sk3 Kedkel
sk3 Kedkel
Veteran;
Perintis Kemerdekaan;
Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan; dan
Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd e yang mampu membayar iuran.
Faskes TK I (Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama): puskesmas, klinik atau dokter umum.
Disebut juga Faskes Primer.
Faskes TK II (Fasilitas Kesehatan Tingkat Kedua): pelayanan kesehatan spesialistik oleh
dokter spesialis atau dokter gigi spesialis.
Faskes RTL (Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan): 1. Klinik utama atau yang setara, 2.
Rumah Sakit Umum, 3. Rumah Sakit Khusus
IURAN
1. Bagi peserta Penerima Bantun Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan iuran dibayar oleh Pemerintah.
2. Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja pada Lembaga Pemerintahan terdiri dari
Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non
pegawai negeri sebesar 5% (lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan : 3%
(tiga persen) dibayar oleh pemberi kerja dan 2% (dua persen) dibayar oleh peserta.
3. Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja di BUMN, BUMD dan Swasta sebesar
4,5% (empat koma lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan : 4% (empat
persen) dibayar oleh Pemberi Kerja dan 1% (satu persen) dibayar oleh Peserta.
4. Iuran untuk keluarga tambahan Pekerja Penerima Upah yang terdiri dari anak ke 4 dan
seterusnya, ayah, ibu dan mertua, besaran iuran sebesar sebesar 1% (satu persen) dari dari gaji
atau upah per orang per bulan, dibayar oleh pekerja penerima upah.
5. Iuran bagi kerabat lain dari pekerja penerima upah (seperti saudara kandung/ipar, asisten rumah
tangga, dll); peserta pekerja bukan penerima upah serta iuran peserta bukan pekerja adalah
sebesar:
o
o
o
Sebesar Rp. 25.500,- (dua puluh lima ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan dengan
manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.
Sebesar Rp. 42.500,- (empat puluh dua ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan
dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II.
Sebesar Rp. 59.500,- (lima puluh sembilan ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan
dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.
6. Iuran Jaminan Kesehatan bagi Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan janda, duda, atau anak yatim
piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan, iurannya ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari
45% (empat puluh lima persen) gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III/a dengan
masa kerja 14 (empat belas) tahun per bulan, dibayar oleh Pemerintah.
7. Pembayaran iuran paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan
Denda Keterlambatan Pembayaran Iuran
1. Keterlambatan pembayaran Iuran untuk Pekerja Penerima Upah dikenakan denda administratif sebesar
2% (dua persen) per bulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu 3 (tiga) bulan,
yang dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak oleh Pemberi Kerja.
2. Keterlambatan pembayaran Iuran untuk Peserta Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja dikenakan
denda keterlambatan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak
untuk waktu 6 (enam) bulan yang dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak.
Tujuan
Dengan adanya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh BPJS bertujuan untuk memberikan perlindungan
kesehatan agar setiap peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan
Manfaat
Setiap peserta berhak memperoleh manfaat jaminan kesehatan yang bersifat pelayanan kesehatan
perorangan, mencakup pelayanan promotif, preventif, (Promotif & preventif : penyuluhan kesehatan
perorangan, imunisasi dasar, KB & skrining kesehatan), kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat
dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang diperlukan. Manfaat jaminan
kesehatan sebagaimana dimaksud terdiri atas manfaat medis dan manfaat non medis. Manfaat medis tidak
terikat dengan besaran iuran yang dibayarkan. Manfaat non medis meliputi manfaat akomodasi, dan
ambulans.
Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan meliputi :
1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, yaitu pelayanan kesehatan non spesialistik mencakup:
Administrasi pelayanan
Pelayanan promotif dan preventif
Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis
Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif
Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
Transfusi darah sesuai kebutuhan medis
Pemeriksaan penunjang diagnosis laboratorium tingkat pertama
Berdasarkan bagan tersebut, dapat disimpulkan bahwa sistem pembiayaan klinik dokter keluarga dapat
berasal dari asuransi sosial, asuransi komersial, dan out of pocket. Model pembiayaan yang diterapkan
sesuai dengan kebutuhan.
Bentuk - Bentuk Pembiayaan Pra-Upaya
Mengingat bentuk pembayaran pra-upaya banyak menjanjikan keuntungan, maka pada saat ini bentuk
pembayaran pra-upaya tersebut banyak diterapkan. Pada dasarnya ada tiga bentuk pembiayaan secara praupaya yang dipergunakan.
Ketiga bentuk yang dimaksud adalah:
1) Sistem kapitasi (capitation system)
Yang dimaksud dengan sistem kapitasi adalah sistem pembayaran dimuka yang dilakukan oleh
badan asuransi kepada penyelenggara pelayanan kesehatan berdasarkan kesepakatan harga yang
dihitung untuk setiap peserta untuk jangka waktu tertentu. Dengan sistem pembayaran ini, maka
besarnya biaya yang dibayar oleh badan asuransi kepada penyelenggara pelayanan yang tidak
ditentukan oleh frekwensi penggunaan pelayanan kesehatan oleh peserta, melainkan ditentukan
oleh jumlah peserta dan kesepakatan jangka waktu jaminan.
2) Sistem paket (packet system)
Yang dimaksud dengan sistem paket adalah sistem pembayaran di muka yang dilakukan oleh
badan asuransi kepada penyelenggara pelayanan kesehatan berdasarkan kesepakatan harga yang
dihitung untuk suatu paket pelayanan kesehatan tertentu. Dengan sistem pembayaran ini, maka
besarnya biaya yang dibayar oleh badan asuransi kepada penyelenggara pelayanan kesehatan
tidak ditentukan oleh macam pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, melainkan oleh paket
pelayanan kesehatan yang dimanfaatkan. Penyakit apapun yang dihadapi, jika termasuk dalam
satu paket pelayanan yang sama, mendapatkan biaya dengan besar yang sama. Sistem
pernbiayaan paket ini dikenal pula dengan nama sistem pembiayaan kelompok diagnosis terkait
(diagnosis related group) yang di banyak negara maju telah lama diterapkan.
3) Sistem anggaran (budget system)
Yang dimaksud dengan sistem anggaran adalah sistem pembayaran di muka yang dilakukan oleh
badan asuransi kepada penyelenggara pelayanan kesehatan berdasarkan kesepakatan harga, sesuai
dengan besarnya anggaran yang diajukan penyelenggara pelayanan kesehatan. Sama halnya
dengan sistern paket, pada sistem anggaran ini, besarnya biaya yang dibayar oleh badan asuransi
kepada penyelenggara pelayanan kesehatan tidak ditentukan oleh macam pelayanan kesehatan
yang diselenggarakan, melainkan oleh besarnya anggaran yang telah disepakati.
.
Mengenai sistem pembiayaan dokter keluarga, ASKES sebagai salah satu BUMN yang digadang menjadi
BPJS menerapkan besaran kapitasi Dokter keluarga mengacu pada pola perhitungan yang didasarkan
pada 2 (dua) ketentuan popok:
Hasil penetapan penggololongan Dokter Keluarga berdasarkan kapasitas pelayan yang dimiliki
Penetapan komposisi jenis kelamin dan umur peserta yang terdaftar di Dokter Keluarga tersebut
(Community Rating by Class)
Pembayaran besaran kapitasi tersebut, pada prinsipnya hanya dapat dilakukan bila Kantor Cabang telah
melaksanakan perhitungan sesuai ketentuan-ketentuan pokok seperti di atas Penetapan penggolongan
Dokter Keluarga berdasarkan kapitasi pelayanan yang dimilikinya dilakukan melalui pelaksanaan seleksi
PPK (credentialing) dan seleksi kembali PPK (re-credentialing) dengan memperhatihkan indicator
penentu yakni:
Hasil penilaian sarana dan prasarana
Ketersediaan tenaga perawat
Ketersediaan tenaga administrasi
Kemampuan penyediaan sarana laboratorium
Penggolongan besaran kapitasi Dokter Keluarga berdasarkan kapasitas
Pelayanan yang dimiliki di bagi atas 3 kategori yakni:
Kategori Kapitasi A yakni apabila Dokter Keluarga memenuhi seluruh indicator (indicator
penentu point (1)-(4) point c). besaran kapitasi yang ditetapkan adalah maksimal sebesar Rp
6500,00 per jiwa
Kategori Kapitasi B yakni apabila Dokter Keluarga hanya mampu memenuhi minimal 2 (dua)
indicator penentu. Besaran kapitasi yang ditetapkan adalah maksimal sebesar Rp 6000,00 per
jiwa
Kategori Kapitasi C yakni apabila Dokter keluarga hanya mampu memenuhi indicator sarana dan
prasarana sedangkan indicator penentu lainnya tidak terpenuhi. Besarnya kapitasi yang ditetapkan
adalah maksimal Rp 5500,00
Penetapan komponen besaran kapitasi yang dibayarkan kepada Dokter Keluarga untuk masing-masing
kategori adalah sebagai berikut:
Kategori Kapitasi A yakni maksimal sebesar Rp 6.500,00 per jiwa, terdiri dari: jasa medis dokter,
pelayanan obat dan pelayanan laboratorium sederhana (darah rutin dan urine rutin). Besaran jasa
medis dokter adalah sebesar Rp 2.000,00, siasanya adalah biaya obat dan pelayanan laboratorium
sederhana (darah rutin dan urine rutin).
Kategori Kapitasi B yakni maksimal sebesar Rp 6.000,00 per jiwa terdiri dari : jasa medis dokter,
pelayanan obat dan salah satu pelayanan laboratorium sederhana (darah rutin dan urine rutin).
Besaran jasa medis dokter adalah sebesar Rp 2.000,00, sisanya adalah biaya obat dan salah satu
pelayanan laboratorium sederhana (darah rutin dan urine rutin).
Kategori Kapitasi C yakni maksimal sebesar Rp 5.500,00 per jiwa, terdiri dari : jasa medis dokter,
pelayanan obat (tanpa pelayanan laboratorium sederhana). Besaran jasa medis dokter adalah
sebesar Rp 2.000,00, sisanya adalah pelayanan obat (tanpa pelayanan laboratorium sederhana)
Jenis sistem pembiayaan
Jenis pelayanan kesehatan dan pembiayaan kesehatan antara lain :
Para pekerja dan keluarganya yang ditanggung perusahaan harus sadar bahwa kesehatannya
merupakan tanggung jawab masing-masing atau tanggung jawab individu. Perusahaan akan
membantu upaya untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Para pekerja harus menyadari bahwa managed care menganut sistem rujukan.
Para pekerja harus menyadari bahwa ada pembatasan fasilitas berobat, misalnya obat yang
digunakan adalah obat generik kecuali bila keadaan tertentu memerlukan life saving.
Prinsip kapitasi dan optimalisasi harus dilakukan
2. Sistem reimbursement
Perusahaan membayar biaya pengobatan berdasarkan fee for services. Sistem ini memungkinkan
terjadinya over utilization. Penyelewengan biaya kesehatan yang dikeluarkan pun dapat terjadi
akibat pemalsuan identitas dan jenis layanan oleh karyawan maupun provider layanan kesehatan.
3. Asuransi
Perusahaan bisa menggunakan modal asuransi kesehatan dalam upaya melaksanakan pelayanan
kesehatan bagi pekerjanya. Dianjurkan agar asuransi yang diambil adalah asuransi kesehatan yang
mencakup seluruh jenis pelayanan kesehatan (comprehensive), yaitu kuratif dan preventif. Asuransi
tersebut menanggung seluruh biaya kesehatan, atau group health insurance (namun kepada pekerja
dianjurkan agar tidak berobat secara berlebihan).
4. Pemberian Tunjangan Kesehatan
Perusahaan yang enggan dengan kesukaran biasanya memberikan tunjangan kesehatan atau
memberikan biaya kesehatan kepada pegawainya dalam bentuk uang. Sakit maupun tidak sakit
tunjangannya sama. Sebaiknya tunjangan ini digunakan untuk mengikuti asuransi kesehatan (family
health insurance). Tujuannya adalah menghindari pembelanjaan biaya kesehatan untuk kepentingan
lain, misalnya untuk membeli rokok, minuman beralkohol, dan hal hal lain yang malah merugikan
kesehatannya.
5. Rumah Sakit Perusahaan
Perusahaan yang mempunyai pegawai berjumlah besar akan lebih diuntungkan apabila
mengusahakan suatu rumah sakit untuk keperluan pegawainya dan keluarga pegawai yang
ditanggungnya. Menyangkut kesehatan pegawainya, rumah sakit perusahaan harus menyiapkan
rekam medis khusus, yang lebih lengkap, dan perlu dievaluasi secara periodik. Perlu diingatkan
bahwa pelayanan kesehatan yang didapat dari rumah sakit perusahaan diupayakan bisa lebih baik
bila dibandingkan jika dilayani oleh rumah sakit lain. Dengan demikian, pegawai perusahaan yang
dirawat akan merasa puas dan bangga terhadap fasilitas yang disediakan. Rasa senang menerima
fasilitas kesehatan ini akan membuahkan semangat bekerja untuk membalas jasa perusahaan yang
dinikmatinya.
Secara universal, beberapa jenis asuransi kesehatan yang berkembang di Indonesia :
Asuransi Kesehatan Sosial (Social Health Insurance)
Asuransi ini memegang teguh prinsipnya bahwa kesehatan adalah sebuah pelayanan sosial, pelayanan
kesehatan tidak boleh semata-mata diberikan berdasarkan status sosial mayarakat sehingga semua
1. Interval referral, pelimpahan wewenang dan tanggung jawab penderita sepenuhnya kepada dokter
konsultan untuk jangka waktu tertentu, dan selama jangka waktu tersebut dokter tsb tidak ikut
menanganinya.
2. Collateral referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan penderita hanya
untuk satu masalah kedokteran khusus saja.
3. Cross referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan penderita sepenuhnya
kepada dokter lain untuk selamanya.
4. Split referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan penderita sepenuhnya
kepada beberapa dokter konsultan, dan selama jangka waktu pelimpahan wewenang dan
tanggungjawab tersebut dokter pemberi rujukan tidak ikut campur.
tahu." Hadist Nabi Muhammad SAW, "Mukmin terhadap mukmin yang lain seperti suatu bangunan
memperkuat satu sama lain," Dan "Orang-orang mukmin dalam kecintaan dan kasih sayang mereka
seperti satu badan. Apabila satu anggota badan menderita sakit, maka seluruh badan merasakannya.
Sistem Pembiayaan Kesehatan Dalam Islam
Asuransi Syariah (Takaful)
1) Arti Kata Takaful
Secara bahasa, takaful ( ) berasal dari akar kata ( ) yang artinya menolong,
memberi nafkah dan mengambil alih perkara seseorang. Dalam Al-Qur'an tidak dijumpai kata
takaful, namun ada sejumlah kata yang seakar dengan kata takaful, seperti dalam :
QS. Thoha/ 20 : 40
"(yaitu) ketika saudaramu yang perempuan berjalan, lalu ia berkata kepada (keluarga Fir'aun):
'Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya?"
QS. Annisa/ 04 : 85 :
"Dan barangsiapa yang memberi syafa'at yang buruk, niscaya ia akan memikul bahagian (dosa)
daripadanya.."
Asuransi Syariah (Ta'min, Takaful atau Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan
tolong menolong diantara sejumlah orang/ pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan / atau
tabarru' yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad
(perikatan) yang sesuai dengan syariah.
Akad yang sesuai dengan syariah adalah yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir
(perjudian), riba, dzulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat.
2) Cikal Bakal Asuransi Syariah
a. Al-Aqila ( )
Yaitu saling memikul atau bertanggung jawab untuk keluarganya. Jika salah satu anggota suku
terbunuh oleh anggota suku yang lain, pewaris korban akan dibayar dengan uang darah (diyat)
sebagai konpensasi saudara terdekat dari terbunuh. Saudara terdekat dari pembunuh disebut
aqilah. Lalu mereka mengumpulkan dana (al-kanzu) yang diperuntukkan membantu keluarga
yang terlibat dalam pembunuhan tidak sengaja.
b. Al-Muwalah ( )
Yaitu perjanjian jaminan. Penjamin menjamin seseroang yang tidak memiliki waris dan tidak
diketahui ahli warisnya. Penjamin setuju untuk menanggung bayaran dia, jika orang yang
dijamin tersebut melakukan jinayah. Apabila orang yang dijamin meninggal, maka penjamin
boleh mewarisi hartanya sepanjang tidak ada ahli warisnya.
Penyelenggaraan kesehatan dalam pandangan Islam termasuk pengertian riayatus
suun(pelayanan umum) yang wajib dilakukan oleh negara atas seluruh rakyatnya, baik muslim
maupun non muslim, kaya ataupun miskin. Seluruh biaya yang diperlukan secara wajib di tanggung
oleh Baitul Mal (kas negara). Adapun peran non-pemerintah (swasta) dalam pembiayaan kesehatan
bukanlah hal yang utama.
Negara bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan dasar itu. Nabi saw Bersabda:
Imam (Khalifah) laksana pengembala dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya ( HR al-Bukhari).
Beberapa perbedaan asuransi syariah dengan asuransi konvensional, di antaranya adalah
sebagai berikut:
Akad (Perjanjian)
Setiap perjanjian transaksi bisnis di antara pihak-pihak yang melakukannya harus jelas secara
hukum ataupun non-hukum untuk mempermudah jalannya kegiatan bisnis tersebut saat ini
dan masa mendatang. Akad dalam praktek muamalah menjadi dasar yang menentukan sah
atau tidaknya suatu kegiatan transaksi secara syariah. Hal tersebut menjadi sangat
menentukan di dalam praktek asuransi syariah. Akad antara perusahaan dengan peserta harus
jelas, menggunakan akad jual beli (tadabuli) atau tolong menolong (takaful).
Akad pada asuransi konvensional didasarkan pada akad tadabuli atau perjanjian jual beli.
Syarat sahnya suatu perjanjian jual beli didasarkan atas adanya penjual, pembeli, harga, dan
barang yang diperjual-belikan. Sementara itu di dalam perjanjian yang diterapkan dalam
asuransi konvensional hanya memenuhi persyaratan adanya penjual, pembeli dan barang
yang diperjual-belikan. Sedangkan untuk harga tidak dapat dijelaskan secara kuantitas,
berapa besar premi yang harus dibayarkan oleh peserta asuransi utnuk mendapatkan sejumlah
uang pertanggungan. Karena hanya Allah yang tahu kapan kita meninggal. Perusahaan akan
membayarkan uang pertanggunggan sesuai dengan perjanjian, akan tetapi jumlah premi yang
akan disetorkan oleh peserta tidak jelas tergantung usia. Jika peserta dipanjangkan usia maka
perusahaan akan untung namun apabila peserta baru sekali membayar ditakdirkan meninggal
maka perusahaan akan rugi. Dengan demikian menurut pandangan syariah terjadi cacat
karena ketidakjelasan (gharar) dalam hal berapa besar yang akan dibayarkan oleh pemegang
polis (pada produk saving) atau berapa besar yang akan diterima pemegang polis (pada
produk non-saving).
Gharar (Ketidakjelasan)
Definisi gharar menurut Madzhab Syafii adalah apa-apa yang akibatnya tersembunyi dalam
pandangan kita dan akibat yang paling kita takuti.
Gharar/ketidakjelasan itu terjadi pada asuransi konvensional, dikarenakan tidak adanya batas
waktu pembayaran premi yang didasarkan atas usia tertanggung, sementara kita sepakat
bahwa usia seseorang berada di tangan Yang Mahakuasa. Jika baru sekali seorang
tertanggung membayar premi ditakdirkan meninggal, perusahaan akan rugi sementara pihak
tertanggung merasa untung secara materi. Jika tertanggung dipanjangkan usianya, perusahaan
akan untung dan tertanggung merasa rugi secara financial. Dengan kata lain kedua belah
pihak tidak mengetahui seberapa lama masing-masing pihak menjalankan transaksi tersebut.
Ketidakjelasan jangka waktu pembayaran dan jumlah pembayaran mengakibatkan
ketidaklengkapan suatu rukun akad, yang kita kenal sebagai gharar. Para ulama berpendapat
bahwa perjanjian jual beli/akad tadabuli tersebut cacat secara hukum.
Pada asuransi syariah akad tadabuli diganti dengan akad takafuli, yaitu suatu niat tolongmenolong sesama peserta apabila ada yang ditakdirkan mendapat musibah. Mekanisme ini
oleh para ulama dianggap paling selamat, karena kita menghindari larangan Allah dalam
praktik muamalah yang gharar.
Pada akad asuransi konvensional dana peserta menjadi milik perusahaan asuransi (transfer of
fund). Sedangkan dalam asuransi syariah, dana yang terkumpul adalah milik peserta
(shahibul mal) dan perusahaan asuransi syariah (mudharib) tidak bisa mengklaim menjadi
milik perusahaan.
saudaranya maka Allah akan memenuhi hajatnya."(HR Bukhari Muslim dan Abu Daud).
Untuk produk asuransi jiwa syariah yang mengandung unsur saving maka dana yang
dititipkan oleh peserta (premi) selain terdiri dari unsur dana tabarru terdapat pula unsur dana
tabungan yang digunakan sebagai dana investasi oleh perusahaan. Sementara investasi pada
asuransi kerugian syariah menggunakan dana tabarru karena tidak ada unsur saving. Hasil
dari investasi akan dibagikan kepada peserta sesuai dengan akad awal. Jika peserta
mengundurkan diri maka dana tabungan beserta hasilnya akan dikembalikan kepada peserta
secara penuh.
Prof. Mustafa Ahmad Zarqa berkata bahwa dalam asuransi konvensional terdapat unsur
gharar yang pada gilirannya menimbulkan qimar. Sedangkan al qimar sama dengan al
maisir. Muhammad Fadli Yusuf menjelaskan unsur maisir dalam asuransi konvensional
karena adanya unsur gharar, terutama dalam kasus asuransi jiwa. Apabila pemegang polis
asuransi jiwa meninggal dunia sebelum periode akhir polis asuransinya dan telah membayar
preminya sebagian, maka ahliwaris akan menerima sejumlah uang tertentu. Pemegang
polistidak mengetahui dari mana dan bagaimana cara perusahaan asuransi konvensional
membayarkan uang pertanggungannya. Hal ini dipandang karena keuntungan yang diperoleh
berasal dari keberanian mengambil risiko oleh perusahaan yang bersangkutan. Muhammad
Fadli Yusuf mengatakan, tetapi apabila pemegang polis mengambil asuransi itu tidak dapat
disebut judi. Yang boleh disebut judi jika perusahaan asuransi mengandalkan
banyak/sedikitnya klaim yang dibayar. Sebab keuntungan perusahaan asuransi sangat
dipengaruhi oleh banyak /sedikitnya klaim yang dibayarkannya.
Riba
Dalam hal riba, semua asuransi konvensional menginvestasikan dananya dengan bunga, yang
berarti selalu melibatkan diri dalam riba. Hal demikian juga dilakukan saat perhitungan
kepada peserta, dilakukan dengan menghitung keuntungan di depan. Investasi asuransi
konvensional mengacu pada peraturan pemerintah yaitu investasi wajib dilakukan pada jenis
investasi yang aman dan menguntungkan serta memiliki likuiditas yang sesuai dengan
kewajiban yang harus dipenuhi. Begitu pula dengan Keputusan Menteri Keuangan No.
424/KMK.6/2003 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan
Reasuransi. Semua jenis investasi yang diatur dalam peraturan pemerintah dan KMK
dilakukan berdasarkan sistem bunga.
Asuransi syariah menyimpan dananya di bnak yang berdasarkan syariat Islam dengan sistem
mudharabah. Untuk berbagai bentuk investasi lainnya didasarkan atas petunjuk Dewan
Pengawas Syariah. Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imron ayat 130,"Hai orang-orang
yang beriman janganlah kamu memakan riba yang memang riba itu bersifat berlipat ganda
dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapatkan keberuntungan." Hadist,
"Rasulullah mengutuk pemakaian riba, pemberi makan riba, penulisnya dan saksinya seraya
bersabda kepada mereka semua sama."(HR Muslim)
Dana Hangus
Ketidakadilan yang terjadi pada asuransi konvensional ketika seorang peserta karena suatu
sebab tertentu terpaksa mengundurkan diri sebelum masa reversing period. Sementara ia
telah beberapa kali membayar premi atau telah membayar sejumlah uang premi. Karena
kondisi tersebut maka dana yang telah dibayarkan tersebut menjadi hangus. Demikian juga
pada asuransi non-saving atau asuransi kerugian jika habis masa kontrak dan tidak terjadi
klaim, maka premi yang dibayarkan akan hangus dan menjadi milik perusahaan.
Kebijakan dana hangus yang diterapkan oleh asuransi konvensional akan menimbulkan
ketidakadilan dan merugikan peserta asuransi terutama bagi mereka yang tidak mampu
melanjutkan karena suatu hal. Di satu sisi peserta tidak punya dana untuk melanjutkan,
sedangkan jika ia tidak melanjutkan dana yang sudah masuk akan hangus. Kondisi ini
mengakibatkan posisi yang dizalimi. Prinsip muamalah melarang kita saling menzalimi, laa
dharaa wala dhirara ( tidak ada yang merugikan dan dirugikan).
Asuransi syariah dalam mekanismenya tidak mengenal dana hangus, karena nilai tunai telah
diberlakukan sejak awal peserta masuk asuransi. Bagi peserta yang baru masuk karena satu
dan lain hal mengundurkan diri maka dana/premi yang sebelumnya dimasukkan dapat
diambil kembali kecuali sebagian kecil dana yang dniatkan sebagai dana tabarru (dana
kebajikan). Hal yang sama berlaku pula pada asuransi kerugian. Jika selama dan selesai masa
kontrak tidak terjadi klaim, maka asuransi syariah akan membagikan sebagian dana/premi
tersebut dengan pola bagi hasil 60:40 atau 70:30 sesuai kesepakatan si awal perjanjian (akad).
Jadi premi yang dibayarkan pada awal tahun masih dapat dikembalikan sebagian ke peserta
(tidak hangus). Jumlahnya sangat tergantung dari hasil investasinya.