Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

Disusun Oleh :
dr. Nira Hastati

Pembimbing :
dr. Dian Noviyanti, Sp.OG

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


RS AWAL BROS PANAM
PEKANBARU
2016

BAB I
PENDAHULUAN
Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan dimana sel telur yang dibuahi berimplantasi
dan tumbuh diluar endometrium kavum uteri.1 Kehamilan ektopik dapat mengalami abortus atau
ruptur pada dinding tuba dan peristiwa ini disebut sebagai kehamilan ektopik terganggu. 2
Sebagian besar kehamilan ektopik terganggu berlokasi di tuba (90%) terutama di ampula dan
isthmus.3Keadaan-keadaan yang memungkinkan terjadinya kehamilan ektopik adalah penyakit
radang panggul, pemakaian antibiotika pada penyakit radang panggul, pemakaian alat
kontrasepsi dalam rahim IUD ( Intra Uterine Device), riwayat kehamilan ektopik sebelumnya,
infertilitas, kontrasepsi yang memakai progestin dan tindakan aborsi. 4 Gejala yang muncul pada
kehamilan ektopik terganggu tergantung lokasi dari implantasi. Dengan adanya implantasi dapat
meningkatkan vaskularisasi di tempat tersebut dan berpotensial menimbulkan ruptur organ,
terjadi perdarahan masif, infertilitas, dan kematian.4
Insiden kehamilan ektopik terganggu semakin meningkat pada semua wanita terutama
pada mereka yang berumur lebih dari 30 tahun. Selain itu, adanya kecenderungan pada kalangan
wanita untuk menunda kehamilan sampai usia yang cukup lanjut menyebabkan angka
kejadiannya semakin berlipat ganda. Kehamilan ektopik terganggu menyebabkan keadaan gawat
pada reproduksi yang sangat berbahaya. Berdasarkan data dari The Centers for Disease Control
and Prevention menunjukkan bahwa kehamilan ektopik di Amerika Serikat meningkat drastis
pada 15 tahun terakhir. Insiden KET meningkat pada tiap dekade yang diikuti dengan
peningkatan angka mortalitas dan morbiditas Ibu jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat, hal
inilah yang membuat penulis tertarik untuk menulis dan mempelajari lebih lanjut.4,5,6,7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Definisi
Pada kehamilan normal, telur yang sudah dibuahi akan melalui tuba fallopi menuju ke

uterus. Telur tersebut akan berimplantasi pada rahim dan mulai tumbuh menjadi janin. Pada
kehamilan ektopik, telur yang sudah dibuahi berimplantasi dan tumbuh di tempat yang tidak
semestinya.1
Lokasi Kehamilan Ektopik1,2 paling sering terjadi di daerah :
a.

Tuba falopi (98%),


1. Ujung fimbriae tuba falopii (17%)
2. Ampula tubae ( 55%)
3. Isthmus tuba falopii (25%)
4. Pars interstitsialis tuba falopii (2%)

b.

Ovarium (indung telur),

c.

Rongga abdomen (perut),

d.

Serviks (leher rahim)

2.2

Etiologi

Lokasi Kehamilan Ektopik

Etiologi pasti tak diketahui. Ada berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan
kehamilan ektopik. Namun perlu diingat bahwa kehamilan ektopik dapat terjadi pada wanita
tanpa faktor risiko. Faktor risiko kehamilan ektopik adalah:8
a.

Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya


Risiko paling besar untuk kehamilan ektopik. Angka kekambuhan sebesar 15% setelah
kehamilan ektopik pertama dan meningkat sebanyak 30% setelah kehamilan ektopik
kedua.

b.

Penggunaan kontrasepsi spiral dan pil progesteron


Kehamilan ektopik meningkat apabila ketika hamil, masih menggunakan kontrasepsi
spiral (3 4%). Pil yang mengandung hormon progesteron juga meningkatkan kehamilan
ektopik karena pil progesteron dapat mengganggu pergerakan sel rambut silia di saluran
tuba yang membawa sel telur yang sudah dibuahi untuk berimplantasi ke dalam rahim.

c.

Kerusakan dari saluran tuba

Telur yang sudah dibuahi mengalami kesulitan melalui saluran tersebut sehingga
menyebabkan telur melekat dan tumbuh di dalam saluran tuba. Beberapa faktor risiko
yang dapat menyebabkan gangguan saluran tuba diantaranya adalah :
1. Merokok : kehamilan ektopik meningkat sebesar 1,6 3,5 kali dibandingkan wanita
yang tidak merokok. Hal ini disebabkan karena merokok menyebabkan penundaan
masa ovulasi (keluarnya telur dari indung telur), gangguan pergerakan sel rambut
silia di saluran tuba, dan penurunan kekebalan tubuh
2. Penyakit Radang Panggul : menyebabkan perlekatan di dalam saluran tuba,
gangguan pergerakan sel rambut silia yang dapat terjadi karena infeksi kuman TBC,
klamidia, gonorea
3. Endometriosis : dapat menyebabkan jaringan parut di sekitar saluran tuba
4. Tindakan medis : seperti operasi saluran tuba atau operasi daerah panggul,
pengobatan infertilitas seperti bayi tabung menyebabkan parut pada rahim dan
saluran tuba.
2.3

Patofisiologi
Prinsip patofisiologi yakni terdapat gangguan mekanik terhadap ovum yang telah dibuahi

dalam perjalanannya menuju kavum uteri. Pada suatu saat kebutuhan embrio dalam tuba tidak
dapat terpenuhi lagi oleh suplai darah dari vaskularisasi tuba itu. Sebagian besar kehamilan tuba
terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu. Mengenai nasib kehamilan dalam
tuba terdapat beberapa kemungkinan, yaitu :1,2,10
a.

Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi.

b.

Kemungkinan tubal abortion, lepas dan keluarnya darah dan jaringan ke ujung distal
(fimbria) dan ke rongga abdomen. Abortus tuba biasanya terjadi pada kehamilan ampulla,
darah yang keluar dan kemudian masuk ke rongga peritoneum biasanya tidak begitu
banyak karena dibatasi oleh tekanan dari dinding tuba. Terjadi pada 65% kasus dan
umumnya terjadi implantasi didaerah fimbriae dan ampula. Berulangnya perdarahan kecil
pada tuba menyebabkan lepasnya dan yang diikuti dengan kematian ovum. Perjalanan
selanjutnya adalah :
1. Absorbsi lengkap secara spontan.
2. Absorbsi lengkap secara spontan melalui ostium tubae menunju cavum peritoneum.

3. Abosrbsi sebagian sehingga terdapat konsepsi yang terbungkus bekuan darah yang
menyebabkan distensi tuba.
4. Pembentukan tubal blood mole.

c.

Kemungkinan ruptur dinding tuba ke dalam rongga peritoneum, sebagai akibat dari
distensi berlebihan tuba. Ruptur dinding tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada
ismus dan biasanya pada kehamilan muda. Ruptur dapat terjadi secara spontan atau
karena trauma koitus dan pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan
dalam rongga perut, kadang-kadang sedikit hingga banyak, sampai menimbulkan syok
dan kematian.9 Terjadi pada 35% kasus dan seringkali terjadi pada kasus kehamilan
ektopik dengan implantasi didaerah isthmus. Ruptura pars ampularis umumnya terjadi
pada kehamilan 6 10 minggu , namun ruptur pada pars isthmica dapat berlangsung pada
usia kehamilan yang lebih awal. Pada keadaan ini trofoblast menembus lebih dalam dan
seringkali merusak lapisan serosa tuba, ruptura dapat berlangsung secara akut atau
gradual. Bila ruptur terjadi pada sisi mesenterik tuba maka dapat terjadi hematoma
ligamentum latum. Pada kehamilan ektopik pars interstitisialis, rupture dapat terjadi pada
usia kehamilan yang lebih tua dan menyebabkan perdarahan yang jauh lebih banyak.

2.4

Gambaran Klinis

Kehamilan ektopik belum terganggu sulit diketahui, karena biasanya penderita tidak
menyampaikan keluhan yang khas. Pada umumnya menunjukkan gejala-gejala seperti pada
kehamilan muda yakni mual, pembesaran disertai rasa agak sakit pada payudara yang didahului
keterlambatan haid. Disamping gangguan haid, keluhan yang paling sering ialah nyeri perut
bawah yang tidak khas, walaupun kehamilan ektopik belum mengalami ruptur. Kadang-kadang
teraba tumor disamping uterus dengan batas yang sukar ditentukan.1,2
Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu sangat berbeda-beda, dari perdarahan
banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala yang tidak jelas, sehingga
sukar membuat diagnosisnya. Gejala dan tanda bergantung pada lamanya kehamilan ektopik
terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi, dan
keadaan umum penderita sebelum hamil.1,2
Nyeri abdomen merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik. Nyeri dapat unilateral
atau bilateral, pada abdomen bagian bawah, seluruh abdomen, atau hanya di bagian atas
abdomen. Umumnya diperkirakan, bahwa nyeri perut yang sangat menyiksa pada suatu rupture
kehamilan ektopik, disebabkan oleh darah yang keluar ke dalam kavum peritoneum. Tetapi
karena ternyata terdapat nyeri hebat, meskipun perdarahannya sedikit, dan nyeri yang tidak berat
pada perdarahan yang banyak, jelas bahwa darah bukan satu-satunya sebab timbul nyeri. Darah
yang banyak dalam kavum peritoneal dapat menyebabkan iritasi peritoneum dan menimbulkan
rasa nyeri yang bervariasi.1,2
Amenorea atau gangguan haid merupakan tanda yang penting pada kehamilan ektopik.
Lamanya amenorea tergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi. Sebagian
penderita tidak mengalami amenorea karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya. 1-3
Bercak darah (spotting) atau perdarahan vaginal merupakan juga tanda yang penting pada
kehamilan ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin, dan berasal dari uteri karena
pelepasan desidua. Perdarahan biasanya sedikit, berwarna coklat tua, dan dapat intermitten atau
terus-menerus.1,2
Pada pemeriksaan dalam ditemukan bahwa usaha menggerakkan serviks uteri
menimbulkan rasa nyeri dan kavum Douglas teraba menonjol, berkisar dari diameter 5 sampai 15
cm, dengan konsistensi lunak dan elastik.1-3
2.5

Diagnosis1,2

a.

Anamnesis

Riwayat terlambat haid / amenorrhea, gejala dan tanda kehamilan muda, dapat ada atau
tidak ada perdarahan per vaginam, ada nyeri perut kanan / kiri bawah.
b.

Pemeriksaan fisik
Keadaan umum dan tanda vital dapat baik sampai buruk, ada tanda akut abdomen. Saat
pemeriksaan adneksa dengan vaginal touch, ada nyeri bila porsio digerakkan (nyeri
goyang porsio).

c.

Pemeriksaan penunjang umum


Laboratorium : hematokrit ( nilainya ergantung pada populasi dan derajat perdarahan
abdominal yang terjadi), sel darah putih (nilainya sangat bervariasi dan tak jarang terlihat
adanya leukositosis), tes kehamilan (pada kehamilan ektopik hampir 100% menunjukkan
pemeriksaan -hCG positif. Pada kehamilan intrauterin, peningkatan kadar -hCG
meningkat 2 kali lipat setiap dua hari, 2/3 kasus kehamilan ektopik menunjukkan adanya
peningkatan titer serial hCG yang abnormal, dan 1/3 sisanya menunjukkan adanya
peningkatan titer hCG yang normal. Kadar hormon yang rendah menunjukkan adanya
suatu masalah seperti kehamilan ektopik).11,12

d.

Pemeriksaan Penunjang/Khusus
1. Pemeriksaan ultrosonografi (USG). Pemeriksaan ini dapat menggambarkan isi dari
rahim seorang wanita. Pemeriksaan USG dapat melihat dimana lokasi kehamilan
seseorang, baik di rahim, saluran tuba, indung telur, maupun di tempat lain
2. Laparoskopi,

peranannya untuk menegakkan diagnosa kehamilan ektopik sudah

diganti oleh USG


3. D & C, dilakukan untuk konfirmasi diagnosa pada kasus dimana pasien tak
menghendaki kehamilan. Bila hasil kuretase hanya menunjukkan desidua, maka
kemungkinan adanya kehamilan ektopik harus ditegakkan.
4. Laparotomi, harus dilakukan pada kasus kehamilan ektopik terganggu dengan
gangguan hemostasis (tindakan diagnostik dan definitif).
5. Kuldosintesis, memasukkan jarum kedalam cavum Douglassi transvaginal untuk
menentukan ada atau tidak adanya darah dalam cavum Douclassi. Tindakan ini tak
perlu dikerjakan bila diagnosa adanya perdarahan intraabdominal sudah dapat
ditegakkan dengan cara pemeriksaan lain.

2.6

Diagnosis Banding
Hati-hati dengan diagnosis banding, misalnya appendisitis pada usia kehamilan muda :

mungkin ada tanda kehamilan, mungkin juga ada tanda akut abdomen sebaliknya kehamilan
ektopik terganggu belum tentu pula disertai gejala perdarahan. Diagnosa banding dari kehamilan
ektopik yaitu abortus biasa, salpingitis akut, appendicitis akut, rupture korpus luteum, torsi kista
ovarium, mioma submukosa yang terpelintir, retrofleksi uteri gravida inkarserata dan ruptur
pembuluh darah mesenterium.
2.7

Penatalaksanaan
Karena kehamilan ektopik dapat mengancam nyawa, maka deteksi dini dan pengakhiran

kehamilan adalah tatalaksana yang disarankan. Pengakhiran kehamilan dapat dilakukan


melalui:13,14
a.

Pembedahan
Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik, terutama pada
kehamilan ektopik terganggupp dimana terjadi abortus atau ruptur pada tuba.
Penatalaksanaan pembedahan sendiri dibagi atas dua yaitu pembedahan konservatif dan
radikal. Pembedahan konservatif terutama ditujukan pada kehamilan ektopik yang
mengalami ruptur pada tuba. Ada dua kemungkinan prosedur yang dapat dilakukan yaitu
salpingotomi linier, atau reseksi segmental. Pendekatan dengan pembedahan konservatif
ini dilakukan apabila diagnosis kehamilan ektopik cepat ditegakkan sehingga belum
terjadi ruptur pada tuba.
1. Salpingotomi linier
Tindakan ini merupakan suatu prosedur pembedahan yang ideal dilakukan pada
kehamilan tuba yang belum mengalami ruptur. Karena lebih dari 75% kehamilan ektopik
terjadi pada 2/3 bagian luar dari tuba. Prosedur ini dimulai dengan menampakkan,
mengangkat, dan menstabilisasi tuba.
2. Reseksi segmental
Reseksi segmental dan reanastomosis end to end telah diajukan sebagai satu alternatif
dari salpingotomi. Prosedur ini dilakukan dengan mengangkat bagian implantasi, jadi
prosedur ini tidak dapat melibatkan kehamilan tuba yang terjadi berikutnya. Hanya pasien
dengan perdarahan yang sedikit dipertimbangkan untuk menjalani prosedur ini.
3. Salpingektomi

Salpingektomi total diperlukan apabila satu kehamilan tuba mengalami ruptur, karena
perdarahan intraabdominal akan terjadi dan harus segera diatasi. Hemoperitoneum yang
luas akan menempatkan pasien pada keadaan krisis kardiopulmonal yang serius.
4. Salpingooforektomi
Tidak jarang ovarium termasuk dalam gumpalan darah dan sukar dipisahkan sehingga
b.

dilakukan salpingooforektomi.
Mediakmentosa13,14
Dapat diberikan apapbila kehamilan ektopik diketahui sejak dini. Terapi medisinalis yang
utama pada kehamilan ektopik adalah methotrexate (MTX). Methotrexate merupakan
analag asam folat yang akan mempengaruhi sintesis DNA dan multiplikasi sel dengan
cara menginhibisi kerja enzim Dihydrofolate reduktase. Methotrexate ini akan
menghentikan proliferasi trofoblas.
Regimen yang dipakai saat ini adalah dengan pemberian dosis tunggal MTX 50 mg/m 2
luas permukaan tubuh. Sebelumnya penderita diperiksa dulu kadar hCG, fungsi hepar,
kreatinin, golongan darah. Pada hari ke-4 dan ke-7 setelah pemberian MTX kadar hCG
diperiksa kembali. Bila kadar hCG transvaginal berkuran 15% atau lebih dari kadar yang
yang diperiksa pada hari ke-4 maka MTX tidak diberikan lagi dan kadar hCG diperiksa
setiap minggu sampai hasilnya negatif atau evaluasi dapat dilakukan dengan
menggunakan USG transvaginal setiap minggu. Bila kadar hCG tidak berkurang atau
sebaliknya meningkat dibandingkan kadar hari ke-4 atau menetap selama interval setiap
minggunya, maka diberikan MTX 50 mg/m 2 kedua. Selain dengan dosis tunggal, dapat
juga diberikan multidosis sampai empat dosis atau kombinasi dengan leucovorin 0,1
mg/kgBB.

2.8

Prognosis
Angka kematian ibu yang disebabkan oleh kehamilan ektopik terganggu turun sejalan

dengan ditegakkannya diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Ibu yang pernah
mengalami kehamilan ektopik terganggu, mempunyai risiko 10% untuk terjadinya kehamilan
ektopik terganggu berulang. Ibu yang sudah mengalami kehamilan ektopik terganggu sebanyak
dua kali terdapat kemungkinan 50% mengalami kehamilan ektopik terganggu berulang.4,15 Ruptur
dengan perdarahan intraabdominal dapat mempengaruhi fertilitas wanita. Dalam kasus-kasus

kehamilan ektopik terganggu terdapat 50-60% kemungkinan wanita steril. Dari sebanyak itu
yang menjadi hamil kurang lebih 10% mengalami kehamilan ektopik berulang.1

BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama / No. MR
: Ny. RW / 00-05-11-36
Umur
: 37 tahun
Suami
: Tn. F

Suku
Alamat
Tanggal masuk
Tanggal periksa

: Melayu
: Pekanbaru
: 24 Maret 2016
:25 Maret 2016

ANAMNESIS
Diberikan oleh
: Autoanamnesis
Keluhan utama
: Nyeri perut bawah memberat sejak 4 jam SMRS.
Riwayat penyakit sekarang:
Sejak 4 jam SMRS, pasien mengeluhkan Nyeri perut bawah yang semakin memberat. Nyeri
sudah dirasakan sejak pagi SMRS, rasa dipelintir, berkurang dengan obat pengurang sakit. Pasien
mengaku tidak sedang hamil karena sedang haid hari ke 3, GP seperti biasa, keluar jaringan -,
keluar darah menggumpal -. BAB dan BAK biasa. Demam -. Mual dan muntah pagi hari -.
Sudah berobat ke PKM, Keluhan tidak berkurang. Hamil 3 kali, I. Pr, 2003, lahir normal, II.
Abortus, 2005, kuret, III. Lk, 2008, lahir normal. Riwayat menggunakan kontrasepsi spiral dan
hormonal -.
Riwayat penyakit dahulu:

Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya


Riwayat infeksi panggul -.
Riwayat abortus + dengan kuretase
Riwayat alergi obat -

Riwayat penyakit keluarga;

Tidak ada keluarga yang hamil diluar rahim.

Riwayat sosial ekonomi

Kebiasaan konsumsi merokok -, alkohol - dan hygiene baik.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: komposmentis
Tanda-tanda vital:
TD
: 130/80 mmHg
Nadi
: 84 x/menit, kuat angkat
Nafas
: 20 x/menit

Suhu
Gizi:
BB
Mata

: 36,7 C
: 54 kg
: Edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil isokor,

reflek cahaya (+/+), diameter pupil 2 mm/2 mm.


Telinga: dalam batas normal
Hidung
: dalam batas normal
Mulut
: dalam batas normal
Leher
: pembesaran KGB (-), peningkatan vena jugularis (-)
Kaku kuduk : tidak ditemukan
THORAX
Inspeksi
: gerakan dada simetris, retraksi (-), IC tidak terlihat.
Palpasi
: vokal fremitus simetris kiri dan kanan, IC tidak teraba.
Perkusi
: sonor pada kedua lapang paru. Batas jantung tidak melebar
Auskultasi
: suara napas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-), bunyi jantung I dan II normal,
bising jantung (-).
ABDOMEN
Inspeksi
: distensi (-), ascites (-), scar (-).
Auskultasi
: BU (+) normal
Palpasi
: Nyeri tekan region suprapubis (+), Hepar dan lien dalam batas normal.
Perkusi
: timpani.
Alat kelamin : Perempuan, dalam batas normal, kelainan congenital (-), perdarahan aktif (-)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT 2 detik
Status neurologis: reflek fisiologis (+/+) normal, reflek patologis (-/-)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan tanggal (25/3/16)
Leukosit : 13.810 /ul (0,3/1,3/70,5/20,5/7,4)
Hb
: 10,3 gr/dl
Ht
: 39,3 %
Trombosit : 309.000 /ul
SGPT
: 4,9 U/L
Krea
: 0,6 mg/dl
GDS
: 117 mg/dl
UL
:N
Tes kehamilan : +

PEMERIKSAAN RADIOLOGI
V acan (UGD)
: Janin dalam cavum uteri
HAL HAL PENTING DARI ANAMNESIS

Nyeri perut bawah yang semakin memberatsejak 4 jam SMRS.


Pasien mengaku tidak sedang hamil karena sedang haid hari ke 3, GP seperti biasa.

Hamil 3 kali, I. Pr, 2003, lahir normal, II. Abortus, 2005, kuret, III. Lk, 2008, lahir
normal.

HAL-HAL PENTING DARI PEMERIKSAAN FISIK


Mata

: Konjungtiva anemis (+/+)

ABDOMEN
Palpasi
: Nyeri tekan regio suprapubis (+).
HAL-HAL PENTING DARI PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan tanggal (25/3/16)
Leukosit : 13.810 /ul
Hb
: 10,3 gr/dl
Tes kehamilan : +

HAL-HAL PENTING DARI PEMERIKSAAN RADIOLOGI


PEMERIKSAAN LABORATORIUM
V acan (UGD)
: Janin dalam cavum uteri
DIAGNOSIS KERJA: Suspek Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
PENATALAKSANAAN DI RUANG UGD
Rencana rawat inap ruang biasa
Cek darah rutin/4 jam
Medikamentosa :
IVFD RL 500cc/8jam
Ceftriaxon 1g iv
Ketorolac 30mg iv

DIIT
MB 3x1 porsi
Prognosis:
Quo ad vitam: Dubia ad bonam
Quo ad fungsionam: Dubia ad bonam

Follow Up di Ruangan Seri Gading


Hari/
tanggal
Jumat
25/3/2016

Subjektif

Objektif

Nyeri perut KU sedang


bawah +, Kes CM
berkurang
TD:110/70mmHg

Assess Terapi
ment
KET
IVFD RL 500 cc/8 jam
Ceftriaxon 2x1g iv
Ketorolac 3x30mg iv

dengan
obat

HR: 100 x/i


RR: 20 x/i
T: 36,60C

Perdarahan
aktif dari Mata: CA +/+
kemaluan SI -/Abdomen:
Nyeri tekan regio
suprapubis (+)
Lab 25/3/16
(pre op):
Hb : 9,6 g/dl
9,2 g/dl
Leu : 13.130/ul
12120/ul
Ht : 28,8 %
27,8%
Trom : 285.000/ul
279.000/ul
PT : 11,2 s
APTT : 31,3 s
Golda O +
USG
25/3
(dr.Dian) : Uterus
ante fleksi berada
dalam
cairan,
kesan KET

Sabtu
Nyeri pada
26/3/16
luka bekas
operasi,
nanah -,
darah aktif

KU sedang
Kes CM
TD:110/75mmHg
HR: 96 x/i
RR: 22 x/i

Alinamin F 2x1 iv
Metronidazol 3x500mg iv
Asam traneksamat 500 mg iv SD
Laparatomi cito puasa
Laporan operasi (08.32-10.19 WIB):
1. Pasien terlentang dalam narkose
umum
2.
3. Insisi secara tajam
4. Pemasangan tampon 1 buah untuk
melindungi usus.
5. Didapatkan :
- Uterus bentuk dan ukuran dbn.
- Tuba kiri terisi masa pada pars ampula
dengan titik-titk perdarahan.
- Ovarium kiri dbn.
- Tuba kanan dbn.
-. Ovarium kanan terdapat massa 3x7
cm
Dilakukan operasi : Salpingektomi tuba
sinistra dan kistektomi ovarium dextra.
6.
7. Rongga abdomen dicuci dengan
NaCl 0,9% sampai jernih.
8. Dinding abdomen dijahit lapis demi
lapis.
10.19 WIB operasi selesai.
Diagnosa sebelum operasi : KET
Diagnosa
setelah
operasi
:
salpingektomi sinistra ai rupture tuba
Instruksi pasca bedah :
- IVFD RL 20 tpm
- Ketorolac 3x30 mg iv
- Tramadol 100mg/12jam drip selama
24jam.
- Tranfusi PRC 1 labu
- Dexamethason 10 mg SD setelah
transfusi
- Parasetamol tab 1000 mg extra
- Domperidon tab 10 mg extra
Post
IVFD RL 500 cc/8 jam
salping Parasetamol 1000mg k/p po
ektomi Metronidazol 3x500mg po
sinistra Cefadroxil 2x500 mg po
ai
Asam mefenamat 3x500 mg po

-,
luka
tertutup
verban.

T: 36,60C
Mata: CA +/+
SI -/-

rupture
tuba
sinistra

Thorax : Cor
pulmo normal
Abdomen:
Tampak
luka
operasi tertutup
verban,
pus
mengalir -, blood
aktif -, distensi
(-), BU + normal,
nyeri tekan +,
timpani.
ekstremitas: akral
hangat, CRT 2
detik.
Lab 26-3-16 (post
transfusi) :
Hb : 10,4 g/dl
Leu : 16.020 /ul
Ht : 31,5%
Tro : 257.000/ul
Minggu Nyeri pada KU sedang Kes
27/3/16
luka bekas CM
TD:
110/70
operasi
mmHg
sudah
berkurang, HR: 96 x/i
RR: 20 x/i
nanah
0
mengalir -, T: 36,6 C
darah aktif
-,
luka Mata: CA +/+, SI
-/tertutup
verban.
Thorax : Cor
pulmo normal
Abdomen:
Tampak
luka
operasi tertutup
verban,
pus
mengalir -, blood
aktif -, distensi

Post
salping
ektomi
sinistra
ai
rupture
tuba
sinistra

Parasetamol 1000mg k/p po


Metronidazol 3x500mg po
Cefadroxil 2x500 mg po
Asam mefenamat 3x500 mg po

(-), BU + normal,
nyeri tekan +,
timpani.
ekstremitas: akral
hangat, CRT 2
detik.
Senin
Tidak ada KU sedang Kes
28/3/16
CM
keluhan
TD:
110/70
mmHg
HR: 88 x/i
RR: 20 x/i
T: 36,60C

Post
salping
ektomi
sinistra
ai
rupture
tuba
sinistra

Parasetamol 1000mg k/p po


Metronidazol 3x500mg po
Cefadroxil 2x500 mg po
Asam mefenamat 3x500 mg po
Boleh pulang

Mata: CA -/-, SI
-/Thorax : Cor
pulmo normal
Abdomen:
Tampak
luka
operasi tertutup
verban,
pus
mengalir -, blood
aktif -, distensi
(-), BU + normal,
nyeri tekan +,
timpani.
ekstremitas: akral
hangat, CRT 2
detik.

BAB IV
PEMBAHASAN

Dari anamnesis, pasien mengeluhkan nyeri perut bawah yang semakin memberat sejak 4
jam SMRS. Nyeri sudah dirasakan sejak pagi hari. Pasien mengaku sedang haid hari ke 3 dengan
ganti pembalut seperti biasa. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis (+/+)
dan nyeri tekan regio suprapubis (+). Pada pemeriksaan penunjang

didapatkan leukosis

13.810 /ul (0,3/1,3/70,5/20,5/7,4) yang menandakan adanya suatu proses inflamasi, anemia
dengan Hb 10,3 gr/dl, dan tes kehamilan +. Pada pasien perempuan usia reproduktif yang
mengeluhkan nyeri perut, harus dilakukan pemeriksaan kehamilan untuk menyingkirkan
diagnosis perdarahan pervaginam pada kehamilan. Pasien ini positif hamil maka selanjutnya
dilakukan pemeriksaan V scan di UGD, hasilnya tidak dijumpai janin ataupun berupa kantong
gestasi di cavum uteri. Pada pasien kemudian dilakukan pemeriksaan USG, kesan KET dengan
uterus ante fleksi berada dalam cairan. Pada pasien tidak dilakukan pemeriksaan dalam,
inspekulo dan kuldosintesis karena telah ada hasil V-scan dan USG abdomen yang menunjukkan
adanya kehamilan ektopik terganggu. Jika dilakukan pemeriksaan vaginal toucher pada pasien
KET maka akan didapatkan mukosa vagina licin, portio lunak, OUE tertutup, nyeri goyang
portio (+), cavum douglas menonjol akibat adanya penumpukan darah di ruang peritoneal.
Berdasarkan literatur, pemeriksaan kuldosintesis tidak perlu dikerjakan apabila diagnosa
perdarahan intraabdominal (yang disebabkan KET pada kasus ini) sudah dapat ditegakkan
dengan cara pemeriksaan lain.
Faktor risiko terjadinya kehamilan ektopik pada kasus ini adalah dicurigai berhubungan
dengan riwayat abortus dengan kurtase, walaupun belum ada teori yang jelas menerangkan hal
ini. Setelah tegak diagnosis kehamilan ektopik terganggu, maka segera dilakukan stabilisasi
keadaan umum, persiapan darah PRC 1 kantong, dan dilakukan operasi laparotomi cito karena
mengancam nyawa akibat perdarahan dan untuk menghentikan perdarahan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H. Gangguan bersangkutan dengan konsepsi dalam ilmu


Kandungan. Edisi II. Editor. Wiknjosastro HG, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo; 2005. 250-8.
2. Rachimhadhi T. Kehamilan ektopik dalam ilmu Bedah Kebidanan. Edisi I. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo; 2005. 198-10.
3. Robbins SL, Kumar V. Sistem genitalia wanita dan payudara (kehamilan Ektopik) dalam
buku ajar patologi II. Edisi IV. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC;1997. 374-15.
4. Wibowo B, Rachimhadhi T. Kehamilan ektopik dalam ilmu Kebidanan. Edisi III. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo; 2002. 362-85.
5. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap LC, Wenstrom KD. Kehamilan
Ektopik dalam Obstetri William (Williams Obstetri). Edisi XVIII. Jakarta: Penerbit buku
kedokteran EGC; 2005. 599-26.
6. Jones HW. Ectopic Pregnancy. In: Novaks Text Book of Gynecology. 3rd Edition.
Balltimore, Hongkong, London, Sydney: William & Wilkins; 1997.p.8830.
7. Ezeddin HP. Gambaran kasus kehamilan ektopik di bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD
Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari 2003 31 Desember 2015 [skripsi]. Pekanbaru:
Universitas Riau; 2008.
8. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: Media Aesculapius; 2001. 267-271.
9. Karsono, B. Ultrasonografi dalam Obstetri dalam Ilmu Kandungan. Edisi II. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo; 2002. 247
10. Mochtar R. Sinopsis Obstetri. Jilid II. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC; 1998.
11. Saifuddin AB, Adriaansz G, Wiknjosastro HG, Waspodo D. Buku acuan Nasional pelayanan
kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;
2002.
12. Mochtar R. Sinopsis Obstetri. Jilid I. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC; 1998. 226-235.
13. Ben-Zion T.Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Penerbit buku
kedokteran EGC; 1994.
14. Universitas Sriwijaya. Kehamilan Ektopik. [diakses 10 Oktober 2015].
http://digilib.unsri.ac.id/download/kehamilanEktopik.pdf

Diunduh dari

15. Wijayanegara H. Ultrasonografi dalam bidang obstetri dalam dasar-dasar ultrasonografi dan
peranannya pada keadaan gawat darurat. Jakarta: Penerbit Alumni; 1985.
16. Schwart SI, Shires TS. Kehamilan ektopik dalam intisari prinsip-prinsip ilmu bedah. Edisi
VI. Editor. Spencer FC. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC. 2000; 599-06.

Anda mungkin juga menyukai