di rumah. Pelayanan
bentuk ini lazimnya dilaksanakan oleh dokter keluarga yang tidak mempunyai akses dengan
rumah sakit.
c) Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan, kunjungan dan perawatan pasien di rumah, serta
pelayanan rawat inap di rumah sakit.
Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga telah mencakup
pelayanan rawat jalan, kunjungan dan perawatan pasien di rumah, serta perawatan rawat inap di
rumah sakit. Pelayanan bentuk ini lazimnya diselenggarakan oleh dokter keluarga yang telah
berhasil menjalin kerja sama dengan rumah sakit terdekat dan rumah sakit tersebut memberi
kesempatan kepada dokter keluarga untuk merawat sendiri pasiennya di rumah sakit.
Tentu saja penerapan dari ketiga bentuk pelayanan dokter keluarga ini tidak sama antara satu negara
dengan negara lainnya, dan bahkan dapat tidak sama antara satu daerah lainnya. Di Amerika Serikat
misalnya, pelayanan kunjungan dan perawatan pasien di rumah mulai jarang dilakukan. Penyebabnya
adalah karena mulai timbul kesadaran pada diri pasien tentang adanya perbedaan mutu pelayanan antara
kunjungan dan perawatan pasien di rumah dengan di tempat praktek. Pasien akhirnya lebih senang
mengunjungi tempat praktek dokter, karena telah tersedia pelbagai peralatan kedokteran yang dibutuhkan.
Di beberapa negara lainnya, terutama di daerah pedesaan, karena dokter keluarga tidak mempunyai akses
dengan rumah sakit, maka dokter keluarga tersebut hanya menyelenggarakan pelayanan rawat jalan saja.
Pelayanan rawat inap dirujuk sertakan sepenuhnya kepada dokter yang bekerja dirumah sakit. Tetapi
pengaturan rujukan untuk pelayanan rawat inap tersebut, tetap dilakukan oleh dokter keluarga. Dokter
keluarga memberikan bantuan sepenuhnya, dan bahkan turut mencarikan tempat perawatan dan jika perlu
turut mengantarkannya ke rumah sakit.
Sekalipun pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga tidak sama, perlulah diingatkan
bahwa orientasi pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan tetap tidak boleh berbeda. Orientasi
pelayanan dokter keluarga bukan sekedar menyembuhkan penyakit, tetapi diarahkan pada upaya
pencegahan penyakit. Atau jika tindakan penyembuhan yang dilakukan, maka pelaksanaannya, kecuali
harus mempertimbangkan keadaan pasien sebagai manusia seutuhnya, juga harus mempertimbangkan
pula keadaan sosial ekonomi keluarga dan lingkungannya. Praktek dokter keluarga tidak menangani
keluhan pasien atau bagian anggota badan yang sakit saja, tetapi individu pasien secara keseluruhan

Memahami dan menjelaskan tentang konsultasi dan rujukan


Definisi
Konsultasi adalah upaya meminta bantuan profesional terkait penangan suatu kasus penyakit
yang sedang ditangani oleh seorang dokter, kepada dokter lain yang lebih ahli di bidangnya.
Namun kewenangan penanganan masih berada pada dokter keluarga yang bersangkutan.
Rujukan adalah upaya melimpahkan wewenang dan tanggung jawab penanganan kasus penyakit
yang sedang ditangani oleh seorang dokter kepada dokter lain yang sesuai.
Konsultasi dapat dilakukan mendahului rujukan, namun tidak jarang langsung melakukan
rujukan. Meskipun demikian, ada kalanya keduanya dipergunakan bersama-sama.
Rujukan dalam pelayanan kedokteran ini umumnya kepada pelayan yang lebih tinggi ilmu,
peralatan dan strata yang lebih tinggi dalam rangka mengatasi kasus atau problem tersebut.
Karakteristik
1. Ruang lingkup kegiatan : konsultasi memintakan bantuan profesional dari pihak ke tiga.
Rujukan melimpahkan wewenang dan tanggung jawab penanganan kasus penyakit yang sedang
dihadapi kepada pihak ketiga.
2. Kemampuan dokter : konsultasi ditujukan kepada dokter yang lebih ahli atau yang lebih
berpengalaman. Pada rujukan hal ini tidak mutlak.
3. Wewenang dan tanggung jawab : konsultasi wewenang dan tanggung jawab tetap pada dokter
yang meminta konsultasi. Pada rujukan sebaliknya.
Macam-macam Rujukan :
Rujukan medis:
Rujukan pasien (transfer of patient)

Rujukan ilmu pengetahuan (transfer of knowledge)


Rujukan bahan (transfer of specimens)
Rujukan kesehatan:
Rujukan tenaga
Rujukan sarana
Rujukan operasional
Manfaat Konsultasi dan Rujukan :
1. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan (bila sistemnya berjalan sesuai dengan yang
seharusnya)
2. Kebutuhan dan tuntutan kesehatan pasien akan terpenuhi (terbentuk team work)
Masalah Konsultasi dan Rujukan\
1. Rasa kurang percaya pasien terhadap dokter (bila rujukan/konsultasi inisiatif dokter)
2. Rasa kurang senang pada diri dokter (bila rujukan/ konsultasi atas permintaan pasien)
3. Bila tidak ada jawaban dari konsultasi
4. Bila tidak sependapat dengan saran/tindakan dokter konsultan
5. Bila ada pembatas (sikap/ perilaku,biaya, transportasi)
6. Apabila pasien tidak bersedia untuk dikonsultasikan dan ataupun dirujuk.
Tata Laksana Konsultasi dan Rujukan
Dasarnya adalah kepatuhan terhadap kode etik profesi yg telah disepakati bersama, dan sistem
kesehatan terutama sub sistem pembiayaan kesehatan yang berlaku.
Konsultasi (McWhinney, 1981):
a. Penjelasan lengkap kepada pasien alasan untuk konsultasi
b. Berkomunikasi secara langsung dengan dokter konsultan (surat, formulir khusus, catatan di rekam
medis, formal/ informal lewat telefon)
c. Keterangan lengkap tentang pasien
d. Konsultan bersedia memberikan konsultasi
Tata Cara Rujukan
Pasien harus dijelaskan selengkap mungkin alasan akan dilakukan konsultasi dan rujukan.
Penjelasan ini sangat perlu, terutama jika menyangkut hal-hal yang peka, seperti dokter ahli
tertentu.
Dokter yang melakukan konsultasi harus melakukan komunikasi langsung dengan dokter yang
dimintai konsultasi. Biasanya berupa surat atau bentuk tertulis yang memuat informasi secara
lengkap tentang identitas, riwayat penyakit dan penanganan yang dilakukan oleh dokter keluarga.
Keterangan yang disampaikan tentang pasien yang dikonsultasikan harus selengkap mungkin.
Tujuan konsultasi pun harus jelas, apakah hanya untuk memastikan diagnosis, menginterpretasikan
hasil pemeriksaaan khusus, memintakan nasihat pengobatan atau yang lainnya.
Sesuai dengan kode etik profesi, seyogianya dokter dimintakan konsultasi wajib memberikan
bantuan profesional yang diperlukan. Apabila merasa diluar keahliannya, harus menasihatkan agar
berkonsultasi ke dokter ahli lain yang lebih seuai.
Terbatas hanya pada masalah penyakit yang dirujuk saja
Tetap berkomunikasi antara dokter konsultan dan dokter yg meminta rujukan
Perlu disepakati pembagian wewenang dan tanggungjawab masing-masing pihak
Pembagian Wewenang dan Tanggung Jawab

1. Interval referral, pelimpahan wewenang dan tanggung jawab penderita sepenuhnya kepada dokter
konsultan untuk jangka waktu tertentu, dan selama jangka waktu tersebut dokter tsb tidak ikut
menanganinya.
2. Collateral referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan penderita hanya
untuk satu masalah kedokteran khusus saja.
3. Cross referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan penderita sepenuhnya
kepada dokter lain untuk selamanya.
4. Split referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan penderita sepenuhnya
kepada beberapa dokter konsultan, dan selama jangka waktu pelimpahan wewenang dan
tanggungjawab tersebut dokter pemberi rujukan tidak ikut campur.

Memahami dan menjelaskan pembiayaan kesehatan menurut agama islam


Penyelenggaraan kesehatan dalam pandangan Islam termasuk pengertian riayatus suun
(pelayanan umum) yang wajib dilakukan oleh negara atas seluruh rakyatnya, baik muslim maupun non
muslim, kaya ataupun miskin. Seluruh biaya yang diperlukan secara wajib di tanggung oleh Baitul Mal
(kas negara). Adapun peran non-pemerintah (swasta) dalam pembiayaan kesehatan bukanlah hal yang
utama.
Negara bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan dasar itu. Nabi saw Bersabda :
Imam (Khalifah) laksana pengembala dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya ( HR al-Bukhari). Tidak
terpenuhinya atau terjaminnya kesehatan dan pengobatan akan mendatangkan dharar bagi masyarakat.
Oleh karena itu, penyediaan layanan kesehatan menjadi tanggung jawab dan kewajiban negara (Khilafah).
Khilafah wajib membangun berbagai rumah sakit, klinik, laboratorium medis, apotik , pusat dan lembaga
litbang kesehatan, sekolah kedokteran , apoteker, perawat, bidan dan sekolah lainnya yang menghasilkan
tenaga medis, serta berbagai sarana prasarana kesehatan dan pengobatan lainnya.
Semua pelayanan kesehatan dan pengobatan harus dikelola sesuai dengan aturan syariah. Juga
harus memperhatikan faktor ihsan dalam pelayanan yaitu wajib memenuhi 3 (tiga) prinsip baku yang
berlaku umum untuk setiap pelayanan masyarakat dalam sistem Islam: pertama, sederhana dalam
peraturan (tidak berbelit-belit). Kedua, cepat dalam pelayanan. Ketiga, profesional dalam pelayanan,
yakni dikerjakan oleh orang yang kompeten dan amanah
Konsep dasar asuransi syariah adalah tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan (al birri
wat taqwa). Konsep tersebut sebagai landasan yang diterapkan dalam setiap perjanjian transaksi bisnis
dalam wujud tolong menolong (akad takafuli) yang menjadikan semua peserta sebagai keluarga besar
yang saling menanggung satu sama lain di dalam menghadapi resiko, yang kita kenal sebagai sharing of
risk, sebagaimana firman Allah SWT yang memerintahkan kepada kita untuk taawun (tolong menolong)
yang berbentuk al birri wat taqwa (kebaikan dan ketakwaan) dan melarang taawun dalam bentuk al itsmi
wal udwan (dosa dan permusuhan).
Firman Allah dalam surat al-Baqarah 188, 'Dan janganlah kalian memakan harta di antara kamu
sekalian dengan jalan yang bathil, dan janganlah kalian bawa urusan harta itu kepada hakim yang
dengan maksud kalian hendak memakan sebagian harta orang lain dengan jalan dosa, padahal kamu

tahu." Hadist Nabi Muhammad SAW, "Mukmin terhadap mukmin yang lain seperti suatu bangunan
memperkuat satu sama lain," Dan "Orang-orang mukmin dalam kecintaan dan kasih sayang mereka
seperti satu badan. Apabila satu anggota badan menderita sakit, maka seluruh badan merasakannya.
Sistem Pembiayaan Kesehatan Dalam Islam
Asuransi Syariah (Takaful)
1) Arti Kata Takaful
Secara bahasa, takaful ( ) berasal dari akar kata ( ) yang artinya menolong,
memberi nafkah dan mengambil alih perkara seseorang. Dalam Al-Qur'an tidak dijumpai kata
takaful, namun ada sejumlah kata yang seakar dengan kata takaful, seperti dalam :
QS. Thoha/ 20 : 40

"(yaitu) ketika saudaramu yang perempuan berjalan, lalu ia berkata kepada (keluarga Fir'aun):
'Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya?"
QS. Annisa/ 04 : 85 :

"Dan barangsiapa yang memberi syafa'at yang buruk, niscaya ia akan memikul bahagian (dosa)
daripadanya.."
Asuransi Syariah (Ta'min, Takaful atau Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan
tolong menolong diantara sejumlah orang/ pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan / atau
tabarru' yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad
(perikatan) yang sesuai dengan syariah.
Akad yang sesuai dengan syariah adalah yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir
(perjudian), riba, dzulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat.
2) Cikal Bakal Asuransi Syariah
a. Al-Aqila ( )
Yaitu saling memikul atau bertanggung jawab untuk keluarganya. Jika salah satu anggota suku
terbunuh oleh anggota suku yang lain, pewaris korban akan dibayar dengan uang darah (diyat)
sebagai konpensasi saudara terdekat dari terbunuh. Saudara terdekat dari pembunuh disebut
aqilah. Lalu mereka mengumpulkan dana (al-kanzu) yang diperuntukkan membantu keluarga
yang terlibat dalam pembunuhan tidak sengaja.
b. Al-Muwalah ( )
Yaitu perjanjian jaminan. Penjamin menjamin seseroang yang tidak memiliki waris dan tidak
diketahui ahli warisnya. Penjamin setuju untuk menanggung bayaran dia, jika orang yang
dijamin tersebut melakukan jinayah. Apabila orang yang dijamin meninggal, maka penjamin
boleh mewarisi hartanya sepanjang tidak ada ahli warisnya.
Penyelenggaraan kesehatan dalam pandangan Islam termasuk pengertian riayatus
suun(pelayanan umum) yang wajib dilakukan oleh negara atas seluruh rakyatnya, baik muslim
maupun non muslim, kaya ataupun miskin. Seluruh biaya yang diperlukan secara wajib di tanggung
oleh Baitul Mal (kas negara). Adapun peran non-pemerintah (swasta) dalam pembiayaan kesehatan
bukanlah hal yang utama.
Negara bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan dasar itu. Nabi saw Bersabda:
Imam (Khalifah) laksana pengembala dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya ( HR al-Bukhari).
Beberapa perbedaan asuransi syariah dengan asuransi konvensional, di antaranya adalah
sebagai berikut:
Akad (Perjanjian)
Setiap perjanjian transaksi bisnis di antara pihak-pihak yang melakukannya harus jelas secara
hukum ataupun non-hukum untuk mempermudah jalannya kegiatan bisnis tersebut saat ini
dan masa mendatang. Akad dalam praktek muamalah menjadi dasar yang menentukan sah
atau tidaknya suatu kegiatan transaksi secara syariah. Hal tersebut menjadi sangat

menentukan di dalam praktek asuransi syariah. Akad antara perusahaan dengan peserta harus
jelas, menggunakan akad jual beli (tadabuli) atau tolong menolong (takaful).
Akad pada asuransi konvensional didasarkan pada akad tadabuli atau perjanjian jual beli.
Syarat sahnya suatu perjanjian jual beli didasarkan atas adanya penjual, pembeli, harga, dan
barang yang diperjual-belikan. Sementara itu di dalam perjanjian yang diterapkan dalam
asuransi konvensional hanya memenuhi persyaratan adanya penjual, pembeli dan barang
yang diperjual-belikan. Sedangkan untuk harga tidak dapat dijelaskan secara kuantitas,
berapa besar premi yang harus dibayarkan oleh peserta asuransi utnuk mendapatkan sejumlah
uang pertanggungan. Karena hanya Allah yang tahu kapan kita meninggal. Perusahaan akan
membayarkan uang pertanggunggan sesuai dengan perjanjian, akan tetapi jumlah premi yang
akan disetorkan oleh peserta tidak jelas tergantung usia. Jika peserta dipanjangkan usia maka
perusahaan akan untung namun apabila peserta baru sekali membayar ditakdirkan meninggal
maka perusahaan akan rugi. Dengan demikian menurut pandangan syariah terjadi cacat
karena ketidakjelasan (gharar) dalam hal berapa besar yang akan dibayarkan oleh pemegang
polis (pada produk saving) atau berapa besar yang akan diterima pemegang polis (pada
produk non-saving).

Gharar (Ketidakjelasan)
Definisi gharar menurut Madzhab Syafii adalah apa-apa yang akibatnya tersembunyi dalam
pandangan kita dan akibat yang paling kita takuti.
Gharar/ketidakjelasan itu terjadi pada asuransi konvensional, dikarenakan tidak adanya batas
waktu pembayaran premi yang didasarkan atas usia tertanggung, sementara kita sepakat
bahwa usia seseorang berada di tangan Yang Mahakuasa. Jika baru sekali seorang
tertanggung membayar premi ditakdirkan meninggal, perusahaan akan rugi sementara pihak
tertanggung merasa untung secara materi. Jika tertanggung dipanjangkan usianya, perusahaan
akan untung dan tertanggung merasa rugi secara financial. Dengan kata lain kedua belah
pihak tidak mengetahui seberapa lama masing-masing pihak menjalankan transaksi tersebut.
Ketidakjelasan jangka waktu pembayaran dan jumlah pembayaran mengakibatkan
ketidaklengkapan suatu rukun akad, yang kita kenal sebagai gharar. Para ulama berpendapat
bahwa perjanjian jual beli/akad tadabuli tersebut cacat secara hukum.
Pada asuransi syariah akad tadabuli diganti dengan akad takafuli, yaitu suatu niat tolongmenolong sesama peserta apabila ada yang ditakdirkan mendapat musibah. Mekanisme ini
oleh para ulama dianggap paling selamat, karena kita menghindari larangan Allah dalam
praktik muamalah yang gharar.
Pada akad asuransi konvensional dana peserta menjadi milik perusahaan asuransi (transfer of
fund). Sedangkan dalam asuransi syariah, dana yang terkumpul adalah milik peserta
(shahibul mal) dan perusahaan asuransi syariah (mudharib) tidak bisa mengklaim menjadi
milik perusahaan.

Tabarru dan Tabungan


Tabarru berasal dari kata tabarraa-yatabarra-tabarrawan, yang artinya sumbangan atau
derma. Orang yang menyumbang disebut mutabarri (dermawan). Niat bertabbaru bermaksud
memberikan dana kebajikan secara ikhlas untuk tujuan saling membantu satu sama lain
sesama peserta asuransi syariah, ketika di antaranya ada yang mendapat musibah. Oleh
karena itu dana tabarru disimpan dalam rekening khusus. Apabila ada yang tertimpa
musibah, dana klaim yang diberikan adalah dari rekening tabarru yang sudah diniatkan oleh
sesama peserta untuk saling menolong.
Menyisihkan harta untuk tujuan membantu orang yang terkena musibah sangat dianjurkan
dalam agama Islam, dan akan mendapat balasan yang sangat besar di hadapan Allah,
sebagaimana digambarkan dalam hadist Nabi SAW,"Barang siapa memenuhi hajat

saudaranya maka Allah akan memenuhi hajatnya."(HR Bukhari Muslim dan Abu Daud).
Untuk produk asuransi jiwa syariah yang mengandung unsur saving maka dana yang
dititipkan oleh peserta (premi) selain terdiri dari unsur dana tabarru terdapat pula unsur dana
tabungan yang digunakan sebagai dana investasi oleh perusahaan. Sementara investasi pada
asuransi kerugian syariah menggunakan dana tabarru karena tidak ada unsur saving. Hasil
dari investasi akan dibagikan kepada peserta sesuai dengan akad awal. Jika peserta
mengundurkan diri maka dana tabungan beserta hasilnya akan dikembalikan kepada peserta
secara penuh.
Prof. Mustafa Ahmad Zarqa berkata bahwa dalam asuransi konvensional terdapat unsur
gharar yang pada gilirannya menimbulkan qimar. Sedangkan al qimar sama dengan al
maisir. Muhammad Fadli Yusuf menjelaskan unsur maisir dalam asuransi konvensional
karena adanya unsur gharar, terutama dalam kasus asuransi jiwa. Apabila pemegang polis
asuransi jiwa meninggal dunia sebelum periode akhir polis asuransinya dan telah membayar
preminya sebagian, maka ahliwaris akan menerima sejumlah uang tertentu. Pemegang
polistidak mengetahui dari mana dan bagaimana cara perusahaan asuransi konvensional
membayarkan uang pertanggungannya. Hal ini dipandang karena keuntungan yang diperoleh
berasal dari keberanian mengambil risiko oleh perusahaan yang bersangkutan. Muhammad
Fadli Yusuf mengatakan, tetapi apabila pemegang polis mengambil asuransi itu tidak dapat
disebut judi. Yang boleh disebut judi jika perusahaan asuransi mengandalkan
banyak/sedikitnya klaim yang dibayar. Sebab keuntungan perusahaan asuransi sangat
dipengaruhi oleh banyak /sedikitnya klaim yang dibayarkannya.

Riba
Dalam hal riba, semua asuransi konvensional menginvestasikan dananya dengan bunga, yang
berarti selalu melibatkan diri dalam riba. Hal demikian juga dilakukan saat perhitungan
kepada peserta, dilakukan dengan menghitung keuntungan di depan. Investasi asuransi
konvensional mengacu pada peraturan pemerintah yaitu investasi wajib dilakukan pada jenis
investasi yang aman dan menguntungkan serta memiliki likuiditas yang sesuai dengan
kewajiban yang harus dipenuhi. Begitu pula dengan Keputusan Menteri Keuangan No.
424/KMK.6/2003 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan
Reasuransi. Semua jenis investasi yang diatur dalam peraturan pemerintah dan KMK
dilakukan berdasarkan sistem bunga.
Asuransi syariah menyimpan dananya di bnak yang berdasarkan syariat Islam dengan sistem
mudharabah. Untuk berbagai bentuk investasi lainnya didasarkan atas petunjuk Dewan
Pengawas Syariah. Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imron ayat 130,"Hai orang-orang
yang beriman janganlah kamu memakan riba yang memang riba itu bersifat berlipat ganda
dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapatkan keberuntungan." Hadist,
"Rasulullah mengutuk pemakaian riba, pemberi makan riba, penulisnya dan saksinya seraya
bersabda kepada mereka semua sama."(HR Muslim)

Dana Hangus
Ketidakadilan yang terjadi pada asuransi konvensional ketika seorang peserta karena suatu
sebab tertentu terpaksa mengundurkan diri sebelum masa reversing period. Sementara ia
telah beberapa kali membayar premi atau telah membayar sejumlah uang premi. Karena
kondisi tersebut maka dana yang telah dibayarkan tersebut menjadi hangus. Demikian juga
pada asuransi non-saving atau asuransi kerugian jika habis masa kontrak dan tidak terjadi
klaim, maka premi yang dibayarkan akan hangus dan menjadi milik perusahaan.
Kebijakan dana hangus yang diterapkan oleh asuransi konvensional akan menimbulkan
ketidakadilan dan merugikan peserta asuransi terutama bagi mereka yang tidak mampu
melanjutkan karena suatu hal. Di satu sisi peserta tidak punya dana untuk melanjutkan,

sedangkan jika ia tidak melanjutkan dana yang sudah masuk akan hangus. Kondisi ini
mengakibatkan posisi yang dizalimi. Prinsip muamalah melarang kita saling menzalimi, laa
dharaa wala dhirara ( tidak ada yang merugikan dan dirugikan).
Asuransi syariah dalam mekanismenya tidak mengenal dana hangus, karena nilai tunai telah
diberlakukan sejak awal peserta masuk asuransi. Bagi peserta yang baru masuk karena satu
dan lain hal mengundurkan diri maka dana/premi yang sebelumnya dimasukkan dapat
diambil kembali kecuali sebagian kecil dana yang dniatkan sebagai dana tabarru (dana
kebajikan). Hal yang sama berlaku pula pada asuransi kerugian. Jika selama dan selesai masa
kontrak tidak terjadi klaim, maka asuransi syariah akan membagikan sebagian dana/premi
tersebut dengan pola bagi hasil 60:40 atau 70:30 sesuai kesepakatan si awal perjanjian (akad).
Jadi premi yang dibayarkan pada awal tahun masih dapat dikembalikan sebagian ke peserta
(tidak hangus). Jumlahnya sangat tergantung dari hasil investasinya.

Anda mungkin juga menyukai