yang berada dalam hutan rimba raya itu. Buat pikiran orang
serba sederhana itu jiwa cuma bisa dipatahkan karena ditimpa
oleh pohon besar. Demikianlah di mata orang sederhana itu,
semua benda yang dahsyat di sekitarnya dianggap mengandung
jiwa seperti dirinya sendiri. Pohon besar yang rindang dahsyat,
air mancur yang bergemuruh; binatang buas yang berbahaya;
bahkan batu dan kayu pun dianggapnya berjiwa, bernyawa.
Sesungguhnya anti tesis antara buruk dan baik, yang terpendam
dalam pengalamannya sehari-hari belum lagi begitu terpisah
dalam pandangannya. orang sederhana memuja bukan yang
baik asal baik saja, tetapi juga yang jahat. Mereka memberikan
korban kepada keduanya, yang baik maupun yang jahat. Hantu
yang jahat tak kurang menerima pujaan atau korban orang
sederhana daripada hantu yang baik, yakni hantu kawan
manusia. tentulah di mana alam sangat dahsyat di sanalah
hantu jahat, harimau si raja hutan atau sang buaya mendapat
perhatian lebih dari pada yang baik.
Teranglah sudah bahwa zaman serba permulaan itu pandangan
bangsa Indonesia, dalam keadaan serba-serbi itu pula,
berdasarkan paham yang oleh para ahli dinamai kepercayaan
animisme. Semua yang ada di alam ini dianggapnya berjiwa,
bernyawa.
Berkenaan dengan manusia sederhana bangsa kita tadi dengan
alamnya di mana mansuia itu berlaku pasif, menerima, bahkan
menderita ketakutan saja, di masa inipun berlakulah hukum
dialektika, yakni perubahan bilangan sedikit demi sedikit,
lama-kelamaan menjadi pertukaran sifat (quantity into quality).
Dalam pencarian hidupnya sehari-hari menghadapi pelbagai
bahaya di hutan, di gunung, di air dan menderita
bermacam-macam penyakit, lama kelamaan tahu-tahu