PENDAHULUAN
Diare merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti di
Indonesia, karena morbiditas dan mortalitas-nya yang masih tinggi. Survei morbiditas
yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010
terlihat kecenderungan insidens naik. Pada tahun 2000 IR penyakit Diare 301/1000
penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374/1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 /
1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa
(KLB)
diare
juga
masih
sering
terjadi,
dengan
CFR
yang
masih
tinggi
(http://www.depkes.go.id/folder/view/01/structure-publikasi-pusdatin-buletin.html).
Dari hasil Riskesdas pada tahun 2007 diperoleh bahwa diare masih merupakan
penyebab kematian bayi yang terbanyak yaitu 42% dibanding pneumonia 24%, untuk
golongan usia 14 tahun penyebab kematian karena diare 25,2% dibanding pneumonia
15,5%. Selain itu, penyebab utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak
tepat baik di rumah maupun di sarana kesehatan.
Menurut waktu berlangsungnya secara garis besar diare dibagi menjadi diare akut,
diare kronis, dan diare persisten. Di Indonesia sendiri diare akut menempati urutan
pertama dari semua jenis diare. Terdapat banyak penyebab diare akut pada anak. Pada
sebagian besar kasus, penyebabnya adalah infeksi akut intestinum yang disebabkan oleh
virus, bakteri, atau parasit. Akan tetapi, berbagai penyakit lain juga dapat menyebabkan
diare akut, termasuk sindroma malabsorpsi. Diare karena virus umumnya bersifat self
limiting sehingga aspek terpenting yang harus diperhatikan adalah mencegah terjadinya
dehidrasi yang menjadi penyebab utama kematian dan menjamin asupan nutrisi untuk
mencegah gangguan pertumbuhan akibat diare. Diare menyebabkan hilangnya sejumlah
besar air dan elektrolit dan sering disertai dengan asidosis metabolik karena kehilangan
basa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Diare Akut
I.I Definisi
Diare akut adalah buang air besar (BAB) pada bayi atau anak dengan
konsistensi lebih lunak atau cair, frekuensi lebih 3 kali dalam 24 jam yang
berlangsung kurang dari 14 hari.
Diare akut adalah buang air besar (BAB) pada bayi atau anak lebih dari 3 kali
per hari, disertai dengan perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa
lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu (WHO. Persistent
diarrhea in children in developing countries: memorandum from a WHO meeting.
Bull World Health Organ. 1988; 66: 709-17)
1.2 Epidemiologi
Diare merupakan masalah di negara berkembang termasuk di Indonesia dan
merupakan penyakit dengan angka kesakitan dan kematian tertinggi pada anak
dibawah usia 5 tahun. Di dunia 6 juta anak meninggal tiap tahunnya akibat diare.
Menurut hasil Riskesdas diare adalah penyebab utama kematian pada bayi yang
terbanyak yaitu 42%, disusul pneumonia 24%. Pada anak 1-4 tahun diare juga
penyebab kematian tertinggi yaitu 25,2%, dibanding pneumonia 15,5%.
1.3 Cara penularan dan Faktor Risiko
Penularan diare dapat melalui fekal-oral, tapi dapat juga melalui berbagai objek
yang tercemar oleh enteropatogen yang berasal dari tinja penderita baik secara
langsung maupun tidak langsung, melalui 4 F = finger, flies, fluid, field (Subagyo B.
Nurtjahjo NB. Diare Akut, Dalam: Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H, Arief S,
Rosalina I, Mulyani NS, penyunting. Buku ajar Gastroentero-hepatologi:jilid 1.
Jakarta : UKK Gastroenterohepatologi IDAI 2011; 87-120).
Faktor risiko yang dapat mneyebabkan terserang enteropatogen adalah sanitasi
yang buruk, kurangnya sarana kebersihan, pencemaran air dan makanan,
kebersihan pribadi yang buruk, dan penyimpanan makanan yang tidak higienis.
Beberapa faktor lain seperti umur, adanya infeksi asimtomatik, epidemi dan
pandemi. Untuk faktor umur, sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun
pertama. Insidensi tinggi pada kelompok umur 611 bulan yang pada saat itu
diberikan makanan pendamping ASI, hal ini mengakibatkan kurangnya kekebalan
bayi, dan pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi oleh tinja yang
terkontaminasi bakteri. Infeksi asimtomatik biasanya saat usia lebih dari 2 tahun
karena sudah ada pembentukan antibodi aktif dan orang tersebut tidak menyadari
adanya infeksi dan tidak menjaga kebersihan.
Faktor musim, di daerah subtropik diare karena bakteri sering terjadi saat
musim panas, sedangkan diare karena virus terutama rotavirus terjadi saat musim
dingin. Pada daerah tropik, diare karena rotavirus terjadi sepanjang tahun dan
meningkat saat musim kemarau, sedang diare karena bakteri cenderung meningkat
saat musim hujan (Soenarto Y. Diare kronis dan diare persisten. Dalam: Juffrie M,
Soenarto SSY, Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS, penyunting. Buku ajar
Gastroentero-hepatologi:jilid 1. Jakarta : UKK Gastroenterohepatologi IDAI 2011;
121-136)
Epidemi dan pandemi, Vibrio cholera dan Shigella dysentriae dapat
menyebabkan epidemi dan pandemi yang membuat angka kematian meningkat.
Sejak tahun 1961, kolera yang disebabkan oleh V.cholera 0,1 biotipe Eltor telah
menyebar ke negara- negara di Afrika, Amerika Latin, Asia, Timur tengah, Amerika
Utara dan Eropa. Dalam kurun waktu yang sama Shigella dysentriae tipe 1 menjadi
penyebab wabah yang besar di Amerika Tengah dan terakhir di Afrika Tengah dan
Asia Selatan. Pada akhir tahun 1992 dikenal strain baru Vibrio Cholera yang
menyebabkan epidemi di Asia dan lebih dari 11 mengalami wabah (Pickering LK,
Snyder JD. Gastroenteritis in Behrman, Kliegman, Jenson eds. Nelson textbook of
Pediatrics 17ed. Saunders. 2004 : 1272-6)
1.4. Etiologi
Penyebab infeksi utama timbulnya diare adalah golongan virus, bakteri, dan
parasit,
alergi,
inteolerensi,
malabsorbsi,
keracunan
makanan,
mikroorganisme.
toksin
1.
2.
3.
4.
5.
GOLONGAN BAKTERI
Aeromonas
8. Salmonella
Bacillus cereus
9. Shigella
Campylobacter jejuni
10. Staphylococcus aureus
Clostridium perfringens
11. Vibrio cholera
Clostridium defficile
12. Vibrio parahaemolyticus
6. Escherichia coli
7. Plesiomonas Shigeloides
Tabel 2: Golongan virus yang menyebabkan diare
GOLONGAN VIRUS
1. Astrovirus
5. Rotavirus
6. Norwalk virus
3. Enteric adenovirus
4. Coronavirus
8.Cytomegalovirus
6. Isospora belli
7.Strongyloides stecoralis
8.Trichuris trichiura
Soenarto Y. Diare kronis dan diare persisten. Dalam: Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari
H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS, penyunting. Buku ajar Gastroenterohepatologi:jilid 1. Jakarta : UKK Gastroenterohepatologi IDAI 2011; 121-136
klorida, Na, K, Bikarbonat kedalam lumen usus. Enzim adenil siklase diaktifkan
oleh toksin yang dihasilkan dari mikroorganisme (vibrio, cholera, salmonella,
ETEC).
2. Diare Invasif
Diare invasif adalah diare akibat invasi mikroorganisme kedalam mukosa
usus sehingga terjadi kerusakan mukosa usus.
Diare invasif ada 2 :
1. Diare non disentriform : Tidak berdarah : Rotavirus
Virus masuk ke dalam saluran cerna, disaluran cerna virus berkembang biak
dan masuk ke bagian apikal usus halus sehingga menyebabkan kerusakan
bagian apikal dari vili, kemudian diganti oleh bagian kripta yang belum
matang atau imatur. Sel yang imatur tidak dapat berfungsi normal karena tidak
dapat menghasilkan enzim laktase.
2. Diare disentriform : Berdarah : Shigella, salmonella, EIEC.
Bakteri telah melewati barier asam lambung, kemudian masuk ke usus halus, dan
mengeluarkan enteroktoksin. Enterotoksin merangsang enzim adenil siklase
sehingga mengubah ATP menjadi cAMP dan mengakibatkan terjadinya diare
sekretorik. Bakteri sampai dikolon karen aadanya peristaltik usus dan
melakukan invasi membentuk mikroulkus dan sel - sel radang PMN.
3. Diare Osmotik
Diare yang diakibatkan karena tekanan osmotik tinggi didalam lumen usus
sehingga menarik cairan dari intrasel ke lumen usus dan menimbulkan watery
diare.
Penyebab diare non infeksi pada anak antara lain:
Defek anatomis
-Malrotasi
-Penyakit Hirchsprung
-Short Bowel Syndrome
-Atrofi mikrovili
Malabsorbsi
Keadaan seperti short bowel syndrome, celiac, protein, peptide, tepung,
asam amino, dan monosakarida mempunyai peran pada gerakan osmotik pada
lumen usus. Kerusakan sel (yang secara normal akan menyerap natrium dan air)
dapat disebabkan virus atau kuman, seperti Salmonella, Shigella, atau
Campylobacter. Sel tersebut juga dapat rusak karena inflammatory bowel
osmotik.
Endokrinopati
-Thyrotoksikosis
-Penyakit Addison
-Sindroma Adrenogenita
Lain-lain
-Infeksi non gastrointestinal
-Alergi susu sapi
-Penyakit crohn
-Defisiensi imun
-Colitis ulserosa
-Gangguan motilitas usus
-Pellagra.
Soenarto Y. Diare kronis dan diare persisten. Dalam: Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H,
Arief S, Rosalina I, Mulyani NS, penyunting. Buku ajar Gastroentero-hepatologi:jilid
1. Jakarta : UKK Gastroenterohepatologi IDAI 2011; 121-136
Subagyo B. Nurtjahjo NB. Diare Akut, Dalam: Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H,
Arief S, Rosalina I, Mulyani NS, penyunting. Buku ajar Gastroenterohepatologi:jilid 1. Jakarta : UKK Gastroenterohepatologi IDAI 2011; 87-120
Manifestasi immune mediated ekstraintestinal biasanya terjadi setelah diarenya sembuh,
contoh:
Tabel 4. Manifestasi immune mediated ekstraintestinal dan enteropatogen terkait.
Manifestasi
Enteropatogen terkait
Reactive arthritis
IgA nephropathy
Camphylobacter
Erythema nodusum
Hemolytic anemia
Camphylobcater, Yersinia
S.dysentrie, E.coli
Rotavirus
17-72 jam
+
Sering
Tenesmus
Shigella
24-48 jam
++
Jarang
Tenesmus
Salmonela
6-72 jam
++
Sering
Tenesmus
ETEC
6-72 jam
+
-
EIEC
6-72 jam
++
Tenesmus
Kolera
48-72 jam
Sering
Kramp
Nyeri kepala
Lamanya sakit
Sifat tinja
Volume
Frekuensi
5-7 hari
/ kramp
+
>7 hari
kolik
+
3-7 hari
2-3 hari
kramp
Variasi
3 hari
Sedang
5-10 x/hari
Sedikit
>10x/hari
Sedikit
Sering
Banyak
Sering
Sedikit
Sering
Banyak
Terus
Konsistensi
Darah
Bau
Warna
Cair
Langu
Kuning-hijau
Lembek
Sering
+/Merah
Lembek
Kadang
Busuk
Kehijauan
Cair
+
Tidak
Lembek
+
Tidak
Merah
menerus
Cair
Amis khas
Seperti air
bewarna
hijau
cucian
hijau
Leukosit
Lain-lain
Anoreksia
+
Kejang
+
Sepsis+/-
Meteorismus
+/-
Infeksi
beras
+/-
sistemik
Dehidrasi Ringan-sedang
dehidrasi kehilangan
Kehilangan BB 3% -9%
BB >9%
Normal, lelah,
gelisah, irritable
Normal-meningkat
Normal-melemah
Normal cepat
Sedikit cekung
Berkurang
Kesadaran
BB < 3 %
Baik
Denyut jantung
Kualitas nadi
Pernafasan
Mata
Air mata
Normal
Normal
Normal
Normal
Ada
Takikardia,bradikardia
Lemah, kecil, tidak teraba
Dalam
Sangat cekung
Tidak ada
Basah
Segera kembali
Normal
Hangat
Normal
Kering
Kembali< 2 detik
Memanjang
Dingin
Berkurang
Sangat kering
Kembali > 2 detik
Memanjang minimal
Dingin, sianotik
Minimal
A
Baik, sadar
B
*gelisah, rewel
C
*Lesu,
Mata
Air mata
Mulut dan lidah
Rasa haus
Normal
Ada
Basah
Minum biasa tidak
Cekung
Tidak ada
Kering
*haus, ingin minum
sadar
Sangat cekung dan kering
Kering
Sangat kering
*malas minum/ tidak bisa
Turgor kulit
Hasil
haus
Kembali cepat
Tanpa dehidrasi
banyak
minum
*kembali lambat
* kembali sangat lambat
Dehidrasi
ringan/ Dehidrasi berat bila ada 1
pemeriksaan
Rencana terapi A
*ditambah
tanda lain
Rencana terapi B
tidak
Terapi
lunglai,atau
Keadaan umum
Sehat
Gelisah,
Kekenyalan kulit
Normal
apatis, ngantuk
Sedikit kurang
syok
Sangat kurang
Mata
Normal
Sedikit cekung
Sangat cekung
Ubun-ubun besar
Normal
Kering
Sangat cekung
Mulut
Denyut nadi / menit
Normal
Kuat < 120
Kering
Sedang (120-140)
Hasil yang didapat pada penderita diberi angka 0,1 atau 2 sesuai dengan tabel
kemudian dijumlahkan. Nilai: 0-2 (ringan), 3-6 (sedang), 7-12 (berat).
3. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak
diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab
dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada
penderita dengan dehidrasi berat. Contoh: pemeriksaan darah lengkap, kultur urin
dan tinja pada sepsis atau infeksi saluran kemih. Pemeriksaan laboratorium yang
diperlukan pada diare akut:
Darah: darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur,
dan tes kepekaan terhadap antibiotika. Urine: urin lengkap, kultur, test kepekaan
terhadap antibiotika.
- Pemeriksaan makroskopik Tinja
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan meskipun pemeriksaan
laboratorium tidak dilakukan. Tinja yang watery, tanpa mukus dan darah biasanya
disebabkan oleh enterotoksin, virus, protozoa atau disebabkan infeksi diluar saluran
gastrointestinal.
Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi bakteri yang
menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang menyebabkan peradangan
mukosa atau parasit usus seperti: E. Histolytica, B.coli, dan T. Trichuria. Apabila
terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi E.Histolytica
darah sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi EHEC terdapat garisgaris darah pada tinja. Tinja yang berbau busuk didapatkan pada infeksi dengan
Salmonella, Giardia, Cryptosporodium, dan Strongyloides.
sitotoksin
G.lamblia, E.Histolytica,
Rhabditiform lava
Cryptosporidium
Strongyloides
Campylobacter jejuni.
Campylobacter jejuni
Y.Enterocolitica, V.Cholerae, C.difficile
adenoviurs, C.Difficile
E.coli, EHEC, EPEC
Sumber: Suparto
Buku Standar Penatalaksanaan Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya Rumah Sakit Mohammad Hoesin, 2010.
Pemeriksaan Mikroskopik
Bertujuan mencari adanya leukosit dan memberi informasi tentang penyebab
diare, letak anatomis, serta adanya proses peradangan mukosa. Leukosit dalam tinja
diproduksi sebagi respon terhadap bakteri yang menyerang mukosa kolon. Leukosit
yang postif pada pemeriksaan tinja menunjukan adanaya kuman invasif atau kuman
yang memproduksi sitotoksin seperti Shigella, Salmonella, C.jejuni, EIEC,
C.difficile, Y. Enterocolitica. Leukosit yang temukan pada umumnya adalah leukosit
PMN kecuali pada S.typhi leukosit mononuklear. Normalnya tidak dicari telur atau
parasit kecuali memiliki risiko tinggi, seperti habis berpergian ke daerah berisiko
tinggi, kultur tinja (-) untuk enteropatogen, diare lebih dari 1 minggu,dan pasien
immunocompromised.
Pada
pasien
yang
dicurigai
terinfeksi
Giardiasis,
lebih baik daripada oralit formula lama. Oralit baru dengan low osmolaritas ini
juga menurunkan kebutuhan suplementasi intravena dan mampu mengurangi
pengeluaran tinja hingga 20% serta mengurangi kejadian muntah hingga 30%.
Selain itu, oralit baru ini juga telah direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF
untuk diare akut non-kolera pada anak.
Tabel 10: Komposisi Oralit Baru
Oralit Baru Osmolaritas Rendah
Mmol/liter
Natrium
Klorida
Glucose, anhydrous
Kalium
Sitrat
Total Osmolaritas
75
65
75
20
10
245
Penderita diare harus segera diberi cairan seperti air tajin, larutan gula garam,
kuah sayur-sayuran dan pengobatan dapat dilakukan oleh keluarga penderita.
Jumlah cairan yang dapat diberikan untuk anak usia <1 tahun adalah 50-100 ml, 1-5
tahun adalah 100-200 ml, 5-12 tahun adalah 200-300 ml, dan dewasa 300-400 ml
setiap BAB. Untuk anak dibawah usia 2 tahun pemberian cairan dilakukan dengan
sendok, yaitu 1 sendok tiap 1-2 menit. Pemberian dengan botol tidak dianjurkan.
Anak yang lebih dewasa dapat minum dengan gelas. Bila anak muntah, tunggu
sekitar 10 menit baru diberikan carian lagi 1 sendok tiap 2-3 menit.
Pemberian carian dilakukan sampai diare berhenti. Asi tetap diberikan
disamping cairan. Makanan yang diberikan sedikit-sedikit (kurang dari 6x/hari)
serta rendah serat. Buah yang diberikan adalah buah pisang dan dilarang makan
makanan yang merangsang terjadinya diare seperti makanan pedas dan asam. Bila
pengobatan ini tidak berhasil atau semakin parah kemungkinan anak sudah masuk
dalam dehidrasi ringan-sedang.
2.
Tabel 11: Terapi cairan dan pemberian makanan pada GEA tanpa penyulit
Dehidrasi
Rehidrasi
Cairan
Pencegahan
Makan minum
Dehidrasi
Tanpa dehidrasi
10-20 mg
cc/ kg
BB/BAB
dengan mengurangi
oralit
Ringan-sedang
4 jam
75 cc ( gelas) Idem
Dapat
oralit/kgBB atau
ad
sampai
ditangguhakn
libitum
tanda-
tanda dehidrasi
hilang
Berat
4 jam
IVFD
RL
30 Idem
Idem
cc/Kg BB 7
tpm/kgBB/menit
oralit ad libitum
segera
anak
setelah
bisa
minum
Monitoring dilakukan tiap 1 jam
Patokan koreksi cairan melalui NGD (Nasogatric drip) adalah
Nadi masih dapat diraba dan masih bisa dihitung
Tidak ada meteorismus
Tidak ada penyulit yang mengharuskan menggunakan cairan IV
Dikatakan gagal jika dalam 1 jam pertama muntah dan diare terlalu banyak dan syok
bertambah berat.
Pada tahun 1975, WHO dan UNICEF menyetujui untuk mempromosikan CRO
tunggal yang mengandung Natrium 90 mmol/L, Kalium 20 mmol/L, Klorida 80
mmol/L, Basa 30 mmol/L, dan Glukosa 111 mmol/L (2%). Komposisi ini dipilih untuk
memungkinkan satu jenis larutan saja untuk digunakan pada pengobatan diare yang
disebabkan oleh bermacam sebab bahan infeksius yang disertai dengan berbagai derajat
kehilangan elektrolit. Contoh diare Rotavirus berhubungan dengan kehilangan Natrium
bersama tinja 30-40 mEq/L, ETEC 50-60 mEq/L, dan V.cholera >90-120 mEq/L. CROWHO (Oralit) telah terbukti selama lebih dari 25 tahun efektif baik untuk terapi maupun
rumatan pada anak dan dewasa dengan semua tipe diare infeksi.
Pada tahun 2002 WHO mengumumkan CRO formula baru yang sesuai dengan
rekomendasi tersebut dengan 75 mEq/L natrium, 75 mmol/L glukosa dan osmolaritas
total 245 mOsm/L. CRO formula baru ini juga direkomendasikan untuk digunakan pada
anak dan dewasa dengan kolera, meskipun post-marketing surveilans sedang dilakukan
untuk memastikan keamanan dan indikasinya.
CRO baru
Resep untuk memperbaiki CRO antara lain menambahkan substrat untuk
kotransport Natrium (contoh: asam amino glycine, alanine, dan glutamine) atau
substitusi glukosa dengan komplek karbohidrat (CRO berbasis beras atau cereal). Asam
amino tidak menunjukkan lebih efektif daripada CRO tradisional dan lebih mahal. CRO
berbasis beras dapat direkomendasikan bila cukup latihan dan penyediaan di rumah
dapat dilakukan, dan mungkin sangat efektIf untuk mengobati dehidrasi karena kolera.
Walaupun demikian, kemudahan dan keamanan CRO paket di negara berkembang
dan secara komersial tersedia CRO di negara maju, maka CRO standar tetap merupakan
pilihan utama dari sebagian besar klinisi. Potential additive pada CRO termasuk mampu
melepaskan SCFA (amylase resistant starch derivate dari jagung) dan partially
hydrolyzed guar gum. Mekanisme kerja yang diharapkan adalah meningkatkan uptake
Natrium oleh kolon terikat pada transport SCFA. Kemungkinan lain dari perbaikan
komposisi CRO masa depan adalah penambahan probiotik, prebiotik, seng, dan protein
polimer.
Seng (Zinc)
Bila anak berumur 4 bulan atau lebih dan sudah mendapatkan makanan lunak atau
padat, makanan ini harus diteruskan. Paling tidak 50% dari energi diit harus berasal dari
makanan dan diberikan dalam porsi kecil atau sering (6 kali atau lebih) dan anak dibujuk
untuk makan. Pada anak yang lebih besar, dapat diberikan makanan yang terdiri dari
makanan pokok setempat misalnya nasi, kentang, gandum, roti, atau bakmi. Untuk
meningkatkan kandungan energinya dapat ditambahkan 5-10ml minyak nabati untuk
setiap 100 ml makanan. Minyak kelapa sawit sangat bagus dikarenakan kaya akan
karoten. Campur makanan pokok tersebut dengan kacang-kacangan dan sayur-sayuran,
serta ditambahkan tahu, tempe, daging, atau ikan. Sari buah segar atau pisang baik untuk
menambah kalium. Makanan yang berlemak atau makanan yang mengadung banyak
gula seperti sari buah yang banyak diperdagangkan sebaiknya dihindari.
Pemberian makanan setelah diare
Meskipun anak diberi makanan sebanyak dia mau selama diare, beberapa kegagalan
pertumbuhan mungkin dapat terjadi terutama bila terjadi anoreksia hebat. Oleh karena
itu, perlu pemberian ekstra makanan yang kaya akan zat gizi beberapa minggu setelah
sembuh untuk memperbaiki kurang gizi dan untuk mencapai serta mempertahankan
pertumbuhan normal. Berikan ekstra makanan pada saat anak merasa lapar, pada
keadaan semacam ini biasanya anak dapat menghabiskan tambahan 50% atau lebih
kalori dari biasanya.
Terapi medikamentosa
Berbagai macam obat telah digunakan untuk pengobatan diare, seperti antibiotika,
antidiare, adsorben, antiemetic, dan obat yang mempengaruhi mikroflora usus. Beberapa
obat mempunyai lebih dari satu mekanisme kerja, banyak diantaranya mempunyai efek
toksik sistemik dan sebagian besar tidak direkomendasikan untuk anak umur kurang dari
2-3 tahun. Secara umum, dikatakan bahwa obat-obat tersebut tidak diperlukan untuk
pengobatan diare akut.
1. Antibiotik
Antibiotik pada umumnya tidak diperlukan pada semua diare akut oleh karena
sebagian besar diare infeksi adalah Rotavirus yang sifatnya self-limited dan tidak dapat
dibunuh dengan antibiotik. Hanya sebagian kecil (10-20%) yang disebabkan oleh bakteri
patogen
seperti
V. cholera,
Shigella,
Enterotoksigenik
E.
coli,
Salmonella,
Antibiotik pilihan
Tetracycline
12,5 mg/kgBB
4 x/ hari selama 3 hari
Alternatif
Erythromycin
12,5 mg/kgBB
4x sehari selama 3 hari
Shigella dysentery
Ciprofloxacin
15 mg/kgBB
2x 1 selama 3 hari
Pivmecillinam
20 mg/kgBB
4x1 selama 5 hari
Ceftriaxone
50-100 mg/kgBB
1x sehari IM selama 2-
Amoebiasis
Metronidazole
10 mg/kgBB
3 x 1 selama 5 hari ( 10 hari
5 hari
Giardiasis
1.9. Komplikasi
1. Gangguan elektrolit
1. Hipernatremia
Penderita dengan Natrium plasma >150 mmol/L memerlukan pemantauan
ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar Natrium secara perlahan-lahan.
Penurunan Natrium secara cepat berbahaya karena dapat menimbulkan edema
otak. Rehidrasi oral atau nasogastrik menggunakan oralit adalah cara yang paling
baik dan aman.
Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat digunakan dengan menggunakan
cairan 0,45% saline-5% dextrose selama 8 jam. Bila kadar menjadi normal
lanjutkan rumatan, bila sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi dan periksa kadar
Natrium plasma setelah 8 jam. Untuk rumatan dapat digunakan 0,18% saline- 5%
dekstrosa, perhitungkan untuk 24 jam. Tambahkan 10 mmol KCL pada setiap
500 ml cairan infus setelah pasien dapat kencing. Selanjutnya pemberian diit
normal dapat mulai diberikan. Lanjutkan pemberian oralit 10 mg/kgBB / setiap
BAB sampai diare berhenti.
2. Hiponatremia
Anak dengan diare biasnya minum cairan yang mengandung sedikit garam
sehingg terjadi hiponatremia (Na<130 mol/L). Hiponatremia sering terjadi pada
anak dengan Shigellosis dan anak malnutrisi berat dengan edema. Oralit aman
dan efektif untuk terapi pada anak hiponatremia. Bila menggunakan Ringer
Laktat atau Normal Saline, kadar Na koreksi (mEq/L) = 125kadar Na serum
yang diperiksa dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan (mEq Na = 125Na
darah x 0,6 x BB(kg)). Separuh diberikan dalam 8 jam dan sisanya dalam 16
jam. Peninggian serum Na tidak melebihi 2 mEq/L/jam.
3. Hiperkalemia
Disebut hiperkalemia bila kadar K >5 mEq/l, koreksi dilakukan dengan
pemberian kalsium glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB iv pelan-pelan dalam 510
menit dengan monitor detak jantung.
4. Hipokalemia
Dikatakan hipokalemia bila kadar K <3,5 mEq/L, koreksi dilakukan
menurut kadar K, jika kadar Kalium 2,5-3,5 mEq/L diberikan per-oral 75
mcg/kgBB/hari dibagi 3 dosis. Bila kadar K < 2,5 mEq/L maka diberikan
intravena drip (tidak boleh bolus) diberikan dalam 4 jam dosisnya (3,5kadar K terukur x BBx 0,4 + 2 mEq/kgBB/24 jam), kemudian 20 jam
berikutnya adalah (3,5 kadar K terukur x BB X 0.4 + 1/6 x 2 mEq/BB).
1.10. Pencegahan
1. Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare
Kuman-kuman patogen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekaloral. Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada cara
penyebaran ini. Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif, meliputi:
a. Pemberian ASI yang benar
b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI
c. Penggunaan air bersih yang cukup
d. Kebiasaan mencuci tangan dengan sabun
e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis
f. Membuang tinja bayi yang benar
2. Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu (host)
a. Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun
b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI
c. Imunisasi campak
2. Probiotik
Probiotik diberi batas sebagai mikroorganisme hidup dalam makanan yang
difermentasi yang menunjang kesehatan melalui terciptanya keseimbangan
mikroflora intestinal yang lebih baik. Pencegahan diare dapat dilakukan dengan
pemberian probiotik dalam waktu yang panjang terutama untuk bayi yang tidak
minum ASI.
DSouza dkk tahun 2002 melaporkan bahwa probiotik jika diberikan bersamasama dengan antibiotik mengurangi risiko Antibiotic Associated Diarrhea.
Kemungkinan mekanisme efek probiotik dalam pencegahan diare melalui
perubahan lingkungan mikro lumen usus (pH, oksigen), produksi bahan anti
mikroba terhadap beberapa patogen usus, kompetisi nutrien, mencegah adhesi
kuman patogen pada enterosit, modifikasi toksin terhadap mukosa usus melalui
penyediaan nutrien dan imunomodulasi.
Disimpulkan bahwa beberapa probiotik potensial mempunyai efek protektif
terhadap diare, tetapi masih diperlukan penelitian dan evaluasi lebih lanjut termasuk
efektifitas dan keamanannya, walaupun sejauh ini penggunaan probiotik pada
percobaan klini dikatakan aman.
3. Prebiotik
Prebiotik bukan merupakan mikroorganisme akan tetapi bahan makanan.
Umumnya kompleks karbohidrat yang bila dikonsumsi dapat merangsang
tertuju pada diare berkepanjangan yang bermula dari diare akut akibat infeksi
saluran cerna. Enteropatogen penyebab diare berkepanjangan (7-15 hari) di
Surabaya pada tahun 1984-1993 adalah Salmonella sp. sebanyak 81 kasus,
Entamoeba histolytica sebanyak 16 kasus, dan pada diare kronis yaitu lebih dari 15
hari disebabkan oleh Salmonella sp. sebanyak 21 kasus.
2.4. Patogenesis
Patogenesis diare kronis melibatkan faktor yang kompleks. Pertemuan
Commonwealth Association of Pediatric Gastrointestinal and Nutrition (CAPGAN)
menghasilkan suatu konsep patogenesis diare kronis yang menjelaskan bahwa
paparan berbagai faktor predesposisi, baik infeksi maupun non-infeksi yang
melibatkan serangkaian proses yang memicu kerusakan mukosa usus dan
mengakibatkan diare kronis. Seringkali diare kronis dan diare persisten tidak dapat
dipisahkan, sehingga beberapa referensi hanya menggunakan salah satu istilah untuk
menerangkan kedua jenis diare tersebut.6
Gambar 1: Konsep Patogenesis Diare persisten dan Kronis Sumber : Sullivan
Gambar 2: Alur perjalanan diare akut menjadi diare persisten Sumber: Bhutta
terkait dengan perubahan status imunitas. Pada infeksi HIV terjadi penurunan
kadar CD4, IgA sekretorik, dan peningkatan CD8 lamina propia. Perubahan
keadaan ini memacu perkembangan bakteri. Parasit terbanyak pada anak HIV
dengan diare persisten adalah Entamoeba histolytica (17,1%). Schmidt (1997)
mengemukakan bahwa microsporodia adalah parasit terbanyak penyebab diare
persisten pada HIV. Parasit ini menyebabkan pemendekkan dan pengurangan
luas permukaan vili usus, meskipun kondisi ini juga didapatkan pada pasienpasien HIV tanpa gejala diare persisten.
2.
DAFTAR PUSTAKA
WHO. Persistent diarrhea in children in developing countries: memorandum from a WHO meeting. Bull
World Health Organ. 1988; 66: 709-17
Subagyo B. Nurtjahjo NB. Diare Akut, Dalam: Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H, Arief S, Rosalina I,
Mulyani
NS,
penyunting.
Buku
ajar
Gastroentero-hepatologi:jilid
1.
Jakarta
UKK