Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pemicu
Tuan Z, 40 tahun datang ke puskesmas Pontianak Tenggara dengan keluhan
batuk berdahak terus menerus dan tidak kunjung berhenti sejak 3 bulan. keluhan ini
juga disertai nafsu maka menurun dan tuan z juga sering merasakan tubuhnya semakin
kurus. BB pasien berkurang sekitar 20 kg dalam 3 bulan. Satu bulan yang lalu pasien
mengeluhkan dahak yang dibatukkan bercampur dengan darah warna merah segar,
banyaknya sekitar setengah gelas. Pasien kadang merasakan adanya sesak nafas
terutama pada saat batuk.pasien telah berobat ke mantra dan mengkonsumsi obatobatan herbal, akan tetapi keluhan tidak kunjung membaik. Pasien belum pernah
mengalami keluhan yang sama sebelumnya dan juga tidak memiliki kebiasaan merokok.
Riwayat konsumsi OAT sebelumnya juga disangkal.
Tn. Z bekerja sebagai guru les selama 8 jam/hari dengan kebiasaan duduk
bersila dilantai dan jarang bergerak.dan sehari-hari banyak menghabiskan waktu dirumah
dan berinteraksi dengan anak didiknya. Istri pasien Ny. S, umur 30 tahun juga bekerja
sebagai guru les membantu pekerjaan suami. Pasangan ini memiliki 3 orang anak lakilaki , yang tertua berumur 6 tahun, 3 tahun dan yang paling bungsu 1 tahun 8 bulan. Anak
pertama dan kedua di asuh oleh ibu dari Ny. S sejak umur 1 tahun, tuan Z dan istrinya
sesekali menjenguk.Tn Z, Ny S dan anak bungsu sering berkunjung ke rumah orang tua
Tn. Z.Terakhir kali 3 bulan yang lalu habis menginap di rumah orang tua Tn. Z selama 1
minggu. Ayah Tn. Z diketahui menderita TB Paru dalam satu tahun terakhir ini dan sudah
menjalankan pengobatan lengkap 6 bulan, akan tetapi belum memeriksakan kembali
hasil pengobatannya, karena merasa keluhan batuk sudah tidak ada lagi dan sembuh
total.
Pasangan ini tidak menggunakan kontrasepsi, jarang memeriksakan diri ke
pelayanan kesehatan dan hanya pergi ketika sakit.Anak paling kecil tidak
diimunisasi.Hubungan antar keluarga baik, pengambilan keputusan dilakukan bersamasama.Pendidikan akhir Tn. Z dan istri sarjana, hubungan dengan lingkungan sekitar baik
walaupun tidak aktif dalam berorganisasi. Status ekonomi cukup, kebutuhan primer
terpenuhi dan sekunder untuk susu dan popok. Pendapatan keluarga sekitar 3-4
juta/bulan. Rumah mengontrak dengan biaya 2.5 juta/bulan di daerah perumahan padat,
kebersihan rumah kurang baik, tata letak barang kurang rapi dengan luas 10*4 m 2 dan
dihuni oleh 3 orang.Jendela berupa jendela kaca namun jarang dibuka, karena dibawah
jendela adalah saluran pembuangan, sehingga bau masuk ke rumah.Air minum keluarga
adalah air gallon dan sesekali air hujan, pembuangan limbah langsung ke got di belaang
rumah, yang sekarang tersumbat dan sudah mengalami pendangkalan. Kamar mandi
keluarga berjumlah 1 buah didalam rumah berukuran 2*2 m 2dengan jamban
jongkok.sumber air dari septic tanc berjarak 5 meter.
Ruang Les, berada di bagian depan rumah tanpa ada ventilas sehingga udara
didapatkan dari depan pintu, untuk mengajar masih menggunakan papan kapur.Tn. Z
saat mengajar tidak mengunakan masker hanya berusaha menahan batuk saat
mengajar.dahak dibuang di WC.

~1~

DATA TAMBAHAN :
Dari hasil pemeriksaan fisik didapat :
Keadaan Umum
: baik; Tekanan darah 120/80 mmHg ;
Frek.Nadi 80/menit
Frek.Nafas : 20 /menit;
Suhu : 36.7 C
Berat badan 45 Kg;
Tinggi badan
: 162 cm
Kel. Limph; Leher, aksilla, groin, inguinal :Normal
Mata
Kanan
Pupil
:
2 mm
Refleks cahaya:
positif
Sklera
:
tidak ikterik
Conjuctiva
:
tidak pucat
Bola mata
:
Visus
:
Persepsi warna:
dbn
Binocular vision:
-

Kiri
2 mm
positif
tidak ikretik
tidak pucat
dbn
-

Telinga Kanan

: Daun Telinga
Liang Telinga
Membran Timpani
Mastoid
Test Berbisik

Kiri

Hidung

: Septum nasi
Mukosa
Penciuman
:87654321
87654321

Gigi/Gusi

Tenggorokan
Leher

: baik
: : intak
: : baik

: baik
intak
baik

: deviasi negatif
: licin, sekret -/: baik
12345678
12345678

: Pharing , laring tidak hiperemis; Tonsil T2/T2 tidak hiperemi


: Kelenjar Tiroid normal; JVP normal

Thorak
:
Inspeksi: simetris, statis dan dinamis, barrel chest (-), pectus carinatum (-), pectus
excavatum (-)
Palpasi : fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor pada seluruh lapangan paru
Auskultasi :
paru : vesikular Ronkhi basah halus (-)
jantung: BJ 1 11 Normal ; murmur (-) ; gallop (-)
Abdomen
:
Inspeksi: datar, simetris warna kulit sama dengan jaringan sekitar, venektasi (-), caput
medusa (-)
Palpasi :
hati
: tidak teraba
limpa
: tidak teraba
massa di Abdomen
: negatif (-)
ginjal
: balotement negatif (-)
Perkusi
: timpani
Auskultasi
: bising usus (positif) normal
Hernia
: negatif (-)
Tumor
: negatif (-)
Genito Urinary : Veneral disease
: negatif (-)
Ano Rectal
: Haemoroid
: tidak diperiksa

~2~

Lain-lain

: tidak diperiksa

Ekstermitas dan Sistem gerak :


- Tangan
Kanan
Otot
:5555
Tulang
: tak ada kelainan
Sensoris
: dalam batas normal

Kiri
5555
tak ada kelainan
dalam batas normal

- Kaki
Kanan
Kiri
Otot
:
5555
5555
Tulang
: tak ada kelainan
tak ada kelainan
Sensoris
: dalam batas normal
dalam batas normal
Reflex fisiologis
: +/ +
Reflex Patologis
:-/Kulit
: Efloresensi
: negatif (-)
Dari hasil pemeriksaan laboratorium :
Sputum : BTA SPS (+/-/+)
Dikusikan masalah kesehatan dan fenomena yang terjadi pada Tn. Z ini.
Setelah ditegakkan diagnosis holistic dan diagnosis okupasinya, diskusikanlah
semua kegiatan pencegahan yang dapat dilakukan oleh pasien ini sehubungan dengan
perilaku, pekerjaan dan lingkungannya. Susunlah semua rencana pencegahan baik
primer, sekunder dan tersier yang anda akan lakukan pada pasien, keluarga dan
lingkungannya.
1.2 Klarifikasi dan Definisi Masalah
1. Diagnostik holistik merupakan tata cara untuk mendiagnosis dengan
memperhatikan berbagai aspek yang dimungkinkan menyebabkan penyakit pada
pasien yang bersangkutan, hal ini bias berkaitan antara psikis, fisik, asupan, dan
lingkungan.
2. Diagnostik okupasi merupakan tata cara untuk mendiagnosis dengan
memperhatikan aspek okupasi yang meliputi pekerjaan, lingkungan, dan hasil
produksi.
1.3 Kata Kunci
1. Tn. Z 40 tahun

2. Batuk berdahak ( 3 bulan


3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

Nafsu makan menurun


Berat badan menurun
Dahak bercampur darah
Sesak napas
Riwayat ayat TB
Lingkungan rumah tidak sehat
Lingkungan tempat kerja tidak sehat
Kurang kesadaran kesehatan
BTA SPS (+/-/+)

1.4 Rumusan Masalah

~3~

Apakah permasalahan yang dialami oleh Tn. Z dan bagaimana peran kita
sebagai dokter keluarga dalam menangani dan mengatasi permasalahan Tn. Z dan
keluarganya tersebut?
1.5 Analisis Masalah
Ny. S dan 3 anak

Skrining
Edukasi
Penanganan

Tn. Z 40 tahun

KU:
Batuk
berdahak
3 bulan
(+) darah
(+) sesak

RPK

Ayah (+) TB
paru

Evaluasi
Edukasi
Dampak
Penanganan

Lingkungan

Rumah
tidak sehat

Faktor resiko
Dampak
Penanganan

Tempat
Kerja

8 jam/ hari,
tanpa
ventilasi,
gunakan
kapur

Faktor resiko
Dampak
Penanganan

Pemeriksaan

Diagnostik
Holistik

Diagnostik
Okupasi

Primer

TB paru

Tatalaksana

Perilaku

Pekerjaan

Pencegahan

Lingkungan

Sekunder

Tersier

1.6 Hipotesis
Tn. Z mengalami TB paru dan dibutuhkan penanganan secara empat aspek,
yaitu holistic, komprehensif, berkesinambungan, dan terpadu dan terintegrasi.

1.7 Pertanyaan Diskusi

~4~

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Jelaskan mengenai kedokteran komunitas!


Bagaimana membedakan kedokteran komunitas dengan kedokteran klinis?
Apa yang dimaksud dengan dokter layanan primer?
Apakah peran dokter keluarga?
Bagaimana prinsip layanan dokter keluarga?
Bagaimana ruang lingkup layanan dokter keluarga?
Jelaskan mengenai pelayanan holistic!
Jelaskan mengenai pelayanan komprehensif!
Jelaskan mengenai pelayanan berkesinambungan!
Jelaskan mengenai pelayanan terpadu dan terintegrasi!
Jelaskan mengenai konsep-konsep terjadinya penyakit!
Bagaimana criteria rumah yang sehat?
Jelaskan mengenai diagnostic okupasi!
Jelaskan mengenai diagnostic holistic!
Bagaimana alur diagnostic TB!
Apa standar kompetensi dokter umum dalam menangani TB?
Apa saja bentuk pencegahan primer, sekunder, dan tersier yang dapat dilakukan
pada pemicu?
18 Bagaimana edukasi yang dapat dilakukan pada pasien dan keluarganya?
19 Bagaimana penanganan dan pencegahan berdasarkan faktor perilaku,
lingkungan, dan pekerjaan?
20 Buatlah susunan rencana yang akan dilakukan kita sebagai dokter keluarga pada
pemicu!

~5~

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kedokteran Komunitas


2.1.1 Pengertian
Komunitas berasal dari kata Inggris community yang artinya A group of people
living in a particular local area sekelompok orang yang tinggal di suatu area lokal
tertentu. Komunitas (community) merupakan bagian dari masyarakat (society) yang
memiliki persamaan karakteristik tertentu dan biasanya bertempat tinggal di suatu area
geografis yang bisa didefinisikan dengan jelas.1
Kedokteran komunitas (community medicine) adalah cabang kedokteran yang
memusatkan perhatian kepada kesehatan anggota-anggota komunitas, dengan
menekankan diagnosis dini penyakit, memperhatikan faktor-faktor yang membahayakan
(hazard) kesehatan yang berasal dari lingkungan dan pekerjaan, serta pencegahan
penyakit pada komunitas. Kedokteran komunitas memberikan perhatian tidak hanya
kepada anggota komunitas yang sakit tetapi juga anggota komunitas yang sehat. Sebab
tujuan utama kedokteran komunitas adalah mencegah penyakit dan meningkatkan
kesehatan anggota-anggota komunitas. Karena menekankan upaya pencegahan
penyakit, maka kedokteran komunitas kadang-kadang disebut juga kedokteran
pencegahan (preventive medicine). Kedokteran komunitas memberikan pelayanan
komprehensif dari preventif, promotif, kuratif hingga rehabilitatif. 1
2.1.2 Konsep
Fokus perhatian kedokteran komunitas adalah masalah kesehatan dan penyakit
yang terjadi pada komunitas di mana individu tersebut tinggal, bekerja, atau bersekolah.
Implikasinya, kedokteran komunitas memberikan prioritas perhatian kepada penyakitpenyakit yang menunjukkan angka kejadian yang tinggi pada populasi, yang disebut
public health importance. Untuk itu seorang dokter yang berorientasi kedokteran
komunitas diharapkan memiliki kemampuan untuk menghitung frekuensi penyakit dan
angka kejadian penyakit pada populasi, mendiagnosis masalah penyakit pada populasi
(community diagnosis), membandingkan distribusi penyakit pada populasi-populasi, lalu
menarik kesimpulan tentang penyebab perbedaan distribusi penyakit pada populasi, dan
mengambil langkah-langkah yang tepat untuk mencegah penyakit, melindungi,
memulihkan, dan meningkatkan kesehatan populasi.2
Selanjutnya, dalam memandang kausa masalah kesehatan pada pasien maupun
komunitas, kedokteran komunitas mengakui kausa penyakit yang terletak pada level
populasi dan lingkungan. Artinya, dokter komunitas tidak hanya memperhatikan faktorfaktor penyebab yang terletak pada level individu, tetapi juga determinan lainnya pada
level keluarga, komunitas dan lingkungan di mana pasien tersebut tinggal, bekerja,
ataupun bersekolah. Perspektif populasi memusatkan perhatian kepada kausa-kausa
kontekstual yang melatari penyakit, yakni determinan lingkungan, sosial, kultural,
ekonomi, dan politik yang menyebabkan terjadinya perbedaan frekuensi penyakit antar
populasi (Gambar 1). Sebagai contoh, keberhasilan pelayanan kesehatan ditentukan
tidak hanya oleh efikasi klinis dari pelayanan kesehatan itu sendiri tetapi juga oleh nilainilai sosial, budaya, dan ekonomi yang mempengaruhi keputusan pasien untuk
menggunakan atau tidak menggunakan pelayanan kesehatan tersebut. Alat kontrasepsi
IUD memiliki efikasi tinggi untuk mencegah kehamilan, tetapi metode itu tidak efektif jika

~6~

diterapkan pada komunitas yang memiliki nilai-nilai sosial bahwa memasang alat pada
organ reproduksi wanita merupakan cara yang tidak pantas. 2

Gambar 1. Perspektif biomedis tentang akibat paparan terhadap terjadinya penyakit


pada individu dan perspektif populasi tentang akibat paparan terhadap distribusi penyakit
pada populasi2
2.1.3 Kedokteran Komunitas dan Kedokteran Klinis
Dokter sebagai klinisi memberikan pelayanan kuratif, mengembalikan keadaan
sakit pasien kepada keadaan sehat. Dokter komunitas memberikan pelayanan kesehatan
komprehensif, tidak hanya memberikan pelayanan kuratif dasar tetapi juga upaya
pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Tingkat upaya pencegahan penyakit, terdiri
atas primer, sekunder, tersier, merupakan konsep epidemiologi, merujuk kepada upaya
pencegahan yang bisa dilakukan pada berbagai fase dalam kontinum perjalanan penyakit
yang disebut Riwayat Alamiah Penyakit (Natural History of Disease). Perbedaan
pendekatan kedokteran komunitas dan kedokteran klinis dapat dilihat pada table 1.
berikut ini.2
Tabel 1. Perbedaan pendekatan kedokteran komunitas dan kedokteran klinis 2

~7~

2.1.4 Kedokteran Komunitas dan Ilmu Kesehatan Masyarakat


Jelas bahwa konsep kedokteran komunitas merupakan perluasan dari konsep
kedokteran klinis, karena fokusnya tetap pada pelayanan kesehatan primer, tetapi
masalah (concern) yang diperhatikan tidak hanya kesehatan pasien an sich, tetapi juga
kesehatan keluarga dan anggota komunitas lainnya. Di sisi lain, kedokteran komunitas
perlu dibedakan dengan ilmu kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan masyarakat
(UKM) yang dilakukan dokter yang berorientasi kedokteran komunitas adalah UKM yang
dilakukan sesuai dengan peran dan kapasitasnya sebagai seorang dokter, bukan sebagai
ahli kesehatan masyaarakat (public health specialist). Sebagai contoh, telah banyak bukti
kuat dari studi epidemiologi, biomedis, dan klinis, yang menunjukkan bahwa merokok
aktif maupun pasif merupakan kausa berbagai penyakit kronis utama, seperti hipertensi,
penjakit jantung koroner, diabetes melitus, dan stroke. Tetapi kedokteran komunitas tidak
menuntut seorang dokter untuk memiliki kompetensi membuat rancangan undangundang
maupun melakukan advokasi terbentuknya undang-undang, peraturan, atau kebijakan
yang melarang merokok di tempat-tempat umum. Intervensi tersebut dapat dirancang
dan diimplementasikan oleh ahli kesehatan masyarakat. 2
2.1.5 Cabang Ilmu
1. Kedokteran Keluarga
Cabang kedokteran komunitas yang memberikan perhatian khusus
kepada kesehatan keluarga sebagai sebuah unit adalah kedokteran keluarga.
Kedokteran keluarga (family medicine) adalah disiplin ilmu yang menekankan
pentingnya
pemberian
pelayanan
kesehatan
yang
personal,
primer,komprehensif, dan berkelanjutan (continuing) kepada individu dalam
hubungannnya dengan keluarga, komunitas, dan lingkungannya. Disiplin
kedokteran keluarga juga dikenal dengan nama lain, misalnya praktik umum
(gerenal practice) atau kedokteran pelayanan primer (primary care medicine).
Tetapi terma kedokteran keluarga lebih disukai untuk menekankan keluarga
sebagai unit sosial yang memberikan dukungan kepada individu. Keluarga
merupakan sebab dan akibatkesehatan dan penyakit pada individu. Masalah
kesehatan pasien sering kali disebabkan oleh masalah yang terdapat pada
keluarga. Sebaliknya, masalah kesehatan pasien dapat menyebabkan masalah
kesehatan keluarga.2
Terdapat beberapa nilai-nilai utama yang dianut dalam kedokteran
keluarga:2
a) Pelayanan berpusat pada pasien (patient-centered care) dan perhatian
khsus kepada hubungan dokter-pasien.
b) Pendekatan holistik kepada pasien dan masalahnya masalah penyakit
pasien tidak hanya disebabkan oleh dimensi fisik tetapi juga sosial dan
psikologi (model bio-pskio-sosial penyakit) dari pasien, keluarga, dan
komunitasnya. Memberikan perhtaian kepada aspek sosial dan psikologi
pasien sering kali efektif dalam memecahkan masalah fisik pasien.
Pendekatan holistik pada pasien sangat penting pada zaman sekarang
ketika teknologi tinggi kedokteran telah menyebabkan dehumanisasi
pasien dan fragmentasi pelayanan kesehatan.
c) Kedokteran pencegahan memberikan dampak kepada status
kesehatan yang lebih panjang daripada kedokteran kuratif.
d) Semua usia dokter keluarga melayani orang dari segala usia, sehingga
dokter keluarga disebut sebagai specialist in breadth, berbeda dengan
spesialis di rumah sakit yang specialist in depth.
e) Dokter keluarga bersedia memberikan pelayanan tidak hanya di ruang
konsultasi klinik tetapi juga di rumah dan setting pelayanan lainnya.

~8~

2. Kedokteran Okupasi
Cabang kedokteran komunitas yang memberikan perhatian khusus
kepada komunitas pekerja adalah kedokteran okupasi. Kedokteran okupasi
(occupational medicine) merupakan sebuah disiplin ilmu yang mempelajari
pengaruh pekerjaan terhadap kesehatan pekerja dan pengaruh kesehatan
pekerja terhadap pekerjaan. Kedokteran okupasi melakukan intervensi
kesehatan yang ditujukan kepada para pekerja dan lingkungan kerjanya, yang
bersifat pencegahan primer (health promotion, specific protection), sekunder
(early detection and prompt treatment), dan tersier (disability limitation,
rehabilitation, prevention of premature death).3
Kedokteran okupasi melakukan penilaian tentang berbagai risiko dan
bahaya (hazard) di tempat kerja bagi kesehatan pekerja, dan menerapkan upaya
pencegahan penyakit dan cedera, serta meningkatkan kesehatan populasi
pekerja. Dokter okupasi melakukan upaya menurunkan risiko, mencegah
terjadinya penyakit dan cedera akibat kerja, dengan menerapkan ventilasi
setempat, penggunaan peralatan protektif perorangan, perubahan cara bekerja,
dan vaksinasi. Dokter okupasi melakukan surveilans kesehatan melalui skrining/
pemeriksaan kesehatan secara berkala.3
Dokter okupasi juga melakukan pencegahan tersier, yakni melakukan
upaya pelayanan medis perorangan pasca penyakit untuk membatasi kecacatan,
disfungsi sisa, dan kematian, melakukan rehabilitasi, dan mencegah rekurensi
penyakit, untuk memulihkan dan meningkatkan derajat kesehatan masingmasing pekerja. Tetapi dokter okupasi juga memberikan pelayanan medis
langsung kepada pekerja yang sakit. Dokter okupasi menaksir besarnya masalah
dan memberikan pelayanan kuratif untuk mengatasi masalah penyakit yang
dialami pekerja. Dokter okupasi melakukan penatalaksanaan medis terhadap
gangguan-gangguan penyakit penting yang berhubungan dengan pekerjaan,
mencakup pernapasan, kulit, luka bakar, kontak dengan agen fisik atau kimia,
keracunan, dan sebagainya. Dokter okupasi menganalisis absensi pekerja, dan
menghubungkannya dengan faktor-faktor penyebab.3,4
2.2 Kedokteran Keluarga
2.2.1 Batasan5
1. Dokter keluarga adalah dokter yang mengutamakan penyediaan pelayanan
komprehensif bagi semua orang yang mencari pelayanan kedokteran dan
mengatur pelayanan oleh provider lain bila diperlukan. Dokter ini adalah seorang
generalis yang menerima semua orang yang membutuhkan pelayanan
kedokteran tanpa adanya pembatasan usia, gender, ataupun jenis penyakit.
2. Dokter keluarga adalah dokter yang dapat memberikan pelayanan kesehatan
yang berorientasi komunitas dengan titik berat kepada keluarga, tidak hanya
memandang pederita sebagai individu yang sakit tetapi sebagai bagian dari unit
keluarga dan tidak hanya menanti secara pasif, tetapi bila perlu aktif
mengunjungi penderita atau keluarganya.
3. Dokter keluarga adalah dokter yang memiliki tanggung jawab menyelenggarakan
pelayanan kesehatan tingkat pertama serta pelayanan kesehatan yang
menyeluruh yang dibutuhkan oleh semua anggota yang terdapat dalam satu
keluarga.
4. Dokter keluarga adalah dokter yang melayani masyarakat sebagai kontak
pertama yang merupakan pintu masuk ke sistem pelayanan kesehatam, menilai
kebutuhan kesehatan total pasien dan menyelenggarakan pelayanan kedokteran
perseorangan dalam satu atau beberapa cabang ilmu kedokteran serta merujuk

~9~

pasien ke tempat pelayanan lain yang tersedia, sementara tetap menjaga


kesinambungan pelayanan, mengembangkan tanggung jawab untuk pelayanan
kesehatan menyeluruh dan berkesinambungan.
5. Dokter keluarga adalah dokter yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
personal, tingkat pertama, menyeluruh, dan berkesinambungan kepada
pasiennya yang terkait dengan keluarga, komunitas serta lingkungan dimana
pasien tersebut berada.
2.2.2 Prinsip, Kompetensi, dan Karakteristik
Prinsip-prinsip pelayanan dokter keluarga di Indonesia mengikuti anjuran WHO
dan WONCA yang mencantumkan prinsip-prinsip ini dalam banyak terbitannya. Prinsipprinsip pelayanan/pendekatan kedokteran keluarga adalah memberikan/ mewujudkan: 5
1. Pelayanan yang holistic dan komprehensif,
2. Pelayanan yang kontinu,
3. Pelayanan yang mengutamakan pencegahan,
4. Pelayanan yang koordinatif dan kolaboratif,
5. Penanganan personal bagi setiap pasien sebagai bagian integral dari
keluarganya,
6. Pelayanan yang mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja, dan lingkungan
tempat tinggalnya,
7. Pelayanan yang menjunjung tinggi etika dan hukum,
8. Pelayanan yang dapat diaudit dan dapat dipertanggungjawabkan, dan
9. Pelayanan yang sadar biaya dan sadar mutu.
Dengan melihat prinsip pelayanan yang harus dilaksanakan, amkas disusun
kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang dokter untuk dapat disebut menjadi dokter
keluarga. Kompetensi dokter keluarga seperti tercantum dalam Standar Kompetensi
Dokter Keluarga yang disusun oleh Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia tahun 2006
adalah:5
1. Kompetensi dasar
a) Komunikasi efektif
b) Klinik dasar
c) Menerapkan dasar-dasar ilmu biomedik, ilmu klinik, ilmu perilaku, dan
epidemiolodi dalam praktek kedokteran keluarga
d) Pengelolaan masalah kesehatan pada individu, keluarga, maupun
masyarakat dengan cara komprehensif, holistic, berkesinambungan,
terkoordinir, dan bekerja sama dalam konteks pelayanan kesehatan
primer
e) Memanfaatkan, menilai secara kritis, dan mengelola informasi
f) Mawas diri dan pengembangan diri/ belajar sepanjang hayat
g) Etika, moral, dan profesionalisme dalam praktek
2. Ilmu dan keterampilan klinis layangan primer cabang ilmu utama
a) Bedah
b) Penyakit dalam
c) Kebidanan dan penyakit kandungan
d) Kesehatan anak
e) THT
f) Mata
g) Kulit dan kelamin
h) Psikiatri
i) Saraf
j) Kedokteran komunitas
3. Keterampilan klini layanan primer lanjut
a) Keterampilan melakukan health screening
b) Menafsirkan hasil pemeriksaan laboratorium lanjut
c) Membaca hasil EKG

~ 10 ~

4.
5.
6.

1.
2.
3.
4.

d) Membaca hasil YSG


e) BTLS, BCLS, dan BPLS
Keterampilan pendukung
a) Riset
b) Mengajar kedokteran keluarga
Ilmu dan keterampilan klinis layanan primer cabang ilmu pelengkap
a) Semua cabang ilmu kedokteran lainnya
b) Memahami dan menjembatani pengobatan alternative
Ilmu dan keterampilan manajemen klinik
a) Manajemen klinik dokter keluarga
Karakteristik seorang dokter keluarga adalah sebagai berikut. 5
Dokter keluarga sama dengan dokter umum
Dokter keluarga adalah dokter spesialis
Dokter keluarga adalah semua dokter yang menyelenggarakan pelayanan dokter
keluarga
Dokter keluarga tidak sama dengan dokter umum, tetapi keduanya terdapat
banyak kesamaan

2.2.3 Peran
Dokter keluarga memiliki 5 fungsi yang dimiliki, yaitu: 6
1. Care Provider (Penyelenggara Pelayanan Kesehatan)
Yang mempertimbangkan pasien secara holistik sebagai seorang
individu dan sebagai bagian integral (tak terpisahkan) dari keluarga, komunitas,
lingkungannya, dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berkualitas
tinggi, komprehensif, kontinu, dan personal dalam jangka waktu panjang dalam
wujud hubungan profesional dokter-pasien yang saling menghargai dan
mempercayai. Juga sebagai pelayanan komprehensif yang manusiawi namun
tetap dapat dapat diaudit dan dipertangungjawabkan
2. Comunicator (Penghubung atau Penyampai Pesan)
Yang mampu memperkenalkan pola hidup sehat melalui penjelasan yang
efektif sehingga memberdayakan pasien dan keluarganya untuk meningkatkan
dan memelihara kesehatannya sendiri serta memicu perubahan cara berpikir
menuju sehat dan mandiri kepada pasien dan komunitasnya
3. Decision Maker (Pembuat Keputusan)
Yang melakukan pemeriksaan pasien, pengobatan, dan pemanfaatan
teknologi kedokteran berdasarkan kaidah ilmiah yang mapan dengan
mempertimbangkan harapan pasien, nilai etika, cost effectiveness untuk
kepentingan pasien sepenuhnya dan membuat keputusan klinis yang ilmiah dan
empatik
4. Manager
Yang dapat berkerja secara harmonis dengan individu dan organisasi di
dalam maupun di luar sistem kesehatan agar dapat memenuhi kebutuhan pasien
dan komunitasnya berdasarkan data kesehatan yang ada. Menjadi dokter yang
cakap memimpin klinik, sehat, sejahtera, dan bijaksana
5. Community Leader (Pemimpin Masyarakat)
Yang memperoleh kepercayaan dari komunitas pasien yang dilayaninya,
menyearahkan kebutuhan kesehatan individu dan komunitasnya, memberikan
nasihat kepada kelompok penduduk dan melakukan kegaiatan atas nama
masyarakat dan menjadi panutan masyarakat
2.2.4 Ciri Pelayanan Dokter Keluarga7
1. Pelayanan kesehatan lini pertama
Artinya memberikan pelayanan pada strata primer, yaitu ditengah-tengah
pemukiman masyarakat sehingga mudah dicapai. Setiap keluarga sebaiknya

~ 11 ~

2.

3.

4.

5.

mempunyai dokter keluarga yang dapat mereka hubungi bila memerlukan


pertolongan kesehatan.
Pelayanan kesehatan/medis yang bersifat umum
Artinya memberikan pelayanan untuk masalah kesehatan atau penyakit
yang tergolong umum dan bukan spesialistik. Pelayanan dokter yang bersifat
umum juga dikenal dengan istilah berobat jalan walaupun kadangkadang dapat
pula diberikan di rumah untuk kasus tertentu misalnya pasien yang sulit berjalan.
Bersifat holistik dan komprehensif
Holistik artinya tidak dibatasi pada masalah biomedis pasien saja, tetapi
juga dengan melihat latar belakang sosial-budaya pasien yang mungkin
berkaitan dengan penyakitnya. Misalnya, banyak penyakit didapat dari
pekerjaannya seperti nyeri otot dan tulang, radang saluran napas, radang kulit
atau kelelahan. Jika penyakit tersebut tidak ditangani secara holistik dan hanya
terfokus pada gejala atau penyakitnya saja, maka tidak akan benar-benar
berhasil disembuhkan. Komprehensif artinya tidak hanya terbatas pada
pelayanan pengobatan atau kuratif saja, tetapi meliputi aspek lainnya mulai dari
promotif-preventif hingga rehabilitatif. Misalnya, konseling, edukasi kesehatan,
imunisasi, KB, medical check-up, perawatan pasca RS dan rehabilitasi medik.
Pemeliharaan kesehatan yang berkesinambungan
Artinya, pelayanan kesehatan dilakukan terus menerus kepada pasien
maupun keluarganya guna memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka.
Dengan kata lain, hubungan dokter-pasien yang lebih kontinu atau sebagai
dokter langganan. Hubungan yang berkesinambungan itu menguntungkan
karena menjadi lebih saling kenal dan lebih akrab sehingga memudahkan dalam
mengatasi berbagai masalah kesehatan pasien/keluarga tersebut.
Pendekatan Keluarga
Artinya, lebih menekankan keluarga sebagai unit sasaran pelayanan
kesehatan daripada perorangan. Pasien umumnya merupakan anggota sebuah
keluarga yaitu sebagai suami, isteri atau anak. Pendekatan keluarga mempunyai
berbagai keuntungan terutama untuk dukungan yang diperlukan guna mengatasi
masalah kesehatan. Misalnya seorang anak akan banyak memerlukan
pengertian dan dukungan orang tuanya. Suami yang menderita hipertensi perlu
dukungan isteri dan anaknya. Isteri yang sedang hamil, perlu dukungan
suaminya dan banyak lagi contoh lain.

2.2.5 Dokter Keluarga dan Dokter Umum


Table 2. Perbedaan Dokter Keluarga dan Dokter Umum8
DOKTER PRAKTEK
DOKTER KELUARGA
UMUM
Cakupan
Terbatas
Lebih Luas
Pelayanan
Sifat Pelayanan
Sesuai Keluhan
Menyeluruh, Paripurna, bukan
sekedar yang dikeluhkan
Cara Pelayanan Kasus per kasus dengan
Kasus per kasus dengan
pengamatan sesaat
berkesinambungan sepanjang hayat
Jenis Pelayanan Lebih kuratif hanya untuk
Lebih kearah pencegahan, tanpa
penyakit tertentu
mengabaikan pengobatan dan
rehabilitasi
Peran keluarga
Kurang dipertimbangkan
Lebih diperhatikan dan dilibatkan

~ 12 ~

Promotif dan
pencegahan
Hubungan
dokter-pasien
Awal pelayanan

Tidak jadi perhatian

Jadi perhatian utama

Dokter pasien

Dokter pasien teman sejawat dan


konsultan
Secara individual sebagai bagian dari
keluarga komunitas dan lingkungan

Secara individual

2.2.6

Dokter Layanan Primer


Pasal 8 ayat 3 UU No 20 tahun 2013, dokter layanan primer adalah jenjang baru
pendidikan yang dilaksanakan setelah program profesi dokter dan program interrnship,
serta setara dengan jenjang pendidikan profesi spesialis. Menurut dr. Sugito
Wonodirekso, M.S., DPU, PKK, Ketua Umum Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia
(PDKI), lulusan fakultas kedokteran/program studi pendidikan dokter dapat dianggap
sebagai dokter layanan primer dasar (basic primary care doctor) karena kewenangannya
hanya sebatas pelayanan primer.9
Program pendidikan dokter layanan primer tidak diwajibkan, namun diharuskan
untuk dokter-dokter baru lulusan program studi pendidikan dokter yang menginginkan
untuk dibiayai sistem sebagai dokter layanan primer pada Jaminan Kesehatan Nasional.
Diisukan bahwa seluruh biaya pendidikan dokter layanan primer akan dibiayai oleh
negara. Sesuai dengan pasal 31 ayat 1 poin b bahwa peserta program pendidikan dokter
layanan primer, dokter spesialis, dan dokter subspesialis akan mendapatkan insentif dari
rumah sakit pendidikan dan wahana pendidikan.10
Berdasarkan pasal 8 ayat 1 UU No 20 tahun 2013, pendidikan dokter layanan
primer hanya diselenggarakan oleh Program Pendidikan Dokter yang terakreditasi A.
Program Pendidikan Dokter terakreditasi A dapat bekerja sama dengan program
pendidikan dokter terakreditasi B sesuai dengan pasal 8 ayat 2. Untuk kepesertaan
diisukan bahwa 1 dokter layanan primer akan melayani kurang lebih 2500 orang,
maksimal 3000 orang. Sampai sekarang keputusan terakhir dari pemerintah untuk iuran
adalah sebesar Rp19.500. Namun, besarnya iuran ini masih sangat mungkin untuk
berubah.10

2.3 Konsep Penyakit


2.3.1 Definisi Sehat
Menurut WHO sehat adalah a state of complete physical, mental,and social well
being and not merely the absence of illness or indemnity
(suatu keadaan yang
sempurna baik fisik, mental, dan sosial tidak hanya bebas dari penyakit atau
kelemahan).11
Mengandung 3 karakteristik:11
1. Merefleksikan perhatian pada individu sebagai manusia.
2. Memandang sehat dalam konteks lingkungan internal dan eksternal.
3. Sehat diartikan sebagi hidup yang kreatif dan produktif.
Sehat merupakan suatu kondisi tetapi merupakan penyesuaian, bukan merupaka
suatu keadaan tetapi suatu proses. Proses disini adalah adaptasi individu yang tidak
hanya terhadap fisik mereka tetapi terhadap lingkungan sosialnya. 11
Menurut PENDER ( 1982 ) sehat adalah perwujudan individu yang diperoleh
melalui kepuasan dalam berhubungan dengan orang lain (aktualisasi). Perilaku yang
sesuai dengan tujuan , perawatan didi yang kompeten sedangkan penyesuaian
diperlukan untuk mempertahankan stabilitas dan integritas structural. 11
Menurut UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan sehat adalah keadaan
sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif
secara sosial dan ekonomis.12

~ 13 ~

2.3.2

Definisi Sakit
Menurut Bauman (1985) sakit adalah ketidakseimbangan dari kondisi normal
tubuh manuasia diantaranya system biologik dan kondisi penyesuaian. Menurut
PEMONS (1972) sakit adalah gangguan dalam fungsi normal individu sebagai tatalitas
termasuk keadaaan organism sebagai siste biologis dan penyesuaian sosialnya. 11
Pengertian sakit dalam bahasa inggris diartikan menjadi 2 yaitu illness dan
disease perbedaan kedua istilah ini ialah:11
1. Illness
a) Konsepnya abstrak
b) Sifatnya subjektif
c) Akibat mekanisme koping ( pertahanan ) tak adekuat.
2. Disease
a) Suatu kondisi yang patologis
b) Terdapat sign dan symptom.

2.3.3

Model Terjadinya Penyakit


1. Mandala of Health
Mandala kesehatan atau mandala of health merupakan sebuah model
yang menggambarkan ekosistem manusia sebagai sebuah keterkaitan jaringan
yang kompleks, dimana setiap komponennya memiliki potensi yang dapat
mempengaruhi kesehatan manusia. Dalam lingkaran mandala, unit sosial (baik
individu atau keluarga) ditempatkan sebagai pusat lingkungan konsentris yang
terus berkembang ke biosfer. Dalam lingkaran tersebut, terdapat empat faktor
utama yang menentukan kesehatan yaitu:12
1. Bentuk pertama lingkaran mandala berfungsi untuk menggambarkan
bahwa ada suatu kecenderungan yang mempengaruhi seluruh jaringan
(baik itu dalam lingkungan sosial-ekonomi, lingkungan bio-fisika, biologi
manusia, dan gaya hidup),
2. lingkaran kedua dan ketiga menjelaskan bahwa di dalam jaringan
tersebut ada suatu hubungan yang sangat erat antara budaya dan
lingkungan masyarakat, dan pada
3. lingkaran keempat ada suatu penekanan hubungan pemetaan, dimana
manusia dapat belajar untuk memanipulasi planet (dunia) yang
ditinggalinya dan dapat bertindak pada hubungan yang sifatnya timbal
balik.
Dengan empat faktor tersebut, maka dapat dikatakan bahwa lingkaran
mandala berfungsi untuk melayani, sebagai sebuah kerangka kerja aksi dan
dalam bentuk yang dapat diubah, dengan kata lain kerangka kerja tersebut telah
diadaptasikan sebagai sesuatu yang dapat dipraktekkan dalam kehidupan
manusia.12,13

~ 14 ~

Gambar 2. Konsep Terjadinya Penyakit Berdasarkan Mandala Kesehatan 13


2. Konsep Blum
Menurut konsep Blum (1981), derajat kesehatan ditentukan oleh empat
faktor, yaitu faktor genetik, pelayanan kesehatan, perilaku, dan lingkungan. 14

Gambar 3. Konsep Blum Mengenai Terjadinya Penyakit 14


1. Lingkungan hidup
a) Fisik
: sampah, air, udara, perumahan dsb.
b) Sosial : kebudayaan , pendidikan, ekonomi (interaksi manusia)
c) Biologi : hewan , jasad remik, tetumbuhan.
2. Perilaku
Merupakan adat atau kebiasaan dari masyarakat.
3. Pelayanan kesehatan
Peranan pelayanan kesehatan adalah :

~ 15 ~

a) Menentukan
dalam
pelayanan
pemulihan
kesehatan,
pencegahan penyakit pengobatan, dan perawatan kesehatan.
b) Dipengaruhi oleh faktor lokasi atau jarak ke tempat pelayanan
kesehatan sumber daya manusia, informasi kesesuaian program
pelayanan kesehatan dengan kebutuhan masyarakat.
4. Keturunan
Faktor keturunan adalah faktor yang telah ada dalam diri manusia yang
dibawa sejak lahir. Sebagai contoh : diabetes mellitus, asma, epilepsi,
retardasi mental, hipertensi, buta warna dll.
2.4 Pelayanan Kesehatan
2.4.1 Pelayanan Holistik
Holistik artinya tidak dibatasi pada masalah biomedis pasien saja, tetapi juga
dengan melihat latar belakang sosial-budaya pasien yang mungkin berkaitan dengan
penyakitnya. Misalnya, banyak penyakit didapat dari pekerjaannya seperti nyeri otot dan
tulang, radang saluran napas, radang kulit atau kelelahan. Jika penyakit tersebut tidak
ditangani secara holistik dan hanya terfokus pada gejala atau penyakitnya saja, maka
tidak akan benar-benar berhasil disembuhkan.7
2.4.2

Pelayanan Komprehensif15
1. Promotif
Adalah usaha yang ditujukan untuk meningkatkan kesehatan ,meliputi
usaha-usaha untuk peningkatan gizi, pemeliharaan kesehatan perorangan,
pemeliharaan kesehatan lingkungan , olahraga teratur dan istirahat cukup
sehingga dapat mencapai derajat kesehatan yang optimal.
2. Preventif
Adalah usaha yang ditujukan untuk mencegah terjadinya penyakit
meliputi usaha-usaha pemberian imunisasi (bayi, anak, bumil). Pemeriksaan
kesehatan berkala untuk mendeteksi penyakit secara dini.
3. Kuratif
Adalah usaha yangditujuikan kepada orang yang sakit untuk diobati
secara tepat dan adekuat sehinga kesehatan pulih.
4. Rehabilitatif
Adalah usaha yang ditujukan terhadap penderita yang baru pulih dari
penyakit yang dideritanya ,untuk memperbaiki kelemahan pisik mental dan sosial
pasien sebagai akibat dari penyakit yang dideritanya meliputi latihan-latihan
terpogram pisioterafi.

2.4.3

Pelayanan Berkesinambungan
Pelayanan yang disediakan dokter keluarga merupakan pelayanan
bersinambung, yang melaksanakan pelayanan kedokteran secara efektif efisien, proaktif
dan terus-menerus demi kesehatan pasien.16
1. Pelayanan proaktif
Pelayanan dokter menjaga kesinambungan layanan secara proaktif.
2. Rekam medis bersinambung
Informasi dalam riwayat kesehatan pasien sebelumnya dan pada saat
datang, digunakan untuk memastikan bahwa penatalaksanaan yang diterapkan
telah sesuai untuk pasien yang bersangkutan.
3. Pelayanan efektif efisien
Pelayanan dokter keluarga menyelenggarakan pelayanan rawat jalan
efektif dan efisien bagi pasien, menjaga kualitas, sadar mutu dan sadar biaya.
4. Pendampingan

~ 16 ~

Pada saat-saat dilaksanakan konsultasi dan/atau rujukan, pelayanan


dokter keluarga menawarkan pendampingan pasien, demi kepentingan pasien.
2.4.4

Pelayanan Terpadu dan Terintegrasi


Kerja sama professional dengan semua pengandil agar dicapai pelayanan
kesehatan yang bermutu dan mencapai kesembuhan optimal. Memanfaatkan potensi
pasien dan keluarganya seoptimal mungkin untuk penyembuhan. 17

2.5 Diagnostik Holistik


2.5.1 Definisi
Holistik yakni memandang manusia sebagai mahkluk biopsikososial pada
ekosistemnya. Manusia terdiri dari komponen organ, nutrisi, kejiwaan dan perilaku.
Diagnosa holistik adalah tata cara diagnosa yang memperhatikan berbagai aspek yang
dimungkinkan menyebabkan penyakit pada pasien yang bersangkutan. Diagnosis Holistik
kegiatan untuk mengidentifikasikan dan menentukan dasar dan penyebab (disease), luka
(injury), serta kegawatan yang diperoleh dari keluhan riwayat penyakit pasien,
pemeriksaan penunjang dan penilaian internal dan eksternal dalam kehidupan pasien
dan keluarganya.18
2.5.2 Dasar dan Tujuan
Holistik merupakan salah satu konsep yang meliputi dimensi personal, fisik,
psikologi, sosial, dan spiritual dalam penanggulangan dan pencegahan penyakit. Dalam
pendekatan holistik, dipercayai bahwa kesehatan seseorang tidak hanya bergantung
pada apa yang sedang terjadi secara fisik pada tubuh seseorang, tetapi juga terkait
dengan kondisi psikologi, emosi, sosial, spiritual, dan lingkungan. Pendekatan holistik
tidak hanya mengobati gejala tetapi juga mencari penyebab dari gejala. Pendekatan
holistik untuk pengobatan pasien telah dikemukakan oleh Percival di dalam bukunya
pada tahun 1803.18
Kasus kesehatan
dari
setiap
individu
perlu
pendekatan
secara
holistik(menyeluruh). Selain individu sebagai objek kasus, juga terkait dengan aspek
fisik(biologis), psikologis, sosial, dan kultural serta lingkungan. Masalah kesehatan
individu merupakan suatu komponen dari sistem pemeliharaan kesehatan dari individu
yang bersangkutan, individu sebagai bagian dari keluarga, dan sebagai bagian dari
masyarakat yang meliputi aspek biomedis, psikologis, aspek pengetahuan , sikap dan
perilaku, aspek sosial dan lingkungan.18
Tujuan Diagnostik holistik:18
1. Penyembuhan penyakit dengan pengobatan yang tepat
2. Hilangnya keluhan yang dirasakan pasien
3. Pembatasan kecacatan lanjut
4. Penyelesaian pemicu dalam keluarga (masalah sosial dalam kehidupannya)
5. Jangka waktu pengobatan pendek
6. Tercapainya percepatan perbaikan fungsi sosial
7. Terproteksi dari resiko yang ditemukan
8. Terwujudnya partisipasi keluarga dalam penyelesaian masalah
2.5.3 Standar
Diagnosis Holistik memiliki standar dasar pelaksanaan yaitu: 18
1. Membentuk hubungan interpersonal antar petugas administrasi (penerimaan,
pencatatan biodata) dengan pasien
2. Membentuk hubungan interpersonal antara paramedis dengan pasien.
Melakukan pemeriksaan sarinagn (Triage), data diisikan dengan lembaran
penyaring

~ 17 ~

3.
4.
5.
6.

Membentuk hubungan interpersonal anatara dokter dengan pasien


Melakukan anamnesis
Melakukan pemeriksaan fisik
Penentuan derajat keparahan penyakit berdasarkan gejala, komplikasi,
prognosis, dan kemungkinan untuk dilakukan intervensi
7. Menentukan resiko individual diagnosis klinis sangat dipengaruhi faktor
individual termasuk perilaku pasien
8. Menentukan pemicu psikososial dari pekerjaan maupun komunitas kehidupan
pasien
9. Menilai aspek fungsi social
2.5.4 Alur Diagnostik Holistik
Diagnosis holistik terdiri dari:18
1. Keluhan utama, ketakutan, harapan, dan persepsi kesehatan
2. Diagnosis klinis dan diagnosis diferensial
3. Perilaku dan persepsi kesehatan (faktor confounding/risiko internal)
4. Masalah ekonomi dan psikososial keluarga, faktor lingkungan dan pekerjaan
(faktor determinan/ faktor resiko eksternal)
5. Derajat fungsi sosial.
Semua praktisi kesehatan sebaiknya menggunakan pendekatan holistik dalam
menangani pasien. Mengenali seseorang secara utuh dalam pencegahan dan
pengobatan penyakit dapat merupakan kunci bagi dokter untuk mendiagnosis penyakit
dengan tepat. Pasien cenderung lebih puas jika dokter menggunakan pendekatan
holistik, dan merasa bahwa dokter mempunyai lebih banyak waktu untuk mereka dan
permasalahan mereka.
2.6 Diagnostik Okupasi
2.6.1 Pengertian
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkanoleh pekerjaan, alat
kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian Penyakit akibat kerja
merupakan penyakit yang artifisial atau man made disease.18
WHO membedakan empat kategori Penyakit Akibat Kerja:18
a) Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya pneumokoniosis.
b) Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya karsinoma
bronkogenik.
c) Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara faktorfaktor penyebab lainnya, misalnya bronkitis kronik.
d) Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada
sebelumnya, misalnya asma.
2.6.2 Penyebab Penyakit Akibat Kerja
Faktor penyebab penyakit akibat kerja sangat banyak, tergantung pada bahan
yang digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja, sehingga
tidak mungkin disebutkan satu per satu. Pada umumnya faktor penyebab dapat
dikelompokkan dalam 5 golongan:18,19
1. Golongan fisik
Suara (bising), radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan yang sangat tinggi, vibrasi,
penerangan lampu yang kurang baik.
2. Golongan kimiawi
Bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja, maupun yang terdapat
dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap, gas, larutan, awan atau
kabut. Ada kurang lebih 100.000 bahan kimia yang sudah digunakan dalam

~ 18 ~

proses industri, namun dalam daftar penyakit ILO, baru diidentifikasi 31 bahan
kimia sebagai penyebab.
3. Golongan biologis
Bakteri, virus, jamur, parasit, dll.
4. Golongan fisiologis
Biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja dan cara kerja yang kurang
egonomis, tidak sesuai dengan fisiologi dan anatomi manusia.
5. Golongan psikososial
Lingkungan kerja yang mengakibatkan stress seperti beban kerja terlalu berat,
pekerjaan yang monoton, dll.
2.6.3 Tujuan dan Manfaat Diagnosis Penyakit Akibat Kerja
Berbeda dengan diagnosis penyakit pada umumnya, diagnosis penyakit akibat
kerja mempunyai aspek medis, aspek komunitas dan aspek legal. Dengan demikian
tujuan melakukan diagnosis akibat kerja adalah: 19
1. Dasar terapi
2. Membatasi kecacatan dan mencegah kematian
3. Melindungi pekerja lain
4. Memenuhi hak pekerja
Dengan mendiagnosis penyakit akibat kerja, maka hal ini akan berkonstribusi
terhadap:19
1. Pengendalian pajanan berisiko pada sumbernya
2. Identifikasi risiko pajanan baru secara dini
3. Asuhan medis dan upaya rehabilitasi pada pekerja yang sakit dan/atau
cedera
4. Pencegahan terhadap terulangnya atau makin beratnya kejadian penyakit
atau kecelakaan
5. Perlindungan pekerja yang lain
6. Pemenuhan hak kompensasi pekerja
7. Identifikasi adanya hubungan baru antara suatu pajanan dengan penyakit.

Diagnosis klinis

2.6.4 Langkah-langkah Menegakkan


Diagnosis
Penyakit Akibat Kerja
Pajanan yang
dialami

Hubungan antara pajanan dan penyakit

Jumlah pajanan cukup

Peranan faktor individu

Faktor lain di luar pekerjaan


~ 19 ~

Penyakit akibat kerja

Bukan penyakit akibat kerja

Gambar 4. Alur Menegakkan Diagnosis Penyakit Akibat Kerja19


a. Menentukan diagnosis klinis
Sebagai langkah pertama menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja
adalah menegekkan diagnosis klinis penyakit. Diagnosis penyakit akibat kerja
tidak dapat ditegakkan hanya berdasarkan gejala yang dikeluhkan pasien,
karena dasar dari penegakkan diagnosis penyakit akibat kerja adalah evidence
based, dimana penelitian yang ada menunjukkan bahwa antara suatu pajanan
dengan suatu penyakit yang ada hubungan spesifik. Artinya, suatu pajanan
hanya menyebaban satu atau beberapa penyakit tertentu, sesuai hasil
penelitian yang ada.Upaya diagnosis klinis mungkin memerlukan pemeriksaan
laboratorium atau pemeriksaan penunjang lainnya dan sering perlu melibatkan
dokter spesialis yang terkait dengan penyakit pasien. 18,19
b. Menentukan pajanan yang dialami individu tersebut dalam pekerjaan
Suatu penyakit akibat kerja, seringkali tidak hanya disebabkan oleh pajanan
yang dialami di pekerjaan yang saat ini dilakukan, tetapi dapat disebabkan oleh
pajanan-pajanan pada pekerjaan-pekerjaan yang terdahulu.Selain itu, beberapa
pajanan bisa saja menyebabkan satu penyakit, sehingga seorang dokter harus
mendapatkan informasi mengenai semua pajanan yang dialami dan pernah
dialami oleh pasiennya, untuk dapat mengidentifikasi pajanan atau pekerjaan
mana yang penting dan mungkin berpengaruh untuk diinvestigasi lebih
lanjut.18,19
Untuk memperoleh informasi ini perlu dilakukan anamnesis pekerjaan yang
lengkap, yang mencakup:18,19
a) Deskripsi semua pekerjaan secara kronologis
b) Periode waktu melakukan masing-masing pekerjaan
c) Apa yang diproduksi
d) Bahan yang digunakan
e) Cara bekerja
c.

Menentukan apakah ada hubungan antara pajanan dengan penyakit


Melakukan identifikasi pajanan mana saya yang berhubungan dengan
penyakit yang dialami. Hubungan ini harus berdasarkan hasil-hasil penelitian
epidemiologis yang pernah dilakukan (evidence based). Identifikasi ada
tidaknya hubungan antara pajanan dan penyakit dapat dilakukan dengan
mengkaji referensi atau literature yang ada.Bila belum ada bukti bahwa suatu
pajanan ada hubungan dengan suatu penyakit, maka diagnosis penyakit akibat
kerja tidak dapat ditegakkan.Bila belum ada hasil penelitian yang menunjukkan
adanya suatu hubungan antara pajanan dan penyakit tertentu, tetapi dari

~ 20 ~

pengalaman sangat dicurigai adanya suatu hubungan, maka itu baru dapat
dijadikan dasar untuk melakukan penelitian awal.18,19
Hubungan antara pajanan dengan penyakit juga perlu dilihat dari waktu
timbulnya gejala atau terjadinya penyakit, misalnya orang tersebut terpajan oleh
bahan tertentu terlebih dahulu, sebelum mulai timbul gejala atau penyakit.
Contoh lain adalah pada asma bronkial. Bila didapatkan, bahwa serangan asma
lebih banyak terjadi pada waktu hari kerja dan berkurang pada hari libur, masa
cuti atau pada waktu tidak terpajan, hal ini akan sangat mendukung ke
diagnosis asma akibat kerja. Sehingga anamnesis mengenai hubungan gejala
dengan pekerjaan perlu dilakukan juga dengan teliti. Adanya hasil pemeriksaan
pra-kerja mengenai penyakit akan mempermudah menentukan, bahwa penyakit
terjadi sesudah terpajan, namun tidak adanya hasil pemeriksaan pra-kerja
dan/atau hasil pemeriksaan berkala bukan berarti tidak dapat dilakukan
diagnosis penyakit akibat kerja.18,19
d. Menentukan apakah pajanan yang dialami cukup
Untuk dapat menilai apakah suatu pajanan cukup besar untuk dapat
menyebabkan penyakit tertentu, perlu dimengerti patofisiologi dari penyakit
tersebut dan bukti epidemiologis. Cukup besarnya suatu pajanan dapat dinilai
secara kualitatif, yaitu dengan menanyakan kepada pasien mengenai cara
kerja, proses kerja dan bagaimana lingkungan kerja. Penting juga melakukan
pengamatan dan memperhitungkan masa kerja, yaitu berapa lama pekerja
tersebut sudah terpajan.Penilaian secara kualitatif dapat menggunakan data
pengukuran lingkungan kerja terhadap pajanan tersebut, yang telah dilakukan
secara periodic oleh perusahaan atau data monitoring biologis yang ada. Bila
tidak ada, bisa dilakukan pengukuran pada saat akan dilakukan diagnosis
penyakit akibat kerja dan bila tidak ada perubahan dalam proses dan cara kerja
secara berarti pada masa kerja pekerja tersebut, dapat diasumsikan bahwa
selama masa kerja tersebut pekerja memperoleh pajanan dalam jumlah yang
sama. Hasil pengukuran yang didapat perlu dinilai apakah melebihi nilai
ambang batas, atau termasuk terpajan tinggi atau tidak.Pemakaian alam
pelindung perlu juga dinail apakah dapat mengurangi pajanan yang dialami
secara berarti atau tidak, yaitu bila jenis alat pelindung diri sesuai, dipakai
secara benar dan konsisten.18,19
e. Menentukan apakah ada faktor-faktor individu yang berperan
Setiap penyakit selain disebabkan oleh faktor lingkungan dan/atau faktor
pekerjaan, pasti juga ada faktor individu yang berperan. Perlu dinilai seberapa
besar faktor individu itu berperan, sehingga dapat dimengerti mengapa yang
terkena adalah individu pekerja tersebut dan bukan seluruh pekerja di tempat
yang sama. Faktor individu yang mungkin berperan adalah riwayat atopi atau
alergi, riwayat dalam keluarga, hygiene perorangan, dsb.Adanya faktor individu
yang berperan tidak berarti diagnosis penyakit akibat kerja menjadi batal namun
diperlukan untuk menilai seberapa besar faktor individu ikut berperan. 18,19
f. Menentukan apakah ada faktor lain diluar pekerjaan
Faktor lain di luar pekerjaan, adalah pajanan lain yang juga dapat
menyebabkan penyakit yang sama, namun bukan merupakan faktor pekerjaan,
misalnya rokok, pajanan yang dialami di rumah, adanya hobi, dsb. Bila ternyata
faktor pekerjaan tidak ada yang berhubungan dengan penyakit, ada
kemungkinan faktor penyebab di luar pekerjaan yang lebih berperanan.Namun
adanya kebiasaan tertentu dari pekerja, misalnya merokok, tidak bisa
meniadakan faktor penyebab di pekerjaan.18,19
g. Menentukan diagnosis penyakit akibat kerja

~ 21 ~

Kaji seluruh informasi yang telah dikumpulkan dari langkah-langkah


terdahulu.Berdasarkan bukti-bukti dan referensi mutakhir yang ada, buat
keputusan apakah penyakit yang diderita adalah penyakit akibat kerja atau
tidak. Diagnosis sebagai penyakit akibat kerja dapat dibuat bila dari langkahlangkah di atas dapat disimpulkan, bahwa memang ada hubungan sebab akibat
antara pajanan yang dialami dengan penyakit dan faktor pekerjaan merupakan
faktor yang bermakna terhadap terjadinya penyakit dan tidak dapat diabaikan,
meskipun ada faktor individu atau faktor lain yang ikut berperan terhadap
timbulnya penyakit.18,19
Diagnosis penyakit akibat kerja tidak dapat ditegakkan, bila dari referensi
tidak ditemukan adanya hubungan antara pajanan dengan penyakit, pajanan
yang dialami tidak cukup besar untuk dapat meyebabkan penyakit tersebut
(secara kuantitatif maupun kualitatif, secara kumulatif dari masa kerja). 18,19
2.7 Tuberkulosis
No ICPC II : A70 Tuberculosis
No ICD X : A15 Respiratory tuberculosis, bacteriologiccaly and histologically confirmed
Tingkat Kemampuan: 4A
2.7.1 Masalah Kesehatan
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB yaitu Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang
paru, namun dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.Indonesia merupakan negara
yang termasuk sebagai 5 besar dari 22 negara di dunia dengan beban TB. Kontribusi TB
di Indonesia sebesar 5,8%. Saat ini timbul kedaruratan baru dalam penanggulangan TB,
yaitu TB Resisten Obat (Multi Drug Resistance/ MDR).20
2.7.2 Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan Pasien datang dengan batuk berdahak 2 minggu. Batuk disertai
dahak, dapat bercampur darah atau batuk darah. Keluhan dapat disertai sesak napas,
nyeri dada atau pleuritic chest pain (bila disertai peradangan pleura), badan lemah, nafsu
makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam tanpa kegiatan fisik,
dan demam meriang lebih dari 1 bulan.20
2.7.3 Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik
Demam (pada umumnya subfebris, walaupun bisa juga tinggi sekali), respirasi
meningkat, berat badan menurun (BMI pada umumnya <18,5). Pada auskultasi terdengar
suara napas bronkhial/amforik/ronkhi basah/suara napas melemah di apex paru,
tergantung luas lesi dan kondisi pasien.20
2.7.4 Pemeriksaan Penunjang20
1. Darah: limfositosis/ monositosis, LED meningkat, Hb turun.
2. Pemeriksaan mikroskopis kuman TB (Bakteri Tahan Asam/ BTA) atau kultur
kuman dari specimen sputum/ dahak sewaktu-pagi-sewaktu.
3. Untuk TB non paru, specimen dapat diambil dari bilas lambung, cairan
serebrospinal, cairan pleura ataupun biopsi jaringan.
4. Tes tuberkulin (Mantoux test). Pemeriksaan ini merupakan penunjang utama
untuk membantu menegakkan Diagnosis TB pada anak.

~ 22 ~

5. Pembacaan hasil uji tuberkulin yang dilakukan dengan cara Mantoux (intrakutan)
dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan dengan mengukur diameter transversal.
Uji tuberkulin dinyatakan positif yaitu:
a) Pada kelompok anak dengan imunokompeten termasuk anak dengan
riwayat imunisasi BCG diameter indurasinya > 10 mm.
b) Pada kelompok anak dengan imunokompromais (HIV, gizi buruk,
keganasan dan lainnya) diameter indurasinya > 5mm.
6. Radiologi dengan foto toraks PA-Lateral/ top lordotik.
Pada TB, umumnya di apeks paru terdapat gambaran bercak-bercak awan
dengan batas yang tidak jelas atau bila dengan batas jelas membentuk
tuberkuloma. Gambaran lain yang dapat menyertai yaitu, kavitas (bayangan
berupa cincin berdinding tipis), pleuritis (penebalan pleura), efusi pleura (sudut
kostrofrenikus tumpul).
2.7.5 Penegakan Diagnosis (Assessment)
A. Diagnosis pasti TB20
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang (sputum untuk dewasa, tes tuberkulin pada anak).
B. Kriteria Diagnosis20
Berdasarkan International Standards for Tuberculosis Care (ISTC) Standar
Diagnosis:
1. Semua pasien dengan batuk produktif yang yang berlangsung selama 2
minggu yang tidak jelas penyebabnya, harus dievaluasi untuk TB.
2. Semua pasien (dewasa, dewasa muda, dan anak yang mampu
mengeluarkan dahak) yang diduga menderita TB, harus diperiksa
mikroskopis spesimen sputum/ dahak 3 kali salah satu diantaranya adalah
spesimen pagi.
3. Semua pasien dengan gambaran foto toraks tersangka TB, harus diperiksa
mikrobiologi dahak.
4. Diagnosis dapat ditegakkan walaupun apus dahak negatif berdasarkan
kriteria berikut:
a) Minimal 3 kali hasil pemeriksaan dahak negatif (termasuk
pemeriksaan sputum pagi hari), sementara gambaran foto toraks
sesuai TB.
b) Kurangnya respon terhadap terapi antibiotik spektrum luas (periksa
kultur sputum jika memungkinkan), atau pasien diduga terinfeksi HIV
(evaluasi Diagnosis tuberkulosis harus dipercepat).
5. Diagnosis TB intratorasik (seperti TB paru, pleura, dan kelenjar limfe
mediastinal atau hilar) pada anak:
a) Keadaan klinis (+), walaupun apus sputum (-).
b) Foto toraks sesuai gambaran TB.
c) Riwayat paparan terhadap kasus infeksi TB.
d) Bukti adanya infeksi TB (tes tuberkulin positif > 10 mm setelah 48-72
jam).
C. Diagnosis TB pada anak20
Pasien TB anak dapat ditemukan melalui dua pendekatan utama, yaitu
investigasi terhadap anak yang kontak erat dengan pasien TB dewasa aktif dan
menular, serta anak yang datang ke pelayanan kesehatan dengan gejala dan anda
klinis yang mengarah ke TB. Gejala klinis TB pada anak tidak khas, karena gejala
serupa juga dapat disebabkan oleh berbagai penyakit selain TB. Gejala
sistemik/umum TB pada anak:
1. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh
(failure to thrive).
2. Masalah Berat Badan (BB):

~ 23 ~

a) BB turun selama 2-3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas;


atau
b) BB tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya perbaikan gizi
yang baik; atau
c) BB tidak naik dengan adekuat.
3. Demam lama (2 minggu) dan atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan
demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain lain).Demam yang
umumnya tidak tinggi (subfebris) dan dapat disertai keringat malam.
4. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.
5. Batuk lama atau persisten 3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak
pernah reda atau intensitas semakin lama semakin parah) dan penyebab
batuk lain telah disingkirkan;
6. Keringat malam dapat terjadi, namun keringat malam saja apabila tidak
disertai dengan gejala-gejala sistemik/umum lain bukan merupakan gejala
spesifik TB pada anak.
Sistem skoring (scoring system) Diagnosis TB membantu tenaga kesehatan agar
tidak terlewat dalam mengumpulkan data klinis maupun pemeriksaan penunjang
sederhana sehingga diharapkan dapat mengurangi terjadinya under-diagnosis
maupun over-diagnosis.

Gambar 5. Alur Diagnostik TB paru20

~ 24 ~

Gambar 6. Sistem Skoring TB anak20

2.7.6 Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) Penatalaksanaan


Tujuan pengobatan20
1. Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktifitas pasien.
2. Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan.
3. Mencegah kekambuhan TB.
4. Mengurangi penularan TB kepada orang lain.
5. Mencegah kejadian dan penularan TB resisten obat.
Prinsip-prinsip terapi20
1. Praktisi harus memastikan bahwa obat-obatan tersebut digunakan sampai terapi
selesai.
2. Semua pasien (termasuk pasien dengan infeksi HIV) yang tidak pernah diterapi
sebelumnya harus mendapat terapi Obat Anti TB (OAT) lini pertama sesuai ISTC
(Tabel 2).
a) Fase Awal selama 2 bulan, terdiri dari: Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid,
dan Etambutol.
b) Fase lanjutan selama 4 bulan, terdiri dari: Isoniazid dan Rifampisin
c) Dosis OAT yang digunakan harus sesuai dengan Terapi rekomendasi
internasional, sangat dianjurkan untuk penggunaan Kombinasi Dosis
Tetap (KDT/fixed-dose combination/ FDC) yang terdiri dari 2 tablet (INH
dan RIF), 3 tablet (INH, RIF dan PZA) dan 4 tablet (INH, RIF, PZA, EMB).

~ 25 ~

Gambar 7. Dosis Obat TB


3. Untuk membantu dan mengevaluasi kepatuhan, harus dilakukan prinsip
pengobatan dengan:
a) Sistem Patient-centred strategy, yaitu memilih bentuk obat, cara
pemberian cara mendapatkan obat serta kontrol pasien sesuai dengan
cara yang paling mampu laksana bagi pasien.
b) Pengawasan Langsung menelan obat (DOT/direct observed therapy).
4. Semua pasien dimonitor respon terapi, penilaian terbaik adalah follow up
mikroskopis dahak (2 spesimen) pada saat:
a) Akhir fase awal (setelah 2 bulan terapi),
b) 1 bulan sebelum akhir terapi, dan pada akhir terapi.
c) Pasien dengan hasil pemeriksaan dahak positif pada 1 bulan sebelum
akhir terapi dianggap gagal (failure) dan harus meneruskan terapi
modifikasi yang sesuai.
d) Evaluasi dengan foto toraks bukan merupakan pemeriksaan prioritas
dalam follow up TB paru.
5. Catatan tertulis harus ada mengenai:
a) Semua pengobatan yang telah diberikan,
b) Respon hasil mikrobiologi
c) Kondisi fisik pasien
d) Efek samping obat
6. Di daerah prevalensi infeksi HIV tinggi, infeksi Tuberkulosis HIV sering
bersamaan, konsultasi dan tes HIV diindikasikan sebagai bagian dari tatalaksana
rutin.
7. Semua pasien dengan infeksi Tuberkulosis-HIV harus dievaluasi untuk:
a) Menentukan indikasi ARV pada tuberkulosis.
b) Inisasi terapi tuberkulosis tidak boleh ditunda.
c) Pasien infeksi tuberkulosis-HIV harus diterapi Kotrimoksazol apabila CD
4 < 200.
Selama terapi : evaluasi foto setelah pengobatan 2 bulan dan 6 bulan.
2.7.7

Pengobatan TB pada Anak

~ 26 ~

Gambar 8. Alur Tatalaksana dan Dosis OAT pada Anak20


Keterangan:
1. Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg harus dirujuk ke rumah sakit
2. Anak dengan BB >33 kg , harus dirujuk ke rumah sakit.
3. Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah.
4. OAT KDT dapat diberikan dengan cara : ditelan secara utuh atau digerus sesaat
sebelum diminum.
2.7.8 Prognosis
Prognosis pada umumnya baik apabila pasien melakukan terapi sesuai dengan
ketentuan pengobatan. Untuk TB dengan komorbid, prognosis menjadi kurang baik. 20
2.8 Rumah Sehat
2.8.1 Definisi
Rumah adalah struktur fisik atau bangunan sebagai tempat berlindung, dimana
lingkungan dari struktur tersebut berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta
keadaan sosialnya baik untuk kesehatan keluarga dan individu. Rumah sehat merupakan
bangunan tempat tinggal yang memenuhi syarat kesehatan yaitu rumah yang memiliki
jamban yang sehat, sarana air bersih, tempat pembuangan sampah, sarana
pembuangan air limbah, ventilasi yang baik, kepadatan hunian rumah yang sesuai dan
lantai rumah yang tidak terbuat dari tanah.21

~ 27 ~

2.8.2

Syarat
Rumah sehat menurut Winslow dan APHA (American Public Health Association)
harus memiliki syarat, antara lain:21
1. Memenuhi kebutuhan fisiologis antara lain pencahayaan, penghawaan (ventilasi),
ruang gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan/suara yang mengganggu.
2. Memenuhi kebutuhan psikologis antara lain cukup aman dan nyaman bagi
masing-masing penghuni rumah, privasi yang cukup, komunikasi yang sehat
antar anggota keluarga dan penghuni rumah, lingkungan tempat tinggal yang
memiliki tingkat ekonomi yang relatif sama.
3. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni rumah
dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan air limbah rumah tangga,
bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang berlebihan, cukup sinar
matahari pagi, terlindungnya makanan dan minuman dari pencemaran.
4. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang timbul
karena keadaan luar maupun dalam rumah. Termasuk dalam persyaratan ini
antara lain bangunan yang kokoh, terhindar dari bahaya kebakaran, tidak
menyebabkan keracunan gas, terlindung dari kecelakaan lalu lintas, dan lain
sebagainya.

2.8.3

Parameter dan Indikator


Parameter yang dipergunakan untuk menentukan rumah sehat adalah
sebagaimana yang tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan kesehatan perumahan. meliputi 3 lingkup
kelompok komponen penilaian, yaitu: 21
1. Kelompok komponen rumah, meliputi langit-langit, dinding, lantai, ventilasi,
sarana pembuangan asap dapur dan pencahayaan.
2. Kelompok sarana sanitasi, meliputi sarana air bersih, pembuangan kotoran,
pembuangan air limbah, sarana tempat pembuangan sampah.
3. Kelompok perilaku penghuni, meliputi membuka jendela ruangan dirumah,
membersihkan rumah dan halaman, membuang tinja ke jamban, membuang
sampah pada tempat sampah.
A. Aspek komponen rumah
1. Langit-langit . Adapun persayaratan untuk langit-langit yang baik adalah dapat
menahan debu dan kotoran lain yang jatuh dari atap, harus menutup rata
kerangka atap serta mudah dibersihkan.
2. Dinding. Dinding harus tegak lurus agar dapat memikul berat dinding sendiri,
beban tekanan angin dan bila sebagai dinding pemikul harus dapat memikul
beban diatasnya, dinding harus terpisah dari pondasi oleh lapisan kedap air agar
air tanah tidak meresap naik sehingga dinding terhindar dari basah, lembab dan
tampak bersih tidak berlumut.
3. Lantai. Lantai harus kuat untuk menahan beban diatasnya, tidak licin, stabil
waktu dipijak, permukaan lantai mudah dibersihkan. Menurut Sanropie (1989),
lantai tanah sebaiknya tidak digunakan lagi, sebab bila musim hujan akan
lembab sehingga dapat menimbulkan gangguan/penyakit terhadap penghuninya.
Karena itu perlu dilapisi dengan lapisan yang kedap air seperti disemen,
dipasang tegel, keramik. Untuk mencegah masuknya air ke dalam rumah,
sebaiknya lantai ditinggikan 20 cm dari permukaan tanah.
4. Pembagian ruangan / tata ruang. Setiap rumah harus mempunyai bagian
ruangan yang sesuai dengan fungsinya.

~ 28 ~

5. Ventilasi. Ventilasi ialah proses penyediaan udara segar ke dalam suatu ruangan
dan pengeluaran udara kotor suatu ruangan baik alamiah maupun secara
buatan. Ventilasi harus lancar diperlukan untuk menghindari pengaruh buruk
yang dapat merugikan kesehatan.
6. Pencahayaan. Cahaya yang cukup kuat untuk penerangan di dalam rumah
merupakan kebutuhan manusia. Penerangan ini dapat diperoleh dengan
pengaturan cahaya alami dan cahaya buatan. Yang perlu diperhatikan,
pencahayaan jangan sampai menimbulkan kesilauan.
7. Luas Bangunan Rumah. Luas bangunan rumah sehat harus cukup untuk
penghuni di dalamnya, artinya luas bangunan harus disesuaikan dengan jumlah
penghuninya. Luas bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya
akan menyebabkan kepadatan penghuni (overcrowded). Hal ini tidak sehat,
disamping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen, bila salah satu anggota
keluarga terkena penyakit infeksi akan mudah menular kepada anggota keluarga
yang lain. Sesuai kriteria Permenkes tentang rumah sehat, dikatakan memenuhi
syarat jika 8 m2 / orang.
B. Aspek sarana sanitasi
1. Sarana Air Bersih . Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan seharihari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila
telah dimasak. Di Indonesia standar untuk air bersih diatur dalam Permenkes RI
No. 01/Birhubmas/1/1975 (Chandra, 2009).
2. Jamban (sarana pembuangan kotoran). Pembuangan kotoran yaitu suatu
pembuangan yang digunakan oleh keluarga atau sejumlah keluarga untuk buang
air besar
3. Pembuangan Air Limbah (SPAL). Air limbah adalah cairan buangan yang berasal
dari rumah tangga, industri, dan tempat umum lainnya dan biasanya
mengandung bahan atau zat yang membahayakan kehidupan manusia serta
mengganggu kelestarian lingkungan (Chandra, 2007).
4. Sampah. Sampah adalah semua produk sisa dalam bentuk padat, sebagai akibat
aktifitas manusia, yang dianggap sudah tidak bermanfaat. Entjang (2000)
berpendapat agar sampah tidak membahayakan kesehatan manusia, maka perlu
pengaturan pembuangannya, seperti tempat sampah yaitu tempat penyimpanan
sementara sebelum sampah tersebut dikumpulkan untuk dibuang
(dimusnahkan).
2.9 Penanganan Kasus Pemicu
N

Nam

Keduduka

Gende

Umu

Pendidika

Pekerjaa

Keteranga

Penghasila

1.

Tn. Z

Keluarga
Kepala

40

Sarjana

Guru Les

Tambahan
Pasien

3-4

2.

Ny. S

keluarga
Istri

thn
30

Sarjana

Guru Les

Istri Pasien

Anak

dalam

bulan

thn
3.

An. 1

Anak

6 thn

pertama,
tinggal
bersama
Ibu Ny. S

~ 29 ~

juta/

4.

An. 2

Anak

3 thn

Anak

kedua,
tinggal
bersama
5.

An. 3

Anak

1 thn

Ibu Ny. S
Anak ketiga

6.

Ibu

Ibu Ny. S

8 bln
_

Tempat

Ny. S
7.

Ayah

Tinggal
Ayah Tn. Z

Tn. Z

Berbeda
Pernah
Mengidap
TB paru

2.9.1

Karakteristik Keluarga

2.9.2

Lingkungan Tempat Tinggal

Status kepemilikan rumah : kontrak


Daerah perumahan : perumahan padat

Karakteristik Rumah dan


Lingkungan
Luas rumah : 10x4 m2

Jumlah penghuni dalam


satu rumah : 3 orang
Kondisi Rumah:

Kesimpulan
Pasien tinggal di rumah
kontrakan dengan jumlah
penghuni tigaorang dan
kondisi rumah tidak
sehat.

berantakan dan tata


letak barang kurang rapi
Halaman belakang: -

~ 30 ~

Lantai rumah dari : Dinding rumah dari : Jamban keluarga : kamar


mandi 1 buah ukuran 2x2
m2 dengan jamban jonkok

Tempat bermain : Penerangan listrik : Ketersediaan air bersih :


air gallon, air hujan, dan
air sumur dengan jarang
5 m dari septic tank
Tempat pembuangan
sampah : got samping
rumah

2.9.3 Lingkungan Tempat Kerja


Karakteristik Lingkungan Tempat Kerja
Lokasi: rumah tempat tinggal

Kesimpulan
Tempat tinggal sekaligus digunakan
sebagai tempat kerja dan kondisi kurang
sehat.

Ukuran: Ventilasi: tidak terdapat jendela


Alat Kerja: Menggunakan Kapur tanpa
menggunakan masker
2.9.4

Diagnostik Holistik
1. Personal
a) Idea
: mengeluh batuk berdahak terus menerus sejak 3 bulan,nafsu
makan menurun,dan semakin kurus
b) Concern
: ingin dapat sehat kembali
c) Expectacy : berharap penyakitnya cepat sembuh.
d) Anxiety
: Sudah berobat ke mantri dan mengkonsumsi obat herbal tetapi
tidak membaik
2. Klinis

~ 31 ~

a) Manifestasi klinis : Batuk berdahak sejak 3 bulan terus menerus, nafsu


makan menurun, penurunan berat badan 20 kg dalam 3 bulan, dahak
bercampur darah segar, dan sesak napas saat batuk.
b) Pemeriksaan Lab : BTA SPS (+/-/+)
c) Diagnosis
: TB Paru
3. Risiko individu : Jarang memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan.
4. Faktor resiko eksternal
a) Kontak dengan ayah yang TB paru positif
b) Terpajan debu kapur papan tulis
c) Jendela rumah jarang dibuka
2.9.5

Diagnostik Okupasi
Pendekatan personal: infeksi saluran nafas bawah, TB paru
Pajanan: sirkulasi udara tidak baik dan debu kapur papan tulis
Hubungan pajanan dan penyakit: faktor resiko
Besar pajanan: terpapar debu kapur dan udara yang tidak baik selama 8 jam per
hari
5. Faktor individu: jarang memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan.
6. Pajanan lain: Kontak dengan ayah yang TB paru positif
7. Bukan PAK tetapi penyakit yang berhubungan dengan kerja. Sehingga pekerjaan
hanya salah satu etiologi.
1.
2.
3.
4.

~ 32 ~

2.9.6

Konsep Penyakit

Membuang sampah di Got


Jarang memeriksakan diri ke
pelayanan kesehatan
Anak tidak di imunisasi
Tidak menggunakan masker,
duduk bersila 8 jam/ hari, dan
membuang dahak di WC

Pola hidup tidak sehat, ekonomi


cukup, anak diasuh oleh orang tua

Keluarga

Puskesmas yang
terjangkau

Tn. Z:
Usia 40 tahun
Bekerja sebagai guru les
Diagnosis: TB paru
Harapan: Ingin Cepat sembuh

Jarak sumur dan jamban 5 meter,


sirkulasi dan pencahayaan buruk,
padat perumahan, wc 1 buah,
penggunaan kapur

Pernah berkunjung ke rumah ayah


Tn. Z yang pernah mengidap TB
paru

2.9.7

Guru Les
Tempat mengajar di
rumah
Ruangan tanpa
ventilasi

Rencana Penanganan

~ 33 ~

Konsep

Holistik

Komprehensif

Berkesinambungan

Pelayanan
1. Keluarga
a) Tn. Z
Tatalaksana OAT
Edukasi kebersihan diri
Edukasi gaya hidup sehat
b) Ny. S
Skrining TB
Menawarkan program KB
Edukasi gaya hidup sehat
c) Anak-anak
Skrining TB
Edukasi imunisasi
Edukasi gaya hidup sehat
d) Ibu Ny. S
Skrining TB
Edukasi gaya hidup sehat
e) Ayah Tn. Z
Skrining TB
Tatalaksana lanjutan
Edukasi gaya hidup sehat
2. Lingkungan tempat tinggal
a) Merapikan barang-barang di rumah
b) Menjaga kebersihan rumah
c) Sumber air minum diganti
d) Jamban diperbaiki
e) Sirkulasi udara dan pencahayaan diperbaiki
3. Lingkungan kerja
a) Menggunakan masker
b) Mengganti penggunaan kapur
c) Ventilasi
d) Kebersihan lingkungan kerja
1. Promotif
a) Edukasi dan penyuluhan kesehatan
b) Pengadaan poster, etiket, dan mading
puskesmas
c) Sosialisasi BPJS
2. Preventif
a) Kerja bakti membersikan lingkungan tempat
tinggal yang kotor
b) Skrining kesehatan
3. Kuratif
a) Bakti sosial pengobatan gratis
b) Posyandu
c) Puskesmas keliling
4. Rehabilitatif
a) Mencegah progresif penyakit Tn. Z
b) Menggubah pola kerja yang duduk bersila 8
jam/hari sebagai upaya menghindari resiko
penyakit lainnya.
1. Mengawasi pengobatan TB baik pada Tn. Z,
ayah Tn. Z, maupun keluarga
2. Rutin mengingatkan pasien dan keluarga untuk

~ 34 ~

3.
1.

2.
Terpadu dan Terintegrasi
3.

berkunjung ke pelayanan kesehatan terdekat


minimal 1 kali sebulan.
Kunjungan ke kediaman pasien.
Bekerja sama dengan puskesmas dan rumah
sakit dalam penanganan dan pemberatasan
penyakit TB.
Bekerja sama dengan pemerintahan setempat
guna menuju lingkungan dan masyarakat yang
sehat.
Edukasi keluarga agar saling mengingatkan baik
mengenai terapi OAT yang sedang berlangsung
dan pentingnya menjaga kesehatan diri dan
lingkungan.

~ 35 ~

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hipoteris diterima: Tn. Z mengalami TB paru dan dibutuhkan penanganan
secara empat aspek, yaitu holistic, komprehensif, berkesinambungan, dan terpadu dan
terintegrasi.

~ 36 ~

DAFTAR PUSTAKA

1. The
Free
Dictionary
(2010).
Community
medicine.
medicaldictionary.thefreedictionary.com/community+medicine. Diakses 26 Mei 2015.
2. National University of Singapore (2004). Family medicine posting. Family medicine
primer 2004. Singapore: Department of Community, Occupation and Family
Medicine. National University of Singapore.
3. Agius R , Seaton A (2005). Practical occupational medicine. UK: Hodder Headline/
Arnold Publishers.
4. Segal L (1999). Issues in the economic evaluation of health promotion in the
workplace. Research Report 3. Centre for Health Program Evaluation, Health
Economics Unit, Monash University.
5. Artika Eka Prasetya. Kedokteran Keluarga dan Wawasannya. Fakultas Kedokteran,
Universitas Sebelas Maret.
6. Azwar, Azrul ; Gan, Goh Lee ; Wonodirekso, Sugito. 2004. A Primer On Family
Medicine Practice. Singapore International Foundation : Singapore.
7. Firman Lubis. Dokter Keluarga Sebagai Tulang Punggung dalam Sistem Pelayanan
Kesehatan. Jakarta: Majalah Kedokteran Indonesia, 2008.
8. WONCA. 1991.The Role of General Practitioner/ Family Physician in Health Care
Systems : A statement from WONCA.
9. Sugito Wonodirekso, Danny Pattiradjawane. 2010. Peran Depkes dalam
Pemberdayaan, Pendayagunaan, dan Pengembangan Karir Dokter Layanan Primer
dalam Rangka Mencapai Target MDGs. Majalah Kedokteran Indonesia Vol 60: Nomor
3, Maret 2010. Dalam : indonesia.digilabsjournal.org.
10. Anisa V, Putri SR, S Eddy YN. Program Pendidikan Dokter Layanan Primer dan
Implikasinya pada Dinamika Pendidikan Kedokteran di Indonesia. [Diupload 27
September 2013; disitasi 27 Mei 2015]. Tersedia di URL: www.ismki.orgWorld Health
Report. 2008. Primary Health Care: Now More Than Ever. WHO.
11. Undang-Undang No 20 tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran.
www.hukumonline.com.
12. Brown, A. Valerie dkk. Living: Public Health and Future Of Life on the Planet.
13. Sunarto, Kamanto. 2001. Sosiologi kesehatan. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas
Terbuka.
14. BLUM, H. L., 1981. Planning for Health. Generics for the Eighties. New York: Human
Sciences Press.
15. EURACT.2005. The European Definition Of General Practice / Family Medicine.
16. Prasetyawati AE. 2010. Kedokteran Keluarga: Kedokteran Keluarga dan
Wawasannya. Jakarta: Rineka Cipta. h. 23-4.
17. Wahyuni AS. Pelayanan dokter keluarga. Medan: FK USU, 2003.
18. Sulistomo, Astrid. 2002. Diagnosis Penyakit Akibat Kerja dan Sistem Rujukan, Di
dalam : Riyanto, Budi, (ed), Cermin Dunia Kedokteran, 136 : 6-8.
19. Sumamur, P.K., 2004, Penyelenggaraan Kecacatan Kerja, Di dalam : Makalah pada
Serasehan Penyelenggaraan Penilaian Kecacatan Kerja, Jakarta.
20. PerMenKes RI. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer. Jakarta: DepKes RI, 2014.
21. Dirjen Cipta Karya, DepPU, Rumah dan Lingkungan Perumahan Sehat, Jakarta:
Oktober 1993.

~ 37 ~

Anda mungkin juga menyukai