RUANG INTENSIF
Abstract
Treatment in intensive care often lead to negative experiences that will be a
special experience for the patient. Negative experiences are experienced by
patients is sleepd is order. Sleepd is ordersin critically patient scan cause a
variety of serious consequences for the patient. This literature reviewaimed
to identify many factors associated with sleep quality of patients in intensive
care. Based on the review, the authors found fourmain factors that affect the
quality of sleep of patients that patient factors, environmental, nursing action
at night and medication
PENDAHULUAN
Intensive Care Unit (ICU) merupakan bagian dari rumah sakit yang
mandiri, dengan staf dan perlengkapan khusus yang ditujukan untuk observasi,
perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit akut, cedera atau
penyulit -penyulit yang mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa
dengan prognosis dubia yang diharapkan masih reversibel (KMK, 2010).
Pengalaman pasien selama perawatan di ruang intensif meliputi
pengalaman positif dan negatif.Pengalaman positif yang dirasakan oleh pasien
adalah rasa aman dan dilindungi.Pengalaman negatif yang dirasakan oleh pasien
timbul dari masalah yang sering dialami oleh pasien yang dirawat di ruang
intensif yaitu rasa takut, kecemasan, gangguan kognitif, dan perasaan tidak
nyaman seperti nyeri, cemas dan gangguan tidur (Stein & McKinley, 2000).Studi
mengenai pengalaman pasien dirawat di ruang intensif menunjukkan sebanyak
11
RSUP DR. Hasan Sadikin Bandung
2
Universitas Padjadjaran Fakultas Keperawatan Bandung.
1054
Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia Vol. 10. No. 2 September 2014
1055
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhikualitas Tidur Pasien Di Ruang Intensif Yesy
Pusparini, Kusman Ibrahim, Ayu Prawesti
adanya suatu hubungan yang positif dyspnea (sesak) dan Fatique (kelelahan)
(r=0.43, p<0.001) dan kesulitan tidur (r= 0.39), p< 0.001). Sedangkan hubungan
antara kelelahan dengan kesulitan tidur positif tetapi tidak signifikan (r=0.19).
Nyeri dan perasaan tidak nyaman membatasi kedalaman tidur dan sering
menyebabkan perode terjaga dari tidurnya.Nyeri terjadi karena adanya
rangsangan dan reseptor (nosiseptor).Nosiseptor merupakan ujung-ujung saraf
bebas yang memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki myelin.Nyeri pada pasien
yang dirawat di ruang perawatan intensif berhubungan dengan nyeri dada akibat
proses penyakit pada jantung dan nyeri post tindakan intervensi koroner maupun
pembedahan. Menurut Alwi (2007), nyeri dada angina merupakan gejala kardinal
pasien dengan sindroma koroner akut. Nyeri dada angina biasanya terletak pada
substernal atau retrosternal dan prekordial.Sifat rasa nyeri seperti ditekan, rasa
terbakar, ditindih benda berat, ditusuk, diperas dan dipelintir.Biasanya nyeri
menjalar ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi,
punggung/interskapula, perut dan lengan kanan.Nyeri pasien miokard infark
berkaitan dengan iskemia yang mengakibatkan terkumpulnya asam laktat dalam
jaringan.
Menurut Potter & Perry (2005), usia, jenis kelamin, budaya, makna nyeri,
perhatian, kecemasan, keletihan dan pengalaman sebelumnya dapat
mempengaruhi respon dan persepsi nyeri. Sehingga indikator untuk mengetahui
intensitas nyeri yang paling penting adalah laporan pasien mengenai nyeri yang
dirasakannya.
Hubungan antara nyeri dan kualitas tidur sangat kompleks. Menurut
Kozier Erb, Berman dan Snyder(2004), nyeri dapat menimbulkan penurunan
kapasitas vital paru, FRC dan timbulnya hipoksemia sehingga tubuh melakukan
kompensasi dengan meningkatkan frekuensi nafas untuk memenuhi kebutuhan
oksigen tubuh. Nafas yang pendek ini dapat mengganggu tidur.Hasil penelitian
Maryana (2011), skor intensitas nyeri pada pasien sindrom koroner akut di ruang
CICU dan UGD adalah 8 (3 orang) dan 3 (4 orang).Setelah mendapatkan terapi
farmakologi (nitrat, beta bloker, ACE inhibitor dan antiplatelet) 2 orang skor
nyerinya menjadi 7 dan 5 orang dengan skor intensitas nyeri 2.Hal ini
menguatkan bahwa pemberian terapi farmakologi tersebut sangat penting untuk
meningkatkan aliran darah koroner, mengurangi beban jantung dan mengurangi
konsumsi oksigen.
1056
Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia Vol. 10. No. 2 September 2014
1057
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhikualitas Tidur Pasien Di Ruang Intensif Yesy
Pusparini, Kusman Ibrahim, Ayu Prawesti
sebelum operasi, sebelum pulang dan setelah sepuluh hari pulang dari rumah
sakit. Total responden yang mengikuti seluruh fase penelitian berjumlah 130
orang. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa rata-rata pasien memiliki
tingkat kecemasan yang rendah di semua fase penelitian.Level kecemasan pada
ambang batas klinis (skor HADS 8) terjadi pada sebelum pembedahan dan
sebelum pulang dari rumah sakit. Stresor tertinggi penyebab kecemasan
sebelum pembedahan adalah menunggu pembedahan (mean 2.02), stresor
tertinggi setelah pembedahan adalah perasaan terasing jauh dari rumah dan
pekerjaan (mean 1.63) dan stresor tertinggi setelah pulang dari rumah sakit
adalah perasaan nyeri dan tidak nyaman (mean 0.96). Penelitian ini juga
menunjukkan tidak ada perbedaan stressor yang signifikan antara responden
pria dan wanit (p<0.001). Prediktor kecemasan sebelum pembedahan adalah
wanita, konsentrasi saat harus menunggu operasi, nyeri dan ketidaknyamanan
serta riwayat gaya hidup. Prediktor kecemasan setelah pembedahan adalah
penggunaan anxyolitic, antidepresan, kecemasan sebelum prosedur dan
kesulitan tidur di tempat tidur yang asing. Sedangkan prediktor kecemasan
setelah pulang dari rumah sakit meliputi kecemasan yang sudah ada sebelum
prosedur operasi, perasaan nyeri dan ketidaknyamanan.
2. Faktor Lingkungan
Bihari., et al. (2012) membagi dua faktor yang mempengaruhi tidur pada pasien
di ruang rawat intensif yaitu faktor lingkungan dan faktor non lingkungan. Faktor
lingkungan dalam penelitiannya terdiri dari suara, cahaya, intervensi
keperawatan, pemeriksaan diagnostik, pengukuran tanda-tanda vital, flebotomi,
pemberian obat-obatan, alarm bedside monitor, pulse oximetry, suara berbicara,
alarm infuse pump, nebulizer, suara telepon petugas, televisi, telepon ruangan
dan alarm ventilator. Sedangkan yang termasuk dalam faktor non lingkungan
adalah karakteristik pasien , nyeri, dan obat yang digunakan oleh pasien selama
dirawat, terutama obat-obatan yang mempengaruhi kualitas tidur. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa suara adalah dimensi lingkungan yang paling mengganggu
kualitas tidur pasien di ruang intensif.
Penelitian mengenai suara di ruang intensif sudah banyak
dilakukan.Suara tersebut dapat bersifat kontinyu, fluktuatif maupun intermiten.
Level suara yang direkomendasikan oleh WHO tidak lebih dari 30dB(A) dan pada
malam hari harus di bawah 40dB(A). Suara benda yang jatuh ke lantai memiliki
1058
Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia Vol. 10. No. 2 September 2014
1059
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhikualitas Tidur Pasien Di Ruang Intensif Yesy
Pusparini, Kusman Ibrahim, Ayu Prawesti
1060
Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia Vol. 10. No. 2 September 2014
4. Faktor Medikasi
Menurut Opie and Gersh (2001) dalam bukunya yang berjudul Drugs for
the Heart, 10 obat yang paling sering digunakan pada pasien dengan
permasalahan jantung adalah:
1. agen -blocking
2. Nitrat
3. Calcium Channel Blocker
4. Diuretik
5. Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitors, angiotensin- II receptor
blockers (ARBs) dan aldosterone antagonist.
6. Digitalis, inotropic akut, dan dilator inotropic
7. Obat-obat antihipertensi
8. Obat-obat antiaritmia
9. Agen antitrombotik: Inhibitor Platelet, antikoagulan dan fibrinolitik
10. Penurun kadar lemak dan anti atherosklerotik
Medikasi pada pasien dengan masalah kardiovaskular seperti golongan
beta bloker yang sering digunakan dalam penatalaksanaan tekanan darah tinggi
dan gagal jantung kongestif berefek mengurangi fase REM , tidur gelombang
lambat serta meningkatkan tidur di siang hari. Alpha bloker yang juga sering
digunakan dalam terapi tekanan darah tinggi berkontribusi terhadap penurunan
fase REM dan meningkatkan tidur di siang hari.Golongan antidepresan dapat
mengurangi tidur pada fase REM dan dapat menyebabkan gangguan tidur dalam
jangka lama.Antidepresan golongan SSRIs bahkan dapat meningkatkan
insomnia.Golongan hipnotik dapat mempengaruhi tahap III dan IV tidur NREM
dan menekan tidur REM. Golongan narkotik juga dapat menekan tidur REM dan
menyebabkan sering terbangun dan menyebabkan rasa kantuk.Obat penenang
mempengaruhi tidur REM. Amfetamin dan antidepresan menurunkan tidur REM
secara tidak normal.Pasien - pasien di Ruang CICU hampir selalu mendapatkan
terapi morfin dan atau diazepam.
1061
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhikualitas Tidur Pasien Di Ruang Intensif Yesy
Pusparini, Kusman Ibrahim, Ayu Prawesti
SIMPULAN
Tidur merupakan masalah yang sering dialami oleh pasien di ruang
perawatan intensif.Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor kondisi
pasien itu sendiri, faktor lingkungan perawatan, faktor pemberian intervensi
keperawatan pada shift malam dan faktor medikasi.Faktor-faktor tersebut hampir
1062
Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia Vol. 10. No. 2 September 2014
DAFTAR PUSTAKA
Bihari, S., McEvoy, R. D., Matheson, E., Kim, S., Woodman, R. J., & Bersten, A.
D. (2012). Factors affecting sleep quality of patients in intensive care unit.
Journal of clinical sleep medicine: JCSM: official publication of the
American Academy of Sleep Medicine, 8(3), 301.
Bourne, R. S., & Mills, G. H. (2004). Sleep disruption in critically ill patients
pharmacological considerations. Anaesthesia, 59(4), 374-384.
Delves, J. (2009). Sleep deprivation in the intensive care unit. HNE Handover:
For Nurses and Midwives, 2(1).
Direktorat Keperawatan dan Keteknisian Medik Dirjen Pelayanan Medik Depkes
RI.(2006). Standar Pelayanan Keperawatan di ICU. Depkes RI
Everson,C. & Toth,L. (2000). Systemic bacterial invasion induced by sleep
deprivation. American Journal of Physiology-Regulatory, Integrative and
Comparative Psychology, 278(4), 905-916.
Frazier, S.K., et al. (2002). Critical Care Nurses Assesment of Patients
Anxiety:Reliance on Physiological and behavioral Parameters. Am J Crit
Care 2002;11:57-64.
Freedman, N. S., Kotzer, N., & Schwab, R. J. (1999).Patient perception of sleep
quality and etiology of sleep disruption in the intensive care unit.American
journal of respiratory and critical care medicine, 159(4), 1155-1162.
Freedman, N.S., Gazendam, J., Levan L et al. (2001). Abnormal Sleep or Wake
Cycles and The Effect of Environmental Noise on Sleep Disruption in The
Intensive Care Unit. American Journal Respiratory critical Care Medicine.
163:451-7.
Gabor,J., Cooper, A. & Hanly,P. (2001). Sleep disruption in the intensive care
unit. Current Opinion in Critical Care, 7(1), 21-27.
1063
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhikualitas Tidur Pasien Di Ruang Intensif Yesy
Pusparini, Kusman Ibrahim, Ayu Prawesti
Hilton, B. (1976). Quantity and quality of patients' sleep and sleepdisturbing factors in a respiratory intensive care
unit.Journal of advanced nursing, 1(6), 453-468.
Hofhuis, Jose.,et al. (2008). Experiences of Critically Ill Patientsin The ICU.
Department of Intensive Care Erasmus Medical center. Rotterdam.
Honkus, V. L. (2003). Sleep deprivation in critical care units. Critical care nursing
quarterly, 26(3), 179-191.
Hsu, S. M., Ko, W. J., Liao, W. C., Huang, S. J., Chen, R. J., Li, C. Y., & Hwang,
S. L. (2010). Associations of exposure to noise with physiological and
psychological outcomes among post-cardiac surgery patients in
ICUs.Clinics, 65(10), 985-989.
Kahn DM, Cook TE, Carlisle CC et al. (1998). Identification and modification of
environmental noise in an ICU setting.Chest 1998;114:535-40.
Kozier, Erb, Berman & Snyder, 2004.(2004). Fundamental of Nursing. United
states of America:Pearson education Inc.
Lengas, E. (2012). The effect of sleep quality and sleep quantity on concussion
assessment (Doctoral dissertation, THE UNIVERSITY OF NORTH
CAROLINA AT CHAPEL HILL).
Leodux, S (2008). The effects of Sleep Deprivation on Brain and
Behavior.http://serendip.brynmawr.edu/exchange/node/1690.
Lusk,B& Lash,A. (2005). The Stress response, psychoneuroimmunology, and
stress among ICU patients. Dimensions of Respiratory and Critical Care
Nursing, 24(1), 25-31.
Makic, M.B.F., Rauen,C., Watson,R., & Poteet,A.W. (2014). Examining the
Evidence to Guide Practice: Challenging Practice Habits.Association
American Critical Care Nurse Journal, 34 (2)28-46.
Morton.,Fontaine,D., Hudak,C., & Gallo,B. (2008). Keperawatan Kritis:
Pendekatan Asuhan Holistik. Jakarta: penerbit Buku Kedokteran EGC.
Olson, D., et al (2001). Quite time: a nursing intervention to promote sleep in
neurocritical care units. American Journal of Critical Care, 10(2), 74-78.
Opie, L.H. & Gersh,B.J. (2005). Drugs for the Heart.Pennsylvania: Elsevier Inc.
Parthasarathy, S., & Friese, R. (2012). Sleep, circadian rhythms, and critical
illness. Sleep, 35(8), 1029.
Patel,M., Chipman,J.,Carlin.B.W.,& Shade,D. (2008). Sleep in Intensive Care
Unit Setting. Critical care nursing quaterly, 31 (4), 309-318.
Potter, P.A., & Perry,A.G. (2009). Fundamental Keperawatan. Jakarta:Salemba
Medika.
Stein-Parbury J, McKinley S (2000). Patients experiences of being in an
intensive care unit: A select literature review:American Journal Critical
Care 9(1):20-27.
Stuart, G.W. (2012). Principles and Practice of Psychiatric Nursing.10thEdition.
Chapter 16: 244.
Suwartika, I.(2012).Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Insomnia
Pada Pasien yang dirawat di Ruang Perawatan Jantung Intensif RSUP
1064
Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia Vol. 10. No. 2 September 2014
1065