TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic
fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi
klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopeniadan diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai
oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.
Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang
ditandai oleh renjatan/syok (Suhendro, Nainggolan, Chen, 2006).
1.2. Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan
diameter 30nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 106.
Terdapat 4 serotipe virus tipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue keempat
serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat
reaksi silang antara serotype dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese
encephalitis dan West Nile virus (Suhendro, Nainggolan, Chen).
1.3. Epidemiologi
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan
Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air.
Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan
pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun
1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama A.
aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi
lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang
berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya).
Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu :
Vektor : perkembang biakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di
lingkungan, transportasi vektor dilingkungan, transportasi vektor dai satu tempat ke
tempat lain;
Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk (WHO, 2000).
1.4. Patogenesis
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih diperdebatkan.
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis
berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue.
Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berepran dalam respon imun
seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan memproduksi
interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6
dan IL-10;
Monosit dan makrolag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi.
Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi
sitokin oleh makrofag;
Selain itu aktivitasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a
dan C5a.
Gambar 2.1. Hipotesis secondary heterologus infections (Sumber: Suvatt 1977-dikutip dari
Sumarmo, 1983).
Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous infection
yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan
tipe yang berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi anamnestik antibodi sehingga
mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi.
Kurang dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan peneliti lain;
menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang me-fagositosis
kompleks virus-antibody non netralisasi sehingga virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya
infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T helper dan T sitotoksik sehingga
diprosuksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit
sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-, IL-1, PAF (platelet activating
factor), IL-6 dan histamine yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi
kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh kompleks virusantibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme :
Supresi sumsum tulang, dan
Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.
Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (<5 hari) menunjukkan keadaan
hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan
proses hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar tromobopoietin dalam darah pada
saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya
stimulasi tromobositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g,
terdapatnya antibody VD, konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan sekuestrasi di
perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP,
peningkatan kadar b-tromoboglobulin dan PF4 yang merupakan petanda degranulasi
tromobosit.
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang menyebabkan
disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya koagulopati konsumtif pada
demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue
terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan
melalui aktivasi factor Xia namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor
complex) (Price, Wilson, 2006).
1.5. Manifestasi klinis dan perjalanan penyakit
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau dapat berupa
demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindrom syok dengue
(SSD).
Pada umumnya pasien mengalami fase demam 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis
selam 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai risiko
untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan tidak adekuat (Kabra, Jain, Singhal,
1999).
1.6. Pemeriksaan penunjang
1.6.1. Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam
dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan
hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relative disertai gambaran limfosit
plasma biru.
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun
deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reserve Transcriptase
Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis
yang mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap dengue berupa antibody total, IgM
maupun IgG.
Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain :
Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis
relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15%
dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat.
Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.
Hemostasis: Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada
keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
Protein/albumin: Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat.
Ureum, Kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.
Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
Golongan darah: dan cross macth (uji cocok serasi): bila akan diberikan transfusi
darah atau komponen darah.
Imuno serologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.
o IgM: terdeksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang
setelah 60-90 hari.
o IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi
sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2.
Uji III: Dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari
perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans. (WHO, 2006)
Dari keterangan di atas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD adalah
pada DBD ditemukan adanya kebocoran plasma. (WHO, 1997)
1.8. Diagnosis Banding
Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaian klinis dengan
demam tiroid, campak, influenza, chikungunya dan leptospirosis.
Sindrom Syok Dengue (SSD).
Seluruh kriteria di atas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi
nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun ( 20 mmHg), hipotensi dibandingkan
standar sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah. (Suhendro, Nainggolan L, Chen
K, Pohan, 2006)
1.9. Derajat penyakit infeksi virus dengue
Untuk menentukan penatalaksanaan pasien infeksi virus dengue, perlu diketahui
klasifikasi derajat penyakit seperti tertera pada tabel 2.1.
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas pasien
Nama
: B/833031
Umur
: 6 6/12 tahun
: Padang
Keluhan Utama :
Demam sejak 4 hari yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang :
Demam sejak 4 hari yang lalu, tinggi, terus menerus, tidak disertai menggigil
sendok makan
Buang air kecil jumlah dan warna biasa, terakhir buang air kecil 2 jam
Tidak ada anggota keluarga, teman sekolah ataupun tetangga yang menderita
demam berdarah
Selama ibu hamil tidak pernah menderita sakit berat, tidak mengkonsusmsi obatobatan, tidak pernah mnedapat penyinaran, tidak ada kebiasaan merokok dan minum
alkohol, kontrol teratur ke bidan setiap bulan , mendapat imunisasi TT 1x dan hamil
cukup bulan
Riwayat Persalinan
Lahir spontan ditolong bidan, cukup bulan, berat badan lahir 2500 gram, panjang
badan 50 cm, langsung menangis kuat
Riwayat Makanan dan minuman :
Anak mendapat ASI sejak lahir hingga 2 tahun. Susu formula sejak 8 bulan hingga 2
tahun. Bubur susu didapatkan 8 bulan- 10 bulan. Nasi tim dari 11 bulan- 15 bulan. Nasi biasa
dari 2 tahun hingga sekarang 3 porsi sehari, sekali makan 6-8 sendok makan sekali makan.
Riwayat imunisasi
Pasien mendapat imunisasi dasar lengkap
Riwayat tumbuh kembang
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan anak dalam batas normal.
Riwayat sosial ekonomi :
Pasien anak ke 2 dari 2 bersaudara, ibunya tamatan SMA, ayah tamatan STM,
pekerjaan ayah buruh, dan pekerjaan ibu adalah ibu rumah tangga dengan penghasilan
ayah sebulan lebih kurang Rp 1.500.000
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis :
Keadaan umum
Kesadaran
: sadar
Tekanan darah
: 110/70 mmHg
BB/U : 75%
Nadi
: 90 /menit
TB/U : 95%
Nafas
: 24x /menit
BB/TB : 78 %
Suhu
: 37,7oC
Tinggi badan
: 111 cm
Berat badan
: 15 kg
Kulit
: teraba hangat
Ptekie spontan di abdomen
KGB
Kepala
Rambut
Mata
:konjungtiva tidak anemis sclera tidak icteric, pupil isokor 2mm/2mm reflek
cahaya +/+
Telinga
Hidung
Paru
Inspeksi
: normochest, simetris
Palpasi
Perkusi
: sonor
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Timpani
Hb 12,5 gr/dl
Leukosit : 5000 gr/dl
Hitumg jenis : 0/0/1/31/63/5
Hematrokit 37%
Trombosit 85.000/mm3
Pemeriksaan tinja
Pemeriksaan urin
Hasil pemeriksaan :
Hb : 12,6 gr/dl
Ht : 39 %
Trombosit : 52.000
Kesan :penurunan trombosit dari sebelumnya, dan peningkatan hematokrit dari sebelumnya
FOLLOW UP :
21 Juli 2013
s/ demam tidak ada
batuk ada, berdahak
sesak nafas tidak ada
nyeri perut tidak ada
perdarahan dari gusi, mulut, hidung dan saluran pencernaan tidak ada
Inspeksi :normochest,simetris
Palpasi: fremitus normal kiri sama dengan kanan
Perkusi :sonor
Auskultasi :
Perenteral : 500 cc
1300 cc
urine : 700 cc
1037,5 cc
a/ hemodinamik stabil
p IVFD KOEN 1B 65 cc/kgbb/hr (14 tetes/menit makro)
Makanan cair 1300 kkal
Banyak minum
Paracetamol 150 mg(jika T>38,50C )
22 Juli 2013
s/ demam tidak ada
batuk ada, berdahak
sesak nafas tidak ada
nyeri perut tidak ada
perdarahan dari gusi, mulut, hidung dan saluran pencernaan tidak ada
buang air besar ada, warna dan konsistensi biasa
buang air kecil ada, warna dan konsistensi biasa
o/ keadaan sakit sedang, GCS 15
nadi : 98x/mnt
nafas : 22x/mnt
suhu : 36,90C
tekanan darah :100/60 mmHg
mata: masih konjungtiva tidak anemis, sclera tidak icteric
Paru:
Inspeksi :normochest,simetris
Palpasi: fremitus normal kiri sama dengan kanan
Perkusi :sonor
Auskultasi :
1400 cc
900 cc