Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

LATAR BELAKANG
Produksi buah nangka di Indonesia sangat melimpah, sehingga banyak

limbah nangka yangdihasilkan ketika pengolahan buah nangka tersebut


dilakukan. Limbah buah nangka yang masak yang dihasilkan diantaranya
adalah kulit buah, yang mengandung pektin (Windiarsih, 2010). Pektin adalah
suatu senyawa heteropolisakarida yang secara umum terdapat pada dinding sel
primer tanaman dan di tengah lamela pada jaringan tumbuhan, khususnya pada
sela-sela antara selulosa dan hemiselulosa (Windiarsih, 2010) .
Degumming dan bleaching merupakan tahap yang penting dalam proses
rafinasi minyak sawit. Degumming menggunakan asam fosfat dengan
konsentrasi dan dosis yang tinggi dapat menyebabkan tingginya kandungan
fosfor pada minyak yang akan menyulitkan tahap rafinasi selanjutnya.
Degumming menggunakan alkali, seperti NaOH, dapat membentuk emulsi
sabun yang menyebabkan semakin banyak minyak netral yang hilang
(Suhendra, 2006).
Pada saat ini, cepatnya peningkatan konsentrasi metal sama juga dengan
cepatnya dengan peningkatan bahaya efek toksikologi dari metal yang
dilepaskan ke lingkungan. Sejumalah kajian mengenai penanganan imbah dan
pengurangan konsentrsai larutan logam telah dilakukan. Metode konvensional
untuk penghilangan logam antara lain pengendapan kimia , koagulasi, ion
exchange, reverse osmosis dan ekstraksi pelarut. Metode metode konvensional
untuk penghilangan logam berat dalam limbah memiliki beberapa kekurangan
seperti biaya dan tidak cukup efektif pada logam dengan konsentrasi rendah
terutama pada rentang 1-100 mg/L.

Penelitian tentang teknologi terbaru

tentang penghilangan logam berat dari limbah mulai tertuju pada biosorsi.
Keuntungan dari biosorpsi antara lain biaya lebih rendah, efisiensi tinggi dalam
penghilangan logam dari larutan encer. Biosorpsi lebih mengarah kepada
metode interaksi fisika kimia (Kurniasari, 2012).

Berbagai alternatif bahan-bahan biologis dapat digunakan sebagai bahan


baku biosorben.Bahan-bahan ini diantaranya adalah alga, fungi danbakteri.
Namun penggunaan mikroorganisme tersebut memiliki beberapa kendala
diantaranya adalah sangat dipengaruhi oleh kontaminan lain serta adanya
kebutuhan perawatan seperti pemberian nutrisi tambahan (Torresdey,2004).
Alternatif bahan biologis lain yang dapatdigunakan sebagai bahan baku
biosorben adalah limbah produk-produk pertanian. Limbah produk pertanian
merupakan limbah organik yangtentunya akan sangat mudah ditemukan dalam
jumlah besar. Pemanfaatan dan penggunaan limbah pertanian sebagai bahan
baku biosorben selain dapat membantu mengurangi volume limbah juga dapat
memberdayakan limbah menjadi suatu produk yang mempunyai nilai
jual.Berbagai limbahpertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
biosorben diantaranya adalah jerami padi,kulit kentang, kulit buah-buahan serta
daun danranting tanaman-tanaman tertentu (Kurniasari,2012)
Pektin dapat digunakan sebagai salah satu alternatif sumber biosorben
karena banyak mengandung gugus aktif. Namun pektin yang terdapat pada
limbah organik umumnya adalah jenis HMP (High Methoxyl Pectin) sehingga
untuk dapat diaplikasikan sebagai logam berat, pektin harus didemetilasi atau
dimodifikasi terlebih dahulu (Kurniasari,2012).
Pektin merupakan polisakarida kompleks yang umumnya mengandung
unit galacturanic acid yang dihubungkan oleh ikatan -(14). Derajat
esterifikasi salah satu sifat yang mempengaruhi penggunaan pektin yang
menentukan sifat gel pektin. DE dengan presentase diatas 50 %
diklasifikasikan sebagai HMP (High Methyl Ester) dan DE dengan presentase
dibawah 50 % diklasifikasikan sebagai LMP (Low Methyl Ester). Yield pectin
dan DE tergantung terhadap variasi jenis kulit buah, parameter ekstraksi dan
pelarut yang digunakan (Aprinando, 2010).
Dari penelitian sebelumnya belum terdapat pemanfaatan pektin sebagai
biosorben dengan menggunakan kulit nangka dan penggunaan modifikasi
pektin, maka dilakukan penelitian dengan menggunakan kulit buah nangka
yang dimodifikasi agar didapat efisiensi penyerapan lebih tinggi,untuk dapat
dimanfaatkan untuk menurunkan bilangan peroksida FFA (Audy, 2012).

Atas dasar pemikiran tersebut, maka ingin dimanfaatkan limbah kulit


nangka sebagai bahan baku pembuatan pektin yang akan digunakan
menurunkan bilangan peroksida dalam CPO. Dengan demikian dapat
meningkatkan nilai ekonomis dari kulit nangka yang merupakan limbah
menjadi bahan baku yang sangat berpotensi.
1.2

.
PERUMUSAN MASALAH
Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sejauh mana

efektivitas pektin yang tidak dimodifikasi dan pektin yang dimodifikasi


terhadap penurunan bilangan peroksida dalam CPO (Aisyah,2010).
1.3

TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas

pektin kulit nangka yang dimodifikasi dan tanpa dimodifikasi untuk


menurunkan bilangan peroksida dalam CPO ( Fasya, 2010).
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Untuk memperoleh informasi mengenai pemanfaatan pektin dari kulit
nangka sebagai biosorben.
2. Untuk memberikan informasi dasar kelayakan penggunaan pektin dari
kulit nangka sebagai adsorben penurunan bilangan peroksida.
1.5

RUANG LINGKUP PENELITIAN


Adapun ruang lingkup dari penelitian ini adalah:
1. Bahan baku yang digunakan sebagai biosorben adalah pektin dari kulit
nangka yang masak
2. Ekstraksi dilakukan pada pH 2 dan suhu 60 70 oC selama 2 jam
(Oliviera,2012)
3. Modifikasi pektin dilakukan dengan menggunakan modifikasi pH dan
temperature 110oC dan 120oC. pH pektin ditingkatkan menjadi basa hingga
pH 12 dengan menggunakan NaOH, didinginkan hingga temperatur kamar
dan diasamkan kembali dengan menggunakan HCl hingga pH 2 ( Abbas,
2008).
4. Pembuatan biosorben dilangsungkan sebagai berikut:
Pembuatan Adsorben Pektin Kulit Nangka:
A) Variabel Tetap
- Waktu Pemanasan Ekstrasi : 120 menit
- Suhu Pemanasan Ekstraksi : 60 70
- Ukuran Partikel Adsorben : 60 dan 100 mesh

B)
-

Suhu Pengeringan
Suhu Inkubasi
Waktu Inkubasi
Konsentrasi HCl
Variabel Berubah
Rasio Adsorben : HCl
Suhu Oven

: 40oC
: 50 60 oC
: 2 jam
:3N
: 1:3, 1:4, 1:5
: 130oC, 140oC, 150oC

Pemurnian CPO
A) Variabel Tetap
- Tekanan Operasi
- Kecepatan Pengadukan
- Suhu Reaksi
B) Variabel Berubah
- Waktu Reaksi
- Dosis Penambahan Adsorben

: 1 atm
: 1000 rpm
: 100-110 oC
: 45 menit, 55 menit, 65 menit
: 0,5; 1; 1,5 % (b/b) dari CPO yang
digunakan

5 Parameter yang diAnalisis adalah :


A. Analisis pada adsorben :
1. Analisis Bilangan Iodin
2. Analisis Karakteristik Gugus Fungsi dengan Spektrofotometri FTIR
3. Analisis luas permukaan dengan BET
B. Analisis pada minyak :
1. Analisis kandungan asam lemak bebas pada Minyak

Anda mungkin juga menyukai