PENDAHULUAN
1.1 Pemicu
Tuan Z, 40 tahun datang ke puskesmas Pontianak Tenggara dengan keluhan
batuk berdahak terus menerus dan tidak kunjung berhenti sejak 3 bulan. keluhan ini
juga disertai nafsu maka menurun dan tuan z juga sering merasakan tubuhnya semakin
kurus. BB pasien berkurang sekitar 20 kg dalam 3 bulan. Satu bulan yang lalu pasien
mengeluhkan dahak yang dibatukkan bercampur dengan darah warna merah segar,
banyaknya sekitar setengah gelas. Pasien kadang merasakan adanya sesak nafas
terutama pada saat batuk.pasien telah berobat ke mantra dan mengkonsumsi obatobatan herbal, akan tetapi keluhan tidak kunjung membaik. Pasien belum pernah
mengalami keluhan yang sama sebelumnya dan juga tidak memiliki kebiasaan merokok.
Riwayat konsumsi OAT sebelumnya juga disangkal.
Tn. Z bekerja sebagai guru les selama 8 jam/hari dengan kebiasaan duduk
bersila dilantai dan jarang bergerak.dan sehari-hari banyak menghabiskan waktu dirumah
dan berinteraksi dengan anak didiknya. Istri pasien Ny. S, umur 30 tahun juga bekerja
sebagai guru les membantu pekerjaan suami. Pasangan ini memiliki 3 orang anak lakilaki , yang tertua berumur 6 tahun, 3 tahun dan yang paling bungsu 1 tahun 8 bulan. Anak
pertama dan kedua di asuh oleh ibu dari Ny. S sejak umur 1 tahun, tuan Z dan istrinya
sesekali menjenguk.Tn Z, Ny S dan anak bungsu sering berkunjung ke rumah orang tua
Tn. Z.Terakhir kali 3 bulan yang lalu habis menginap di rumah orang tua Tn. Z selama 1
minggu. Ayah Tn. Z diketahui menderita TB Paru dalam satu tahun terakhir ini dan sudah
menjalankan pengobatan lengkap 6 bulan, akan tetapi belum memeriksakan kembali
hasil pengobatannya, karena merasa keluhan batuk sudah tidak ada lagi dan sembuh
total.
Pasangan ini tidak menggunakan kontrasepsi, jarang memeriksakan diri ke
pelayanan kesehatan dan hanya pergi ketika sakit.Anak paling kecil tidak
diimunisasi.Hubungan antar keluarga baik, pengambilan keputusan dilakukan bersamasama.Pendidikan akhir Tn. Z dan istri sarjana, hubungan dengan lingkungan sekitar baik
walaupun tidak aktif dalam berorganisasi. Status ekonomi cukup, kebutuhan primer
terpenuhi dan sekunder untuk susu dan popok. Pendapatan keluarga sekitar 3-4
juta/bulan. Rumah mengontrak dengan biaya 2.5 juta/bulan di daerah perumahan padat,
kebersihan rumah kurang baik, tata letak barang kurang rapi dengan luas 10*4 m 2 dan
dihuni oleh 3 orang.Jendela berupa jendela kaca namun jarang dibuka, karena dibawah
jendela adalah saluran pembuangan, sehingga bau masuk ke rumah.Air minum keluarga
adalah air gallon dan sesekali air hujan, pembuangan limbah langsung ke got di belaang
rumah, yang sekarang tersumbat dan sudah mengalami pendangkalan. Kamar mandi
keluarga berjumlah 1 buah didalam rumah berukuran 2*2 m 2dengan jamban
jongkok.sumber air dari septic tanc berjarak 5 meter.
Ruang Les, berada di bagian depan rumah tanpa ada ventilas sehingga udara
didapatkan dari depan pintu, untuk mengajar masih menggunakan papan kapur.Tn. Z
saat mengajar tidak mengunakan masker hanya berusaha menahan batuk saat
mengajar.dahak dibuang di WC.
~1~
DATA TAMBAHAN :
Dari hasil pemeriksaan fisik didapat :
Keadaan Umum
: baik; Tekanan darah 120/80 mmHg ;
Frek.Nadi 80/menit
Frek.Nafas : 20 /menit;
Suhu : 36.7 C
Berat badan 45 Kg;
Tinggi badan
: 162 cm
Kel. Limph; Leher, aksilla, groin, inguinal :Normal
Mata
Kanan
Pupil
:
2 mm
Refleks cahaya:
positif
Sklera
:
tidak ikterik
Conjuctiva
:
tidak pucat
Bola mata
:
Visus
:
Persepsi warna:
dbn
Binocular vision:
-
Kiri
2 mm
positif
tidak ikretik
tidak pucat
dbn
-
Telinga Kanan
: Daun Telinga
Liang Telinga
Membran Timpani
Mastoid
Test Berbisik
Kiri
Hidung
: Septum nasi
Mukosa
Penciuman
:87654321
87654321
Gigi/Gusi
Tenggorokan
Leher
: baik
: : intak
: : baik
: baik
intak
baik
: deviasi negatif
: licin, sekret -/: baik
12345678
12345678
Thorak
:
Inspeksi: simetris, statis dan dinamis, barrel chest (-), pectus carinatum (-), pectus
excavatum (-)
Palpasi : fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor pada seluruh lapangan paru
Auskultasi :
paru : vesikular Ronkhi basah halus (-)
jantung: BJ 1 11 Normal ; murmur (-) ; gallop (-)
Abdomen
:
Inspeksi: datar, simetris warna kulit sama dengan jaringan sekitar, venektasi (-), caput
medusa (-)
Palpasi :
hati
: tidak teraba
limpa
: tidak teraba
massa di Abdomen
: negatif (-)
ginjal
: balotement negatif (-)
Perkusi
: timpani
Auskultasi
: bising usus (positif) normal
Hernia
: negatif (-)
Tumor
: negatif (-)
Genito Urinary : Veneral disease
: negatif (-)
Ano Rectal
: Haemoroid
: tidak diperiksa
~2~
Lain-lain
: tidak diperiksa
Kiri
5555
tak ada kelainan
dalam batas normal
- Kaki
Kanan
Kiri
Otot
:
5555
5555
Tulang
: tak ada kelainan
tak ada kelainan
Sensoris
: dalam batas normal
dalam batas normal
Reflex fisiologis
: +/ +
Reflex Patologis
:-/Kulit
: Efloresensi
: negatif (-)
Dari hasil pemeriksaan laboratorium :
Sputum : BTA SPS (+/-/+)
Dikusikan masalah kesehatan dan fenomena yang terjadi pada Tn. Z ini.
Setelah ditegakkan diagnosis holistic dan diagnosis okupasinya, diskusikanlah
semua kegiatan pencegahan yang dapat dilakukan oleh pasien ini sehubungan dengan
perilaku, pekerjaan dan lingkungannya. Susunlah semua rencana pencegahan baik
primer, sekunder dan tersier yang anda akan lakukan pada pasien, keluarga dan
lingkungannya.
1.2 Klarifikasi dan Definisi Masalah
1. Diagnostik holistik merupakan tata cara untuk mendiagnosis dengan
memperhatikan berbagai aspek yang dimungkinkan menyebabkan penyakit pada
pasien yang bersangkutan, hal ini bias berkaitan antara psikis, fisik, asupan, dan
lingkungan.
2. Diagnostik okupasi merupakan tata cara untuk mendiagnosis dengan
memperhatikan aspek okupasi yang meliputi pekerjaan, lingkungan, dan hasil
produksi.
1.3 Kata Kunci
1. Tn. Z 40 tahun
~3~
Apakah permasalahan yang dialami oleh Tn. Z dan bagaimana peran kita
sebagai dokter keluarga dalam menangani dan mengatasi permasalahan Tn. Z dan
keluarganya tersebut?
1.5 Analisis Masalah
Ny. S dan 3 anak
Skrining
Edukasi
Penanganan
Tn. Z 40 tahun
KU:
Batuk
berdahak
3 bulan
(+) darah
(+) sesak
RPK
Ayah (+) TB
paru
Evaluasi
Edukasi
Dampak
Penanganan
Lingkungan
Rumah
tidak sehat
Faktor resiko
Dampak
Penanganan
Tempat
Kerja
8 jam/ hari,
tanpa
ventilasi,
gunakan
kapur
Faktor resiko
Dampak
Penanganan
Pemeriksaan
Diagnostik
Holistik
Diagnostik
Okupasi
Primer
TB paru
Tatalaksana
Perilaku
Pekerjaan
Pencegahan
Lingkungan
Sekunder
Tersier
1.6 Hipotesis
Tn. Z mengalami TB paru dan dibutuhkan penanganan secara empat aspek,
yaitu holistic, komprehensif, berkesinambungan, dan terpadu dan terintegrasi.
~4~
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
~5~
BAB II
PEMBAHASAN
~6~
diterapkan pada komunitas yang memiliki nilai-nilai sosial bahwa memasang alat pada
organ reproduksi wanita merupakan cara yang tidak pantas. 2
~7~
~8~
2. Kedokteran Okupasi
Cabang kedokteran komunitas yang memberikan perhatian khusus
kepada komunitas pekerja adalah kedokteran okupasi. Kedokteran okupasi
(occupational medicine) merupakan sebuah disiplin ilmu yang mempelajari
pengaruh pekerjaan terhadap kesehatan pekerja dan pengaruh kesehatan
pekerja terhadap pekerjaan. Kedokteran okupasi melakukan intervensi
kesehatan yang ditujukan kepada para pekerja dan lingkungan kerjanya, yang
bersifat pencegahan primer (health promotion, specific protection), sekunder
(early detection and prompt treatment), dan tersier (disability limitation,
rehabilitation, prevention of premature death).3
Kedokteran okupasi melakukan penilaian tentang berbagai risiko dan
bahaya (hazard) di tempat kerja bagi kesehatan pekerja, dan menerapkan upaya
pencegahan penyakit dan cedera, serta meningkatkan kesehatan populasi
pekerja. Dokter okupasi melakukan upaya menurunkan risiko, mencegah
terjadinya penyakit dan cedera akibat kerja, dengan menerapkan ventilasi
setempat, penggunaan peralatan protektif perorangan, perubahan cara bekerja,
dan vaksinasi. Dokter okupasi melakukan surveilans kesehatan melalui skrining/
pemeriksaan kesehatan secara berkala.3
Dokter okupasi juga melakukan pencegahan tersier, yakni melakukan
upaya pelayanan medis perorangan pasca penyakit untuk membatasi kecacatan,
disfungsi sisa, dan kematian, melakukan rehabilitasi, dan mencegah rekurensi
penyakit, untuk memulihkan dan meningkatkan derajat kesehatan masingmasing pekerja. Tetapi dokter okupasi juga memberikan pelayanan medis
langsung kepada pekerja yang sakit. Dokter okupasi menaksir besarnya masalah
dan memberikan pelayanan kuratif untuk mengatasi masalah penyakit yang
dialami pekerja. Dokter okupasi melakukan penatalaksanaan medis terhadap
gangguan-gangguan penyakit penting yang berhubungan dengan pekerjaan,
mencakup pernapasan, kulit, luka bakar, kontak dengan agen fisik atau kimia,
keracunan, dan sebagainya. Dokter okupasi menganalisis absensi pekerja, dan
menghubungkannya dengan faktor-faktor penyebab.3,4
2.2 Kedokteran Keluarga
2.2.1 Batasan5
1. Dokter keluarga adalah dokter yang mengutamakan penyediaan pelayanan
komprehensif bagi semua orang yang mencari pelayanan kedokteran dan
mengatur pelayanan oleh provider lain bila diperlukan. Dokter ini adalah seorang
generalis yang menerima semua orang yang membutuhkan pelayanan
kedokteran tanpa adanya pembatasan usia, gender, ataupun jenis penyakit.
2. Dokter keluarga adalah dokter yang dapat memberikan pelayanan kesehatan
yang berorientasi komunitas dengan titik berat kepada keluarga, tidak hanya
memandang pederita sebagai individu yang sakit tetapi sebagai bagian dari unit
keluarga dan tidak hanya menanti secara pasif, tetapi bila perlu aktif
mengunjungi penderita atau keluarganya.
3. Dokter keluarga adalah dokter yang memiliki tanggung jawab menyelenggarakan
pelayanan kesehatan tingkat pertama serta pelayanan kesehatan yang
menyeluruh yang dibutuhkan oleh semua anggota yang terdapat dalam satu
keluarga.
4. Dokter keluarga adalah dokter yang melayani masyarakat sebagai kontak
pertama yang merupakan pintu masuk ke sistem pelayanan kesehatam, menilai
kebutuhan kesehatan total pasien dan menyelenggarakan pelayanan kedokteran
perseorangan dalam satu atau beberapa cabang ilmu kedokteran serta merujuk
~9~
~ 10 ~
4.
5.
6.
1.
2.
3.
4.
2.2.3 Peran
Dokter keluarga memiliki 5 fungsi yang dimiliki, yaitu: 6
1. Care Provider (Penyelenggara Pelayanan Kesehatan)
Yang mempertimbangkan pasien secara holistik sebagai seorang
individu dan sebagai bagian integral (tak terpisahkan) dari keluarga, komunitas,
lingkungannya, dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berkualitas
tinggi, komprehensif, kontinu, dan personal dalam jangka waktu panjang dalam
wujud hubungan profesional dokter-pasien yang saling menghargai dan
mempercayai. Juga sebagai pelayanan komprehensif yang manusiawi namun
tetap dapat dapat diaudit dan dipertangungjawabkan
2. Comunicator (Penghubung atau Penyampai Pesan)
Yang mampu memperkenalkan pola hidup sehat melalui penjelasan yang
efektif sehingga memberdayakan pasien dan keluarganya untuk meningkatkan
dan memelihara kesehatannya sendiri serta memicu perubahan cara berpikir
menuju sehat dan mandiri kepada pasien dan komunitasnya
3. Decision Maker (Pembuat Keputusan)
Yang melakukan pemeriksaan pasien, pengobatan, dan pemanfaatan
teknologi kedokteran berdasarkan kaidah ilmiah yang mapan dengan
mempertimbangkan harapan pasien, nilai etika, cost effectiveness untuk
kepentingan pasien sepenuhnya dan membuat keputusan klinis yang ilmiah dan
empatik
4. Manager
Yang dapat berkerja secara harmonis dengan individu dan organisasi di
dalam maupun di luar sistem kesehatan agar dapat memenuhi kebutuhan pasien
dan komunitasnya berdasarkan data kesehatan yang ada. Menjadi dokter yang
cakap memimpin klinik, sehat, sejahtera, dan bijaksana
5. Community Leader (Pemimpin Masyarakat)
Yang memperoleh kepercayaan dari komunitas pasien yang dilayaninya,
menyearahkan kebutuhan kesehatan individu dan komunitasnya, memberikan
nasihat kepada kelompok penduduk dan melakukan kegaiatan atas nama
masyarakat dan menjadi panutan masyarakat
2.2.4 Ciri Pelayanan Dokter Keluarga7
1. Pelayanan kesehatan lini pertama
Artinya memberikan pelayanan pada strata primer, yaitu ditengah-tengah
pemukiman masyarakat sehingga mudah dicapai. Setiap keluarga sebaiknya
~ 11 ~
2.
3.
4.
5.
~ 12 ~
Promotif dan
pencegahan
Hubungan
dokter-pasien
Awal pelayanan
Dokter pasien
Secara individual
2.2.6
~ 13 ~
2.3.2
Definisi Sakit
Menurut Bauman (1985) sakit adalah ketidakseimbangan dari kondisi normal
tubuh manuasia diantaranya system biologik dan kondisi penyesuaian. Menurut
PEMONS (1972) sakit adalah gangguan dalam fungsi normal individu sebagai tatalitas
termasuk keadaaan organism sebagai siste biologis dan penyesuaian sosialnya. 11
Pengertian sakit dalam bahasa inggris diartikan menjadi 2 yaitu illness dan
disease perbedaan kedua istilah ini ialah:11
1. Illness
a) Konsepnya abstrak
b) Sifatnya subjektif
c) Akibat mekanisme koping ( pertahanan ) tak adekuat.
2. Disease
a) Suatu kondisi yang patologis
b) Terdapat sign dan symptom.
2.3.3
~ 14 ~
~ 15 ~
a) Menentukan
dalam
pelayanan
pemulihan
kesehatan,
pencegahan penyakit pengobatan, dan perawatan kesehatan.
b) Dipengaruhi oleh faktor lokasi atau jarak ke tempat pelayanan
kesehatan sumber daya manusia, informasi kesesuaian program
pelayanan kesehatan dengan kebutuhan masyarakat.
4. Keturunan
Faktor keturunan adalah faktor yang telah ada dalam diri manusia yang
dibawa sejak lahir. Sebagai contoh : diabetes mellitus, asma, epilepsi,
retardasi mental, hipertensi, buta warna dll.
2.4 Pelayanan Kesehatan
2.4.1 Pelayanan Holistik
Holistik artinya tidak dibatasi pada masalah biomedis pasien saja, tetapi juga
dengan melihat latar belakang sosial-budaya pasien yang mungkin berkaitan dengan
penyakitnya. Misalnya, banyak penyakit didapat dari pekerjaannya seperti nyeri otot dan
tulang, radang saluran napas, radang kulit atau kelelahan. Jika penyakit tersebut tidak
ditangani secara holistik dan hanya terfokus pada gejala atau penyakitnya saja, maka
tidak akan benar-benar berhasil disembuhkan.7
2.4.2
Pelayanan Komprehensif15
1. Promotif
Adalah usaha yang ditujukan untuk meningkatkan kesehatan ,meliputi
usaha-usaha untuk peningkatan gizi, pemeliharaan kesehatan perorangan,
pemeliharaan kesehatan lingkungan , olahraga teratur dan istirahat cukup
sehingga dapat mencapai derajat kesehatan yang optimal.
2. Preventif
Adalah usaha yang ditujukan untuk mencegah terjadinya penyakit
meliputi usaha-usaha pemberian imunisasi (bayi, anak, bumil). Pemeriksaan
kesehatan berkala untuk mendeteksi penyakit secara dini.
3. Kuratif
Adalah usaha yangditujuikan kepada orang yang sakit untuk diobati
secara tepat dan adekuat sehinga kesehatan pulih.
4. Rehabilitatif
Adalah usaha yang ditujukan terhadap penderita yang baru pulih dari
penyakit yang dideritanya ,untuk memperbaiki kelemahan pisik mental dan sosial
pasien sebagai akibat dari penyakit yang dideritanya meliputi latihan-latihan
terpogram pisioterafi.
2.4.3
Pelayanan Berkesinambungan
Pelayanan yang disediakan dokter keluarga merupakan pelayanan
bersinambung, yang melaksanakan pelayanan kedokteran secara efektif efisien, proaktif
dan terus-menerus demi kesehatan pasien.16
1. Pelayanan proaktif
Pelayanan dokter menjaga kesinambungan layanan secara proaktif.
2. Rekam medis bersinambung
Informasi dalam riwayat kesehatan pasien sebelumnya dan pada saat
datang, digunakan untuk memastikan bahwa penatalaksanaan yang diterapkan
telah sesuai untuk pasien yang bersangkutan.
3. Pelayanan efektif efisien
Pelayanan dokter keluarga menyelenggarakan pelayanan rawat jalan
efektif dan efisien bagi pasien, menjaga kualitas, sadar mutu dan sadar biaya.
4. Pendampingan
~ 16 ~
~ 17 ~
3.
4.
5.
6.
~ 18 ~
proses industri, namun dalam daftar penyakit ILO, baru diidentifikasi 31 bahan
kimia sebagai penyebab.
3. Golongan biologis
Bakteri, virus, jamur, parasit, dll.
4. Golongan fisiologis
Biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja dan cara kerja yang kurang
egonomis, tidak sesuai dengan fisiologi dan anatomi manusia.
5. Golongan psikososial
Lingkungan kerja yang mengakibatkan stress seperti beban kerja terlalu berat,
pekerjaan yang monoton, dll.
2.6.3 Tujuan dan Manfaat Diagnosis Penyakit Akibat Kerja
Berbeda dengan diagnosis penyakit pada umumnya, diagnosis penyakit akibat
kerja mempunyai aspek medis, aspek komunitas dan aspek legal. Dengan demikian
tujuan melakukan diagnosis akibat kerja adalah: 19
1. Dasar terapi
2. Membatasi kecacatan dan mencegah kematian
3. Melindungi pekerja lain
4. Memenuhi hak pekerja
Dengan mendiagnosis penyakit akibat kerja, maka hal ini akan berkonstribusi
terhadap:19
1. Pengendalian pajanan berisiko pada sumbernya
2. Identifikasi risiko pajanan baru secara dini
3. Asuhan medis dan upaya rehabilitasi pada pekerja yang sakit dan/atau
cedera
4. Pencegahan terhadap terulangnya atau makin beratnya kejadian penyakit
atau kecelakaan
5. Perlindungan pekerja yang lain
6. Pemenuhan hak kompensasi pekerja
7. Identifikasi adanya hubungan baru antara suatu pajanan dengan penyakit.
Diagnosis klinis
~ 20 ~
pengalaman sangat dicurigai adanya suatu hubungan, maka itu baru dapat
dijadikan dasar untuk melakukan penelitian awal.18,19
Hubungan antara pajanan dengan penyakit juga perlu dilihat dari waktu
timbulnya gejala atau terjadinya penyakit, misalnya orang tersebut terpajan oleh
bahan tertentu terlebih dahulu, sebelum mulai timbul gejala atau penyakit.
Contoh lain adalah pada asma bronkial. Bila didapatkan, bahwa serangan asma
lebih banyak terjadi pada waktu hari kerja dan berkurang pada hari libur, masa
cuti atau pada waktu tidak terpajan, hal ini akan sangat mendukung ke
diagnosis asma akibat kerja. Sehingga anamnesis mengenai hubungan gejala
dengan pekerjaan perlu dilakukan juga dengan teliti. Adanya hasil pemeriksaan
pra-kerja mengenai penyakit akan mempermudah menentukan, bahwa penyakit
terjadi sesudah terpajan, namun tidak adanya hasil pemeriksaan pra-kerja
dan/atau hasil pemeriksaan berkala bukan berarti tidak dapat dilakukan
diagnosis penyakit akibat kerja.18,19
d. Menentukan apakah pajanan yang dialami cukup
Untuk dapat menilai apakah suatu pajanan cukup besar untuk dapat
menyebabkan penyakit tertentu, perlu dimengerti patofisiologi dari penyakit
tersebut dan bukti epidemiologis. Cukup besarnya suatu pajanan dapat dinilai
secara kualitatif, yaitu dengan menanyakan kepada pasien mengenai cara
kerja, proses kerja dan bagaimana lingkungan kerja. Penting juga melakukan
pengamatan dan memperhitungkan masa kerja, yaitu berapa lama pekerja
tersebut sudah terpajan.Penilaian secara kualitatif dapat menggunakan data
pengukuran lingkungan kerja terhadap pajanan tersebut, yang telah dilakukan
secara periodic oleh perusahaan atau data monitoring biologis yang ada. Bila
tidak ada, bisa dilakukan pengukuran pada saat akan dilakukan diagnosis
penyakit akibat kerja dan bila tidak ada perubahan dalam proses dan cara kerja
secara berarti pada masa kerja pekerja tersebut, dapat diasumsikan bahwa
selama masa kerja tersebut pekerja memperoleh pajanan dalam jumlah yang
sama. Hasil pengukuran yang didapat perlu dinilai apakah melebihi nilai
ambang batas, atau termasuk terpajan tinggi atau tidak.Pemakaian alam
pelindung perlu juga dinail apakah dapat mengurangi pajanan yang dialami
secara berarti atau tidak, yaitu bila jenis alat pelindung diri sesuai, dipakai
secara benar dan konsisten.18,19
e. Menentukan apakah ada faktor-faktor individu yang berperan
Setiap penyakit selain disebabkan oleh faktor lingkungan dan/atau faktor
pekerjaan, pasti juga ada faktor individu yang berperan. Perlu dinilai seberapa
besar faktor individu itu berperan, sehingga dapat dimengerti mengapa yang
terkena adalah individu pekerja tersebut dan bukan seluruh pekerja di tempat
yang sama. Faktor individu yang mungkin berperan adalah riwayat atopi atau
alergi, riwayat dalam keluarga, hygiene perorangan, dsb.Adanya faktor individu
yang berperan tidak berarti diagnosis penyakit akibat kerja menjadi batal namun
diperlukan untuk menilai seberapa besar faktor individu ikut berperan. 18,19
f. Menentukan apakah ada faktor lain diluar pekerjaan
Faktor lain di luar pekerjaan, adalah pajanan lain yang juga dapat
menyebabkan penyakit yang sama, namun bukan merupakan faktor pekerjaan,
misalnya rokok, pajanan yang dialami di rumah, adanya hobi, dsb. Bila ternyata
faktor pekerjaan tidak ada yang berhubungan dengan penyakit, ada
kemungkinan faktor penyebab di luar pekerjaan yang lebih berperanan.Namun
adanya kebiasaan tertentu dari pekerja, misalnya merokok, tidak bisa
meniadakan faktor penyebab di pekerjaan.18,19
g. Menentukan diagnosis penyakit akibat kerja
~ 21 ~
~ 22 ~
5. Pembacaan hasil uji tuberkulin yang dilakukan dengan cara Mantoux (intrakutan)
dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan dengan mengukur diameter transversal.
Uji tuberkulin dinyatakan positif yaitu:
a) Pada kelompok anak dengan imunokompeten termasuk anak dengan
riwayat imunisasi BCG diameter indurasinya > 10 mm.
b) Pada kelompok anak dengan imunokompromais (HIV, gizi buruk,
keganasan dan lainnya) diameter indurasinya > 5mm.
6. Radiologi dengan foto toraks PA-Lateral/ top lordotik.
Pada TB, umumnya di apeks paru terdapat gambaran bercak-bercak awan
dengan batas yang tidak jelas atau bila dengan batas jelas membentuk
tuberkuloma. Gambaran lain yang dapat menyertai yaitu, kavitas (bayangan
berupa cincin berdinding tipis), pleuritis (penebalan pleura), efusi pleura (sudut
kostrofrenikus tumpul).
2.7.5 Penegakan Diagnosis (Assessment)
A. Diagnosis pasti TB20
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang (sputum untuk dewasa, tes tuberkulin pada anak).
B. Kriteria Diagnosis20
Berdasarkan International Standards for Tuberculosis Care (ISTC) Standar
Diagnosis:
1. Semua pasien dengan batuk produktif yang yang berlangsung selama 2
minggu yang tidak jelas penyebabnya, harus dievaluasi untuk TB.
2. Semua pasien (dewasa, dewasa muda, dan anak yang mampu
mengeluarkan dahak) yang diduga menderita TB, harus diperiksa
mikroskopis spesimen sputum/ dahak 3 kali salah satu diantaranya adalah
spesimen pagi.
3. Semua pasien dengan gambaran foto toraks tersangka TB, harus diperiksa
mikrobiologi dahak.
4. Diagnosis dapat ditegakkan walaupun apus dahak negatif berdasarkan
kriteria berikut:
a) Minimal 3 kali hasil pemeriksaan dahak negatif (termasuk
pemeriksaan sputum pagi hari), sementara gambaran foto toraks
sesuai TB.
b) Kurangnya respon terhadap terapi antibiotik spektrum luas (periksa
kultur sputum jika memungkinkan), atau pasien diduga terinfeksi HIV
(evaluasi Diagnosis tuberkulosis harus dipercepat).
5. Diagnosis TB intratorasik (seperti TB paru, pleura, dan kelenjar limfe
mediastinal atau hilar) pada anak:
a) Keadaan klinis (+), walaupun apus sputum (-).
b) Foto toraks sesuai gambaran TB.
c) Riwayat paparan terhadap kasus infeksi TB.
d) Bukti adanya infeksi TB (tes tuberkulin positif > 10 mm setelah 48-72
jam).
C. Diagnosis TB pada anak20
Pasien TB anak dapat ditemukan melalui dua pendekatan utama, yaitu
investigasi terhadap anak yang kontak erat dengan pasien TB dewasa aktif dan
menular, serta anak yang datang ke pelayanan kesehatan dengan gejala dan anda
klinis yang mengarah ke TB. Gejala klinis TB pada anak tidak khas, karena gejala
serupa juga dapat disebabkan oleh berbagai penyakit selain TB. Gejala
sistemik/umum TB pada anak:
1. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh
(failure to thrive).
2. Masalah Berat Badan (BB):
~ 23 ~
~ 24 ~
~ 25 ~
~ 26 ~
~ 27 ~
2.8.2
Syarat
Rumah sehat menurut Winslow dan APHA (American Public Health Association)
harus memiliki syarat, antara lain:21
1. Memenuhi kebutuhan fisiologis antara lain pencahayaan, penghawaan (ventilasi),
ruang gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan/suara yang mengganggu.
2. Memenuhi kebutuhan psikologis antara lain cukup aman dan nyaman bagi
masing-masing penghuni rumah, privasi yang cukup, komunikasi yang sehat
antar anggota keluarga dan penghuni rumah, lingkungan tempat tinggal yang
memiliki tingkat ekonomi yang relatif sama.
3. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni rumah
dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan air limbah rumah tangga,
bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang berlebihan, cukup sinar
matahari pagi, terlindungnya makanan dan minuman dari pencemaran.
4. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang timbul
karena keadaan luar maupun dalam rumah. Termasuk dalam persyaratan ini
antara lain bangunan yang kokoh, terhindar dari bahaya kebakaran, tidak
menyebabkan keracunan gas, terlindung dari kecelakaan lalu lintas, dan lain
sebagainya.
2.8.3
~ 28 ~
5. Ventilasi. Ventilasi ialah proses penyediaan udara segar ke dalam suatu ruangan
dan pengeluaran udara kotor suatu ruangan baik alamiah maupun secara
buatan. Ventilasi harus lancar diperlukan untuk menghindari pengaruh buruk
yang dapat merugikan kesehatan.
6. Pencahayaan. Cahaya yang cukup kuat untuk penerangan di dalam rumah
merupakan kebutuhan manusia. Penerangan ini dapat diperoleh dengan
pengaturan cahaya alami dan cahaya buatan. Yang perlu diperhatikan,
pencahayaan jangan sampai menimbulkan kesilauan.
7. Luas Bangunan Rumah. Luas bangunan rumah sehat harus cukup untuk
penghuni di dalamnya, artinya luas bangunan harus disesuaikan dengan jumlah
penghuninya. Luas bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya
akan menyebabkan kepadatan penghuni (overcrowded). Hal ini tidak sehat,
disamping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen, bila salah satu anggota
keluarga terkena penyakit infeksi akan mudah menular kepada anggota keluarga
yang lain. Sesuai kriteria Permenkes tentang rumah sehat, dikatakan memenuhi
syarat jika 8 m2 / orang.
B. Aspek sarana sanitasi
1. Sarana Air Bersih . Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan seharihari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila
telah dimasak. Di Indonesia standar untuk air bersih diatur dalam Permenkes RI
No. 01/Birhubmas/1/1975 (Chandra, 2009).
2. Jamban (sarana pembuangan kotoran). Pembuangan kotoran yaitu suatu
pembuangan yang digunakan oleh keluarga atau sejumlah keluarga untuk buang
air besar
3. Pembuangan Air Limbah (SPAL). Air limbah adalah cairan buangan yang berasal
dari rumah tangga, industri, dan tempat umum lainnya dan biasanya
mengandung bahan atau zat yang membahayakan kehidupan manusia serta
mengganggu kelestarian lingkungan (Chandra, 2007).
4. Sampah. Sampah adalah semua produk sisa dalam bentuk padat, sebagai akibat
aktifitas manusia, yang dianggap sudah tidak bermanfaat. Entjang (2000)
berpendapat agar sampah tidak membahayakan kesehatan manusia, maka perlu
pengaturan pembuangannya, seperti tempat sampah yaitu tempat penyimpanan
sementara sebelum sampah tersebut dikumpulkan untuk dibuang
(dimusnahkan).
2.9 Penanganan Kasus Pemicu
N
Nam
Keduduka
Gende
Umu
Pendidika
Pekerjaa
Keteranga
Penghasila
1.
Tn. Z
Keluarga
Kepala
40
Sarjana
Guru Les
Tambahan
Pasien
3-4
2.
Ny. S
keluarga
Istri
thn
30
Sarjana
Guru Les
Istri Pasien
Anak
dalam
bulan
thn
3.
An. 1
Anak
6 thn
pertama,
tinggal
bersama
Ibu Ny. S
~ 29 ~
juta/
4.
An. 2
Anak
3 thn
Anak
kedua,
tinggal
bersama
5.
An. 3
Anak
1 thn
Ibu Ny. S
Anak ketiga
6.
Ibu
Ibu Ny. S
8 bln
_
Tempat
Ny. S
7.
Ayah
Tinggal
Ayah Tn. Z
Tn. Z
Berbeda
Pernah
Mengidap
TB paru
2.9.1
Karakteristik Keluarga
2.9.2
Kesimpulan
Pasien tinggal di rumah
kontrakan dengan jumlah
penghuni tigaorang dan
kondisi rumah tidak
sehat.
~ 30 ~
Kesimpulan
Tempat tinggal sekaligus digunakan
sebagai tempat kerja dan kondisi kurang
sehat.
Diagnostik Holistik
1. Personal
a) Idea
: mengeluh batuk berdahak terus menerus sejak 3 bulan,nafsu
makan menurun,dan semakin kurus
b) Concern
: ingin dapat sehat kembali
c) Expectacy : berharap penyakitnya cepat sembuh.
d) Anxiety
: Sudah berobat ke mantri dan mengkonsumsi obat herbal tetapi
tidak membaik
2. Klinis
~ 31 ~
Diagnostik Okupasi
Pendekatan personal: infeksi saluran nafas bawah, TB paru
Pajanan: sirkulasi udara tidak baik dan debu kapur papan tulis
Hubungan pajanan dan penyakit: faktor resiko
Besar pajanan: terpapar debu kapur dan udara yang tidak baik selama 8 jam per
hari
5. Faktor individu: jarang memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan.
6. Pajanan lain: Kontak dengan ayah yang TB paru positif
7. Bukan PAK tetapi penyakit yang berhubungan dengan kerja. Sehingga pekerjaan
hanya salah satu etiologi.
1.
2.
3.
4.
~ 32 ~
2.9.6
Konsep Penyakit
Keluarga
Puskesmas yang
terjangkau
Tn. Z:
Usia 40 tahun
Bekerja sebagai guru les
Diagnosis: TB paru
Harapan: Ingin Cepat sembuh
2.9.7
Guru Les
Tempat mengajar di
rumah
Ruangan tanpa
ventilasi
Rencana Penanganan
~ 33 ~
Konsep
Holistik
Komprehensif
Berkesinambungan
Pelayanan
1. Keluarga
a) Tn. Z
Tatalaksana OAT
Edukasi kebersihan diri
Edukasi gaya hidup sehat
b) Ny. S
Skrining TB
Menawarkan program KB
Edukasi gaya hidup sehat
c) Anak-anak
Skrining TB
Edukasi imunisasi
Edukasi gaya hidup sehat
d) Ibu Ny. S
Skrining TB
Edukasi gaya hidup sehat
e) Ayah Tn. Z
Skrining TB
Tatalaksana lanjutan
Edukasi gaya hidup sehat
2. Lingkungan tempat tinggal
a) Merapikan barang-barang di rumah
b) Menjaga kebersihan rumah
c) Sumber air minum diganti
d) Jamban diperbaiki
e) Sirkulasi udara dan pencahayaan diperbaiki
3. Lingkungan kerja
a) Menggunakan masker
b) Mengganti penggunaan kapur
c) Ventilasi
d) Kebersihan lingkungan kerja
1. Promotif
a) Edukasi dan penyuluhan kesehatan
b) Pengadaan poster, etiket, dan mading
puskesmas
c) Sosialisasi BPJS
2. Preventif
a) Kerja bakti membersikan lingkungan tempat
tinggal yang kotor
b) Skrining kesehatan
3. Kuratif
a) Bakti sosial pengobatan gratis
b) Posyandu
c) Puskesmas keliling
4. Rehabilitatif
a) Mencegah progresif penyakit Tn. Z
b) Menggubah pola kerja yang duduk bersila 8
jam/hari sebagai upaya menghindari resiko
penyakit lainnya.
1. Mengawasi pengobatan TB baik pada Tn. Z,
ayah Tn. Z, maupun keluarga
2. Rutin mengingatkan pasien dan keluarga untuk
~ 34 ~
3.
1.
2.
Terpadu dan Terintegrasi
3.
~ 35 ~
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hipoteris diterima: Tn. Z mengalami TB paru dan dibutuhkan penanganan
secara empat aspek, yaitu holistic, komprehensif, berkesinambungan, dan terpadu dan
terintegrasi.
~ 36 ~
DAFTAR PUSTAKA
1. The
Free
Dictionary
(2010).
Community
medicine.
medicaldictionary.thefreedictionary.com/community+medicine. Diakses 26 Mei 2015.
2. National University of Singapore (2004). Family medicine posting. Family medicine
primer 2004. Singapore: Department of Community, Occupation and Family
Medicine. National University of Singapore.
3. Agius R , Seaton A (2005). Practical occupational medicine. UK: Hodder Headline/
Arnold Publishers.
4. Segal L (1999). Issues in the economic evaluation of health promotion in the
workplace. Research Report 3. Centre for Health Program Evaluation, Health
Economics Unit, Monash University.
5. Artika Eka Prasetya. Kedokteran Keluarga dan Wawasannya. Fakultas Kedokteran,
Universitas Sebelas Maret.
6. Azwar, Azrul ; Gan, Goh Lee ; Wonodirekso, Sugito. 2004. A Primer On Family
Medicine Practice. Singapore International Foundation : Singapore.
7. Firman Lubis. Dokter Keluarga Sebagai Tulang Punggung dalam Sistem Pelayanan
Kesehatan. Jakarta: Majalah Kedokteran Indonesia, 2008.
8. WONCA. 1991.The Role of General Practitioner/ Family Physician in Health Care
Systems : A statement from WONCA.
9. Sugito Wonodirekso, Danny Pattiradjawane. 2010. Peran Depkes dalam
Pemberdayaan, Pendayagunaan, dan Pengembangan Karir Dokter Layanan Primer
dalam Rangka Mencapai Target MDGs. Majalah Kedokteran Indonesia Vol 60: Nomor
3, Maret 2010. Dalam : indonesia.digilabsjournal.org.
10. Anisa V, Putri SR, S Eddy YN. Program Pendidikan Dokter Layanan Primer dan
Implikasinya pada Dinamika Pendidikan Kedokteran di Indonesia. [Diupload 27
September 2013; disitasi 27 Mei 2015]. Tersedia di URL: www.ismki.orgWorld Health
Report. 2008. Primary Health Care: Now More Than Ever. WHO.
11. Undang-Undang No 20 tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran.
www.hukumonline.com.
12. Brown, A. Valerie dkk. Living: Public Health and Future Of Life on the Planet.
13. Sunarto, Kamanto. 2001. Sosiologi kesehatan. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas
Terbuka.
14. BLUM, H. L., 1981. Planning for Health. Generics for the Eighties. New York: Human
Sciences Press.
15. EURACT.2005. The European Definition Of General Practice / Family Medicine.
16. Prasetyawati AE. 2010. Kedokteran Keluarga: Kedokteran Keluarga dan
Wawasannya. Jakarta: Rineka Cipta. h. 23-4.
17. Wahyuni AS. Pelayanan dokter keluarga. Medan: FK USU, 2003.
18. Sulistomo, Astrid. 2002. Diagnosis Penyakit Akibat Kerja dan Sistem Rujukan, Di
dalam : Riyanto, Budi, (ed), Cermin Dunia Kedokteran, 136 : 6-8.
19. Sumamur, P.K., 2004, Penyelenggaraan Kecacatan Kerja, Di dalam : Makalah pada
Serasehan Penyelenggaraan Penilaian Kecacatan Kerja, Jakarta.
20. PerMenKes RI. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer. Jakarta: DepKes RI, 2014.
21. Dirjen Cipta Karya, DepPU, Rumah dan Lingkungan Perumahan Sehat, Jakarta:
Oktober 1993.
~ 37 ~